Selasa, 08 Februari 2022

Dikadalin

"Tatkala terasa, 'it's too good to be true,' bisa jadi, demikian adanya," Rembulan mencoba mengajukan pandangannya, saat ia bersambang, usai mengucapkan Basmalah dan Salam. "Kita dapat melihat dalam pariwara yang dahsyat, bagaimana para penjual-obat, berkedok seolah tahu segalanya, dan menghadirkan mukjizat; dan bahwa, dengan samarannya tersebut, mereka mendapatkan keuntungan, atau menghancurkan kewarasan para pembaca, yang berpandangan sederhana. Sebagian besar kita, sering dikadalin, oleh beberapa orang atau pebisnis, para politisi, atau bahkan sebuah rezim—aku tak mengatakan semuanya bajing-loncat atau bromocorah, melainkan mereka berupaya menawarkan narasi kepadamu—menggunakan teknik-teknik tertentu, agar membuatmu, mengikuti narasi mereka dan melakukan apa yang mereka inginkan.

Banyak taktik yang digunakan oleh para penyilap ini, antara lain penyesatan, tekanan waktu agar membuatmu melakukan kesalahan, membuatmu menyukai sesuatu yang gratis, kepatuhan sosial dan bukti sosial, serta masih banyak lagi.

Dan aku menemukan tiga kasus, ketika mengunjungi negeri bernama Bhumi Mosam. Di TKP pertama, perhatianku tertuju pada yang berikut ini,
Seorang lelaki pengangguran nan pemalas, di sebuah dusun, ingin mempermainkan keluguan para tetangganya, dan pada saat yang sama, memasukkan sedikit uang ke sakunya atas beban mereka. Maka, ia beranjak ke tempat dimana mereka sering berkumpul, dan ikut nimbrung. Setelah perbincangan panjang tentang apa yang sedang dibicarakan, ia mengiklankan bahwa ia akan, pada hari tertentu, mempertontonkan kereta-roda, yang dipasang sedemikian rupa, dapat berjalan tanpa kuda..
'Beneran!' seseorang berkomentar. 'Omong kosong! Tak ada kereta roda yang bisa berjalan tanpa seekor kuda!' kata yang lain, 'Aku bisa tampilkan!' kata kolega kita. 'Kalau begitu, tunjukkan pada kami!' semuanya menantang. 'Tapi pertama-tama seperti biasa, perlihatkan dulu uangmu, sebab no money, no show!'
Lantaran kepo banget, dan slebor, warga dusun tertarik, dan, setiap kelompok warga berikutnya, yang keluar dari pertunjukan tersebut, merasa malu mengakui kepada orang sekeliling mereka, bahwa mereka tak menyaksikan apapun, selain 'gerobak.'
Dan semua orang yang keluar dari pagelaran, ketika ditanya, hanya bernyanyi dengan kecele,
Somewhere over the rainbow, way up high
[Entah di atas sang bianglala, tinggi di sana]
There's a land that I heard of once in a lullaby
[Ada negeri yang pernah kudengar dalam lagu pengantar tidur]
Somewhere over the rainbow, skies are blue
[Entah di atas sang bianglala, awang-awang berwarna belau]
And the dreams that you dare to dream
[Dan mimpi yang tega engkau impikan]
Really do come true *)
[Sungguh jadi kenyataan]
Jengah rasanya melihat, bahwa dengan seni kecurangan, satu setengah dunia memaksakan kekonyolan kepada orang lain, hingga terjerat oleh tipu-daya mereka, dan yang mengetahui dikala sudah terlambat, bahwa wong ciloko yang mereka percayai, tak lebih mengetahui ketimbang diri mereka sendiri, dan bahwa alih-alih dikarunia dengan pengetahuan superior, ternyata, cuma superior dalam hal, seni ketidakjujuran.

