Selasa, 20 Desember 2022

Kodok dan Katak Berteman

"'Flora bilang begini, 'Kodok dan Katak telah berkawan selama delapan tahun,'" sang Purnama bercerita setelah mengucapkan Basmalah dan Salam. "Lalu Flora menambahkan, 'Katak keluar dari mulutku saat aku ngomong. Kodok juga. 
Kodok lebih enteng. Kodok itu, liat. Setelah beberapa waktu, aku belajar merasakan ketika sebuah kata itu, kodok, dan bukan katak. Aku bisa menggulung kata itu di lidahku dan merasakannya sebelum kuucapkan. Kata kodok lebih garing. Meranggas itu, perkataan kodok. Begitu pula kersang dan kemelut, serta kemestian. Dan juga, keperlentean dan batang korek-api.
Kata 'katak,' sedikit lebih bervariasi. Keruh. Lembayung. Berayun. Rada-rada ngejazz. Cinta itu, perkataan kodok, jika dilafalkan dengan sungguh-sungguh—namun aku meragukan kesungguhannya, dan pula, cinta itu, perkataan kodok, bila diucapkan dengan sarkastik. Katak tak pandai bersarkasme. Kodok menguasainya.
Aku pergi ke kolam musim semi dan membisikkan soneta yang bertransformasi menjadi katak kayu. Aku mengucapkan kata-kata mencicit dan memekik, serta para spring peeper—kodok seukuran ujung jari, suaranya mirip jangkrik—dengan cepat melompat menjauh ke pepohonan. Mereka mulai bernyanyi di saat mereka muncul. Lalu kubacakan dokumen-dokumen legal yang panjang kepada audiens kodok Fowler yang semakin banyak, yang mengedipkan mata ke arahku. Aku berlatih membaca puisi revolusioner modernis dengan suara keras. Sini. Dengarkanlah. Kukan bercerita untukmu!

Suatu hari, Katak berlari menuju rumah Kodok. Ia mengetuk pintu depan. Gak ada Jawaban. 'Dok, Kodok!' teriak Katak, 'bangun. Ini musim semi!'
'Krok,' jawab suara dari dalam rumah. 'Dok, Kodok!' teriak Katak. 'Udah siang! Bangun!'
'Aku tak di sini,' berkata suara itu. Katak masuk ke dalam rumah. Saat itu gelap.
Semua daun jendela ditutup. 'Kodok, ente dimana?' Katak memanggil. 'Pergi,' sahut suara dari sudut kamar. Kodok sedang mbangkong di tempat tidur.
Ia menarik selimut ke atas kepalanya. Katak mendorong Kodok dari tempat tidur. Ia menyorongkannya keluar dari rumah dan ke teras depan.
Katak berkedip di bawah sinar matahari yang cerah. 'Toloong!' seru Kodok. 'Aku tak dapat melihat apa-apa.' 'Jangan konyol,' kata Katak. 'Apa yang ente lihat itu, cahaya hangat yang jelas di bulan April.
Dan itu berarti, kita bisa memulai bersama tahun yang baru. Pikirkan itu, Kodok,' ucap Katak.
'Kita akan melewati padang rumput dan berlari menembus belantara dan berenang di sungai. Di malam hari, kita akan duduk di teras depan ini dan menghitung bintang-bintang.'
'Ente aja yang ngitung 'ndiri,' tanggap Kodok. 'Ane cape banget deh. Ane pengen balik tidur lagih.' Kodok masuk kembali ke dalam rumah. Ia naik ke tempat tidur dan menarik selimut menutupi kepalanya lagi.
'Tapi,' seru Katak, 'ente bakal kehilangan semua kesenangannya, Kodok!'
'Dengar, Katak,' kata Kodok. 'Berapa lama ane tertidur?'
'Ente udah tidur sejak November,' kata Katak. 'Kalau begitu,' kata Kodok, 'tidur sedikit lagi pan nggak apa-apa qallee. Ente kemari lagi dan bangunkan ane sekitar pertengahan Mei. Selamat malam, Katak!'
'Tapi, Kodok,' kata Katak, 'ane bakal kesepian sampai saat itu.' Kodok tak menjawab.
Ia telah tertidur. Katak melihat kalender. Lembaran bulan November masih di atas. Katak merobek lembaran November. Ia merobek lembaran Desember. Dan lembaran Januari, lembaran Februari,
dan lembaran Maret. Ia sampai pada lembaran April. Katak merobek pula lembaran April. Kemudian Katak berlari kembali ke ranjang Kodok. 'Dok, Kodok, bangun. Sekarang bulan Mei.'
'Apa?' Kata Kodok. 'Mungkinkah Mei secepat ini?'
'Ya,' kata Katak. 'Lihat kalendermu.' Kodok melihat kalender. Lembaran Mei berada di atas. 'Wah, ini bulan Mei!' kata Kodok seraya turun dari tempat tidurnya. Lalu Katak dan Kodok pun berlari keluar, melihat bagaimana dunia terlihat di musim semi.

