Kamis, 30 Juni 2022

Apa itu 'Mengapa'?

"'Manipulasi berdaya-guna, namun membutuhkan duit. Duit yang amat banyak. Bahaya manipulasi itu, bahwa ia, bardaya-guna. Dan karena manipulasi berdaya-guna, ia telah menjadi norma, dipraktikkan oleh sebagian besar perusahaan dan organisasi, terlepas dari ukuran atau industrinya. Walau ia berdaya-guna, belum tentu menjadikannya benar. Tatkala manipulasi telah menjadi norma, tiada yang menang.' Itulah kira-kira sekerat makna yang kukecap dari karya Simon Sinek, 'Start with Why,'" berkata sang Luna setelah mengucapkan Basmalah dan Salam. "Dan malam itu," ia meneruskan, "aku ditemani oleh Burung Kicau, mengeksplorasi Bumi Zamrud Khatulistiwa. Entah mengapa, malam itu, ia tak dapat tidur, dan sebelum aku bertanya 'mengapa?,' ia membawaku, pertama-tama, melintasi pulau yang, di zaman kolonialisme Belanda, tak pernah tidur, Onrust. Dan kini, Onrust telah benar-benar mendengkur dalam peraduan. Kemudian, setelah melewati beberapa pulau, burung-kicau mengajakku ke kota yang tak pernah molor, Kota Metropolitan, walau tak semegah New York dan masih banyak kota Metropolitan di belahan bumi lain, tapi, begitulah orang-orang di negeri ini menyebutnya. Dan, ada yang menarik tentang Gubernur di daerah khusus ibukota ini, bahwa banyak orang memperbincangkan dirinya, baik yang memfavoritkannya maupun para haternya. Bagi yang menyukainya, cukup menyapanya dengan panggilan 'Sang Presiden!' Lho, kenapa? Itu gegara ulah para haternya, lantaran setiap kali terjadi kesusahan di Bumi Zamrud Khatulistiwa, mulai dari banjir hingga sandal-jepit dekil putus, maka, sang Gubernurlah yang bakal disalahin. Nalar kita akan berkata, 'Di zaman dulu, baik Raja, Sultan, ataupun Khalifah, dan di zaman now, disebut Presiden, bukankah ia punya tanggungjawab moral atas keselamatan setiap rakyatnya? Karena itulah, ia di sebut 'Sang Presiden.'' Lalu, sang petahana, kemana? Tampaknya, yang Mulia lagi asyik menemukan tempat curhat, 'a shoulder to cry on.'
 
Negeri yang kukunjungi ini, telah meraih Kemerdekaannya, sejak jelang akhir Perang Dunia II, sampai sekarang, selama puluhan tahun. Dan aku kepo, 'mengapa' dalam Konstitusinya, para 'Founding Parents' negeri ini, lebih memilih diksi 'Merdeka' dibanding 'Bebas'? Baik Bebas maupun Merdeka itu, sinonim, namun terkadang, bisa membingungkan, dan orang merasa sulit memutuskan, menggunakan diksi yang mana.
'Bebas' itu, 'hak dan kekuatan untuk meyakini, bertindak, dan mengekspresikan-diri sesuai pilihan seseorang, lepas dari kekangan, dan langgas memilih. Keadaan ini, punya kekuatan bertindak dan berbicara tanpa sekat.' Di sisi lain, 'Merdeka' itu, 'keadaan leluasa menikmati kelegaan politik, sosial, dan sipil. Kekuatan ini, guna memutuskan tindakan seseorang, dan keadaan lepas dari belenggu atau kungkungan. 'Merdeka' bersinonim dengan kata bebas, hak-istimewa, lepas, dan mandiri.' Diksi 'Bebas,' implikasinya, sangat bergantung pada tanggungjawab dan kewajiban, serta keterikatan pada seluruh masyarakat yang lebih besar, atau bisa dibilang, suatu sistem keyakinan, yang bersifat filosofis. Di sisi lain, diksi 'Merdeka,' bermakna suatu kekuatan-murni, guna berbuat dan bertindak, sebagaimana seseorang berkehendak. Jadi, 'Merdeka' itu, konsepsi yang lebih kasat-mata dibanding 'Bebas.'

Saat berbincang tentang 'Kebebasan' dan 'Kemerdekaan', kita tak bisa lepas dari Teori Politik. Dalam pandangan Joseph Raz, teori politik dapat dengan mudah dibagi menjadi dua bagian: Moralitas Politik dan Teori Institusi. Moralitas politik terdiri dari prinsip-prinsip yang hendaknya memandu tindakan politik. Ia memberikan prinsip-prinsip yang mendasari teori institusi membangun argumen untuk memiliki institusi politik dengan karakter tertentu. Pula, Moralitas politik menetapkan tujuan dan batasan tindakan lembaga-lembaga politik tersebut. Akan tetapi, prinsip-prinsip moralitas politik itu sendiri, tumbuh dari pengalaman konkret masyarakat tertentu dengan institusinya sendiri. Validitasnya, dibatasi oleh latar belakang mereka. Dengan cara ini, lembaga membentuk prinsip-prinsip yang dirancang bagi pedoman dan pembentukan kembali lembaga-lembaga ini. Sebagian besar aktivitas politik sehari-hari suatu negara, berkaitan dengan pembentukan institusi dan prosedur politik. Tak jarang, cara terbaik mengimplementasikan kebijakan baru, ialah dengan menciptakan lembaga publik baru atau menata ulang atau mereformasi yang lama. Dan kita semua menyadari banyak masalah dimana kebijakan terbaik kandas oleh kegagalan institusi karena beban implementasinya.
Selanjutnya, dengan 'lembaga politik', Raz mengacu terutama pada negara dan organ-organnya, dan juga, agak lebih luas, semua otoritas publik. Jadi, tak semua organisasi politik itu, lembaga politik. Demikian pula Partai politik, di sebagian besar negara demokrasi. Mereka itu, organisasi politik yang bertujuan agar terlibat dalam tindakan politik.

