Senin, 02 Maret 2020

Reset!

Burung pungguk tampil ke depan, dengan suara lirih, ia bersenandung,

Kulihat Ibu Pertiwi
Sedang bersusah-hati
Air-matanya berlinang
Emas-intankah kau kenang?
Hutan, gunung, sawah, lautan
Simpanan kekayaan
Kini Ibu sedang lara
Merintih dan berdoa

Lalu, sang pungguk menyapa, "Assalāmu ʿalaikum waraḥmatullāhi wa-barakātuh!" Para unggas menjawab, "Wa ʿalaikumus-salām wa-raḥmatullāhi wa-barakātuh!" Burung kea berkata, "Wahai pungguk, adakah kisah yang kan engkau bagikan bersama kami?" Sang pungguk berkata, "Ya, dengarkan baik-baik!" Kemudian sang punggukpun mulai bercerita...

"Alkisah, ada sebuah negeri, Negeri Entah-Berantah, yang diperintah oleh seorang raja yang adil, Raja Abdul Malik namanya, dan ia memerintah negerinya dengan bijak. Sang raja, orang yang baik, bersahaja dan santun, serta lembut hatinya, bahkanpun seekor lalat, takkan mau ia ganggu. Ia juga tak suka berpakaian mewah, dan ia tak pernah mengumumkan, baik secara langsung atau melalui para buzzer dan influenser bayaran, betapa murah pakaian yang dipakainya. Ia juga tak makan makanan mahal atau minum anggur, ia tak menghabiskan uang rakyat yang telah membayar pajak bagi kemewahan istananya atau kuda-kuda yang bagus. Pajak yang dibayar rakyatnya, ia wujudkan dalam bentuk sekolah dan perguruan tinggi sehingga kaum muda dapat mempelajari segala bentuk perdagangan dan mempelajari segala ilmu, dan dengan demikian, dapat saling berbagi dengan lebih baik. Ia juga memerintahkan agar rumah sakit dibangun dan para tabib, terdididik dengan baik, sehingga rakyatnya yang menderita penyakit dapat tertangani dengan cepat. Ia memerintahkan agar jalan dan jalur kereta api dibangun, bukan untuk kepentingan pengusaha atau demi ketenarannya, melainkan agar barang-barang yang diproduksi di satu daerah dapat dengan cepat diangkut ke bagian lain negeri itu, dimana dibutuhkan. Ia juga memperingatkan agar para penegak hukum tak menyalahgunakan jabatan mereka, menerima suap.
Sang raja mencintai istrinya, Ratu Jamilah, dan di malam hari ia duduk bersama putranya, Pangeran Hasan, bercakap-cakap dengannya. Tetapi yang paling ia sukai adalah duduk di ruang kerjanya dengan buku-buku dan laporan-laporan dari seluruh penjuru negeri dan menyusun rencana-rencana baru untuk membuat kehidupan rakyatnya menjadi lebih baik. Raja tak pernah berlagak, atau berpura-pura tampil sederhana, melainkan ia adalah seorang pemikir sejati, dan ketika ia melihat laporan dari seluruh bagian negeri, ia harus meyakini bahwa ia benar-benar memerintah negara dengan baik.

Suatu hari, sang raja tampak muram, ini tak lepas dari perhatian sang hulubalang, Sa'ad. Sa'ad selalu menemani sang raja kemanapun ia pergi, bagaikan sang waktu yang selalu menyertai kehidupan ini. Dengan santun, Sa'ad menyapa sang raja, "Wahai baginda, apa yang tuanku pikirkan? Engkau tampak bersusah-hati." Mendengar ucapan Sa'ad, sang raja terbangun dari lamunannya. Ia menjawab, "Duhai Sa'ad, aku sedang memikirkan tentang apa yang terjadi di dunia ini. Aku sangat prihatin. Wahai Sa'ad, situasi ini sangat memprihatinkan. Aku ingin berbicara dengan penasihat raja. Mintalah Syeikh Abdul Jalil datang menemuiku!" Sa'ad menjawab, "Baik, yang mulia!"

Beberapa saat kemudian, Syeikh Abdul Jalil, penasihat kerajaan, telah berbicara dengan raja. Sang raja berkata, "Wahai Syeikh, dunia sekarang berfokus pada virus korona, seluruh kantor berita, seluruh apa yang telah kita ketahui, telah tertutup, kita hendaknya menyadari gambaran besar pemahaman keseluruhan tentang apa sedang terjadi sekarang ini. Bencana telah datang laksana sembilan tanda-tanda yang diberikan kepada Nabi Musa, alaihissalam, bagi Firaun.