Suatu hari di musim panas, Katak sedang kurang enak badan. Kodok berkata, 'Katak, ente k'liatan ijo.'
'Tapi pan emang ane selalu k'liatan ijo,' kata Katak. 'Ane pan katak.'
'Hari ini ente k'liatan sangat hijau, melebihi seekor katak,' kata Kodok. 'Tidurlah di tempat tidurku dan beristirahatlah."
Kodok membuatkan Katak secangkir teh panas. Katak meminum tehnya, lalu ia berkata, 'Ceritain ane sebuah cerita selagi ane istirahat.'
'Okeh,' kata Kodok. 'Coba ane pikir-pikir dulu ceritanya yaq.' Kodok berpikir dan berpikir. Namun ia tak sanggup memikirkan cerita untuk disampaikan pada Katak, sebab ia merasa, ia tak punya otak sama sekali. 'Aku akan pergi ke teras depan dan berjalan mondar-mandir,' kata Kodok. "Mungkin itu akan membantuku memikirkan sebuah cerita." Cukup lama Kodok berjalan mondar-mandir di beranda. Walakin ia tak bisa memikirkan cerita untuk Katak.
Lalu Kodok masuk ke dalam rumah dan melakukan headstand, berdiri di atas kepalanya. 'K'napa ente melakukan headstand?' tanya Katak. 'Ane harap, jika ane headstand, bisa membantu me mikirin sebuah cerita,' kata Kodok. Kodok pun tetap melakukan headstand cukup lama. Namun ia tak sanggup memikirkan cerita untuk Katak. Kemudian Kodok menuangkan segelas air ke atas kepalanya.
'K'napa ente tuangin air di atas kepala?' tanya Katak. 'Ane berharap, jika nuangin air ke atas kepala, bisa membantu ane mikirin sebuah cerita,' kata Kodok.
Kodok menuangkan bergelas-gelas air ke atas kepalanya. Tapi, ia tak menemukan sebuah cerita pun untuk Katak.
Kemudian Kodok mulai membenturkan kepalanya ke dinding. 'Kok ente benturin kepala di dinding?' tanya Katak. 'Ane berharap, jika ane membenturkan kepala ane ke dinding cukup keras, akan membantu ane mikirin sebuah cerita,' kata Kodok. 'Aku merasa jauh lebih baik sekarang,' sahut Katak. 'Kurasa ente nggak perlu lagi bercerita.'
'Kalau begitu, bangunlah dari tempat tidur dan gantian ane yang masuk ke dalamnya,' kata Kodok, 'karena sekarang ane yang merasa nggak enak badan.'
Katak berkata, 'Mau ane ceritain sebuah cerita?'
'Iya dong,' jawab Kodok, 'kalaw ada.'
'Dahulu kala,' kata Katak, 'ada dua sahabat, seekor kodok dan seekor katak. Sang katak sedang tak enak badan. Ia meminta kepada sohibnya sang kodok, agar bercerita kepadanya. Sang kodok tak bisa memikirkan sebuah cerita. Ia berjalan mondar-mandir di beranda, akan tetapi, ia tak bisa memikirkan sebuah cerita. Ia berdiri di atas kepalanya, namun ia tak bisa memikirkan sebuah cerita. Ia menuangkan air ke atas kepalanya, tetapi, ia tidak bisa memikirkan sebuah cerita. Ia membenturkan kepalanya ke dinding, namun ia masih belum bisa memikirkan sebuah cerita, karena ia merasa tak punya otak sama sekali. Lalu, sang katak merasa tak enak badan, dan sang katak merasa pulih kembali. Maka sang katak pergi tidur dan sang katak bangun dan bercerita. Tamat. Nah bagaimana menurutmu Kodok?' tanya Katak. Namun sang Kodok tak menjawab. Sang Kodok sudah ngorok.

