Senin, 09 Oktober 2023

Cerita Bunga Tulip Hitam (1)

"Presiden di negeri antah berantah, yang cenderung otokratis, saat menjelang akhir masa jabatannya, sedang diwawancarai oleh seorang jurnalis tentang masa-tua. Sang jurnalis bertanya, 'Bagaimana Bapak tahu bahwa Bapak semakin menua?'
Menelan ludahnya, sang otokrat berkata, 'Saat engkau telah pensiun, engkau akan tahu bahwa engkau semakin menua, tatkala telepon berdering pada Sabtu malam dan engkau berharap, itu bukan untukmu,'" berkata bunga Tulip Hitam kepada Wulandari kala cahaya sang rembulan, menyorot padanya.

Memperkenalkan tamu podcastnya—anggap saja ini podcastnya Wulandari—ia mengawali dengan, "Welcome back to my channel! Tanaman atau tetumbuhan merupakan organisme yang penuh rasa ingin tahu—jelas mereka hidup, namun kurangnya organisasi pusat (otak, jantung dan hati, atau sistem saraf) membuat kita lebih sulit memahami bagaimana cara kerja mereka. Perubahannya lambat: biasanya perubahan itu terlihat sama seperti kemarin, dan kita harus menunggu, terkadang lama, agar melihat perubahannya. Metabolisme, perkembangan, dan perilaku sensorik serta responsnya, jauh lebih lambat dibanding kebanyakan satwa. Batang-tubuh dan perkembangannya, tak terpusat, melainkan tersebar; mereka tumbuh dalam unit modular, dan seringkali bagian yang terlepas, dapat terbentuk kembali sebagai individu (kloning alami) atau tergantikan. Tumbuhan tak berbicara kepada kita, jadi kitalah yang hendaknya menguraikan apa yang sedang mereka lakukan. Inilah sifat bawaan dari mempertanyakan, mengkaji, dan menemukan.

Seluruh satwa bergantung pada tumbuhan, sebab tumbuhan merupakan organisme yang berada di dasar rantai makanan, lantaran kemampuannya berfotosintesis—yaitu, mengubah air dan karbondioksida menjadi oksigen dan gula, dengan adanya sinar matahari. Tatkala denyut-nadi kehidupan di Bumi berangsur-angsur berevolusi dari organisme uniseluler sederhana menjadi beragam organisme yang kita kenal sekarang, kompleksitas interaksi antara flora dan fauna meningkat, namun tumbuhan tetap menjadi dasar kehidupan di Bumi. Tetumbuhan mendukung seluruh kehidupan para satwa. Manusia tak terkecuali dalam aturan ini, dan kita juga bergantung pada tumbuhan seperti halnya satwa lainnya. Kita bergantung pada tumbuhan tak semata karena perannya dalam menghasilkan oksigen yang kita hirup, melainkan pula dalam hal makanan, tempat tinggal, obat-obatan, pakaian, dan banyak kegunaan lainnya.

Nah, tamu kita hari ini, Tulip Hitam. Hitam, warna yang tak biasa dari kembang kecintaan! Tulip Hitam menarik perhatian sekaligus sulit ditanam. Nuansa coklat tua, merah marun tua, dan ungu tengah malam, dapat dengan mudah diterjemahkan mata sebagai hitam pekat. Namun khazanah warna dan keragaman bentuk kuncupnya, menjadikan pesona tulip tak ada habisnya.
Cerah, impresif, mengagumkan, mengesankan, dan mewah, serta bahkan mendominasi—semua inilah kata-kata yang dapat digunakan melukiskan bunga tulip. Dengan nama-nama seperti ‘Golden Parade’, ‘World’s Favourite’, ‘Big Smile’, dan ‘Olympic Flame’, bunga tulip tak diharapkan menjadi pemalu dan pendiam. Mereka muncul di awal musim semi, mencapai puncaknya di akhir musim semi sebelum menghilang di musim panas. Mereka menuntut perhatianmu, dan mengakomodasinya di tamanmu memerlukan perenungan, jika tidak, apa yang engkau bayangkan menjadi tampilan yang menyenangkan dan flamboyan, mungkin bakal berubah menjadi sangat kuat, kasar, atau bahkan seram.
Ini mungkin bukan cinta pada pandangan pertama, tetapi daya tarik tanaman ini, bakalan menjalarimu dan sebelum engkau menyadarinya, engkau mencari varietas baru, bereksperimen dengan kombinasi warna berbeda, dan menemukan tempat baru guna mencoba tulip di tamanmu.
Sekarang, mari kita dengarkan apa yang Tulip hendak sampaikan kepada kita!"

