Sang sejarawan berkata, "Wahai anak muda, tantangan terbesar bagi setiap pemimpin; sesungguhnya, satu-satunya faktor yang dapat berarti keberhasilan atau kegagalan misinya; adalah kemampuannya menginspirasi orang lain agar mengikutinya dan meluangkan waktu, energi, kekayaan dan bakat untuk pencapaian tujuannya. Tak ada tujuan yang dapat dicapai oleh siapa saja, tak peduli seberapa berbakat atau sekuatnya orang itu. Kunci mencapai perhatian dan komitmen orang-orang ini, tak terletak pada pembayaran uang atau pemberian bantuan, ataupun pidato panjang yang menginspirasi, melainkan mengekspresikan cinta dan kepedulian terhadap para pengikut, yang sungguh-sungguh rasakan, tanpa kepura-puraan, sehingga mereka juga mengetahuinya. Ingatlah, saat orang-orang berkata, "Mereka takkan peduli dengan apa yang engkau ucapkan, sampai mereka tahu bahwa engkau peduli."
Jika ada sesuatu yang sangat jelas tentang karakter Rasulullah (ﷺ) sebagai pemimpin, itulah kesabaran dan kelembutannya. Ada beberapa keteladanan dalam hidup beliau, dimana orang lain memperlakukannya dengan cara yang jahil dan bebal. sehingga orang-orang yang menyertai beliau, menarik pedang mereka untuk menghajar mereka, memberi pelajaran. Namun , Rasulullah (ﷺ) tak pernah memperkenankan mereka, mengambil jalan itu. Cara menghadapi perlakuan paling keras, adalah dengan ketenangan, kelembutan dan senyuman.
Rasulullah (ﷺ) mengajarkan pentingnya hak-hak tetangga dan beliaulah orang yang terbaik bagi tetangganya. Beliau (ﷺ) mendakwahkan pesan tentang Hak Asasi Manusia dan tanggungjawab sosial. Beliau (ﷺ) menekankan hak-hak tetangga terlepas dari Muslim atau bukankah mereka. Suatu ketika, beliau (ﷺ) ditanya oleh para Sahabat, 'Tahukah engkau apa hak tetangga itu, wahai Rasulullah (ﷺ)?' Beliau kemudian bersabda, “Berilah pertolongan di saat ia memintanya; Berilah pinjaman jika ia membutuhkannya; Bantulah jika ia sangat membutuhkannya; Kunjungilah di saat ia sakit; Dampingilah pemakamannya di saat ia meninggal (ada aturan tertentu bila mengunjungi tetangga non-muslim); Ucapkan selamat pada kesempatan yang bahagia (misalnya, perkawinan, sesuatu yang tak menodai aqidah); Berilah nasihat bila ia kesulitan; Jangan membangun rumahmu lebih tinggi dari rumahnya tanpa seizinnya, agar jendela rumahnya tak terhalang; Jika engkau membeli buah-buhan, sampaikanlah sedikit untuknya sebagai hadiah. Jika engkau tak dapat melakukannya, simpanlah buah itu didalam rumahmu agar ia tak melihatnya. Jangan biarkan anak-anakmu mengeluarkannya, lalu makan seenaknya di hadapan anak-anaknya, sehingga mereka merasa sedih; Jangan biarkan asap dari rumahmu masuk ke rumahnya, menyebabkan ia merasa kesal. Inilah hak para tetangga." Setelah itu, Rasulullah (ﷺ) bersabda, "Demi Allah, tiada yang akan memahami hak-hak ini kecuali Allah merahmatinya."
Dalam hadis lain disebutkan bahwa Rasulullah (ﷺ) bersumpah tiga kali dengan bersabda, "Demi Allah! Ia bukan orang yang beriman! Demi Allah! Ia bukan orang yang beriman! Demi Allah! Ia bukan orang yang beriman!‛ Seseorang bertanya, "Siapakah ia, wahai Rasulullah (ﷺ)?" Rasulullah (ﷺ) bersabda, "Orang yang menyebabkan tetangganya menderita." Hadis lain menyebutkan bahwa orang seperti itu takkan pernah masuk surga.
