Sang angsa membacakan puisi,
Terkadang, kebenaran,
kita tergoda menyembunyikan.
Karena kelalaian,
atau hanya keangkuhan.
Berlebih-lebihan,
dapat menyebabkan kedustaan.
Mereka yang terkena imbas,
sakit dan menangis.
Saat kejujuran,
hendak kita elakkan.
Persahabatan,
akan selalu teruntuhkan.
Kemudian ia berkata, "Wahai saudara-saudariku, tahukah engkau tentang salah satu yang terbaik dari segala kebajikan moral? Banyak dari sifat-sifat manusia yang paling mulia seperti perilaku, kehormatan, dan keberanian, mengalir darinya." Para unggas menjawab, "Sampaikankanlah, wahai Angsa!" Sang angsa berkata, "Itulah kejujuran. Ada orang yang mungkin mengira bahwa kejujuran itu, hanya sebatas kata-kata. Sebenarnya bukan itu. Kejujuran dapat mewujudkan dirinya dalam perbuatan kita dan juga dalam keadaan diri-kita yang terdalam.
Seorang pemikir dan 'Ulama, al-Muhâsibî, berkata, “Agar kejujuran menjadi lengkap, seharusnya ia ada dalam tiga hal. Ia hendaknya ada dalam qalbu sebagai iman seseorang, ia hendaknya ada dalam niat di balik perbuatan seseorang, dan ia hendaknya hadir dalam kata-kata yang diucapkan seseorang."
Kita hendaknya jujur dalam kata-kata dan perbuatan. Kejujuran menembus serat terdalam seseorang ketika batinnya selaras dengan lahiriahnya. Perbuatan seseorang, jujur hanya ketika ia menerapkan apa yang ia akui. Ketidakjujuran dalam perbuatan lebih hina daripada ketidakjujuran dalam kata, karena itu hanyalah tampilan kemunafikan. Inilah yang dilakukan oleh saudara-saudara Nabi Yusuf, alaihissalam, saat mereka datang dengan pakaian Nabi Yusuf yang berlumuran darah kepada ayah mereka.
Kebenaran dalam kata adalah jenis kebenaran yang paling akrab dan jelas, karena setiap pernyataan yang tak konsisten dengan kenyataan, jelas merupakan kebohongan. Allah berfirman,
Dalam Al Qur'an, Allah berfirman bahwa kejujuran kita akan membawa kebaikan di dunia ini. Dan tentu saja, kejujuran pasti akan bermanfaat bagi kita kelak di Akhirat. Allah berfirman,وَ لَا تَقُوۡلُوۡا لِمَا تَصِفُ اَلۡسِنَتُکُمُ الۡکَذِبَ ہٰذَا حَلٰلٌ وَّ ہٰذَا حَرَامٌ لِّتَفۡتَرُوۡا عَلَی اللّٰہِ الۡکَذِبَ ؕ اِنَّ الَّذِیۡنَ یَفۡتَرُوۡنَ عَلَی اللّٰہِ الۡکَذِبَ لَا یُفۡلِحُوۡنَ“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta 'Ini halal dan ini haram,' untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tidak akan beruntung.” - [QS.16:116]
Selain jujur dalam kata dan perbuatan, kita hendaknya jujur dalam hubungan kita dengan Sang Pencipta, Allah. Ada banyak dimensi dari ungkapan kejujuran yang paling penting ini.قَالَ اللّٰہُ ہٰذَا یَوۡمُ یَنۡفَعُ الصّٰدِقِیۡنَ صِدۡقُہُمۡ ؕ لَہُمۡ جَنّٰتٌ تَجۡرِیۡ مِنۡتَحۡتِہَا الۡاَنۡہٰرُ خٰلِدِیۡنَ فِیۡہَاۤ اَبَدًا ؕ رَضِیَ اللّٰہُ عَنۡہُمۡ وَ رَضُوۡا عَنۡہُ ؕ ذٰلِکَ الۡفَوۡزُ الۡعَظِیۡمُ“Allah berfirman, 'Inilah saat orang yang benar memperoleh manfaat dari kebenarannya. Mereka memperoleh surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya. Itulah kemenangan yang agung.'” - [QS.5:119]
Ada ketulusan kita kepada Allah dalam hal keyakinan kita - dimana kita mengakui dan menerima bahwa Dialah Yang Maha Berdaulat dan hanya Dialah Yang pantas disembah dengan benar. Lalu ada kesadaran bahwa Allah selalu mengawasi apa yang kita lakukan.
Ada perasaan rendah-hati dan malu yang hendaknya kita rasakan di hadapan-Nya. Jika kita benar-benar ingin jujur dalam hubungan kita dengan Allah, kita seharusnya tulus kepada-Nya sehingga tak ada motif lain dalam qalbu kita terhadap apa yang kita lakukan selain untuk mencari keridhaan-Nya.
