Selasa, 24 Mei 2022

Cerita Seekor Larva

“Malam itu, aku mengarahkan sinarku ke arah sekar dan rerumputan, di lokasi yang jauh dari jalan raya,” berkata Rembulan saat ia tiba, usai mengucapkan Basmalah dan Salam. “Kemudian, aku melihat sekelompok larva, yang sedang mengitari seekor larva. Penasaran apa yang dilakukan sang larva, maka kufokuskan perhatianku padanya. Dan, oooh rupanya, ia sedang menuturkan sekelumit cerita tentang petualangan Alice di negeri Ajaib.

'Pertanyaan besar yang pasti itu, apa?' kata sang Larva, melansir. 'Alice melihat ke sekeliling, namun ia tak dapat melihat apapun yang tampak seperti makanan atau minuman, yang sesuai dengan situasi saat itu. Ada jamur besar yang tumbuh di dekatnya, tingginya, hampir sama dengan dirinya; dan saat ia melihat di bawahnya, dan di kedua sisinya, serta di belakangnya, terpikir olehnya, bahwa sangat mungkin, ia dapat pula melihat dan menyaksikan, apa yang ada di atasnya.
Alice berjinjit, dan mengintip dari sela-sela jamur, dan kedua-matanya, seketika bersua dengan seekor Ulat besar—tahap larva dari anggota ordo serangga yang terdiri dari kupu-kupu dan ngengat, yang memakan bahan tanaman, seringkali dedaunan, namun tak semuanya; ada yang memakan serangga, dan bahkan, ada yang kanibal. Ada pula yang memakan produk hewani lainnya—berwarna biru, sedang duduk di atasnya, dengan melipat-tangan, diam mengisap hukah panjang—pipa berair yang digunakan menghisap tembakau, yang dibuat khusus dengan beragam rasa, semisal rasa apel, mint, ceri, cokelat, kelapa, kayu-manis, cappuccino, dan semangka—dan masa-bodoh, tak memperhatikan sekelilingnya. Sang Ulat dan Alice, saling berpandangan beberapa saat dalam diam: akhirnya, sang Ulat melepas hukah dari mulutnya, dan menegurnya dengan nada ketus dan terkantuk-kantuk.

'Elu siyaapah?' tanya sang Ulat. Sebuah basa-basi yang tak menyenangkan dalam sebuah percakapan. Alice menjawab, agak sungkan, 'Aku—aku hampir tak tahu, Pak, untuk saat ini—setidaknya, kutahu siapa diriku, kala kuterbangun di pagi ini, namun kurasa, aku pastilah telah silih-berganti beberapa kali, sejak saat itu.'
'Maksud lu?' kata sang Ulat, rada garang. 'Jelasin dong, diri elu!'
'Aku tak bisa menjelaskan diriku sendiri, maaf, Pak,' kata Alice, 'sebab, engkau kan telah tahu, aku bukanlah diriku.'
'Aye kagak ngarti,' kata sang Ulat. 'Sayangnya, aku tak sanggup memperjelasnya, lebih rinci,' Alice menjawab dengan sangat santun, 'karena, sejak awal, aku sendiri, tak dapat memahaminya, dan begitu banyak keganjilan dalam keseharian, yang sangat membingungkan.'
'Bukan itu,' tanggap sang Ulat. 'Yaa, mungkin engkau belum menyadarinya,' tukas Alice; 'tapi, tatkala engkau berubah menjadi kepompong—kelak—dan kemudian setelah itu, berwujud kupu-kupu, kurasa, engkau 'kan merasa sedikit aneh, bukan?'
'Nggak juga tuh,' kata sang Ulat. 'Yaa, mungkin, perasaanmu, berbeda,' kata Alice; 'Yang kutahu, bakal terasa sangat aneh bagiku.'
'Lu!' kata sang Ulat dengan nada nyinyir. 'Elu siyaapah?' yang membawa mereka kembali ke awal percakapan. Alice merasa agak kesal dengan ucapan sang Ulat yang teramat ringkas, dan ia berdiri seraya berkata, dengan sungguh-sungguh, 'Kurasa, sebaiknya engkau, terlebih dulu, memberitahukan, siapa dirimu!'
'Emang 'napa?' tanya sang Ulat. Pertanyaan ini, memusingkan; dan, lantaran Alice tak dapat memikirkan dalih yang jelas, dan lantaran sang Ulat, tampaknya berada dalam pikiran tak warasnya, ia balik-kanan.