Usai merapikan rambut ngebobnya, Tulip berkata, "Thanks for having me, Wulan! Memang benar bahwa jenisku, Tulip, hadir dalam hampir semua warna, kecuali biru tulen, kendati beberapa bentuknya sangat mirip. Tanamlah tulip dalam satu kombinasi warna untuk tampilan yang lebih berani atau susunlah dalam bentuk geometris dengan warna primer yang kontras, agar menggugah selera.
Tulip sering dikaitkan dengan Turki, sebab dari sanalah mereka dibawa ke Eropa pada abad keenam belas. Sebagian besar spesies Tulip berasal dari Timur Jauh, di lembah berbatu, perbukitan, dan pegunungan di Asia Tengah, namun karena bunganya yang berwarna-warni, Tulip ditanam dan dihormati di Turki, khususnya di Konstantinopel (sekarang Istanbul), ibu kota Kekaisaran 'Ottoman' atau Utsmaniyah. Pada masa pemerintahan Sultan Ahmed III (1703–30), dikenal dengan 'Zaman Tulip' (Lâle Devri) karena popularitas bunga tersebut di Konstantinopel pada awal abad ke-18. Tulip dengan kelopak yang panjang dan sempit—sering disebut tulip jarum—amat disukai.

Masing-masing Tulip punya tampilan istimewa, dan terutama Tulip Hitam, melambangkan kekuasaan dan kekuatan. Nah, terlepas dari segala cerita tentang tanaman Tulip, perkenankan aku berwarita tentang Kekuasaan.

Dunia tempatmu tinggal itu, sebuah tantangan dan permainan, dan perasaan berkuasa—kekuatanmu—adalah intinya, kata Michael Koda. Seluruh kehidupan merupakan permainan kekuasaan. Ada orang yang memainkan permainan kekuasaan demi uang, ada yang demi keamanan atau ketenaran, yang lain demi permainan kejantanan, sebagian besar demi kombinasi dari tujuan-tujuan ini. Para pemain ulung mencari kekuasaan sendiri, karena mengetahui bahwa kekuasaan dapat digunakan memperoleh uang, syahwat, keamanan, atau ketenaran. Tak satu pun dari hal-hal ini semata yang dapat membentuk kekuasaan; tapi kekuasaan bisa menghasilkan semuanya. Entah siapa engkau, kebenaran dasarnya ialah bahwa kepentinganmu bukanlah urusan orang lain, keuntunganmu pasti akan menjadi kerugian orang lain, kegagalanmu merupakan kemenangan orang lain. Lebih lanjut, Koda mengatakan bahwa demi memainkan permainan kekuasaan, pertama-tama kita perlu menemukan sendiri apa itu kekuasaan. Caranya adalah dengan mengembangkan gaya kekuasaan berdasarkan karakter dan keinginan seseorang. Tidaklah cukup hanya menginginkan kekuasaan, atau bahkan memilikinya. Ia hendaknya digunakan secara kreatif. Dan ia seyogyanya dinikmati. Penggunaan kekuasaan sebagai senjata agresi, membuat kita menjadi monster. Kekuasaan hendaknya menjadi pelayan, bukan majikan.

Menurut Bertrand Russell, kekuasaan, bersama dengan kejayaan, tetap menjadi cita-cita tertinggi dan penghargaan terbesar umat manusia. John Kenneth Galbraith mengatakan bahwa tak banyak obrolan orang tanpa menghubungkannya dengan kekuasaan. Max Weber, sosiolog dan ilmuwan politik Jerman, kendati sangat tertarik dengan kompleksitas kekuasaan, cukup puas dengan definisi yang dekat dengan pemahaman sehari-hari: Kekuasaan adalah 'kemungkinan memaksakan kehendak seseorang pada perilaku orang lain.' Hal ini hampir pasti merupakan persepsi umum; seseorang atau suatu kelompok memaksakan kehendak dan maksud atau tujuannya kepada orang lain, termasuk kepada pihak yang menolak atau merugikan. Semakin besar kapasitas memaksakan kehendak tersebut dan mencapai tujuan terkait, semakin besar pula kekuasaannya. Hal ini karena kekuasaan punya makna yang masuk-akal sehingga sering digunakan tanpa memerlukan definisi. Di tempat lain, Weber mengatakan kekuasaan itu, kemampuan satu orang atau lebih, 'demi mewujudkan kehendak mereka sendiri dalam suatu tindakan komunal melawan kehendak orang lain, yang ikut serta dalam tindakan yang sama.'
Bagaimana kehendak itu diterapkan, bagaimana persetujuan orang lain dicapai? Apakah ancaman hukuman fisik, janji imbalan berupa uang, penggunaan persuasi, atau kekuatan lain yang lebih dalam, yang menyebabkan seseorang atau orang-orang yang tunduk pada penggunaan kekuasaan tersebut, mengabaikan opsinya sendiri dan menerima opsi orang lain? Galbraith menyatakan bahwa instrumen-instrumen yang digunakan untuk menjalankan kekuasaan dan sumber-sumber hak atas pelaksanaan tersebut, saling terkait dalam cara yang kompleks. Ada penggunaan kekuasaan yang bergantung pada disembunyikannya kekuasaan tersebut dan penyerahannya tak terlihat jelas oleh yang mengamanahkannya. Dan dalam masyarakat industri modern, baik instrumen untuk menundukkan sebagian orang pada keinginan orang lain, maupun sumber dari kemampuan ini, dapat berubah dengan cepat. Banyak hal yang diyakini mengenai pelaksanaan kekuasaan, yang berasal dari apa yang terjadi di masa lalu, sudah ketinggalan zaman atau usang di masa kini.