Ketahuilah Syeikh, di bagian lain dunia, tujuh belas koma sembilan juta hektar lahan telah terbakar, tiga ribu rumah rusak, setengah miliar hewan terbunuh. Keadaan darurat dan mereka menyebutnya sebagai bola api yang datang dari langit.
Di negeri lain, asap mencekam dari satu negeri ke negeri lain, yang berjarak ribuan mil. Di negeri lain, dilanda banjir bandang, puluhan ribu orang mengungsi dan banjir ini terus berlangsung hingga hari ini. Di negeri lain lagi, menderita akibat gempa bumi dahsyat 5,8 hingga 6,4 pada skala Richter, gempa dan gempa lagi.
Mengikuti bencana besar ini, banyak gunung berapi telah menghantam daratan. Di negeri lain, angin kencang muncul, hujan lebat, salju, ombak besar, listrik terputus. Di satu bagian negeri, seluruh desa tertutup busa. Negeri tetangga kita menderita gempa 6,8 skala Richter. Hujan lebat menyebabkan tanah longsor yang menghancurkan negeri. Di negeri yang jauh, terjadi kekeringan terburuk yang pernah diderita dalam beberapa dekade belakangan ini, ratusan belalang dan jutaan serangga terbang, belalang, segerombolan belalang, seratus lima puluh juta belalang akan cukup menghancurkan persediaan makanan untuk 2.500 orang. Belalang ini menghancurkan lahan.

Di negeri lain, banjir menyebabkan keadaan darurat, dan tentu saja, di negeri Panda, kerusakan telah muncul di darat, di laut, karena apa yang telah dilakukan oleh tangan manusia menempatkan diri kita dalam hal ini, dan bagaimanapun, telah terjadi, apakah itu terjadi karena polusi yang kita lakukan, karena kehancuran yang kita buat, karena kita bingung, mungkinkah ini karena perang senjata kimia atau bocornya sebuah laboratorium? Namun semua itu, telah terjadi, Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mengizinkan semua ini terjadi, dan kita sebagai umat Islam, menerima kenyataan bahwa sekarang bencana telah mengintai setiap negeri, kerusakan ini telah mempengaruhi sistem ekonomi dan sistem orang yang akan melakukan barter, atau mereka yang melakukan pertukaran dengan benda-benda alam, dengan barang-barang, dengan nilai intrinsik, dengan emas dan perak, dan hewan, dan jenis barang lainnya, mereka juga mulai berdagang dengan uang kertas. Uang kertas ini, selama berabad-abad, perlahan-lahan menjadi tak berharga, hingga sekarang, perekonomian telah menjadi ilusi. Ilusi ekonomi dunia."
Syeikh Abdul Jalil berkata, "Allah Ta'ala berfirman,
أَعُوْذُ بِاللّٰهِ مِنَ الشَّيْطٰانِ الرَّجِيْمِ
"Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk"
ظَهَرَ الۡفَسَادُ فِى الۡبَرِّ وَالۡبَحۡرِ بِمَا كَسَبَتۡ اَيۡدِى النَّاسِ لِيُذِيۡقَهُمۡ بَعۡضَ الَّذِىۡ عَمِلُوۡا لَعَلَّهُمۡ يَرۡجِعُوۡنَ
"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." - [QS.30:41]
Sebagai hasil dari syirik dan kekufuran, serta mengabaikan Akhirat, kejahatan, penindasan dan tirani, pasti muncul dalam perilaku dan karakter manusia. Allah menunjukkan akibat buruk dari perbuatan manusia di dunia ini sebelum hukuman di akhirat, sehingga mereka memahami kenyataan, merasakan kekeliruan mereka dan kembali kepada ajaran yang benar, yang telah disampaikan oleh para nabi Allah kepada manusia sejak masa paling awal, dan selain itu juga mulai merubah perilaku, yang tak ada cara lain mengatur perilaku manusia di atas dasar yang kuat.