Liberalisme telah lama terbagi di antara, mereka yang menganggap kebebasan sebagai sesuatu yang berharga secara intrinsik, dan mereka yang mengklaim bahwa kebebasan hanya bernilai instrumental. Yang terakhir disebutkan, termasuk kaum utilitarian dan ekonom pasar bebas. Analisis makna tentang 'Kebebasan' atau 'Kemerdekaan', menurut Raz, tak dapat menjawab pertanyaan tentang kebebasan mana yang berharga, apa yang dianggap sebagai pembatasan atau gangguan terhadap kebebasan seseorang, dan bagaimana menilai apa yang seyogyanya dilakukan saat pertimbangan Kebebasan bertentangan dengan pertimbangan lain—yang mungkin atau mungkin tak melibatkan kepentingan Kebebasan dalam beberapa hal lain.
Raz menjelaskan, secara historis, liberalisme dan individualisme tumbuh bersama. Kekuatan sosial dan ekonomi yang serupa, seringkali digabungkan demi memajukan perjuangan mereka di berbagai negara. Namun keduanya, merupakan doktrin yang berbeda. Liberalisme itu, doktrin tentang moralitas politik yang berkisar pada pentingnya kebebasan pribadi. Individualisme, merupakan doktrin moral. Ia terkait dengan liberalisme, lantaran liberalisme terkait dengan demokrasi, yang dipahami sebagai teori institusi politik. Liberalisme dapat memberikan landasan bagi demokrasi, meskipun seseorang dapat mencapai kesimpulan demokratis dari fondasi lain, masing-masing memberikan bentuk yang agak berbeda pada teori demokrasi yang dihasilkannya. Demikian pula, seorang individualis, dapat mendukung liberalisme, sebagai moralitas politiknya, tetapi kesimpulan liberal, juga dapat didasarkan pada premis non-individualistik. Pula, seperti halnya seorang liberal dapat mendukung lembaga-lembaga non-demokrasi sebagai yang paling sesuai dalam masyarakat tertentu, demikian pula seorang individualis, dapat menjadi bukan seorang liberal, melainkan seorang libertarian—berusaha memaksimalkan otonomi dan kebebasan politik, dan meminimalkan pelanggaran negara terhadap kebebasan individu; menekankan asosiasi bebas, kebebasan memilih, individualisme dan asosiasi sukarela—atau seorang anarkis—skeptis terhadap otoritas dan menolak segala bentuk paksaan hierarki. 
Libertarian berusaha memaksimalkan otonomi dan kebebasan politik, dan meminimalkan pelanggaran negara terhadap kebebasan individu; menekankan pergaulan-bebas, kebebasan memilih, individualisme dan pergaulan-sukarela. Libertarian sering berbagi skeptisisme otoritas dan kekuasaan negara, tetapi beberapa libertarian berbeda dalam lingkup oposisi mereka terhadap sistem ekonomi dan politik yang ada. Berbagai aliran pemikiran Libertarian menawarkan berbagai pandangan mengenai fungsi sah kekuasaan negara dan sektor swasta, seringkali menyerukan pembatasan atau pembubaran institusi sosial koersif. Kategorisasi yang berbeda telah digunakan untuk membedakan berbagai bentuk Libertarianisme.
Anarkisme menyerukan penghapusan negara, yang dianggap tak perlu, tak diinginkan, dan berbahaya. Sebagai gerakan sayap kiri secara historis, ditempatkan di tempat paling kiri dalam spektrum politik, biasanya digambarkan bersama komunalisme dan Marxisme libertarian sebagai sayap libertarian (sosialisme libertarian) dari gerakan sosialis, dan punya hubungan historis yang kuat dengan anti-kapitalisme dan sosialisme.
Individualisme cenderung mengarah pada visi liberalisme sebagai teori pemerintahan terbatas. Ia menyajikan pandangan tentang kebebasan politik sebagai doktrin tentang apa yang tak boleh dilakukan oleh pemerintah, bagaimana mereka tak boleh memperlakukan rakyatnya, bidang perilaku individu mana yang harus mereka hindari, dan prinsip-prinsip serupa. Di sini juga, koneksinya longgar dan seseorang dapat mendukung interpretasi pemerintah yang terbatas tentang kebebasan politik atas dasar non-individualis.

Doktrin pemerintahan terbatas, menganggap pemerintah sebagai ancaman terhadap kebebasan. Perlindungannya ialah dengan menjaga pemerintah terkurung dalam batas-batas moral yang tepat. Meskipun tak dapat disangkal bahwa pemerintah dapat dan sering melakukannya, menimbulkan ancaman bagi kebebasan individu, ada konsepsi lain yang menganggap mereka juga memungkinkan sebagai sumber kebebasan. Mereka dapat menciptakan kondisi yang memungkinkan rakyatnya menikmati kebebasan yang lebih besar daripada yang seharusnya mereka lakukan. Konsepsi kedua ini, menganggap kebebasan kadang-kadang terancam oleh individu dan perusahaan, tak semata oleh pemerintah. Lebih jauh lagi, dan mengklaim bahwa meskipun pemerintah kadang-kadang menyalahgunakan kekuasaan mereka dan melanggar kebebasan individu, tak jarang pula, mereka harus bertindak demi menggalakkan kebebasan, dan tak hanya duduk diam dan menghindari campur tangan dengannya. Mereka harus menjauhkan diri dari bidang kehidupan tertentu, atau menghindari campur tangan dengannya, dengan cara tertentu, saat bertindak di bidang lain dan dengan cara lain guna menggalakkan kebebasan.

Secara singkat, hendaknya ada prinsip-prinsip moral yang khusus untuk moralitas politik. Kemerdekaan dan Kebebasan, seyogyanya dilihat sebagai nilai-nilai yang berbeda, namun nilai-nilainya, terkait erat dengan bidang-bidang lain, dan tak dapat tegak dengan sendirinya.

Apa yang telah kuutarakan, semata guna menyajikan betapa pentingnya beranjak dari kata 'Mengapa.' Ia merupakan cara berpikir, yang memberi para pemimpin kemampuan menginspirasi orang-orang di sekitar mereka. Simon Sinek bilang, 'Ada pemimpin dan ada yang dipimpin. Pemimpin memegang posisi kekuasaan atau pengaruh. Mereka yang memimpin, menginspirasi kita.
Baik individu atau organisasi, kita mengikuti mereka yang memimpin, bukan lantaran kita dipaksa, melainkan karena memang kita menghendakinya. Kita mengikuti mereka yang memimpin, bukan demi mereka, melainkan demi diri kita sendiri.'

Baiklah, mari kita kembali ke burung-kicau. Beberapa saat kemudian, burung-kicau bertengger di sebuah dahan pohon, dan salah satu sayapnya, mengisyaratkan padaku agar menyorotkan cahayaku ke halaman depan sebuah gedung pertemuan. Terlihat di bawah sana, empat orang lelaki, salah seorang di antara mereka, sedang berbicara. Aku mengenalnya, ia sang filsuf, dan jika Nietzsche sering disebut sebagai penulis 'aphoristic', aku suka menyebutnya sebagai filsuf 'aphoristic.' Namun sayangnya, waktuku telah habis. Esok malam, aku akan kembali ke lokasi ini dan, Insya Allah, aku akan berbagi denganmu, apa yang ia sampaikan. Tentulah, sebagai kelanjutan dari 'Mengapa.'

Untuk sementara, aku dan burung-kicau akan berpisah, dan esok malam, kami janji bertemu kembali di waktu dan tempat yang sama. Dan lamat-lamat, aku mendengar sang unggas bersenandung,
Because the world is round
[Karena dunia itu bulat]
It turns me on
[Ia menggairahkanku]
Because the world is round
[Sebab dunia itu bulat]

Because the wind is high
[Karena sang bayu berhembus kencang]
It blows my mind
[Ia meletupkan otakku]
Because the wind is high
[Sebab sang bayu berhembus kencang]