Kekuasaan, dalam kaidah sekuler, sangat bergantung pada tiga instrumen untuk menggunakan atau menegakkannya: kekuasaan yang merendahkan, yang memberi imbalan, dan yang terkondisikan. Kekuasaan yang merendahkan, menguasai yang menyerah dengan kemampuan memaksakan alternatif terhadap opsi individu atau kelompok, dengan cara yang tak menyenangkan atau menyakitkan, sehingga opsi tersebut ditinggalkan. Bisa dikatakan dengan menggunakan hukuman yang merendahkan. Kekuasaan yang merendahkan, menguasai yang takluk, dengan memberikan atau mengancam konsekuensi-konsekuensi merugikan yang sepantasnya. Sebaliknya, kekuasaan yang memberi imbalan, menguasai mereka yang menyerah, dengan menawarkan imbalan afirmatif atau positif, dengan cara memberikan sesuatu yang bernilai kepada individu yang tunduk. Pada tahap awal perkembangan ekonomi, seperti halnya pada perekonomian pedesaan yang masih mendasar, kompensasinya bervariasi, termasuk pembayaran dalam bentuk natura dan hak mengerjakan sebidang lahan atau berbagi hasil dari ladang tuan tanah. Dan sebagaimana teguran pribadi atau di depan umum merupakan suatu bentuk kekuasaan yang merendahkan, demikian pula pujian, merupakan suatu bentuk kekuasaan sebagai imbalan. Namun, dalam perekonomian modern, ekspresi kekuasaan pemberi imbalan, yang paling penting, tentu saja, merupakan imbalan berupa uang, yaitu pembayaran sejumlah uang atas jasa yang diberikan, yakni penyerahan diri demi tujuan ekonomi atau pribadi orang lain.
Merupakan ciri umum dari kekuasaan yang merendahkan dan yang memberi imbalan, bahwa individu yang tunduk, menyadari penyerahan-dirinya dalam sesuatu hal lantaran paksaan, dan dalam hal lain, demi mendapatkan imbalan. Sebaliknya, kekuasaan yang terkondisikan, dilakukan dengan mengubah keyakinan. Persuasi, didikan, atau komitmen sosial terhadap apa yang tampak wajar, patut, atau benar, menyebabkan individu tunduk pada kehendak yang lain atau orang lain. Penyerahan-diri tersebut mencerminkan arah yang dipilih; fakta penyerahan-dirinya tak diakui. Kekuasaan yang terkondisikan, lebih dari sekadar kekuasaan yang bersifat merendahkan atau memberi imbalan, hal yang esensial, seperti dalam berfungsinya perekonomian dan pemerintahan modern, baik di negara-negara kapitalis maupun sosialis.
Penegakan hukum yang bersifat kompensasi atau imbalan, dipandang jauh lebih beradab, lebih konsisten dengan kebebasan dan martabat individu, dibanding penegakan yang merendahkan. Dalam masyarakat miskin, perbedaan antara penegakan yang merendahkan dan yang memberikan imbalan, sangatlah kecil; hanya pada masyarakat kayalah perbedaan besar muncul. Ketika kemiskinan menjadi hal yang umum, pekerja bebas bekerja keras karena takut akan kelaparan dan kekurangan lainnya, yang merupakan alternatif selain imbalan.