Allah juga berfirman,

وَلَنـُذِيۡقَنَّهُمۡ مِّنَ الۡعَذَابِ الۡاَدۡنٰى دُوۡنَ الۡعَذَابِ الۡاَكۡبَرِ لَعَلَّهُمۡ يَرۡجِعُوۡنَ
"Dan pasti Kami timpakan kepada mereka sebagian siksa yang dekat (di dunia) sebelum azab yang lebih besar (di akhirat); agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." - [QS.32:21]
“Azab yang lebih besar” adalah siksaan di akhirat, yang akan dijatuhkan pada orang-orang yang bersalah sebagai akibat dari kekafiran dan ketidaktaatan. "Siksa yang dekat", sebaliknya, menyiratkan malapetaka yang menimpa manusia di dunia ini, misalnya, penyakit yang menerpa kehidupan seseorang, kematian orang terdekat dan tersayang, kecelakaan, kehilangan, kegagalan, dll. Dan badai, gempa bumi, banjir, epidemi, kelaparan, kerusuhan, perang dan banyak bencana lainnya, dalam kehidupan bermasyarakat, yang mempengaruhi ratusan ribu orang secara bersamaan. Alasan adanya malapetaka ini adalah bahwa manusia hendaknya terlebih dahulu sadar sebelum datangnya "azab yang lebih besar" dan melepaskan sikap dan cara hidup yang akan menyebabkan mereka harus menderita siksaan yang lebih besar pada akhirnya. Dengan kata lain, ini bermakna, Allah tak menjamin manusia dalam keamanan yang sempurna di dunia sehingga ia dapat hidup dalam kedamaian penuh, dan salah memahami bahwa tiada kekuatan di atasnya, yang dapat menyebabkan dirinya terluka. Namun Allah telah mengatur segala hal, Dia menurunkan bencana dan malapetaka pada seseorang maupun pada suatu bangsa dan negeri dari waktu ke waktu, yang memberi pelajaran bagi manusia bahwa ia tak berdaya dan bahwa ada Penguasa Yang Mahakuasa atas dirinya, Yang memerintah kerajaan universal. Bencana-bencana ini mengingatkan setiap manusia dan kelompok, serta bangsa-bangsa bahwa ada Kekuatan lain di atas mereka yang mengendalikan nasib mereka. Semuanya belum ditempatkan pada pembuangan manusia. Kekuatan sesungguhnya ada di tangan Yang Maha Berdiri-sendiri. Ketika musibah dari-Nya turun ke atas manusia, kita takkan dapat menghindarinya dengan akal-akalan apapun, juga tak dapat melarikan diri darinya dengan memohon pertolongan jin, atau roh, atau dewa atau dewi, atau seorang nabi atau orang suci. Dipandang dari sudut pandang ini, musibah ini bukanlah musibah biasa, melainkan peringatan Allah, yang diturunkan agar manusia sadar akan kenyataan dan menghilangkan kekeliruannya. Jika manusia belajar dari pelajaran ini dan memperbaiki keyakinan dan perilakunya di dunia ini, ia takkan menghadapi siksaan yang lebih besar dari Allah di Akhirat kelak.

Wahai, yang mulia! Sekarang kita sedang di reset, di tata-ulang, dan karena kehilangan pekerjaan, karena perubahan gaya hidup kita, secara harfiah memaksa kita kembali ke cara hidup yang lebih alami dan itu membawa lebih banyak manfaat dan cara hidup yang lebih Islami, cara yang Allah Subhanahu wa Ta'ala telah ciptakan, dikembangkan bagi manusia. Kerusakan dalam kehidupan sosial, amoralitas mencapai proporsi epiknya dengan internet, dengan pelacuran, dengan pornografi, proporsi epik di seluruh dunia, seluruh generasi muncul dengan bahasa mereka, mengubah gaya hidup mereka, mereka telah berubah.

Sekarang kita telah mencapai titik nadir, dalam sejarah planet ini, dengan virus mengintai setiap negeri, dan dengan orang-orang yang sekarang mempertimbangkan kembali hubungan mereka, haruskah orang kulit putih terus membenci orang kulit hitam, haruskah orang non-Arab melawan Arab, haruskah bangsa-bangsa menjadi berdasarkan etnis dan suku terus melakukan ini? Kita, ras manusia, jika seseorang menderita di sebuah negeri, atau menderita di belahan bumi lainnya, maka seluruh dunia akan menderita, karena kita semua, satu keluarga manusia.
Kita semua adalah sebuah keluarga yang merupakan bagian dari satu kampung global. Kerusakan pada tingkatan politik, bahwa para pemimpin kita hendaknya berlaku jujur ​​dan bukan setiap saat melontarkan kebohongan serta mendasarkan apa yang mereka katakan pada suara atau mendasarkan apa kata mereka tentang kontrol individu. Kita tahu bahwa ada pemimpin di sebuah negeri yang memenangkan pemilihan dengan cara yang tak pantas, memberikan janji palsu dan didukung oleh orang-orang yang tak bertanggung jawab, melegalkan kecurangannya. Suatu hari, para pemimpin seperti ini akan dipaksa oleh keadaan agar mewujudkan janji-janji palsu mereka. Kekuasaan tak selamanya memuliakan kita, namun terkadang kekuasaan itu menghinakan kita.
Kerusakan dalam hubungan masyarakat keuangan dalam perekonomian, dikuasai oleh sejumlah orang kaya yang relatif sedikit dibanding dengan semakin banyaknya orang miskin di muka Bumi ini. Hubungan kita hendaknya berubah, dan pemerintah yang menimbun banyak uang dan yang telah mengubah banyak hal berdasarkan pemahaman mereka tentang ekonomi, hendaknya melakukan penyesuaian ulang. Namun sekarang, hal pertama yang kita lakukan, adalah pulang ke rumah! Wallahu a'lam."
Rujukan :
- Shaykh Abdullah Hakim Quick,
Virtual Friday Talk, Islamic Institute of Toronto.