Jumat, 25 Februari 2022

Putri Duyung

"Sang Pemabuk berceloteh, 'Kita selalu ingin hidup di Negeri Dongeng,'" berkata Rembulan membuka sebuah lembaran cerita, setelah mengucapkan Basmalah dan menyapa dengan Salam, lalu berkata, "Dalam mabuknya, ia mengoceh, 'Sungguh rumpun manusia yang aneh. Makhluk fana yang malang, dimanakah hari-hari bahagiamu? Engkau selalu berharap dan mendamba, merintih dan mendesah, dan mendekam lama demi Kenikmatan, dan tatkala engkau telah memperoleh sejumlah buah belahan-jiwa dari Hasratmu, engkau masih mengeluh dan merana.

Ribuan Proyek membuncahkan benakmu; kapan kukan jadikan ini? Atau, kapan kukan jadikan itu? Jika Langit mengabulkan Keinginanmu, engkau masih meminta lebih banyak, dan tetap saja, getun. Padahal, salahnya bukan pada sifat benda, melainkan pada dirimu sendiri. Dengan membingkai prakarsa yang ngawur, engkaulah yang semata tertipu dan terperdaya.

Setiap hal di Alam Fana ini, punya dua Wajah, yang satu cantik, yang lain cacat. Betapa menawannya wujud itu! Betapa bahagianya aku dalam kepemilikannya! Yang mana ketika engkau telah mengalaminya, panoramanya berubah; kemudian 'kan jadi menakutkan! Alangkah tercelanya! Apa yang ingin kita lihat melalui Teleskop, namun kala dinikmati, kita memutar tampuk Perspektif yang lain.
Pernah, ada seorang pemuda, yang dengan kebebalannya, jatuh-hati pada Putri Duyung. Ia terus-menerus berada di tepi Laut, dan mencurahkan doa dan air-matanya demi Acarya Sukra, yang konon menguasai Venus. Ia merintih seolah Hatinya akan hancur, dan hampir tak dapat menguasai dirinya sendiri, agar beristirahat tidur saat senja tiba.

Kala di peraduannya, ia tak bisa rehat, lantaran benaknya masih dipakai merenungkan keindahan dara cantik dambaannya. Ia menelusuri setiap garis wajahnya, dan setiap coraknya, yang khas mempesona.

Sepanjang malam, dan setiap malam, dilaluinya seperti itu, dan dengan Ikrar dan Mantra kepada Sang Rawi demi mempercepat kemunculannya, dan membawa pada Kepuasan, agar ia dapat menikmati tamasya Bintu'l-Bahar nan indah.

'Duhai, Mata apa yang ada di sana!' katanya, dalam keriangan. 'Rupa yang sangat menawan! Alangkah rangka yang renik! Semlohai!' dan lanjut, 'Duhai dewa-dewi! Suara yang mempesona! Betapa nada-nada eksotis berdiam dalam lisannya! Jelas, sang Jagat itu, tak berisi keajaiban dan kesempurnaan, serta keindahan, yang dilengkapi dengan deraian Keapikan semacam itu!'

Singkatnya, kawan muda kita ini, merana dan merindukan Cinta. Sang Baruna melihat dan mendengar semuanya, dari singgasananya yang berhias Mutiara dan Koral, dan kasihan pada pemuda bergendak, masygul. 'Nih!,' katanya, 'pemuda tak bahagia, Putri Duyung milikmu, dan padamkanlah Api asmaramu.'

Maka, merekapun menikah dan berada pada puncak kebahagiaan. Malam dilalui dalam belaian-lembut, dan kasih-sayang penuh seronok, yang cuma diketahui oleh para pecinta setia. Walakin, keesokan paginya, alih-alih seorang wanita cantik yang ia temukan, melainkan sesosok monster, berada dalam rangkulannya.'"
Berjalan limbung, sang pemabuk terhuyung-huyung, berlalu sambil bersenandung,
Eling jaman semono
[Ingat jaman segitu]
Wayah kawin nanggap bal-balan
[Sewaktu perkawinan, nonton sepakbola]
Tamune rame tenan
[Tamunya rame banget]
Nganti sing ndelok akeh sing pingsan
[Hingga yang nonton, banyak yang pingsan]

Amplope akeh tenan
[Amplopnya banyak sekali]
Entok duit karung-karungan
[Dapat duit berkarung-karung]
Wong sing podo kondangan
[Orang-orang yang diundang]
Nganti akeh sing podo kelangan
[Sampai banyak yang kehilangan]

Angge-angge orong-orong
Ora melok nggawe melok momong
[Tak ikut bikin, ikutan ngasuh]
Entok rondo anak'e limo
[Dapat janda, anaknya lima]
Kumpul bareng, turu neng kloso
[Berkumpul bersama, tidur di tikar]

Angge-angge orong-orong
Ora melok nggawe melok momong
[Tak ikut bikin, ikutan ngasuh]
Kudu becik karo anake
[Harus baik dengan anaknya]
Kabeh kui dadi resikone *)
[Semuanya, jadi risikonya]
Rembulan menghela nafas, dan menanggapi, "Nah! Insan yang ripuh! Rasa meloya 'kan tumbuh oleh rapsodimu. Sebelum kenikmatan, di puncak harapan, engkau tak melihat apapun kecuali kepala dan tubuh, akan tetapi, setelah berbuah, ekor dan sisik, menjungkar. Wallahu a'lam.”
Kutipan & Rujukan:
- Sieur De La Motte, One Hundred New Court Fables, Peter-Nofter-Row
*) "Angge-angge Orong-orong" karya Jhoni Sayekti & Ragil SB