'Sini lu!' sang Ulat memanggilnya. 'Aye punye sesuatu nyang penting buat diomongin!' so pasti, terdengar menjanjikan: Alice putar-balik dan kembali lagi. 'Kalem doong, santuy ... santuy,' kata sang Ulat.
'Gitu doang?' kata Alice, menahan amarahnya sebaik mungkin. 'Kagaak,' kata sang Ulat. Alice berpikir, mungkin lebih baik ia menunggu, sebab tak ada sesuatu yang perlu ia kerjakan, dan bisa jadi, barangkali, sang Ulat menyampaikan sesuatu; so, layak didengar.
Selama beberapa menit, sang Ulat mengepul dalam diam, walakin akhirnya, ia membuka lengannya, melepas hukah dari mulutnya lagi, dan berkata, "Jadi, menurut lu, elu 'dah berubah, 'kan?"
'Sayangnya begitu, Pak,' kata Alice; 'Aku tak dapat mengingat hal-hal seperti dulu—dan aku tak kenali, ukuran yang sama selama sepuluh menit, bersama-sama!'
'Kagak inget soal apaan?' kata sang Ulat.
'Yaaa, aku telah berusaha mengatakan 'Bagaimana kabar lebah kecil yang sibuk,' tapi, semuanya berbeda!' Alice menjawab dengan nada, yang sangat melankolis. 
'Ulangi perkataanku, 'Engkau telah tua, Pak William,' kata sang Ulat.
Alice melipat tangannya, dan memulai,
'Engkau telah tua,Pak William,' kata sang pemuda, 'Dan rambutmu, sudah sangat memutih. Namun engkau, terus-terusan, berdiri di atas kepalamu—menurutmu, benarkah itu, di saat usiamu seperti itu?'
'Di masa beliaku,' jawab Pak William kepada putranya, 'Aku khawatir, hal itu akan merusak otak; tapi sekarang, aku sangat yakin, aku tak takut lagi. Mengapa, aku melakukannya lagi, dan lagi.'

'Engkau telah tua, Pak William,' kata sang pemuda, 'seperti yang telah kusebutkan sebelumnya. Dan telah terlihat kegemukan; Namun, engkau berputar jungki-balik—katakan, mengapa?'
'Di masa beliaku,' kata sang bijak, seraya menggoyangkan rambut berubannya, 'aku menjaga agar seluruh anggota tubuhku tetap lentur, dengan menggunakan salep ini—satu shilling sekotaknya—belehkah aku menjualkanmu sepasang?'

'Engkau telah tua,'' kata sang pemuda, 'dan rahangmu terlalu lemah, untuk sesuatu yang lebih keras dari lemak; namun, engkau menghabiskan angsa, dengan tulang dan paruhnya. Katakan, bagaimana engkau bisa melakukannya?'
'Di masa beliaku'!'' kata sang ayah, 'Aku menaati aturan. Dan berdebat dalam setiap masalah dengan istriku; Dan kekuatan otot, yang menyalurkannya pada rahangku, telah bertahan dalam sepanjang usiaku.'

'Engkau telah tua,' kata sang pemuda, 'orang takkan mengira bahwa matamu sebening biasanya; namun, engkau menyeimbangkan seekor belut di ujung hidungmu—Apa yang membuatmu, begitu pandai?'
'Aku telah menjawab tiga pertanyaan, dan itu sudah cukup,' kata ayahnya; 'jangan banyak polah! Tidakkah engkau berpikir, aku bisa mendengarkan sepanjang hari, sesuatu hal seperti itu? Sudahilah, atau aku akan menyepakmu, hingga jatuh menuruni tangga!'
'Pemaparannya, kurang bener,' kata sang Ulat. 'Kayaknya, kurang tepat,' kata Alice, rada takut-takut; 'beberapa kata telah diubah.'
'Salah dari awal sampai akhir,' kata sang Ulat dengan tegas, dan ada keheningan selama beberapa menit.
Sang Ulatlah, kemudian, yang pertama, kembali berbicara. 'Lu pengennya setakaran berapa?' tanyanya. 'Oh, aku tak terlalu menentukan takaran,' Alice buru-buru menjawab, 'hanya satu, yang tak sering suka berubah, you know.'
'Aye kagak tahu,' kata sang Ulat. Alice tak mengatakan apa-apa: ia belum pernah ditentang sepanjang hidupnya, dan ia merasa kehilangan kesabaran.
'Lu puas sekarang?' kata sang Ulat.
'Well, aku ingin menjadi, sedikit lebih besar, Pak, jika engkau tak keberatan,' kata Alice, 'tiga inci itu, tinggi yang menyedihkan.'
'Tinggi segitu sih, udah bagus banget!' kata sang Ulat dengan dongkol, ia berdiri tegak saat berbicara—soalnya, tingginya persis, cuma tiga inci.
'Tapi aku 'tak terbiasa!' pinta Alice yang malang dengan nada memelas. Dan ia berpikir, 'Kuberharap, makhluk-makhluk itu, tak mudah tersinggung.'
'Pada waktunya, lu bakalan terbiasa,' kata sang Ulat; dan memasukkan hukah ke dalam mulutnya, lalu mulai merokok lagi.
Kali ini, Alice menunggu dengan sabar sampai sang Ulat memilih ngomong lagi. Dalam satu atau dua menit, sang Ulat melepaskan hukah dari mulutnya, dan menguap sekali atau dua kali, serta mengguncang tubuhnya. Kemudian, ia turun dari jamur, dan merangkak ke rerumputan, sembari berkata, 'Satu sisi, akan membuatmu, tumbuh lebih tinggi, dan sisi lainnya, akan membuatmu, lebih pendek.'
'Satu sisi dari apa? Sisi lain dari apa?' tanya Alice pada dirinya sendiri.'