Because the sky is blue
[Karena dirgantara berwarna biru]
It makes me cry
[Ia membuatku meratap]
Because the sky is blue *)
[Sebab dirgantara berwarna biru]
Sebelum undur-diri, Laluna berkata, "Semua fakta sejarah, sampai kepada kita, sebagai hasil dari pilihan penafsiran oleh para sejarawan yang dipengaruhi oleh standar usia mereka. Jutaan orang telah melintasi sungai Rubicon, namun para sejarawan memberi tahu kita, bahwa cuma penyeberangan Julius Caesar yang signifikan. Dan jika engkau bertanya 'Mengapa?' Mungkin jawabannya begini, 'Ungkapan 'crossing the Rubicon,' merupakan sebuah idiom yang bermakna bahwa seseorang sedang melintasi 'point of no return.' Maknanya berasal dari majas-alusi tentang penyeberangan melintasi sungai Rubicon oleh Julius Caesar pada awal Januari 49 SM. Penyeberangan Caesar tersebut, memicu perang saudara, yang pada akhirnya menjadikan Caesar seorang diktator perpetuo [diktator seumur hidup]. Caesar telah diangkat menjadi gubernur atas wilayah seputaran Gaul Selatan hingga Illyricum. Saat masa jabatan gubernurnya berakhir, Senat memerintahkan Caesar agar membubarkan pasukannya dan kembali ke Roma. Lantaran ilegal membawa tentara ke Italia, perbatasan utara yang ditandai oleh sungai Rubicon, menyeberangi sungai dengan membawa senjata, identik dengan pemberontakan, pengkhianatan, dan deklarasi perang terhadap negara. Menurut beberapa penulis, sebelum menyeberang, Caesar mengucapkan kata-kata 'alea iacta est' ['sang dadu telah digulirkan'].' Wallahu a'lam.”
Kutipan & Rujukan:
- Simon Sinek, Start with Why, Penguin Group
- Joseph Raz, The Morality of Freedom, Oxford University Press
- Edward Hallett Carr, What is History?, Penguin Group
*) "Because" karya John Lennon & Paul McCartney

Sabtu, 11 Juni 2022

Sang Raja Teror

Setelah menyapa dengan Basmalah dan Salam, Rembulan berkata, "Sang jentelmen bercerita padaku,
'Seorang lelaki tua, terperangah melihat penampakan Kematian di hadapannya, dan diliputi rasa-gentar, saat diajak agar segera mengikutinya. 'Mohon berikan aku, sedikit waktu,' kata sang lelaki tua, 'setidaknya, sampai surat-wasiat dan surat-warisan, telah kuselesaikan.'
'Aku tak bisa menunda lagi,' jawab sang Kematian, 'sebab aku telah sangat sering memberimu peringatan agar mempersiapkan diri terhadap panggilan terakhirku, yang kurasa, tak mempan padamu, dan pula, engkau tak menganggap atau memberi perhatian sedikit pun padanya.'
'Engkau pasti keliru,' kata sang lelaki tua, 'engkau belum pernah mendatangiku sebelumnya, engkau juga, tak pernah menasihatiku agar bersiap-siap mengikutimu.'
'Bagaimana mungkin,' kata sang Kematian, 'bukankah aku telah memberimu peringatan yang, berkali-kali dan tak-mengenakkan, yang cukup guna membangunkan hati-nuranimu, saat aku mengambil satu per satu kawan-kawanmu yang lebih muda, kala mereka berada di sekelilingmu, dan anak-anakmu yang beranjak dewasa? Dan semuanya engkau abaikan, seolah-olah engkau mengira dirimu akan bebas, lepas dari cengkeramanku, dan sekarang mengeluh bahwa engkau tak siap? Siap atau tidak, sekarang masamu telah tiba, dan engkau harus mematuhi perintah itu.'
Sang jentelmen lalu berkata, 'Cerita ini, secara paksa, menekankan pada benak kita, perlunya selalu siap menghadapi Kematian, lantaran kita tak tahu kapan, jam, hari, atau tahun, datangnya pengunjung yang menyeramkan itu.
Kematian itu, kenyataan pahit dan menyengkak, yang dihadapi oleh setiap insan yang hidup. Tiada yang mampu menghindarinya, pula, tiada orang di sekitar orang yang sekarat, yang sanggup mencegahnya. Kematian akan terjadi setiap saat dan dihadapi oleh tua dan muda, kaya dan miskin, kuat dan lemah. Semuanya sama, mereka tak punya rencana atau sarana, guna menghindarinya, tiada kekuatan, tiada sarana syafaat, tiada cara untuk mencegahnya, atau menundanya, yang menunjukkan bahwa, sungguhlah Kematian itu, berasal dari Dia, Yang memiliki kekuatan yang takkan terbendung - sehingga manusia tak berdaya dan cuma bisa manut. 
SETIAP YANG BERNYAWA, NISCAYA MERASAKAN KEMATIAN. Realitas ini, hendaknya, tertanam kuat dalam qalbu, fakta bahwa kehidupan di dunia ini, terbatas, dan memiliki akhir yang telah ditentukan - dan akhir ini, pasti 'kan menjelang.
Semua akan mati. Jiwa setiap orang, akan merasakannya dan akan meninggalkan kehidupan dunia fana ini. Takkan ada perbedaan antara satu jiwa dan jiwa lainnya, dalam mencicipi cawan, yang melewati mereka semua, melainkan perbedaannya ada pada sesuatu yang lain, yakni tempat tujuan mereka.
Seorang Petani miskin, yang lelah bekerja, membungkuk selama bertahun-tahun, dan mengerang di bawah beban berat seikat kayu-bakar yang ia cari, panggul, merasakan penat dan kaki-sakit di jalan yang panjang dan berdebu, demi mencapai pondoknya yang jauh.
Lantaran tak sanggup lagi menanggung bebannya, ia membiarkan kayu-bakarnya, terjatuh di tepi jalan, dan duduk di atasnya, meratapi nasibnya yang merana. Kenikmatan apa yang diketahuinya, sejak kali pertama ia menarik-napas di dunia yang menyedihkan ini? Dari fajar hingga senja, satu putaran kerja-keras! Di rumah, lemari-makan yang kosong, istri yang tak pernah puas, dan anak-anak yang tak mau patuh!
Iapun menyeru pada Kematian agar membebaskan dirinya dari segala problema. Seketika, sang Raja Teror, berdiri di hadapannya, dan bertanya apa yang diinginkannya. Terpana oleh kehadiran sesuatu yang angker, kerabat tua kita ini, tergagap dan berubah pikiran, dan berkata bahwa, itu tak lebih dari permohonan bantuan mengangkat ke pundaknya, seikat kayu-bakar yang, ia biarkan terjatuh.
Ketahuilah, bahwa dunia ini, sedang berlalu, dan akhirat akan medatangi kita, maka, ingatlah selalu pada titik kematian.
Orang shalih, akan mati dan orang jahat, akan mati
Para pejuang jihad, akan mati, dan mereka yang duduk di rumah, akan mati
Mereka yang menyibukkan diri dengan jalan-hidup yang benar, akan mati, dan mereka yang memperlakukan manusia sebagai budaknya, akan mati
Pemberani yang menolak ketidakadilan, akan mati, 
dan pengecut yang berusaha mempertahankan hidup ini dengan harga berapapun, akan mati
Orang-orang yang punya perhatian besar dan tujuan mulia, akan mati, 
dan orang-orang malang, yang hidup semata demi kesenangan yang celaka, akan mati
Rembulan merangkum dengan, "Saat para insan kehilangan orang yang dicintainya, mereka membutuhkan cinta dan dukungan dari orang-orang di sekitar mereka, guna melupakannya. Salah satu cara terbaik melakukannya, dengan berada di sana, berbicara dengan mereka di awal tahap keterguncangan, dan seiring berjalannya waktu, cobalah membantu mereka menyesuaikan kembali dengan rutinitas dan kehidupan sehari-hari mereka. Kehilangan orang yang dicintai, ibarat luka yang menganga, perlu waktu dan perawatan agar dapat sembuh, maka, berhati-hatilah, jangan menuangkan garam di tempat yang hanya akan menimbulkan rasa-sakit.
Semoga Allah merahmati semua almarhum kaum muslimin. Semoga Dia memberi mereka keteguhan dalam menjawab pertanyaan alam-kubur. Semoga Dia melapangkan alam-kubur mereka dan memenuhinya dengan cahaya serta nikmat yang berlimpah. Semoga Dia melindungi mereka dari adzab dan bahaya di alam kubur atau dalam api neraka. Semoga Dia memasukkan mereka ke surga tertinggi bersama para nabi, syuhada, orang-orang benar, dan orang-orang shalih. Semoga kematian almarhum menjadi pelajaran bagi yang ditinggalkan. Semoga Dia memberikan ketenteraman, kenyamanan, dan ketegaran kepada orang-orang yang mereka tinggalkan, dan semoga Dia mengganti segala kesedihan dan kekecewaan dengan kesenangan dan kegembiraan yang tak terbatas dalam kehidupan sekarang dan yang akan datang. Aamiin. Aamiin. Aamiin. Wallahu a'lam.”
Kutipan & Rujukan:
- Shaykh 'Alee Hasan 'Abdul Hameed, Death, Al-Hidayah
- J.B. Rundell, Aesop's Fables, Cassell, Petter and Galpin
- James Northcote, RA, One Hundred Fables, Originals and Selected, J. Johnson