Katak dan Kodok dulunya punya sepeda motor Japstyle kustom yang sama, tetapi kodok menjualnya dan membeli Harley 'Night Rod' kustom. Maklum, sejak diangkat jadi Komisaris BUMN, gajinya fantastis men.
Pernah mereka keluar bersama memakai kendaraan masing-masing. Hingga di sebuah persimpangan, Kodok berhenti. Katak bertanya, 'Ada apa Kodok?' 
'Aku tak bisa memutuskan, berbelok atau jalan terus,' jawab Kodok. Ia tak bisa memutuskan, sebab ia merasa tak punya otak sama sekali.
Katak menunggu Kodok memutuskan. Ia teringat pesan para tetua, 'Jika kata-kata tak bekerja, maka irama bakalan bekerja.' Lalu, iapun bernyanyi,

Biasa sa cinta satu sa pinta
Jang terlalu mengekang rasa
Karna kalau sa su bilang
Sa trakan berpindah karna su sayang

Jangan kau berulah sa trakan mendua
Cukup jaga hati biar tambah cinta
Karna kalau sa su bilang
Sa trakan berpindah karna su sayang *)

Lalu sang Purnama berkata, 'Flora menutup ceritanya dengan bilang begini, 'Suatu hari, aku mendengar bahwa para amfibi akan punah di seluruh dunia, bahwa beberapa dari mereka bakalan lenyap. Engkau pergi ke kolam yang semestinya penuh dengan kodok, dan menemukan mereka, diam. Ada ratusan penyebab—jamur, pestisida, dan hujan asam.
Tatkala aku mendengarnya, aku berseru "Aapaa!?" begitu kerasnya sehingga katak Afrika besar, keluar dari mulutku dan kuharus menangkapnya. Beratnya sekira anak-kucing. 
Aku merenung tentang kodok selama berminggu-minggu, dan akhirnya, aku memutuskan berbuat sesuatu. Namun aku tak sanggup memperbaiki hal-hal yang membunuh mereka. Salah satu penyebabnya, kekeliruan mereka sendiri, terlalu mencintai amanah yang dititipkan kepada mereka, sehingga tak mau mengembalikannya.
Penyebab lainnya, kodok selalu melanggar aturannya sendiri. Pernah, dengan enteng mereka ngomong, 'Aturan dibuat untuk dilanggar!' Aku teringat ketika para kodok berkumpul di sebuah stadion. Sang pemimpin kodok, dalam pidatonya tentang 'rambut beruban' dan caranya berjabat tangan dengan para pemimpin dunia—bagaikan si Inyong yang baru kesampaian bersalaman dengan tokoh idolanya, dan bagaimana ia ngomong English saat diwawancara, mengingatkanku Latka Gravas, karakter fiksi di sitkom televisi Taksi, yang diperankan oleh Andy Kaufman. Mekanik manis dan menyenangkan namun konyol. 
Tapi, bukan itu masalahnya. Problemonya adalah, stadion tersebut akan digunakan untuk Piala Dunia U-20 FIFA, sehingga para kodok melarang siapapun menempatinya. Mereka melanggar larangan yang mereka buat sendiri. Jadi, ketika ditanya, 'Mengapa?' mereka menanggapi, 'Itu bukan stadion, itu kolam, lagian, aturan gak berlaku bagi para kodok!' Wallahu a'lam."
Kutipan & Rujukan: 
- T. Kingfisher, Toad Words and Other Stories, Red Wombat Tea Company
- Arnold Lobel, Frog and Toad are Friends, Caldecott Honor Book
*) "Karna Su Sayang" karya Immanuel Andra