Selasa, 12 Januari 2021

Dusta (1)

Sang landak tersenyum, lalu membaca syair,
Sang putri bertanya
kepada cermin di dinding
Wahai cermin di dinding
katakan siapa yang paling jelita
katakan yang kusuka walau itu sebuah dusta
Lalu, sang cerminpun berdusta
Ia memulai dengan, "Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Selawat dan salam menyertai orang yang terbaik di antara para Nabi dan Rasul (ﷺ).

Wahai saudara-saudariku, dusta atau kadzib itu, menodai cinta. Kadzib itu, salah satu perbuatan dosa yang sangat buruk dan memalukan. Para ulama berkata, "Kejujuran membawa pada amal-shalih. Kadzib mengarah pada keburukan, yang merupakan kesesatan." Kadzib itu, dasar dari perbuatan buruk dan dosa, seperti yang disabdakan Rasulullah (ﷺ),
وَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ، وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ
"...sesungguhnya Kadzib itu membawa orang kepada Al-Fajur (kejahatan), and Al-Fajur mengantarkan orang kepada neraka..." [Sahih Al-Bukhari]
Para ulama telah menyatakan bahwa hukum Kadzib, pada dasarnya, Haram. Kadzib, Haram, akibat kerugian yang ditimbulkannya terhadap orang yang dibohongi dan orang lain. Namun, Kadzib diperbolehkan dalam keadaan tertentu dan bahkan dalam keadaan lain, wajib. Batasannya di sini, bila tujuan yang baik dan halal dapat tercapai tanpa berdusta, maka Kadzib menjadi Haram. Namun, jika bila tak dapat dicapai kecuali dengan Kadzib, maka Kadzib menjadi boleh. Selanjutnya, jika berdusta bisa menjadi sarana untuk mencapai tujuan yang baik, maka Kadzib diperbolehkan.

Jika memang diwajibkan, maka Kadzib menjadi wajib. Misalnya, jika seorang Muslim bersembunyi karena takut dari penindas yang berniat membunuhnya, atau jika ia menyembunyikan uangnya dari sang penindas, maka jika seseorang bertanya tentang orang ini, Kadzib menjadi wajib untuk melindungi orang yang tertindas itu, dan/atau hak miliknya. Hal yang bijak, yang hendaknya dilakukan dalam keadaan seperti ini, dengan menggunakan Tauriyah (mengatakan sebagian dari kebenaran). Singkatnya, bahwa hukum Kadzib dapat berasal dari salah satu dari lima hukum Syari'ah berikut, namun pada dasarnya, Haram.
Aturan Pertama: Haram atau Dilarang: Ketika tak ada manfaat Syari'ah dengan menggunakannya.
Aturan Kedua: Makruh atau Dibenci, jika digunakan, misalnya untuk menghibur orangtua atau pasangan.
Aturan Ketiga: Mandub atau Dianjurkan, jika digunakan untuk menakuti musuh-musuh Islam dalam Jihad, seperti membesar-besarkan jumlah pasukan dan persenjataan umat Islam.
Aturan Keempat: Wajib atau Diperintahkan, ketika digunakan untuk melindungi seorang Muslim atau hartanya dari kehancuran.
Aturan Kelima: Mubah atau Dibolehkan, digunakan untuk kerukunan antar sesama.
Namun, para ulama, mengatakan bahwa Kadzib itu, secara umum, sesuatu yang amatlah keji, hal ini didasarkan pada Kitabullah, yang menyentil dan mengutuk para pendusta. Karena kita mengacu pada aturan Syariah yang telah disebutkan, maka, tak ada sesuatu yang disebut "Kebohongan Putih."

Para Salaf menyebutkan bahwa kita diperbolehkan melakukan Ta'ridh. Ta'ridh itu, mengungkapkan makna sesuatu tanpa menyebutkannya, namun dapat mengarahkan pendengar untuk memahami secara berbeda. Artinya jika seseorang terpaksa berbohong, maka ia bisa menggunakannya. Namun bila tak ada keharusan melakukannya, maka penggunaan Ta'ridh dan Kadzib tak diperkenankan, kecuali Ta'ridh itu, kesalahan kecil.
Sebuah contoh Ta 'ridh, ketika Mu'adz bin Jabal bekerja untuk 'Umar bin Khattab. Saat ia pulang ke rumah, isterinya bertanya, "Mengapa engkau tak membawa buah-tangan untuk kami seperti pekerja lain bawakan bagi keluarganya?" Ia berkata, "Aku sedang di awasi (ada yang mengawasiku)." Sang isteri berkata, "Engkau ini, orang jujur, yang dipercaya Rasulullah (ﷺ) dan setelah itu, oleh Abu Bakar, dan sekarang, Umar mengutus orang untuk mengawasimu?." Sang isteri lalu mengeluhkan hal ini kepada kawannya sesama ibu-ibu, tentang pengawasan 'Umar. Saat berita itu sampai ke 'Umar, ia memanggil Mu'adz dan bertanya, "Adakah aku menyuruh mengawasimu?" Muadz berkata, "Aku tak punya lagi dalih lain kecuali itu kepada istriku." 'Umarpun tertawa, sambil memberinya sesuatu, ia berkata, "Bahagiakanlah isterimu dengan ini." Mu'adz sebenarnya memaknakan dalihnya itu bahwa Allah-lah Yang mengawasinya.
Inilah contoh penggunaan Ta'ridh saat dibutuhkan. Namun bila tak diperlukan, maka sebaiknya jangan digunakan. Ta'ridh sebenarnya membuat pendengar memahami makna diluar kebenaran, walaupun kata-katanya bukanlah dianggap Kadzib. Secara umum, Ta'ridh itu, makruh.