Jumat, 10 Juni 2022

Guyonan Sang Raja

"Seratus tahun, sepanjang abad 18 dan 19, di India, duduk di atas takhta di negara kerajaan, Nawab dari Awadh, gelar penguasa yang memerintah negara bagian Awadh, milik dinasti Persia, asal Nishapur, Iran,” berkata Rembulan setelah memulai dengan Basmalah dan Salam. "'Awadh,' yang diinggriskan sebagai Oudh, dimana raja otokratis ini, memerintah bukan hanya, subdivisi yang menyusut dan terbatas pada sebuah provinsi seperti sekarang ini, melainkan meluas ke Utara hingga perbatasan Nepal, dan ke arah Timur dan Barat dan ke Selatan, jauh melampaui batas Provinsi Negara saat ini. Bukan pula oleh kemegahan dan kecemerlangan Istananya, kita mengenang Raja ini: melainkan karena keistimewaan kebiasaan atau cara bernalar, tingkah-lakunya yang aneh, kelugasan, dan kegandrungannya pada pakaian Eropa dan orang-orang Inggris.

Saat itu, pagi di musim panas, ketika Raja kedua Oudh, Nasir-ud-Din Haider Shah, sedang berjalan di tamannya yang sejuk. Ia berdiri beberapa saat di depan air mancur dan menyaksikan matahari pagi menerobos semburan itu, dalam beragam warna. Melalui selubung warna pelangi itu, ia melihat sosok bayangan, berkelebat melintas dari semak hijau ke arah lain.
Kira-kira, apakah itu? Seorang lelaki, seorang pembunuh, seorang mata-mata di haremnya? Segala prasangka berkecamuk, mempertanyakan hal itu, pasti terlintas dalam benaknya, sekarang dipenuhi beragam kecurigaan.
'Kemarilah, penjahat,' panggilnya, 'keluarlah segera dan jelaskan bagaimana engkau mengintai di sini.' Sosok tersebut muncul dengan gemetar dari balik semak. Ia tampak compang-camping dan berpakaian buruk, dengan rambut dan janggut acak-acakan. Baru saja ia mendekat dalam jarak 20 langkah dari sang Raja, seketika ia bersimpuh di tanah seraya bergumam, 'Duhai Atap Dunia, Pelindung kaum fakir, Hadirat ibadah—ampunkan patik.'
'Apa yang membawamu ke sini, hai engkau yang bersikap tak pantas?' tanya sang Raja. 'Saudara lelakiku mengabdi pada Yang Mulia,' teriak sang lelaki yang bersimpuh. 'Namanya Razzak, pengurus-kuda, dan patik datang ke sini, guna mencarinya dan memintanya agar membantuku mendapatkan pekerjaan di istana Yang Mulia. Patik orang asing di sini dan tersesat, tak pernah bermimpi bahwa patik akan menghina mata Yang Mulia dengan pemandangan yang sangat ceroboh seperti diri patik.'
Sang Raja tahu benar bahwa lelaki itu, sangat jujur, namun, lantaran suka guyon, ia menyembunyikan kemarahannya, dan berlagak curiga. 'Penjahat!' teriaknya, 'Engkau berbohong! Pembunuhan tertera di wajahmu, dan aku menganggap kehadiranmu bermakna pengkhianatan, engkau bakal dihukum mati.

Pada saat itu, salah seorang pelayannya, dengan gemetar, mendekati sang Raja. 'Ambilkan penaku dan gulungan kertas. Aku akan menulis surat perintah, kematian orang ini.'
'Ampuun! Ampuun!' tangis sang lelaki, dengan aksen patah kesakitan dan ketakutan. Secepat kilat, pena dan kertas telah berada di tangan sang Raja, yang hendak menulis, sementara sang korban, terus menggeliat dan menangis dalam penderitaannya yang, serasa berat. 'Beri orang ini sebuah pekerjaan dengan gaji 5 rupee sebulan,' tulisnya dan menggulung kertas tersebut, dengan senyum hambar, ia menyerahkannya kepada sang pelayan.
'Berikan ini,' katanya kepada pelayan, 'kepada pengawal Kerajaan dan perintahkan mereka agar segera mengirim orang ini, di bawah pengawalan, kepada Perdana Menteri, yang akan segera melaksanakan titahku.' Lelaki yang bersimpuh, yang masih memohon belas-kasihan, seketika dibawa dari tekapeh, dan saat telah menghilang dari pandangannya, sang Raja langsung ngakak.
Perdana Menteri di zaman itu, ialah Nawab Mir Fazal-i-Ali Khan. Ia tak dapat mendamaikan tangisan menyedihkan dari orang yang diduga terhukum itu, dengan syarat-syarat perintah yang telah ia terima. Maka, iapun menulis catatan di gulungan yang menjelaskan keadaan tersebut kepada sang Raja dan menanyakan, adakah kekeliruan di dalamnya.
Sang Raja, setelah menerima pertanyaan tersebut, hanya melewati pertanyaan sang Perdana Menteri dan menambahkan sebuah titik setelah angka '5' dalam perintahnya, yang menjadikannya terbaca dalam bahasa sehari-hari, '50 rupee.'