Di TKP kedua, camkan ini, jika engkau membiarkan orang lain menggunakanmu demi tujuanmu sendiri, mereka akan mempergunakanmu, demi tujuan mereka.
Terjadi persaingan antara Kuda dan Rusa, sehingga sang Kuda menemui seorang Pemburu, meminta bantuannya, agar membalaskan dendam pada sang Rusa. Sang Pemburu sepakat, namun berkata, 'Bila engkau ingin menaklukkan sang Rusa, engkau harus mengabulkanku, memasang potongan besi ini, di rahangmu, sehingga aku dapat menuntunmu dengan tali-kekang, dan membolehkan pelana ini, diletakkan di punggungmu. agar aku dapat tetap dalam kendali, saat kita mengikuti musuh.'
Sang Kuda menyetujui S&K tersebut, dan sang Pemburu segera meletakkan pelana dan memasang tali kekangnya. Setelah itu, dengan bantuan sang Pemburu, sang Kuda seketika menaklukkan sang Rusa, dan berkata kepada sang Pemburu, 'Sekarang, turunlah, dan singkirkan benda-benda itu dari mulut dan punggungku.'
'Tunggu dulu, kawan,' kata sang Pemburu. 'Sekarang, engkau telah berada dibawah kekangan dan kendaliku, dan aku lebih memilih, agar engkau tetap dalam keadaan seperti ini.'
Sang Rusa yang kalah dalam perlombaan, memperhatikan, dan berkata pada dirinya sendiri, 'Aman!' dan dengan berlenggang, ia berbalik ke arah gunung, bersenandung,
Someday, I'll wish upon a star
[Kelak, kukan bermohon pada bintang]
And wake up where the clouds are far behind me
[Dan terbangun dimana mendung jauh dibelakangku]
Where troubles melt like lemon drops
[Dimana kesukaran luluh bagai tetesan limau]
Away above the chimney tops
[Jauh di atas puncak cerobong asap]
That's where you'll find me *)
[Di situlah engkau 'kan temukanku]
Di TKP yang ketiga, dengarkan ini, kadang-kadang, terjadi bahwa seseorang harus menaggung kerja-berat, sementara orang lain, menenggak segala keuntungannya.
Sang Rubah menemukan bangkai seekor anak-rusa yang baru saja ditembak. Namun langkahnya terhenti oleh Singa dan Beruang, di kanan dan kirinya. Kedua adikuasa rimba ini, menginginkannya pula. Sang Rubah, yang bukan otak udang, berusaha menggondol bangkai sang rusa, dengan caranya sendiri, bahkan tak peduli, kehilangan harga diri. Lalu ia berkata, 'Aku tak melihat, bahwa kalian berdua, yang terkuat.' Sang Singa geram dan mengaum, 'Aku yang terkuat!' Tak mau kalah, sang Beruang menyanggah, 'Aku yang terkuat!'
Pergumulan sengit pun terjadi, dan karena setiap satwa tersebut, berada dalam puncak usia dan kekuatannya, pergelutan berlangsung lama dan sengit. Alhasil, mereka berbaring di tanah dengan terengah-engah, berdarah, dan kelelahan, masing-masing tak mampu mengangkat satu kaki ke tangan yang lain.
Pada saat itu, sang Rubah yang lancang, melangkah masuk dan membawa-pergi sang mangsa, di depan mata mereka, yang sedang mengalami penderitaan.
Sang Singa dan sang Beruang melongo, namun tak sanggup bangkit, berkata, 'Celakalah kita, bahwa kita harus berjuang dan bekerja keras, cuma untuk memberi giliran kepada sang Rubah.'
Saling-membopong, duet adidaya rimba yang lemah ini, menatih tanah, dan melagukan penyesalan,
Somewhere over the rainbow, bluebirds fly
[Entah di atas bianglala, burung-biru mengangkasa]
Birds fly over the rainbow
[Burung terbang di atas sang bianglala]
Why then, oh why can't I?
[Lalu mengapa, duhai mengapa, kutak bisa?]
If happy little bluebirds fly
[Jika burung-biru mungil nan riang mengudara]
Beyond the rainbow
[Melampaui sang bianglala]
Why, oh why can't I? *)
[Mengapa, duhai mengapa, kutak bisa?]
Sebelum berangkat, Rembulan berkata, 'Maka, waspadalah selagi engkau merasa tergerak secara emosional oleh sebuah narasi, dan lebih berhati-hatilah tatkala engkau setuju dengan narasi tersebut, atau saat ia membuatmu bahagia, sebab, itulah saat dimana engkau, perlu lebih mawas-diri. Wallahu a'lam.”
Citations & References:
- Alexis Conran, The Superpower of the Conman, Tedx Berlin
- James Northcote, RA, One Hundred Fables, Originals and Selected, J. Johnson
- Josep Jacobs, The Fables of Aesop, Macmillan & Co
- J.B. Rundell, Aesop's Fables, Cassell, Petter and Galpin
*) "Over the Rainbow" karya Edgar Yipsel Harburg & Harold Arlen