Rasulullah (ﷺ) berdakwah tentang hak-hak perempuan dan beliau memberi dunia hukum yang memberi hak perempuan yang tak mereka miliki di banyak sistem hukum-hukum modern lainnya bahkan hari ini, 14 abad kemudian. Beliau (ﷺ) mengajarkan nilai kebenaran dan beliau sendiri disebut ‘As-Sadiqul Amin’: Orang yang jujur dan dapat dipercaya, bahkan oleh musuh-musuhnya, kaum Quraisy. Beliau (ﷺ) memperlihatkan Islam dalam setiap aspek kehidupannya. Dan beliau mengajarkan para Sahabat agar juga melakukannya sendiri. Hasilnya, Islam menyebar jauh dan luas, bukan oleh peperangan dan konflik dengan agama-agama lain, melainkan oleh umat Islam biasa yang hidup dengan sikap-perilaku yang beliau ajarkan kepada mereka. Islam Terapan memiliki lebih banyak kekuatan untuk meyakinkan orang daripada metode khotbah atau penyebaran lainnya. Rasulullah (ﷺ) menunjukkannya dengan sempurna.
Kepedulian Rasulullah (ﷺ), tak hanya berlaku bagi pengikutnya, tetapi bahkan bagi mereka yang menolaknya dan berusaha menyakitinya, hanya karena beliau ingin mengajak mereka pada kebenaran dan menyelamatkan mereka dari neraka. Kedengarannya seperti hal yang aneh, karena dalam segala hal yang bersifat duniawi, orang-orang menyukai mereka yang bersedia memberi secara cuma-cuma. Namun bila seseorang mengajaknya ke arah kesuksesan abadi, ada orang yang merasa tersinggung dan melawan, dan kemudian menentang, bahkan berusaha menyakiti.
Perkenankan aku menyampaikan beberapa kisah.
Tersebutlah seorang wanita, yang sangat membenci seorang lelaki yang selalu menyerukan ke-Esaan Allah. Ia memikirkan sesuatu sampai larut malam dan akhirnya memutuskan, mempermalukannya. Ia tak bisa tidur sepanjang malam, memikirkan bagaimana membuat orang ini marah. Kemudian muncullah sebuah ide. Sebelum cahaya sang mentari mengintip jendela rumahnya, ia telah sibuk menyapu rumahnya. Ia memasukkan seluruh sampah ke dalam keranjang, meletakkannya di atap rumahnya dan dengan bangga memandanginya, wajahnya tak sabar menunggu, ia melihat ke jalan sekitar tempatnya tinggal, dan berpikir, "Tak ada seorangpun yang pernah melihatnya marah. Semua orang akan memujiku ketika mereka melihatnya berteriak padaku dan mulai marah. Mereka akan menertawakannya dan mengolok-oloknya." Ia mengamati keranjangnya lagi, dan menyeringai.
Sementara itu, ia mendengar langkah kaki, akhir dari penantian panjang yang ia rasakan. "Akhirnya mangsaku telah tiba," pikirnya, ia melihat seorang lelaki berpakaian putih bersih melewati jalan itu. Ia mengambil keranjang sampah dan melemparkan seluruh isinya pada saat lelaki itu lewat. Sangat mengecewakan, lelaki itu tak berkata apa-apa dan melanjutkan perjalanannya.
Ia melakukan hal yang sama pada hari berikutnya sambil berpikir, "Mungkin kali ini aku akan dapat mengusikya." Lelaki itu terlalu lembut untuk menghardik seorang wanita, namun wanita itu menganggap lelaki ini merasa takut dan memutuskan untuk mengulang kejahatan yang sama setiap hari agar ia tampak ketakutan, sehingga akan berhenti menyerukan ke-Esaan Allah. Lelaki ini tampaknya tak ingin mengecewakan wanita itu dan terus berjalan menyusuri jalan itu setiap hari, bukannya memilih jalan lain, dan ia berdoa bagi wanita itu semoga menemukan Kebenaran.
Suatu hari, lelaki ini tak menemukan wanita itu berada di atap rumah dengan keranjangnya. Ia pun merasa khawatir, ia berpikir, sesuatu pasti telah terjadi pada wanita itu. Maka iapun mengetuk pintu. "Siapa disana?" terdengar suara yang lemah dari dalam. "Muhammad bin Abdillah," jawabnya, "Bolehkah aku masuk?" Wanita itu merasa takut, berkata pada dirinya, "Aku sakit, dan terlalu lemah melawan atau berbicara kembali, mungkin karena ini, ia datang ingin membalas dendam atas apa yang telah kulakukan padanya." Namun suara lembut lelaki ini, membuat wanita itu mengizinkannya masuk.