Sang Perdana Menteri bertambah bingung menerimanya, dan mengira bahwa seseorang sedang menipunya, lalu menulis kembali, kemudian ia sendiri yang mengirim utusan khusus dan terpercaya, menanyakan pada sang Raja, inikah perintahnya. Sekali lagi, sang Raja melewati kalimat pertanyaan sang Perdana Menteri, dan menambahkan satu titik lagi pada perintahnya. 'Beri orang ini jabatan dengan gaji 500 rupee sebulan,' itulah apa yang sekarang terbaca dalam perintah dimaksud. Bertingkah konyol, Nawab Mir Fazal-i-Ali Khan, bergegas ke Istana dan menjelaskan kepada sang Raja, bahwa jika tak ada kesalahan dan perintah dimaksud agar dilaksanakan, akan menguras pundi-pundi Kerajaan, sehingga akan menambah bebannya, cuma lantaran seorang pekerja yang tak punya kemampuan apa-apa.
'Nawab Sahib,' jawab sang Raja, 'Engkau benar. Ada kekeliruan. Serahkan padaku parwana (perintah) itu.'' Saat menerima gulungan kertas, ia terkekeh sendirian, dan menambahkan satu titik lagi setelah angka sebelumnya, sehingga berbunyi '5.000 rupee sebulan.'
"Kekeliruan telah dikoreksi," katanya. Sang Perdana Menteri membungkuk, memberi hormat dan pergi, lalu Raja menambahkan, 'Sampaikan perintahku kepada orang itu, dan undang ia kemari.'
Sang Perdana Menteri mematuhi perintah Kerajaan, dan secepatnya, sang lelaki compang-camping tersebut, telah berdiri di hadapan Yang Mulia, yang bagai bermimpi, tak dapat memahami apa yang akan menjadi akhir dari perkembangan ini, tak dapat menyadari, apa tujuan sebenarnya dari sang Raja. 'Lepaskan ia,' titah sang Raja kepada penjaga, dan belenggu yang mengikatnya, dilepas. Kemudian, menoleh ke tahanan yang dibebaskan, sang Raja berkata, 'Berterimakasihlah kepada Perdana Menteri atas kenaikan gajimu dari 5 rupee menjadi 5.000 rupee per bulan. Pergilah sekarang, dan bila Istana dibuka hari ini, engkau bakal dijadikan seorang Nawab.'
Sang lelaki yang terperangah itu, mengucap syukur dan saat hendak undur-diri dari sang Raja, tiba-tiba, sang Raja berbalik dan bertitah lagi. 'Tapi tunggu; engkau tak bisa pergi seperti itu! Akan menjadi aib bagi jabatan yang engkau pegang sekarang.' Sang Raja kemudian memerintahkan seorang pelayan, memandikan dan mendandani sang lelaki, serta memerintahkan agar pakaiannya sendiri, dikenakan padanya.

Dalam setengah jam, sang orang asing, berdiri di hadapan Yang Mulia, mengenakan pakaian dari brokat termewah. 'Sekarang,' kata sang Raja, 'Engkau boleh pergi.' Dan kemudian, sekali lagi, ia mengamati sang orang asing.
'Tapi ... bentar, bentar ... engkau tak boleh berjalan di jalanan seperti itu! Akan menjadi aib bagi jabatan yang engkau emban.' Segera, ia memerintahkan agar pasukan Kavaleri, diberikan kepadanya sebagai penjaga kehormatan, rombongan 30 pelayan sebagai asisten pribadi dan 20 ekor gajah, dengan suasana yang semarak, mengantarkan pejabat baru dan stafnya, ke Istana yang telah dikosongkan oleh Perdana Menteri sebelumnya, dan sekarang, ditugaskan bagi kekuasaan baru di negeri ini.
Dan demikianlah, prosesi yang indah itu, melanjutkan pawai kemenangannya. Satu jam kemudian, ia menelusuri kembali jejaknya ke Istana, dimana, di Negara Bagian Kerajaan, seorang Nawab baru dilantik, dan sebuah bintang baru bersinar—untuk sementara waktu—di atas cakrawala Mogul.

Apa yang telah dikisahkan sebelumnya, tak seindah apa yang dikisahkan kemudian. Banyak orang, tak seindah warna aslinya. Pada suatu malam, di bulan Juni yang mengerikan, tujuh mayat, ditemukan di sebuah ruangan berukuran 10 kaki x 10 kaki, tanpa ventilasi, pintu yang dirantai dari luar, terkubur dalam liang yang sama, di luar gerbang Istana. Mereka itu, gadis-belia berusia mulai dari 11 hingga 17 tahun; apa yang terjadi? Ada banyak orang lain seperti mereka, di Istana Raja Nasir-ud-Din Haider.

Daya-nalar lemah seperti sang Raja, dihantui oleh kecurigaan di setiap waktu, dipengaruhi oleh setiap peramal dan penasihat, dan dalam banyak kasus, oleh para Perdana Menterinya, telah cukup menggoyahkannya. Atas bisikan Raushan-ud-daula, salah seorang Perdana Menterinya, memfitnah ibu-tiri sang raja, Badshah Begum. Raja mempercayai Raushan-ud-daula yang licik, lalu marah, kemudian membakar selimut kulit, yang diberikan oleh Begum sebagai hadiah.
Begum merasa tertekan dan khawatir mendengar nasib hadiahnya, dan bertanya-tanya apa langkah sang Raja selanjutnya. Agar ia tak menyerangnya lagi dengan Pasukannya, ia mulai merekrut tentaranya sendiri. Dalam beberapa hari, ia telah mengumpulkan hampir sembilan ribu tentara di sekelilingnya.
Mendengar hal ini, Residen Perusahaan India Timur, merasa khawatir, dan guna menghindari pertumpahan darah lebih lanjut, meminta Begum membubarkan tentaranya. Namun, Begum, menjawab bahwa ia hanya mempersiapkannya demi perlindungan diri; tetapi sang Residen mendesak, dan bahkan pekerjaan akan dibayar dari Bendahara Kerajaan. Sang Residen kemudian menulis kepada sang Raja, menyampaikan bahwa ia telah menyelesaikan masalah ini, dan bahwa sang Raja, harus membayar sejumlah 15.000 rupee sebulan kepada ibu-tirinya sebagai tunjangan dan juga dua lakh berbentuk lump sum, kepada pasukannya, yang akan segera dibubarkan.
Surat sang Residen sampai kepada sang Raja malam itu juga, dan ia memberikan arahan kepada sang Perdana Menteri, agar membuat perintah pembayaran di hadapannya, esok paginya untuk ditandatangani, yang mengizinkan penarikan uang dari kas Negara.

Fajar menyingsing: sang Raja berbaring diam tak bergerak di tempat tidurnya: tirai-tirai tersingkap: sang Raja mangkat. Dan para abdi-dalem, dengan suara pelan, saling membisikkan kata 'racun' di sudut terjauh dalam ruang kematian. Dengan demikian, Raja Nasir-ud-Din Haider Shah, berpulang di usia-muda, 35 tahun."

Matahari akan segera terbit, sebelum pergi, Rembulan berkata, "Dan kekuasaan dahsyat itupun, runtuh. Apapun itu, sekuat apapun, akan selalu ada silih-berganti, seperti malam berganti siang, semua ada masanya.
Boleh jadi, Shakespeare sedang mengintip adegan-adegan keruntuhan kejayaan ini, saat ia menulis kata-kata yang mengesankan berikut ini,
Dan, sama seperti bangunan tak berpondasi dari bayang-bayang ini,
Menara yang terselubung kabut, istana yang indah,
Kuil-kuil khidmat, bola-dunia yang hebat itu sendiri,
Ya, semua yang diwarisinya, bakal sirna,
Dan, sama seperti ilusi arak-arakan ini, memudar,
Janganlah pergi meninggalkan sebuah beban.
Wallahu a'lam.”
Kutipan & Rujukan:
- L.H. Niblett, India in Fable, Verse and Story, Thacker & Co

Selasa, 07 Juni 2022

Para Pemeran

"Sang Penulis berkata, 'Usai menyelesaikan bab ke-32 'Treasure Island,' dua boneka, berjalan keluar, guna menghisap pipa-rokoknya, sebelum bisnis dimulai lagi, dan bertemu di tempat terbuka, tak menyimpang dari skenario," Rembulan membuka sebuah cerita, setelah mengucapkan Basmalah dan Salam.

