Jumat, 04 November 2022

Berkontribusi

"Kekuatan itu, bagi kemanusiaan yang lebih baik," berkata sang Purnama setelah mengucapkan Basmalah dan Salam. "Meskipun bakatmu itu, bahan pembangun terbaik dari alam, bakatmu membantu dunia dengan sangat baik ketika upayamu diarahkan ke luar—bukan ke dalam. Menjadi 'apapun yang engkau kehendaki' atau 'lebih dari siapapun engkau sebenarnya,' tak menambah nilai bagi masyarakat kecuali jika hal itu memberikan sesuatu yang dibutuhkan orang lain. Sederhananya, kekuatan dan usahamu, hendaknya difokuskan pada kontribusi khusus yang dapat engkau berikan bagi kehidupan orang lain.
Namun, kebanyakan kita, sangat disibukkan oleh tuntutan keseharian, sehingga kita terus-menerus menunda perenungan lajat tentang bagaimana memberikan kontribusi yang lebih besar kepada tim, keluarga, dan komunitas di sekitar kita. Kekeliruan seperti ini, terkesan lebih mementingkan diri-sendiri. Esok hilang dalam sekejap, sebulan kemudian berlalu, dan akhirnya engkau melewatkan bertahun-tahun, dan selanjutnya puluhan tahun, kesempatan guna berkontribusi dengan lebih bermakna dan substantif.
Mengetahui siapa dirimu—dan yang bukan—sangatlah perlu. Tapi itu semata titik-awal. Seluruh bakat, motivasi, dan kerja-keras di dunia, takkan dihargai atau diingat, jika tak menolong sesama.
Kebanyakan orang setuju bahwa hidup bukan tentang berfokus pada ambisi-diri atau ambisi-moneter. Ia tentang apa yang engkau kreasikan, yang meninggikan kehidupan. Ia tentang berinvestasi dalam pengembangan sesama. Dan ia tentang berpartisipasi dalam upaya yang akan terus tumbuh ketika engkau telah berkalang-tanah. Pada akhirnya, engkau takkan tinggal selamanya, akan tetapi kontribusimu, bakalan langgeng.
Semakin banyak bukti menunjukkan bahwa pendorong terbesar dari pencapaian dan kesejahteraan ialah memahami bagaimana upaya harianmu, memajukan kehidupan orang lain. Para ilmuwan telah menentukan bahwa kita, manusia, secara bawaan diarahkan pada orang lain, yang mereka sebut sebagai 'prososial.' Menurut para peneliti top yang meninjau ratusan studi tentang subjek ini, ciri-ciri yang menentukan dari kehidupan yang bermakna ialah 'menghubungkan dan berkontribusi pada sesuatu di luar diri.' 
Menyadari bahwa kita memberikan kontribusi yang bermakna bagi kehidupan orang lain, tak hanya mengarah pada peningkatan hasil kerja, melainkan pula, peningkatan kesehatan dan kesejahteraan. Bahkan kedermawanan yang sekecil apapapun, memicu perubahan di otak kita, yang membuat kita lebih lega. Dengan setiap tindakan prososial di tempat kerja, energi diciptakan yang secara terukur menguntungkan 'pemberi, penerima, dan seluruh organisasi.' Hidup bukanlah apa yang engkau dapatkan darinya ... melainkan apa yang engkau masukkan kembali.