Dibalik ketiga instrumen pelaksanaan kekuasaan tersebut, terdapat tiga sumber kekuasaan yaitu atribut atau institusi yang membedakan pihak yang memegang kekuasaan dengan pihak yang tunduk padanya. Ketiga sumber tersebut adalah jati-diri, harta-benda, dan organisasi.
Jati-diri kepemimpinan dalam acuan umum adalah kualitas fisik, pikiran, ucapan, kepastian moral, atau sifat pribadi lainnya, yang memberikan akses terhadap satu atau lebih instrumen kekuasaan. Dalam masyarakat primitif, akses ini dilakukan melalui kekuatan fisik agar menyerahkan kekuasaan; hal inilah sumber kekuatan yang masih dimiliki oleh lelaki yang lebih besar dan lebih berotot di beberapa rumah tangga atau komunitas kaum-muda. Namun, jati-diri di zaman modern berhubungan terutama dengan kekuatan yang terkondisi dengan kemampuan membujuk atau meyakinkan.
Harta-benda atau kekayaan sesuai dengan aspek otoritas, kepastian tujuan, dan hal ini dapat mengundang penyerahan yang terkondisi. Namun hubungan utamanya, jelas sekali, yakni dengan kekuatan kompensasi atau imbalan. Pendapatan properti menyediakan dana untuk membeli penaklukan.
Organisasi, yang merupakan sumber kekuasaan terpenting dalam masyarakat modern, berhubungan paling erat dengan kekuasaan yang terkondisi. Telah menjadi hal yang lumrah bahwa ketika pelaksanaan kekuasaan diupayakan atau dibutuhkan, maka diperlukan pengorganisasian. Dari organisasi, muncullah persuasi yang diperlukan dan penyerahan yang dihasilkan kepada tujuan organisasi. Namun organisasi, seperti halnya negara, juga mempunyai akses untuk menyerahkan kekuasaan pada berbagai bentuk hukuman. Dan kelompok yang terorganisir, punya akses yang lebih besar atau lebih kecil terhadap kekuasaan imbalan melalui properti yang mereka miliki.
Karena terdapat hubungan yang primer namun tak eksklusif antara ketiga instrumen yang menjalankan kekuasaan dan salah satu sumbernya, maka terdapatpula banyak kombinasi sumber kekuasaan dan instrumen yang terkait. Jati-diri, harta-benda, dan organisasi, dipadukan dalam berbagai kekuatan. Dari sinilah timbul berbagai kombinasi instrumen guna penegakan kekuasaan.

Dari kombinasi jati-diri, harta-benda, dan, yang terpenting, organisasi yang unik, muncullah keyakinan yang terkondisi, manfaat atau imbalan, dan ancaman hukuman yang ringan. Begitulah kompleksnya faktor-faktor yang tercakup dalam dan, sebagian besar, tersembunyi dalam istilah tersebut. Kekuasaan politik, kekuasaan ekonomi, kekuasaan korporasi, kekuasaan militer, dan rujukan-rujukan sejenis lainnya, punya kesamaan dan sangat menyembunyikan keterkaitan yang sama-sama beragam. Tatkala semuanya disebutkan, sifat batinnya tak dikejar. Individu dan kelompok mencari kekuasaan demi memajukan kepentingan mereka sendiri, termasuk, khususnya, kepentingan keuangan mereka sendiri. Dan untuk menyebarkan nilai-nilai pribadi atau sosial mereka kepada orang lain. Dan demi mendapatkan dukungan bagi persepsi ekonomi atau sosial lainnya mengenai kepentingan publik. Pengusaha membeli penyerahan-diri para pekerjanya demi memenuhi tujuan ekonominya guna menghasilkan cuan. Politisi mencari dukungan, yaitu penyerahan-diri dari para pemilih agar ia dapat tetap menjabat.

Mengapa engkau menghendaki kekuasaan? Mengapa ada yang memilikinya dan mengapa tak semua orang yang punya? Memperoleh dan mempertahankan kekuasaan, merupakan kerja-keras. Engkau seyogyanya bijaksana dan taktis, tangguh, berhat-hati, sedia berjuang bila perlu. Akan kita bahas pada sesi berikutnya, bi 'idznillah."

"And cut!" Wulandari menghentikan sejenak sesi tersebut guna beranjak ke sesi berikutnya. Sebelum melanjutkan, ia bersenandung,

Bagai bintang di surga dan seluruh warna
Dan kasih yang setia dan cahaya nyata
Oh bintang di surga berikan cerita
Dan kasih yang setia dan cahaya nyata *)
[Sesi 2]