"Salah satu darinya, Sang Kapten, Alexander Smollet, mengambil gitar, dan mulai bersenandung,
Are you going to Scarborough Fair?
[Akankah engkau ke Scarborough Fair?]
Parsley, sage, rosemary, and thyme
[Peterseli, sage, rosemary, dan timi]
Remember me to one who lives there
[Mengingatkanku pada seseorang, yang tinggal disana]
She once was a true love of mine
[Ia pernah jadi cinta sejatiku]

Tell her to make me a cambric shirt
[Sampaikan padanya, buatkan aku, baju-koko]
Parsley, sage, rosemary, and thyme
[Peterseli, sage, rosemary, dan timi]
Without no seams nor needle work
[Tanpa sulaman ataupun jahitan]
Then she'll be a true love of mine
[Maka, ia bakal jadi cinta sejatiku]

Tell her to find me an acre of land
[Sampaikan padanya, carikan aku, sehektar tanah]
Parsley, sage, rosemary and thyme
[Peterseli, sage, rosemary, dan timi]
Between the salt water and the sea strands
[Di antara air-payau dan hamparan-laut]
Then she'll be a true love of mine
[Maka, ia bakal jadi cinta sejatiku]
'Selamat pagi, Kapten,' sapa Long John Silver, dengan salam tinju dan wajah berseri-seri. 'Jelaskan padaku, apa makna Parsley, Sage, Rosemary, dan Thyme?'
'Ah, Silver!' gerutu sang Kapten. 'Bagi orang Romawi, bunga Parsley merupakan simbol kematian dan kelahiran kembali; tetumbuhan Sage bermakna, ramuan penyembuhan dan dianggap menghadirkan keabadian dan kearifan; kembang Rosemary, berkenaan dengan ramuan pengingat, yang digunakan, baik dalam pernikahan maupun pemakaman; tumbuhan herbal Thyme, mengartikan keberanian.' 
'Mungkinkah membuat baju-koko, tanpa jarum? Dan 'menemukan satu hektar tanah, di antara air-payau dan hamparan-laut'?' Long John Silver tak sanggup menyembunyikan rasa penasarannya. 'Kurasa, ungkapan ini, dipakai untuk menunjukkan pekerjaan yang mustahil,' jawab sang Kapten. 'Caramu, kurang baik, Silver,' imbuh sang Kapten.
'Sekarang, Kapten Smollett,' protes Silver, 'tugas, ya tugas, seperti yang kutahu dan tiada yang lebih baik; tapi, kita sekaramg, tak sedang bertugas; dan aku tak melihat, adanya panggilan, berpegang-teguh pada urusan moralitas.'
'Engkau bajingan tengik, Bung,' sang Kapten menyumpah. 'Ayo, ayolah, Kapten, berlakulah adil,' balas Silver, sang juru masak berkaki satu. 'Janganlah sungguh-sungguh marah padaku. Aku 'kan cuma karakter dalam cerita ini. Aku tak nyata.'
'Yah, aku juga buukaan!' kata sang Kapten, 'berimbang 'kaan?' 
'Aku takkan membatasi, apa yang mungkin dipertimbangkan oleh peran protagonis,' jawab Silver. 'Tapi, aku memainkan peran antagonis dalam cerita ini, dan berbicara sebagai seorang pelaut kepada pelaut lainnya, aku ... yang ingin kuketahui, apa kemungkinannya?'
'Tak pernahkah engkau diajarkan katekis?' kata sang Kapten. 'Tak tahukah engkau, ada yang namanya Penulis?'
'Dan intinya, bila sang Penulis membuatmu, ia membuat Long John, dan Israel Hands, serta Blind Pew, dan George Merry—bukan berarti George berlebihan, lantaran ia lebih dari sekadar nama; dan ia menjadikan Kapten J. Flint, apa yang ada padanya; dan ia membuatnya di sini, pemberontakan, engkau terus melakukan pekerjaan seperti ini; dan ia menjadikan Tom Redruth, tertembak.' 
'Tak percayakah engkau, pada keadaan masa-depan?' kata Smollett. 'Menurutmu, tiada apapun selain berkas cerita saat ini?'
'Aku tak berhak tahu,' kata Silver, 'dan toh, aku tak paham apa hubungannya dengan itu. Yang kutahu, ini: jika ada hal yang namanya sang Penulis, akulah tokoh kesayangannya. Ia membuatku tahu lebih baik, dibanding yang ia lakukan padamu—ia bisa dipahami. Dan ia lebih banyak memberikanku peran. Ia menaruhku di dek, sepanjang waktu, sebagai penjahat, dan semuanya; dan ia menjadikanmu tercampak di palka, dimana, tak ada yang bisa, atau hendak, melihatmu, dan bisa jadi, engkau merana karenanya! Jika ada yang namanya sang Penulis, demi petir, ia akan berpihak padaku, dan boleh jadi, engkau merana karenanya!'
'Kulihat, ia memberikanmu tali panjang,' kata sang Kapten. 'Tapi itu tak bisa mengubah keyakinan seseorang. Aku tahu, sang Penulis menghormatiku; Aku merasakannya di dalam tulangku.'
"Dan ia tak menghormatiku?" seru John Silver. 'Ah, engkau semestinya mendengarkan, menghentikan pemberontakanku, George Merry dan Morgan dan banyak lagi, belum lama ini, di bab terakhir.'
'Amit-amit!' kata Kapten Smollett, serius. 'Aku seorang lelaki yang berusaha menunaikan tugas, dan memadamkan kekacauan, agar tak sering terjadi. Aku bukan orang yang sangat populer, maaf Silver,' dan sang Kapten menghela nafas. 
'Ah,' kata John Silver. 'Lalu bagaimana dengan sekuelmu ini? Akankah engkau menjadi Capten Smollett, yang sama seperti sebelumnya, dan tak terlalu populer, katamu! Dan jika demikian, mengapa Treasure Island terulang lagi, demi petir; dan aku akan menjadi Long John, dan Pew akan menjadi Pew; dan kami akan memberontak lagi, suka tak suka. Atau, akankah engkau menjadi orang lain? Dan jika demikian, mengapa, apa yang lebih baik darimu? Dan apa yang lebih buruk dariku?'
'Perhatikan ini, Bung,' balas sang Kapten, 'Aku sama sekali tak mengerti, bagaimana cerita ini, muncul, bukan? Aku tak bisa melihat, bagaimana engkau dan aku, yang tiada, akan berbicara di sini, dan mengisap pipa-rokok, seperti dalam kenyataan? Baiklah, lalu, siapa aku yang menghembuskan asap pendapatku? Aku yakin, sang Penulis berada di pihak yang baik; ia bilang begitu padaku, tinta-penanya habis saat ia menuliskannya. Yah, itu saja yang perlu kuketahui. Selebihnya, aku akan mengambil kesempatanku.'
'Itu fakta, ia sepertinya menentang George Merry,' Silver mengakui sambil merenung. 'Tapi George tak lebih dari nama yang terbaik," tambahnya dengan ceria. 'Dan sesekali, untuk mengukur dalamnya air. Bagus kan itu? Aku memberontak, dan aku menjadi orang kaya; baik, tetapi dari seluruh cerita, engkau bukanlah orang bersih. Aku seorang lelaki yang sangat mudah berteman; bahkan dengan diriku-sendiri, engkau tidak, dan sepengetahuanku, engkaulah iblis yang sirna. Yang mana? Mana yang baik, dan mana yang buruk? Ah, katakan itu padaku! Kita berada disini, dan engkau bisa melakukannya!'
'Kita tiada yang sempurna,' jawab sang Kapten. 'Yang bisa kukatakan, aku berupaya melakukan tugasku; dan jika engkau mencoba melakukannya, aku tak bisa menghargai kesuksesanmu.' 
'Jadi, engkaulah hakimnya, bukan?' ejek Silver. 'Aku akan menjadi hakim, sekaligus algojo untukmu, Sobat, dan takkan pernah mengubah warna rambutku,' jawab sang Kapten. 'Tapi aku memahami lebih dari itu: masuk akal, bahwa apa yang baik, juga berguna—atau di sana-sini, sebab aku tak disetel untuk menjadi seorang pemikir. Sekarang, ke mana sebuah cerita akan berjalan, jika, tak ada tokoh pemeran protagonis?'
'Jika engkau memulai dari situ,' jawab Silver, 'dimana sebuah cerita akan dimulai, jika tak ada, tokoh  antagonis?'
'Yah, begitulah pikiranku,' kata Kapten Smollett. 'Penulis seyogyanya memperoleh cerita; itulah yang ia inginkan; dan untuk mendapatkan cerita, maka harus ada orang yang, jika diberi kesempatan yang tepat, ia harus memasukkan orang sepertimu dan Hands. Namun, ia berada di sisi yang benar; dan engkau tak percaya pada matamu! Engkau belum melewati cerita ini; ada masalah yang berasal darimu.'
'Apa yang akan engkau pertaruhkan?' tanya John Silver. 'Yang kuinginkan, tiada pertaruhan,' jawab sang Kapten. 'Aku merasa cukup memerankan Alexander Smollett, seburuk apapun dirinya; dan aku berterimakasih kepada bintang-bintang penghargaanku, bahwa aku bukanlah John Silver. Namun, sebotol tinta, sedang terbuka. Kembali ke markas!'