Seorang lelaki memasuki rumah dan mengatakan kepadanya bahwa dengan tak menemukannya di atap, telah mengkhawatirnya, dan karenanya, ia ingin menanyakan tentang kesehatannya. Karena mengetahui wanita itu sakit, dengan lembut ia menawarkan bantuan. Terhipnotis oleh nada suara yang menentramkan dari lelaki yang dirahmati ini, wanita itu lupa akan semua ketakutannya dan meminta dibawakan air minum. Dengan ramah ia memberinya minum sambil berdoa bagi kesembuhannya, selagi wanita itu melepas dahaganya. Kejadian ini, membuatnya merasa sangat bersalah karena perlakuannya yang begitu kejam dan ia meminta maaf atas perilakunya itu. Lelaki itu memaafkannya dan datang ke rumahnya setiap hari, membersihkan rumahnya, memberinya makan dan berdoa untuknya, sampai ia pulih kembali. Sikap lelaki yang ramah ini membawanya menemukan Kebenaran, dan doa lelaki itu terjawab dalam bentuk bertambahnya jumlah umat Islam.
Suatu hari, lelaki ini pergi ke suatu tempat, pada siang hari dan suhu udara di padang gurun terasa panas ketika ia melihat seorang wanita tua membawa koper diatas kepalanya. Ia membantunya dan mengambil barang-barang dari wanita itu dan membawakan untuknya. Ia bertanya kepada wanita tua itu kemana ia akan pergi dan mengapa. Ia berkata bahwa ia meninggalkan kota ini karena ia telah mendengar bahwa seorang penyihir bernama Muhammad berada di kota ini. Lelaki itu tak berkata sepatah-katapun dan terus mendengarkan. Wanita tua itu terus-menerus mengeluh tentang mengapa ia meninggalkan kota ini.
Sambil berjalan bersama lelaki itu, wanita tua ini melihat bahwa dari wajah lelaki ini terpancar senyum yang cerah dan kerendahan hati. Dan ia juga memperhatikan bahwa bau keringatnya begitu harum. Ia sangat terkesan. Ketika mereka sampai di tempat tujuan, lelaki itu meletakkan kopernya dan hendak pergi, namun perempuan tua itu berkata, "Wahai orang yang baik! Setidaknya, sebutkanlah namamu!" Lelaki itu menjawab, "Akulah orang yang menyebabkanmu akan meninggalkan kota ini." Wanita tua itu tertegun dan kagum dengan lelaki yang ramah dan suka menolong ini. Kejadian ini mengubah pandangannya, lelaki sejati takkan pernah berbuat salah, dan orang ini tentulah bukan pembohong. Wanita tua itu sangat terkejut, orang yang dicelanya, tak hanya membantunya, tetapi juga, tak mengucapkan sepatah-katapun dan mendengarkan semua celaannya tanpa mengeluh, sehingga akhirnya, ia berkata, 'Engkaulah Muhammad (ﷺ) , aku beriman bahwa engkaulah Utusan Allah. Aku bersaksi bahwa tiada yang patut disembah selain Allah dan bahwa, engkaulah utusan-Nya (ﷺ).'
Ada kisah lain tentang lelaki yang memikat ini. Seorang lelaki tua yang buta, pengangguran, dikenal oleh masyarakat setempat sebagai orang yang suka bersumpah-serapah terhadap seorang lelaki bernama Muhammad. Di sudut pasar, orang buta itu akan berteriak setiap hari kepada semua orang yang datang mendekatinya, "Wahai saudara-saudaraku, jangan dekati Muhammad! Ia orang gila, ia pembohong, seorang tukang sihir! Jika engkau dekat dengannya, engkau akan terpengaruh olehnya!" Tentunya ia membenci Muhammad, lebih dari yang ia ucapkan. Tapi aneh, ia belum pernah melihat orang yang ia maksudkan itu. Orang-orang yang lewat hanya akan mengabaikannya dalam keadaan yang miskin terlantar. Tak ada seorang pun peduli tentangnya dan menganggapnya sebagai gangguan, kecuali seorang lelaki.Rujukan :
Lelaki ini, tanpa berkata sepatah-katapun, memberi makan orang buta itu dengan tangannya sendiri! Orang buta itu akan mengunyah makanan yang disuapkan ke mulutnya dan ia makan dengan puas. Setelah ia kenyang, ia akan mengucapkan rasa terima kasihnya tanpa mengetahui siapa orang yang telah memberinya makan. Lelaki itu memberinya makan dengan rutin, hingga suatu hari, lelaki ini berhenti melakukan aktivitas itu. Orang buta itu menunggu dan bingung mengapa lelaki itu tak lagi datang memberinya makan. Dengan sia-sia, orang buta itu menunggu kemunculan lelaki yang ramah itu, yang tak pernah melewatkan setiap pagi untuk memberinya makan.