Tak melanjutkan kalimat-kalimat akhir dari cerita itu, sang Larva mengakhirinya dengan bernyanyi,
There's a lady that's sure, all that glitters is gold
[Ada seorang nyonya, yang tahu-pasti, bahwa segala yang berkilau itu, emas]
And she's buying a stairway to Heaven
[Dan ia membeli sebuah tangga ke Kayangan]

When she gets there she knows, if the stores are all closed
[Sesampai disana, tahulah ia, ternyata, semua toko, ditutup]
With a word, she can get what she came for
[Dengan sepatah kata, ia bisa peroleh apa yang ditujunya]
And she's buying a stairway to Heaven
[Dan ia membeli sebuah tangga ke Kayangan]

There's a sign on the wall, but she wants to be sure
[Ada sebuah tanda di dinding, namun ia hendak memastikan]
'Cause you know, sometimes, words, have two meanings
[Sebab engkau tahu, terkadang, kata-kata, punya dua makna]

In a tree by the brook, there's a songbird who sings
[Di pohon, di tepian anak-sungai, ada burungkicau bernyanyi]
Sometimes all of our thoughts, are misgiven *)
[Kadang, seluruh pikiran kita, digagal-pahamkan]
Saatnya berangkat, dan sebelum pergi, Rembulan menghaturkan closing statement, "Seiring waktu, para Larva akan bermetamorfosis. Yang menarik, bakalan jadi apa, larva-larva itu: Kupu-kupu nan indah, yang beterbangan di antara sekar-puspita nan cantik, ataukah, cuma sekedar jadi Ngengat, yang 'kan mati di atas api-unggun? 'Ojo kesusu sik!' jare Pakde. Wallahu a'lam."
Kutipan & Rujukan:
- Lewis Carroll, Alice's Adventures in the Wonderland, MacMillan & Co
*) "Stairway To Heaven" karya Robert Plant & James Patrick Page

Minggu, 15 Mei 2022

Kenari dalam Tambang Batubara

"'Kecenderungan alami, dapat dibentuk dan ditempa dengan nasihat dan disiplin yang baik; akan tetapi, ada sifat dan kesan tertentu, yang takkan pernah dapat diubah atau dihilangkan kafeinnya,' berkata seekor Burung Kenari di dalam sangkar, setelah seorang penambang batubara memasukkannya ke dalam terowongan tambang batubara, di negeri bernama Burni," Rembulan bercerita usai mengucapkan Basmalah dan Salam. 'Sang Kenari, dengan suaranya yang indah, bernyanyi,
First to fall over when the atmosphere is less than perfect
Your sensibilities are shaken by the slightest defect
You live your life like a canary in a coal mine

You get so dizzy even walking in a straight line
You say you want to spend the winter in Firenza
You're so afraid to catch a dose of influenza
You live your life like a canary in a coal mine *)
Lalu ia berkata,
'Seekor gagak, yang bulunya hitam laksana batubara, mendamba berwujud seperti seekor Angsa, oleh bulunya yang bening seputih salju. Burung hitam ini, mendapat ide, bahwa jika ia hidup seumpama Angsa, berenang dan menyelam sepanjang hari, serta memakan rumput liar dan tanaman yang tumbuh di air, bulunya akan memutih bagaikan Angsa.
Maka, ia meninggalkan rumahnya, di hutan dan ladang, kemudian terbang untuk menetap di danau dan di rawa-rawa. Akan tetapi, kendatipun ia mandi dan mandi sepanjang hari, bahkan hampir menenggelamkan dirinya, bulunya tetap saja, hitam seperti biasa. Dan karena gulma air yang dimakannya, tak sesuai dengannya, ia semakin kurus, dan akhirnya, mati.