Bersungut-sungut, John Silver berlalu, dan Sang Kapten, diiringi petikan gitarnya, bernyanyi,
Tell her to reap it, with a sickle of leather
[Sampaikan padanya, agar menuainya dengan sabit kulit]
Parsley, sage, rosemary, and thyme
[Parsley, sage, rosemary, dan thyme]
And gather it all, in a bunch of heather
[Dan kumpulkan semuanya, dalam seikat kembang heather]
Then she'll be a true love of mine *)
[Maka, ia bakal jadi cinta sejatiku]

"Sang Penulis menutup perbincangannya dengan berkata, 'Aku baru saja akan menuliskan: BAB XXXIII.'"  

Sebelum cahayanya meredup, Rembulan berkata, "Treasure Island—awalnya berjudul The Sea Cook: A Story for Boys—merupakan novel petualangan, karya penulis Skotlandia, Robert Louis Stevenson, yang menceritakan kisah 'bajak laut dan emas yang terkubur.' Karya ini, dipandang sebagai cerita masa depan, dan masyhur karena atmosfer, para-pemeran, dan aksinya.
Sementara itu, di belahan Bumi Selatan, di negeri Insulinde, nama yang diberikan oleh seorang penulis, Eduard Douwes Dekker, kian banyak cerita, dimana atmosfer, para-pemeran, dan aksinya, cuma berkisar pada segelintir orang yang, itu-itu aja. Harapan kita, agar seyogyanya, ada perubahan  atmosfer, para-pemeran, dan aksinya, ke arah yang lebih baik, sehingga jangan ada kata penyesalan, 'Eeeh die lagiii, die laaagii!' Wallahu a'lam."
Kutipan & Rujukan:
- Robert Louis Stevenson, Fables, Charles Scribner's Sons
*) "Scarborough Fair" karya Arthur Garfunkel & Paul Simon

Senin, 06 Juni 2022

Balapan

"Malam itu, aku berada di atas sebuah kota pelabuhan, yang, kata Sejarah, pada abad ke-17, seorang direktur utama VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie), Jan Pieterzoon Coen, menamainya, Nieuw Hoorn, dan kemudian, Jacatra. Belakangan, dan setelah sekian lama Coen tak sudi menyebutnya sebagai Batavia, usai ditegur oleh Heeren Zeventien, dewan pimpinan VOC, akhirnya Coen, manut." Rembulan menyapa dengan Basmalah dan Salam.
"Jika cairan susu dimasak ke dalam sebuah panci, mestilah, ia mendidih," katanya, "Aku tak tahu, dan tak pernah ingin tahu, mengapa, itu terjadi; andai ditanya, mungkin saja, kukan menghubungkannya, dengan kecenderungan susu yang mudah mendidih, yang, bisa jadi, benar, namun tak mampu menjelaskan apa-apa. Lagipula, aku bukan fisikawan. Dengan cara yang sama, seseorang dapat membaca, atau bahkan menulis, tentang peristiwa masa-lalu, tanpa ingin tahu, mengapa hal itu terjadi, atau cukup puas dengan mengatakan bahwa, Perang Dunia Kedua, terjadi, oleh sebab Hitler, pingiiin banget main perang-perangan, yang, boleh benar, walakin, tak bisa menjelaskan apa-apa. Walau demikian, seseorang, jangan dong, bersolekisme, dengan menyebut diri-sendiri, abdi-sejarah atau sejarawan. Mempelajari sejarah itu, sebuah studi tentang 'Kausa.' Seorang sejarawan, tanpa henti mengajukan pertanyaan 'Mengapa?'; dan selama ia mencari jawabannya, ia takkan bisa tidur-pulas. Sejarawan hebat, atau mungkin bolehlah, kita sebut secara lebih luas, pemikir cemerlang, ialah orang yang selalu mengajukan pertanyaan 'Mengapa?' tentang hal-hal baru atau dalam konteks terkini. Herodotus, bapak sejarah, menetapkan tujuannya dalam mukaddimah karyanya: 'guna menyegarkan ingatan akan perbuatan orang-orang Yunani dan para barbar,' dan yang paling utama, di atas segalanya, menyajikan penyebab, 'mengapa' mereka saling-jutek.'

Aku tak hendak mencari jawaban 'Apa itu sejarah?,' sebab cahayaku terfokus pada sebuah bangunan berarsitektur unik, dan ternyata, sebuah stadion. Pastilah, menurutku, itu sebuah Landmark kekinian, sebuah catatan sejarah baru, bagi kota tersebut. Lalu, aku tertarik pada area sekitar stadion, ada sirkuit 'pitlane', dan sebuah balapan, barusan, bubaran.
Jadi, karena ingin kepoin siapa gerangan pemenang balapan E-Prix, aku mencari informasi ke sekeliling sirkuit, namun tak menemukan apa-apa. Perhatianku tertuju pada sebuah mobil Kombi, yang berisi beberapa orang lelaki. Aku tak tahu persis, berapa jumlah mereka, yang kutahu, sebuah tembang dari 'Men at Work,' grup band asal Negeri Kanguru, mengalun dari tape-mobil sang Kombi,
Traveling in a fried-out Kombi
On a hippie trail, head full of zombie
I met a strange lady, she made me real nervous
She took me in and gave me breakfast

She said, 'Do you come from a land down under?
Where women glow and men plunder?
Can't you hear, can't you hear the thunder?
You better run, you better take cover!'
Tiba-tiba terdengar suara seperti ban berdecit, gegara sang pengemudi, ngerem mendadak. Penumpang belakang, yang terbangun dari tidur-nyenyaknya, seraya mengucek-ngucek mata beleknya, bertanya, 'Ada apa Bro?' Sang pengemudi menjawab, 'Sorry ... sorry Bro! Hono bulus nyabrang!' Serentak, para penumpang lain, berujar, 'Apah? Kura-kura?' Yang lain nyeletuk, 'Kura-kura dalam perahu!'