Hingga suatu hari, seseorang mendekatinya dan mulai memberinya makan. Saat pertama kali makanan disuapkan ke mulutnya, orang buta itu marah dan berteriak, "Engkau siapa?" Orang itu menjawab "Akulah orang yang biasa memberimu makan setiap pagi." "Tidak! Engkau berbohong!" kata orang buta itu. Orang itu terkejut, sehingga ia bertanya "Mengapa engkau berkata begitu?" Orang buta itu menjawab, "Karena ketika ia datang padaku, aku selalu merasa mudah memegang tangannya dan dengan mudah mengunyah makanan yang ia suapkan padaku! Lelaki yang biasa memberiku makan, akan melembutkan makanan itu sebelum disuapkan padaku!"
Akhirnya, orang itu tak kuasa menahan air matanya lagi dan meledaklah tangisnya, ia berterus terang tentang siapa ia sebenarnya, "Sesungguhnya, aku bukanlah orang yang biasa datang dan memberimu makan. Aku, Abu Bakar, salah seorang sahabat dari orang mulia yang telah tiada lagi! Ia tak lain adalah Nabiyullah, Muhammad (ﷺ)! "
"Muhammad?" tanya orang buta itu, bagai tersambar petir dengan apa yang baru saja ia dengar. "Maksudmu, orang yang datang setiap pagi dan menyuapkan makan dengan tangannya itu, Muhammad?" tanya orang buta itu. "Ya! Muhammad (ﷺ)!" jawab Abu Bakar, radhiyallahu 'anhu.
Tiba-tiba, orang buta itu berdiri, berjalan mondar-mandir dengan putus asa dan menangis tersedu saat menyadari, lelaki itu tak lain adalah Rasulullah (ﷺ), yang telah memberinya makan selama ini. Dalam isak-tangisnya, ia berkata dengan terbata-bata, "Selama ini! Selama ini, aku telah memakinya, aku telah memfitnahnya! Tak sekalipun ia pernah membentakku!" Orang buta itu menangis sesunggukan sambil menyeka air mata yang mengalir di pipinya, "Ia selalu datang setiap pagi untuk memberiku makan! Duhai, betapa mulia orang ini!" Kemudian orang buta itu mengulurkan tangannya kepada Abu Bakar as-Siddiq, raḍiyallahu 'anhu, Amirul Mukminin yang pertama, lalu mengucapkan Syahadat.
Pelajaran terakhir dan paling penting yang ingin kugambarkan dari kehidupan Rasulullah (ﷺ), adalah pemberian-maaf dan kemurahan-hati. Sikap beliau saat memasuki Mekah sebagai penakluknya, adalah teladan bagi seluruh umat manusia sepanjang masa, sebagai pribadi yang rendah-hati, berlapang-dada dan berbelas-kasih. Kaum Quraisy yang telah menyiksa dan mengusirnya dari kampung halaman beliau; yang secara langsung dan tak langsung bertanggungjawab atas kematian orang-orang yang paling ia cintai, pamannya, istri, putrinya; yang telah menyebabkannya sakit fisik dan emosional yang luar biasa, akhirnya menunggu belas-kasihannya.
Jadi, apa yang dilakukannya? Beliau memaafkan mereka semua. Beliau mengumumkan amnesti umum dan takkan ada balas dendam; sebuah kebiasaan kuno di antara suku-suku Arab yang menjarah dan membunuh para lelaki dan menjadikan para wanita dan anak-anak sebagai budak. Inilah juga apa yang diharapkan orang akan terjadi di Mekah.
Memang benar bahwa sebagai pemenang, Rasulullah (ﷺ) dapat membalas dendam. Namun, akan membuka luka-luka baru yang akan memicu serangkaian konflik baru, yang semuanya menghasilkan penundaan atau kegagalan misi yang sebenarnya, penyebaran pesannya. Dengan memaafkan mereka yang telah berbuat-salah padanya, beliau mengirim pesan yang kuat, bahwa misi itu di atas segala pertimbangan pribadi, dan menjadikan mereka yang telah berbuat-salah padanya, berhutang-budi. Alih-alih melawan atau membencinya, mereka sekarang berterima kasih padanya, dan ingin menyenangkannya. Dalam satu pukulan, beliau meletakkan seluruh potensi konflik di masa depan di antara para pengikutnya, yang tanpanya, misinya akan gagal. Sang pemimpin hendaknya siap mengorbankan keuntungan pribadinya, demi tujuannya, dan hendaknya siap memberikan panutan pribadi dalam hal ini. Hanya ketika para pengikut melihat perilaku pemimpinlah, yang akan mereka ikuti. Hasilnya adalah keberhasilan misi. Pemberian maaf adalah pondasi dari kesuksesan ini.