Angsa yang menyaksikan, berkata,

Sepenggal Batubara, yang tersembunyi di dalam sebuah perapian, tak selalu menonjolkan kemampuannya. Ia kecil, dan mungkin, terlupakan. Sementara di dalam ruangan, dan ukurannya hampir sama, dalam kotak indah berbalut kapas, dalam segala kemegahan dan keagungannya, tergeletak sebuah Berlian, 'Jadi, jentelmen mungil berbaju hitam,' teriak benda berbinar ini dalam keangkuhannya, 'Aku dengar, dalam detak-detak filosofis, bahwa keluarga kita, sekutu dekat, tetapi, ketahuilah, kemegahan warnaku, lebih mulia dibanding segala keberadaan, yang harus mengajarkan orang-orang kecil sepertimu, agar menjauh demi kemuliaanku.'
Oleh celaan ini, ditujukan atas namanya, sang Batubara seketika memerah jadi nyala api, namun oleh kesadarannya sendiri, ia cuma menjawab dengan mencibir, 'Aku mencemooh ejekanmu, makhluk bersinar yang baik. Dan janganlah menyombongkan pesonamu, ketahuilah, aku membanggakan sanjungan ganda, sebab, aku bisa menghangatkan, dan juga, bersinar.’
Sang Kenari, merangkum ceritanya dengan,
Now if I tell you that you suffer from delusions
You pay your analyst to reach the same conclusions
You live your life like a canary in a coal mine *)
Mendadak, sang Kenari, lemas, lalu, mati.'

Rembulan berkata, 'Dalam kebiasaan penambangan sejak tahun 1911, para penambang menggunakan burung Kenari di tambang batubara, guna mendeteksi karbon monoksida dan gas beracun lainnya. Jika sang unggas sakit atau mati, para penambang tahu, bahwa udaranya, tidak sehat. Wallahu a'lam.”
Kutipan & Rujukan:
- James Northcote, RA, One Hundred Fables, Originals and Selected, J. Johnson
- Rev. Geo. Fyler Townsend, M.A., Aesop Fables, George Routledge and Sons
*) "Canary in a Coal Mine" karya 'Sting' Gordon Summer

Kamis, 12 Mei 2022

Sang Bunga Matahari

"Ketika seorang Kepala Sekolah sedang berjalan di tepi sungai, tak jauh dari Sekolahnya, ia mendengar tangisan, seperti orang yang sedang kesusahan," Rembulan mulai bercerita saat ia tiba, usai mengucapkan Basmalah dan menyapa dengan Salam. "Berlari ke sisi sungai, ia melihat salah seorang muridnya, terbenam di air, bergelantung di dahan pohon dedalu. Murid lelakinya, kemungkinan, telah belajar berenang dengan memakai beberapa pelampung, dan membayangkan bahwa ia mampu melakukannya tanpa pelampung tersebut, lalu melepaskannya. Arus sungai yang teramat kuat, seketika menelannya, dan pastilah, ia bakal tenggelam, andai cabang pohon dedalu yang ramah, tak membendung jalannya. Pak Kepsek mengambil pelampung, yang tergeletak di tepi sungai, dan melemparkannya ke sang murid. Beberapa saat kemudian, setelah sang murid selamat dan kembali tenang, Pak Kepsek, bercerita,
'Seekor Beruang, yang dibesarkan di gurun liar Siberia, berhasrat melanglang-buana, berkeliling dunia. Ia menjelajah dari hutan ke hutan, dan dari satu kerajaan ke kerajaan lain, melakukan peninjauan mendalam selama pengembaraannya.
Suatu hari, tanpa sengaja, ia berjalan masuk ke halaman seorang petani, dimana ia melihat sejumlah ayam-jantan dan betina, sedang minum di tepi kolam. Ia mengamati, bahwa setiap kali menelan satu tegukan, para unggas tersebut, mengarahkan kepalanya ke langit, hingga sang beruang tak tahan menanyakan latarbelakang seremoni yang dipandangnya, amat aneh.
Para unggas menyampaikan padanya bahwa seremoni itu, merupakan cara mereka bersyukur kepada Langit, atas manfaat yang mereka terima; dan memang, merupakan kebiasaan religius, yang tak dapat mereka hilangkan, baik dengan keshalihan, maupun dengan kedurhakaan. Di sini, sang Beruang tertawa terbahak-bahak, sekaligus menirukan gerakan mereka dan mengolok-olok, yang ia anggap, takhayul mereka, dengan cara yang sangat menghina. 
Mengenai hal ini, Ayam Jantan, dengan semangat, yang sesuai dengan karakternya, pemberani, menegurnya dengan kata-kata berikut, 'Tuan, perkenankan aku menyampaikan padamu, Tuan,
Sekali waktu, seekor Kumbang berbicara pada Bunga Matahari, 'Bunga Matahari yang terhormat, katakan padaku, benarkah apa yang semua bicarakan tentangmu?' katanya. Sang Bunga Matahari menjawab, 'Katakan padaku, bagaimana kutahu apa yang mereka perbincangkan? Haruskah kupeduli? Semua itu, tentulah semata dongeng menyakitkan tanpa kata kebenaran; walakin, katakan padaku, duhai Kumbang, kabar-burung apa yang berpusar tentang diriku?'
'Oh tidak!' sang Kumbang seketika menambahkan, 'Tak terlalu buruk. Aku mendengarnya dari sang Semut. Ia menyampaikan apa yang ia dengar, bahwa Mataharilah, yang telah memutar kepalamu, dan bahwa, setiap kali ia melangkah di langit, engkau mengikutinya dengan segenap matamu, dari pagi hingga petang—”
'Oh, sungguh memalukan!' seru sang Bunga Matahari, berapi-api, 'Mengatakan hal seperti itu, tentang diriku! Mereka sebenarnya tak tahu, yang terjadi, justru sebaliknya.
Mereka semestinya tahu betul, bahwa ia—sang Matahari—yang selalu mengikutiku.
Aku memutarkan kepalaku sampai aku takut tangkaiku 'kan patah; dan tetap saja, ia mengikutiku, dari pagi sampai petang, segera setelah hari mulai terang, dan tak pernah mengalihkan pandangannya dariku, sampai tak dapat melihat karena gelap!
Mereka seharusnya malu. Mereka akan segera mengakui bahwa, namaku, diambil untuknya, bila mereka tahu betul, bahwa ia, yang mengambil nama Matahari, dariku.'
Sang Bunga Matahari, diam, dengan kemarahan yang beloh. Sang Kumbang, tak berkata apa-apa, kecuali bergumam, 'H'mm! Sangat jelas, bahwa ia cukup terkesan.
Lalu, sang Kumbang, melebarkan sayapnya dan terbang, dengan tujuan memberitahu kepada kumbang lain, yang ia kenal, yang juga sangat terkesan, berkata, 'H'mm!' dan terbang pula, memberitahu yang lain.
Dan sekarang jika engkau berkesempatan melihat, di ladang atau hutan, seekor Kumbang, dan mendengarnya bergumam, 'H'mmm!' maka engkau 'kan tahu, siapa yang ia sindir.
'Karena engkau orang asing, Tuan,' kata sang Ayam Jantan, 'Bolehlah engkau dimaafkan atas perilaku tak senonohmu; namun izinkan aku menyampaikan padamu bahwa, tak seorang pun, kecuali Beruang Hitam atau Beruang Putih, yang akan menghina upacara keagamaan apapun, di hadapan orang-orang yang menganggapnya, penting.'
'Biarlah ini menjadi peringatan bagimu,' kata Pak Kepsek, 'dan di kehidupan masa depanmu, jangan pernah membuang pelampungmu sampai engkau yakin, bahwa engkau punya kekuatan dan pengalaman yang cukup, berenang tanpanya.'