Jika aku membayarmu untuk melakukan sesuatu dan engkau melakukannya semata lantaran aku membayarmu, itu bukanlah pertemanan atau keterhubungan. Itu transaksi ekonomi.
Tiada alasan mengapa engkau harus bekerja tanpa batas waktu, cuma untuk memperoleh gaji. Tentu, adakalanya, menghasilkan uang guna bertahan hidup, diperlukan dalam segala kehidupan kita, namun, sepanjang waktu, engkau terpaksa tak puas dengan gajimu.
Sementara 'bekerja untuk hidup', mungkin sudah cukup dalam evolusi awal hubungan antara manusia dan organisasi, itu bukan cara yang berkelanjutan guna memikirkan pekerjaan hari ini. Engkau pantas mendapatkan pekerjaan yang menunjang hidupmu. Engkau berhak memperoleh kehidupan yang mendukung pekerjaan, karier, panggilan, atau tujuan yang lebih tinggi. 
Menemukan cara unik untuk berkontribusi, tiadalah sulit, terutama setelah engkau menganut pola-pikir baru tentang apa itu pekerjaan. Prosesnya dimulai dengan mengubah cara berpikirmu tentang pekerjaan; mendefinisikan ulang caramu mendekati apa yang engkau lakukan setiap hari. Nah, cobalah berpikir tentang bagaimana upaya keseharianmu, bisa jauh lebih dari 'sekedar pekerjaan.' Bekerja sekarang, terstruktur di sekitar asumsi yang cacat secara fundamental: bahwa engkau melakukan sesuatu, sebab engkau harus melakukannya.
Bila engkau bertanya kepada beberapa orang, apa 'pekerjaan' mereka, mereka akan menjawab, 'Aku seorang pengacara,' 'Di rumah saja menemani anak-anakku,' atau 'Aku bekerja di real-estat komersial,' itu tak mengungkapkan banyak hal. Pertanyaan yang paling penting adalah, 'apa yang paling sering engkau perbuat?'
Engkau mungkin sering mendengar pengacara berbicara tentang hubungan dengan kliennya dan bagaimana ia menikmati debat saat melakukan pembelaan. Engkau mendengar orangtua berbicara tentang waktu berkualitas yang mereka habiskan bersama anak-anaknya, di malam hari dan akhir pekan. Kadangkala, orang ragu-ragu sebelum menjawab, sebab mereka menyadari, rata-rata keseharian mereka, tak semenyenangkan yang semestinya. Kebanyakan orang tak berpikir tentang pekerjaan mereka sebagai orientasi untuk membantu orang lain.
Kemasyhuran 'uang' menunjukkan bahwa orang melihat pekerjaan lebih sebagai sarana yang diperlukan guna mencapai tujuan ketimbang sebagai upaya mendalami makna. Yang juga sangat menarik, bahwa tiada kata yang membahas tentang kontribusi spesifik yang dibuat orang dalam pekerjaan mereka, seperti mengembangkan bakat atau membantu orang menjadi sehat atau memberikan informasi yang bermanfaat.

Pertumbuhan nyata itu, produk dari mengikuti kontribusimu, melebihi hasratmu. Cukup dengan menanyakan “Apa yang bisa kusumbangkan?” mengarah ke jalan dan hasil yang lebih baik daripada memulai dengan diri-sendiri. Hal ini berlaku jauh di luar bidang karier, tetapi menunjukkan bagaimana mengarahkan upayamu ke luar, guna menciptakan pertumbuhan abadi bagi generasi mendatang."

Sebelum berangkat, sang Purnama berkata, "Dua sekawan, rutin bermain golf setiap hari Sabtu selama beberapa tahun dimana seorang dari mereka, selalu menang. Suatu hari Sabtu, pertandingan lebih ketat dibanding biasanya. Bahkan, persaingan makin seru saat mereka akan sampai pada hole 18. Berusaha sekuat tenaga, pegolf yang kalah, tampak tak bisa meraih kemenangan, dan mulai mengumpat dan melempar tongkat-golfnya.
'Tenang, santuy men,' kata pegolf yang menang. 'Permainan loe hebat dan sempat bikin gue jiper.'
'Lantaran itulah gue baper men,' kata pegolf yang kalah dan tanpa sengaja berucap, 'Gue sebel, kok nggak bisa menang ya, padahal sebenernya sih, gue 'dah maen curang lho!'
Wallahu a'lam.”
Kutipan & Rujukan:
- Tom Rath, Life's Great Question - Discover How You Contribute to the World, Silicon Guild Books
- James Reason, The Human Contribution - Unsafe Acts, Accidents and Heroic Recoveries, Taylor & Francis