'Iyya! Tuh, liat!' kata sang Pengemudi, dan semua mata lelaki dalam Kombi, menyaksikan seekor kura-kura, perlahan tapi pasti, berjalan melintas, menyeberang jalan. Tak sekedippun ia merasa terganggu, melainkan terus berjalan, seolah berkata, 'Kemenangan selalu mungkin bagi orang yang menolak berhenti berjuang.'
Mata para lelaki mengikuti, ke arah-mana sang kura-kura berjalan, hingga akhirnya menghilang di kegelapan malam. 'Bro, sebaiknya kita berhenti sebentar, di depan, di tepi pantai, buat ngilangin kaget!' kata salah seorang dari mereka. Semua setuju.

Beberapa saat kemudian, sang Kombi terparkir di tepian pantai, udara terasa sejuk oleh angin semilir. Hening beberapa saat, sampai seseorang berkata, 'Bro, mau dengerin cerita tentang kura-kura nggak?' Yang lain menjawab, 'Mau dong!' Maka, ia pun bercerita,
Konon, di zaman Romawi Kuno, ketika Jupiter memutuskan masuk ke dalam jenjang pernikahan, bahwa demi kehormatan wanita surgawinya, ia memerintahkan, bahwa seluruh dunia, harus merayakan acara pernikahannya, dan mengundang segala makhluk, mulai dari yang biasa hingga yang tak biasa, menghadiri upacara pernikahannya.
Semuanya datang tepat waktu, kecuali Kura-kura. Jupiter pun menegurnya, 'Elu kemana aja, tuh lihat, yang laen udah pada nunggu. Kenapa sih, lu telat?' tanya sang dewa, ngegas.
'Ya ma'aaap!' kata sang Kura-kura, 'Aye pan ada di rumah, di rumah aye 'ndiri, rumah aye tersayang, dan rumah itu, tetaplah rumah aye, tempat terbaik, meski sederhana.' Jupiter kurang berkenan, bahwa semestinya, sang Kura-kura tinggal saja di dalam parit, daripada di istana, dan karena itulah, sang dewa menjatuhkan sangsi ini kepadanya; bahwa oleh sebab sang Kura-kura tak mau memaksakan diri keluar dari rumahnya menghadiri acaranya, maka sejak saat itu, ia tak diperbolehkan keluar rumah, tanpa membopong rumahnya sendiri, di atas tubuhnya.
Pesan moral dari cerita ini, bahwa, seorang pengemis, akan mungkin sama bangga dan bahagianya, hidup di dalam sebuah gubuk, sebagaimana seorang pangeran, yang hidup di dalam sebuah istana.'
Sementara yang lain manggut-manggut, alunan suara Collin Hay, terus mengalun,
Buying bread from a man in Brussels
Six foot four, full of muscle
I said, 'Do you speak-a my language?'
He just smiled and gave me a Vegemite sandwich

And he said, 'I come from a land down under
Where beer does flow and men chunder
Can't you hear, can't you hear the thunder?
You better, better run, you better take cover!'
'Aku juga tahu cerita tentang kura-kura!' berkata yang lain. 'Boleh dong!' sambut yang lain. 'Aku rasa, kalian semua, pernah mendengar ceritanya,
Seekor Kelinci, mencemooh seekor Kura-kura karena keleletannya, dan dengan pongahnya, menyombongkan kecepatan larinya yang luar biasa. 'Mari kita balapan,' sang Kura-kura, nantang, 'aku akan berlari denganmu sejauh lima mil untuk lima pound, dan sang Rubah, di sana, akan menjadi wasit balapan.' Sang Kelinci sepakat; dan pergilah mereka berdua, memulai perlombaan.
Akan tetapi, sang Kelinci, oleh kecepatannya yang luar biasa, mengalahkan sang Kura-kura sedemikian rupa, sehingga sang Kelinci meremehkan perlombaan tersebut; dan lantaran merasa agak lelah, ia bersantai di bawah pohon pakis yang tumbuh di tengah jalan, dan tidur siang; ia mengira, bahwa jika sang Kura-kura lewat, ia, setiap saat, dapat mendahuluinya dengan mudah. Sementara itu, sang Kura-kura merangkak dengan cepat, walau dengan gerakan lambat, namun tiada henti; dan sang Kelinci, karena merasa aman dan sangat percaya-diri bisa menang, ketiduran. Sang Kura-kura tiba di garis finish, terlebih dahulu.
Bangun dan lakukan, kalimat yang memberikan instruksi moral atau intelektual; karena tindakan itu, urusan kehidupan, dan tak ada gagasan untuk mengakhiri perjalanan waktu kita, jika kita tidur.'
'Semua sudah siap? Kita lanjutkan perjalanan!' kata sang pengemudi. 'Siap Bro!' berkata yang lain, 'Tapi, tunggu dulu, aku ingin bertanya, pemenang balapan E-Prix siang tadi, berasal dari mana?' tanya yang lain, dan yang lain menyahut, 'Dari negeri Down Under!'

Dan begitulah, sang Kombi meluncur, diiringi dendang,
Lying in a den in Bombay
With a slack jaw, and not much to say
I said to the man, 'Are you trying to tempt me?
Because I come from the land of plenty'

And he said, 'Do you come from a land down under?
Where women glow and men plunder?
Can't you hear, can't you hear the thunder?
You better run, you better take cover!' *)
Sebelum undur-diri, Rembulan berkata, "Balapan tak selalu diperuntukkan bagi yang tercepat atau pertarungan bagi yang terkuat, namun tak selalu pula, sang Kura-kura mengalahkan sang Kelinci. Sembilan puluh sembilan dari seratus, balapan tak selalu diperuntukkan bagi yang tercepat atau pertarungan bagi yang terkuat, melainkan jabat-tangan atau adu-kepalan-tangan, diberikan kepada yang paling pantas menerimanya. Orang yang menang dalam hidup ini, sebagian besar, ialah orang yang, layak menang; demikian pula, orang yang kalah, sepantasnya, kalah. Hugh Keough mengekspresikannya dengan cara berbeda, 'Balapan tak selalu diperuntukkan bagi yang tercepat atau pertarungan bagi yang terkuat, namun, begitulah cara bertaruh.' Wallahu a'lam.”
Kutipan & Rujukan:
- Sir Roger L’Estrange, Kt., Fables of Aesop and Other Eminent Mythilogists : Morals and Reflections, John Gray and Co
- Samuel Croxall, D.D., Fables of Aesop and Others, Simon Probasco
*) "Down Under" karya Ronald Strykert & Colin James Hay