Sebelum beranjak pergi, Rembulan berkata, "Begitulah percakapan mereka. Wallahu a'lam."
Kutipan & Rujukan:
- Oliver Herford, The Bashful Earthquake, Charles Scribner’s Sons
- J.B. Rundell, Aesop's Fables, Cassell, Petter and Galpin

Senin, 09 Mei 2022

Mempersiapkan Suksesi dalam Perspektif Islam

"Malam itu, aku mengunjungi sebuah negeri, bernama Zamrud Khatulistiwa,” berkata Rembulan kepada sang Pungguk, tatkala ia datang bertandang, setelah mengucapkan Basmalah dan Salam. "Semua orang ingin tahu, siapa yang bakal menjadi Pemimpin baru mereka, walaupun pemilihan umum akan diadakan dalam dua tahun ke depan. Beberapa kandidat, telah memperkenalkan diri.
Kemudian, cahayaku mengarah pada suatu tempat dimana ada lingkaran-ilmu. Seorang Guru dan murid-muridnya, membicarakan tentang apa yang sedang jadi perbincangan masyarakat. Sang Guru berkata, 'Tak ada tujuan yang dapat dicapai oleh siapapun, sendirian, entah itu ia berbakat atau punya duit banyak. Tantangan terbesar bagi setiap Pemimpin—yang sesungguhnya faktor tunggal yang dapat bermakna, keberhasilan atau kegagalan misinya—yaitu kepiawaiannya menyajikan buah-pikirannya, kepada orang lain, sehingga mau mengikutinya—tanpa perlu menyewa para Buzzer dan Influencer atau tukang survei etok-etok—dan merelakan waktu, energi, harta, dan talenta, guna pencapaian tujuannya. 'Tujuan' ini, bukanlah hasrat atau ambisi sang Pemimpin, atau segelintir orang yang memaksa atau membujuknya melakukan sesuatu demi kepentingan pribadi mereka, melainkan tujuan yang diasuh dalam ilmu, etika dan moral, serta dipandu oleh Al-Qur'an dan Sunnah.