Ada banyak latar-belakang yang mendorong mereka yang qalbunya sakit, berdusta, di antaranya, pertama, tidak adanya rasa takut dan cinta kepada Allah, serta tak menyadarkan-diri bahwa Dia selalu mengawasi kita.
Kedua, berusaha mengubah fakta dan menggantinya dengan kebohongan. Alasannya, menambah atau mengurangi fakta, agar dapat pamer, mengambil keuntungan duniawi, dll. Contohnya, ketika seseorang berbohong tentang biaya yang dikeluarkan untuk membeli tanah atau kendaraan, atau seseorang berbohong kepada keluarga pasangannya untuk menunjukkan perhatian dan kasih-sayangnya.
Ketiga, bergabung dengan sekelompok teman dalam upaya menarik perhatian orang lain, akibatnya, seseorang bisa saja berbohong dan menyampaikan cerita dusta.
Keempat, kurangnya rasa tanggung-jawab atau berusaha menghindari konflik dengan fakta selama masa sulit dan keadaan kritis.
Kelima, tertular kebiasaan dusta sejak kecil. Inilah akibat dari pola asuh yang buruk. Ketika seorang anak melihat orang-tuanya berbohong, ia dapat tumbuh besar dengan berbohong.
Keenam, membanggakan suatu kebohongan dan menganggapnya sebagai bentuk kecerdasan tingkat-tinggi serta cara cerdas dalam menangani berbagai masalah.

Ada Kadzib, yang mungkin tak dianggap Fusuq (berbuat dosa besar), seperti melebih-lebihkan. Seserang mungkin berkata, "Aku memanggil si fulan berkali-kali" atau "Sudah kukatakan padamu ratusan kali." Angka yang disebutkan di sini, tak akurat, akan tetapi, dimaksudkan untuk menunjukkan sesuatu yang telah berkali-kali dilakukan. Jika orang tersebut sebenarnya hanya memanggil orang yang ia maksud, sekali saja, maka itu dianggap Kadzib. Namun, jika ia memanggilnya beberapa kali lebih sering dari biasanya, maka itu tak dianggap dosa meskipun sebenarnya bukan ratusan kali ia melakukannya. Antara yang pertama dan yang terakhir, ada tingkatan yang berbeda-beda dan seseorang yang cenderung melebih-lebihkan, dapat menjadikan lidahnya tercebur ke dalam Kadzib.

Ada orang yang juga mungkin bersikap toleran dengan perilaku berikut. Seseorang disuruh makan dan ia menjawab dengan berkata, "Aku tak suka makanan ini" atau "Aku tak lapar" padahal ia sesungguhnya suka atau benar-benar lapar. Hal seperti ini Haram dan tak boleh, meskipun niatnya mungkin baik. Rasulullah (ﷺ) bersabda, "" Kadzib ditulis sebagai Kadzib dan Kadzib kecil ditulis sebagai Kadzib kecil (maksudnya, semua Kadzib itu, tertulis, baik yang kecil maupun besar). "[Ibnu Abud-Dunya dan Ahmad]
Para salaf selalu menghindari Kadzib seperti itu dan tak mentolerirnya. Betapa waspadanya para Salaf akan Kadzib. Jika seseorang membolehkan Kadzib kecil, maka ia terkadang tanpa sadar, berdusta.

'Isa putra Maryam (عَلَيْهِ ٱلسَّلَامُ) berkata, "Di antara dosa terbesar dengan Allah itu, bahwa seorang hamba berkata, 'Allah tahu' untuk sesuatu yang ia sendiri tak tahu." Orang biasanya berkata, "Allah tahu sesuatu itu terjadi" selagi orang yang menyampaikannya, tak tahu kebenarannya.

Ada juga orang yang berdusta tentang mimpinya. Hal ini termasuk dosa besar. Rasulullah (ﷺ) bersabda,
مِنْ أَفْرَى الْفِرَى أَنْ يُرِيَ عَيْنَيْهِ مَا لَمْ تَرَ
"Dusta yang paling keji itu, bahwa seseorang mengaku telah bermimpi yang belum pernah dimimpikannya." [Sahih Al-Bukhari]
Rasulullah (ﷺ) juga bersabda,
مَنْ تَحَلَّمَ كَاذِبًا كُلِّفَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَنْ يَعْقِدَ بَيْنَ شَعِيرَتَيْنِ وَلَنْ يَعْقِدَ بَيْنَهُمَا
“Sesiapa yang berdusta memimpikan sesuatu yang tak pernah dimimpikannya, niscaya pada Hari Kiamat, ia akan dibebani untuk mengikat di antara dua buah biji gandum, sedang ia takkan mampu melakukannya." [Jami' At-Tirmidzi; Sahih]
[Bagian 2]