Kita hendaknya tak berharap dengan ucapan terima kasih dan penghargaan dari sesama manusia. Kita dapat mencapai ini dengan memfokuskan perhatian kita untuk mencapai rahmat Allah. Kita hendaknya selalu sadar bahwa Allah selalu mengawasi kita.
Selain jujur dalam hubungan kita dengan Sang Pencipta, kita hnedaknya berlaku jujur dengan sesama manusia. Kejujuran terhadap sesama sangatlah penting. Juga, ada banyak aspek dalam hal ini. Pertama, kita hendaknya jujur dalam berbagi dengan orang lain. Kita hendaknya tak melakukan tipu-daya dan memperlihatkan wajah kebohongan kepada orang lain. Sebaliknya, kita hendaknya tulus dan jujur dengan orang lain. Kita hendaknya jujur dengan apa yang kita ucapkan. Karenanya, kita hendaknya selalu berhati-hati memastikan kebenaran berita yang kita dengar sebelum kita meneruskan dan menyampaikannya kepada orang lain.
Kita hendaknya jujur dalam memberikan nasihat kepada orang lain. Kita hendaknya tulus dalam nasihat kita dan sungguh-sungguh memberikan yang terbaik guna membantu orang agar terhindar dari marabahaya dan memperoleh apa yang baik bagi mereka. Kita hendaknya berlaku jujur dengan isteri kita. Kita hendaknya mengungkapkan isi hati kita kepadanya dan berbicara dengan bebas kepadanya tentang keprihatinan kita, rahasia kita, dan ambisi kita. Seorang suami atau istri adalah pasangan hidup, seorang sahabat, orang yang dapat dipercaya. Semakin terbuka suami dan istri dalam saling berkomunikasi dalam suasana kepercayaan dan keyakinan, semakin kuat hubungan mereka.
Nabi tercinta kita (ﷺ) sangat dikenal dengan kejujurannya, jauh sebelum beliau mulai menerima wahyu dan menjadi Utusan Allah. Beliau telah dikenal di kalangan kaumnya selama bertahun-tahun sebagai al-Amin. Rasulullah (ﷺ) menyampaikan tentang pengaruh kejujuran dan ketidakjujuran terhadap kepribadian kita. Hasan bin Ali meriwayatkan bahwa Rasulullah (ﷺ) bersabda,
Abdullah bin Mas'ud meriwayatkan bahwa Rasulullah (ﷺ) bersabda,دَعْ مَا يَرِيبُكَ إِلَى مَا لَا يَرِيبُكَ فَإِنَّ الصِّدْقَ طُمَأْنِينَةٌ وَإِنَّ الْكَذِبَ رِيبَةٌ"Tinggalkanlah yang meragukanmu pada apa yang tak meragukanmu. Sesungguhnya kejujuran lebih menenangkan jiwa, sedangkan dusta (menipu) akan menggelisahkan jiwa." [Sunan at-Tirmidzi 2518; Shahih]
Beliau juga menjelaskan pengaruh kejujuran dan ketidakjujuran terhadap hubungan interpersonal kita. Hakim bin Hizam meriwayatkan bahwa Rasulullah (ﷺ) bersabda,عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِى إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِى إِلَى النَّارِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا“Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan megantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka ia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Hati-hatilah kalian dari berbuat dusta, karena sesungguhnya dusta akan mengantarkan kepada kejahatan dan kejahatan akan mengantarkan pada neraka. Jika seseorang sukanya berdusta dan berupaya berdusta, maka ia akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta.” [Ṣaḥīḥ Muslim 2607;Muttafaqun Alaihi]
Sejatinya, kejujuran, menghasilkan kekuatan di setiap tingkatannya. Pada tingkat pribadi, ia memberikan integritas, harga-diri, dan kekuatan-bathin. Pada tingkat sosial, ia memberikan kedalaman dan substansi terhadap hubungan kita dengan orang lain. Pada tingkat spiritual, ia membawa ketulusan kepada Rabb kita yang merupakan kunci keselamatan kita.الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا – أَوْ قَالَ حَتَّى يَتَفَرَّقَا – فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِى بَيْعِهِمَا ، وَإِنْ كَتَمَا وَكَذَبَا مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا“Kedua orang penjual dan pembeli masing-masing memiliki hak pilih (khiyar) selama keduanya belum berpisah. Bila keduanya berlaku jujur dan saling terus terang, maka keduanya akan memperoleh keberkahan dalam transaksi tersebut. Sebaliknya, bila mereka berlaku dusta dan saling menutup-nutupi, niscaya akan hilanglah keberkahan bagi mereka pada transaksi itu.” [Ṣaḥīḥ al-Bukhārī 1973; Muttafaqun Alaihi]
Pada akhirnya, semua orang berhak atas kejujuran kita. Tak ada yang ingin didustai, bahkan kita sekalipun. Wallahu a'lam.
- AM Ba Dahdah, Honesty, Islam Today