Pada suatu kesempatan di Madinah, Anas bin Malik, radhiyallahu 'anhu, mengisahkan ‘Ketika kami berada di Masjid bersama Rasulullah (ﷺ), seorang Badui yang buta datang dan mulai buang air kecil di Masjid. Para sahabat bergegas menghentikannya. Rasulullah (ﷺ) bersabda, "Jangan disela, biarkan sampai ia selesai."
Rasulullah (ﷺ) mempertimbangkan akibat yang mungkin terjadi jika orang itu dihentikan, sementara dalam proses aksinya, ia kemungkinan besar akan menjauh dari para sahabat yang mengarah pada ketidakmurnian yang menyebar di area masjid yang lebih luas. Rasulullah (ﷺ) berpandangan jauh ke depan, beliau berpandangan bahwa dengan membiarkan sang Badui menyelesaikan apa yang dilakukannya, pilihan terbaik dari dua pilihan yang terburuk. Setelah sang Badui selesai, Rasulullah (ﷺ) menuntunnya keluar, dan menyampaikan kepadanya apa yang telah ia lakukan dan kemudian membersihkan tempat itu.
Rasulullah (ﷺ) akan selalu mengikuti perintah Allah dengan cermat, bermusyawarah dengan para Sahabat sebelum beliau mengambil keputusan. Ini mungkin tampak aneh, karena untuk satu hal, beliau lebih tahu dalam banyak hal dan lebih baik dibanding mereka, karena beliaulah penerima wahyu, yang paling bijak dan paling berpengalaman dibanding mereka.
Namun, kita akan melihat pengaruh dari musyawarah ini, ketika kita merefleksikan pengaruh dari musyawarah itu, terhadap diri para Sahabat. Mereka merasa dilibatkan, dihargai dan bertanggungjawab atas upaya dan hasil; Memastikan komitmen mereka pada penyebabnya karena mereka telah diajak bermusyawarah; Terkadang mereka memiliki informasi penting tentang masalah-masalah lokal yang terungkap ketika mereka bermusyawarah dan memungkinkan pengambilan keputusan yang lebih baik; Sebagai pelatihan dalam pengambilan keputusan bagi mereka untuk masa depan pada saat Rasulullah (ﷺ) tak lagi berada di antara mereka. Ini semua berfungsi menciptakan kerekatan di antara mereka dan memungkinkan mereka berpikir melintasi batas-batas suku dan wilayah mereka, untuk kepentingan semua pihak dan keberhasilan misi menyebarkan Islam.
Dengan kombinasi memilih orang yang tepat, memberikan teladan pribadi yang tinggi dan pelatihan intensif, Rasulullah (ﷺ) menciptakan, tak hanya satu, melainkan sejumlah pemimpin yang mampu membawa pesannya ke depan, lama setelah beliau berpulang. Memang benar bahwa ada berbagai konflik tiga dekade setelah beliau wafat, yang mengakibatkan konsekuensi yang tak beliau inginkankan atau setujui, namun kenyataan ini hanya menggarisbawahi fakta bahwa tak ada upaya besar yang dapat mencukupi bagi masa yang panjang ini, melainkan hendaknya diteruskan dari generasi ke generasi, jika seseorang ingin terus menuai manfaatnya."
Kemudian sang sejarawan berkata, "Wahai anak muda, apapun yang terjadi dalam sejarah, teladan dan panutan yang ditinggalkan Rasulullah (ﷺ) bagi dunia, sangat jelas, bersemangat, dan sahih bagi siapa saja yang tertarik memperoleh manfaat darinya. Memang benar bahwa dunia telah berubah dan jauh dari jangkauan zaman Rasulullah (ﷺ), namun prinsip-prinsip yang beliau tetapkan, masih sama benarnya dengan hukum alam lainnya yang tak berubah walau masyarakat berubah. Sama seperti hukum gravitasi atau hukum aerodinamika, hukum kesuksesan di dunia ini dan kehidupan selanjutnya, tetap sama. Inilah yang Rasulullah (ﷺ) bawa untuk diajarkan kepada dunia. Kepadanyalah kita bersaksi dan memohon kepada Allah, agar menjadikan kita, layak menjadi pengikutnya. Wallahu a'lam."
"Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal." - [QS. 3:159]
- Muhammad Al-Ghazali, Fiqh-us-Seerah, IIFSO
- Mirza Yawar Baig, Leadership Lesson from the Life of Rasoolullah (ﷺ), Standard Bearer Academy.