Sebagaimana yang dikatakan, 'Mereka takkan peduli pada apa yang engkau ucapkan, mereka akan peduli, jika mereka tahu, bahwa engkau peduli.' Kepedulian Rasulullah (ﷺ), tak semata bagi para pengikut beliau (ﷺ), tetapi bahkan terhadap mereka yang menolaknya dan berusaha menyakitinya, hanya karena beliau (ﷺ) ingin mengajak mereka kepada Kebenaran dan menyelamatkan mereka dari api-neraka. Kedengarannya, seperti hal yang absurd, sebab dalam segala urusan duniawi, para insan lebih menyukai mereka yang mau memberikan sesuatu secara cuma-cuma. Akan tetapi, ketika seseorang mengajak orang lain menuju Kesuksesan Abadi, sebagian orang menganggapnya, menghina dan menentangnya, atau bahkan mencoba mencelakainya.
Hal ini terjadi pada Rasulullah (ﷺ), berkali-kali dan dalam beragam cara. Yang terpenting, kekecewaan dan kesedihannya, pada kenyataannya, bahwa terlepas dari upaya terbaiknya, kaumnya sendiri yang menolak mendengarkannya. Perhatian beliau (ﷺ) terhadap mereka sedemikian rupa, sehingga Allah mewahyukan,
لَعَلَّكَ بَاخِعٌ نَّفْسَكَ اَلَّا يَكُوْنُوْا مُؤْمِنِيْنَ
'Boleh jadi engkau (Duhai Nabi) akan membinasakan dirimu (dengan kesedihan), karena mereka (penduduk Mekah) tak beriman..' [QS. Asy-Syu'ara (26):3]
فَلَعَلَّكَ بَاخِعٌ نَّفْسَكَ عَلٰٓى اٰثَارِهِمْ اِنْ لَّمْ يُؤْمِنُوْا بِهٰذَا الْحَدِيْثِ اَسَفًا
'Maka barangkali engkau (Duhai Nabi) akan mencelakakan dirimu karena bersedih hati setelah mereka berpaling, sekiranya mereka tak beriman kepada keterangan ini (Al-Qur'an).' [QS. Al-Kahf (18):6]
Kepedulian inilah yang muncul, dan mereka menanggapi dan tak semata yakin padanya, melainkan kemudian, mendukungnya, dan bersedia melakukan apa saja untuk melindunginya dan menyebarkan risalahnya, kendatipun itu berarti, kehilangan nyawa mereka. Allah berfirman tentang kecintaan Rasulullah (ﷺ) kepada rakyatnya,
لَقَدْ جَاۤءَكُمْ رَسُوْلٌ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ عَزِيْزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيْصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِيْنَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ
'Sungguh, telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaan yang kamu alami, (ia) sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, penyantun dan penyayang terhadap orang-orang yang beriman.' [QS. (9):128]
Rasulullah (ﷺ) sebagai pemimpin, itulah kesabaran dan kelembutannya. Ada beberapa keteladanan dalam hidup beliau (ﷺ), dimana orang lain memperlakukannya dengan cara yang konyol dan kasar sehingga orang-orang yang bersamanya, menghunus pedang guna memberi pelajaran kepada orang tersebut. Akan tetapi, Rasulullah (ﷺ) takkan pernah membolehkan mereka bertindak seperti itu. Cara beliau (ﷺ), menghadapi perlakuan yang sangat kasar itu, dengan sikap kalem, lembut dan senyum. Allah berfirman,
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ لِنْتَ لَهُمْ ۚ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوْا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى الْاَمْرِۚ فَاِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِيْنَ
'Maka berkat rahmat Allah engkau (Duhai Nabi) berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati-kasar, tentulah mereka menjauhkan-diri dari sekitarmu. Karena itu, maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal.' [QS. Ali 'Imran (3):159]
Rasulullah (ﷺ) akan selalu mengikuti perintah Allah, dengan cermat, bermusyawarah dengan para Sahabat sebelum beliau (ﷺ) mengambil keputusan apapun. Ini mungkin tampak ganjil, lantaran untuk satu hal, beliau (ﷺ) tahu lebih banyak dan lebih baik dibanding mereka. sebab beliau (ﷺ) penerima Wahyu, serta yang paling bijak dan paling berpengalaman di antara mereka. Namun, kita akan memaklumi kearifan ini, ketika kita merenungkan efek musyawarah tersebut, terhadap para Sahabat itu sendiri. Proses ini, menjadikan mereka, merasa disertakan, dihargai, dan bertanggungjawab atas upaya dan hasilnya. Selain itu, memastikan komitmen mereka pada tujuannya, sebab, mereka telah diajak bermusyawarah serta berlatih dalam pengambilan keputusan bagi mereka sendiri bila kelak Rasulullah (ﷺ) sudah tak lagi berada di antara mereka.
Terkadang, mereka punya informasi penting tentang hal-hal di lingkungan sekitar, yang dapat menjadi terang saat mereka bermusyawarah dan membuka peluang bagi pengambilan keputusan yang lebih baik. Lebih jauh lagi, hal tersebut, berfungsi menciptakan kerekatan di antara mereka dan memungkinkan mereka, berpikir melintasi batas-batas suku dan kalangan mereka sendiri, demi kepentingan semua pihak dan keberhasilan misi menyebarkan Islam.

Sebuah kombinasi memilih orang yang tepat, keteladanan pibadi yang tinggi dan pelatihan intensif, Rasulullah (ﷺ) menciptakan, tak cuma satu, melainkan satu-set pemimpin, yang mampu membawa pesannya jauh setelah beliau (ﷺ) tiada. Memang benar, bahwa ada berbagai konflik tiga dekade setelah beliau (ﷺ) wafat, yang menyebabkan konsekuensi yang beliau (ﷺ) tak kehendaki atau setujui, akan tetapi, fakta ini, semata menggarisbawahi kenyataan bahwa tiada upaya besar yang cukup sepanjang zaman. Hal ini, seyogyanya diestafetkan dari generasi ke generasi, jika ingin terus menuai manfaatnya.
Yang dibutuhkan umat manusia di atas segalanya, ialah Kepemimpinan berbasis prinsip yang hebat. Model apa yang lebih baik untuk itu selain kehidupan Rasulullah, Nabi kita tercinta (ﷺ). Sebuah kehidupan yang didokumentasikan dengan jelas, bersih dari legenda dan mitos, dan sebuah teladan hidup, yang benar-benar memungkinkan kita hidup secara etis, bermoral dan bertanggung jawab, dengan saling mengasihi sesama, dan keberanian melawan penindasan, serta sukses dalam kehidupan.'

Sang guru menutup pembicaraannya dengan, 'Misi Rasulullah (ﷺ) bukan hanya menyampaikan risalahnya, namun juga, mempersiapkan generasi yang akan melanjutkannya, dari generasi ke generasi. Sejarah menjadi saksi atas apa yang terjadi setelahnya dan terus terjadi hingga hari ini, empat belas abad kemudian, di ruang dan waktu yang tak dikenali dan belum pernah disaksikan oleh Rasulullah (ﷺ).
Tugas paling sulit bagi seorang pemimpin, bukanlah membuat orang mengikuti perintahnya, tetapi, membuat mereka memimpikan impiannya. Menjadikan mereka termotivasi agar berkomitmen penuh pada visi, yang hanya beliau (ﷺ) yang benar-benar dapat melihatnya. Hanya ketika orang berkomitmen penuh pada visi, mereka akan melakukan apa yang diperlukan demi mewujudkannya.
Bagi setiap pemimpin dalam bidang apa pun, tugas inilah yang paling sulit. Rasulullah (ﷺ) mampu melakukannya dengan kesuksesan, tak semata bersama generasinya sendiri, namun mampu mewariskannya ke generasi yang, bahkan belum lahir. Mereka yang tak hidup di zaman Rasulullah (ﷺ), tak mengenalnya dan tak pernah mendengar suaranya, masih membawa pesannya ke mana-mana, seolah-olah pesan itu, datang langsung dari beliau (ﷺ).'"

Sebelum berangkat ke belahan bumi lain, Rembulan menyampaikan, "Rasulullah (ﷺ) bersabda, 'Ketika ada bencana yang menimpamu, ingatlah kematianku, dan bencana itu, takkan bermakna apa-apa.'
Apapun yang terjadi dalam sejarah, contoh dan keteladanan yang ditinggalkan kekasih kita, Nabi Muhammad (ﷺ), bagi dunia, tetap jelas, bergetar dan berlaku bagi siapa saja yang tertarik mengambil manfaat darinya. Memang benar bahwa dunia telah berubah di luar dari pengenalan zaman Rasulullah (ﷺ), akan tetapi, prinsip-prinsip yang beliau (ﷺ) letakkan, masih sama benarnya dengan hukum alam lainnya, yang tak berubah oleh berubahnya masyarakat. Sama seperti hukum gravitasi atau aerodinamika, hukum kesuksesan di dunia ini dan selanjutnya, tetap sama. Itulah yang Rasulullah (ﷺ) diutus, mengajarkan dunia. Oleh karenanya, kita bersaksi dan memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, agar menjadikan kita, pantas menjadi pengikut-Nya. Wallahu a'lam."
Kutipan & Rujukan:
- Mirza Yawar Baig, Leadership Lesson from the Life of Rasoolullah (ﷺ), Standard Bearer Academy.

Sabtu, 07 Mei 2022

Anti-Clockwise

“Di suatu waktu, di Jambudwipa, ada seorang Raja, mempunyai seorang putri, tatkala ia telah menua," Rembulan memulai kisahnya, saat wujudnya berbentuk bulat sempurna dan cahayanya berpendar, setelah mengucapkan Basmalah dan Salam.  Ia lalu berkata, "Ia, sang putri Raja, tercantik di antara dua samudera; rambutnya bagai emas yang dipintal, dan matanya, ibarat kolam di sungai; dan sang Raja memberinya sebuah puri di tepi pantai, dengan teras, dan pelataran dari batu pahatan, serta empat menara di empat penjuru. Di sini, ia tinggal dan tumbuh dewasa, dan tak peduli dengan hari esok, pula, tak punya kuasa terhadap zaman, menurut cara orang biasa.

Suatu hari, sang Putri berjalan di tepi pantai, ketika musim gugur, dan angin bertiup dari area hujan; dan di satu sisi, sang ombak berdesir, dan di sisi lain, dedaunan melangkas. Pantai ini, yang paling sepi di antara dua samudera, dan hal-hal aneh, telah terjadi di sana, pada zaman kuno. Kini, putri Raja menyadari seorang nenek tua—yang kurus dan jelek—sedang duduk di pantai. Buih-buih lautan, mengalir ke tungkainya, dan dedaunan mati, mengerumuni punggungnya, serta kain-kain usang, berkibar di wajahnya, diterpa sang bayu.
'Sekarang,' kata putri Raja, 'nenek tua inilah, yang paling tak bahagia di antara dua samudera.'
'Putri Raja,' kata sang nenek tua, 'engkau menetap di rumah batu, dan rambutmu bagaikan emas, tapi apa keuntunganmu? Hidup ini tak panjang, kehidupan pun tak kukuh; dan engkau hidup menurut cara orang-orang biasa, dan tak memikirkan hari esok, serta tak punya kuasa terhadap zaman.'
'Memikirkan hari esok, aku pernah,' kata putri Raja; 'tapi kuasa atas zaman, itulah yang tak kupunyai.' Dan ia merenung dengan dirinya sendiri. 
Kemudian, sang nenek tua memukul lengannya yang kurus, satu dengan yang lain, dan tertawa seperti burung camar. 'Pulang,' serunya, 'duhai putri Raja, pulanglah ke rumah batumu, karena kini, kerinduan telah datang kepadamu, engkau juga tak mampu hidup lagi seperti orang biasa. Rumah, dan kerja keras serta penderitaan, hingga sang anugerah datang, yang membuatmu bertahan. 
Putri Raja tak bertanya lagi, ia berbalik dan pulang ke rumahnya dalam diam. Dan ia masuk ke kamarnya, memikirkan renungan itu.  Namun, sepanjang malam, ia tak menemukan jawabannya.
Keesokan harinya, putri Raja menyusuri pantai, mencari sang nenek tua. Terdengar suara hembusan angin laksana suara seruling. Pada saat itu, ia mengangkat jarinya ke sebuah rumah berkubah. 'Aku mendengar suara hembusan angin, bagaikan suara seruling. Walau seakan berbisik, namun cukup jelas terdengar di telingaku.'
Maka, di senja hari itu, ia bergegas menuju pintu rumah, dan di sepanjang pantai laut. Sang ombak menghempas di satu sisi, dan di sisi lain, dedaunan gugur, beterbangan; dan sang gegana saling berkejaran di cakrawala, dan burung camar beterbangan, anti-clockwise—berlawanan arah jarum jam. Manakala ia tiba di bagian pantai, dimana hal-hal aneh telah terjadi di zaman kuno, lihat, itu sang nenek tua, dan ia menari, berputar anti-clockwise.
'Apa yang membuatmu menari berlawanan arah jarum jam, nenek tua?' kata putri Raja, 'di sini, di pantai yang suram, di antara ombak dan dedaunan yang layu?'
'Aku mendengar hembusan angin laksana suara seruling,' kata sang nenek tua. 'Dan karena itulah, aku menari anti-clockwise. Sebab anugerah 'kan datang, yang membuatmu bertahan. Tapi bagiku, hari esok 'kan menjelang, seperti yang telah kurenungkan, dan zaman telah kukuasai.'
'Bagaimana bisa, nenek tua,' tanya putri Raja, 'engkau mengayun bagai kain lusuh, dan kusam laksana daun mati, di depan mataku?'

'Dengarkan, putri Raja,' kata nenek tua,
Hingga saat ini, dua juragan perdagangan modern, tuan Masa-kini dan tuan Masa-depan, membuka toko di dunia ini. Mereka menetap berdekatan satu sama lain, kecuali tuan Masa-kini, yang tinggal di lorong sempit, sedang tuan Masa-depan, di udara terbuka. Yang satu lugas dan polos, yang lain lihai dan piawai.
Mereka berteriak menawarkan barang dagangannya, kepada semua yang lewat. 'Berhenti di sini, amati aku baik-baik, milikku Hari Ini, datanglah padaku. Kupunya segala yang engkau inginkan, Kebaikan sejati ada bersamaku. Memang, tetanggaku, mengajakmu, namun, sayang! Apa yang akan engkau lakukan dengannya? Ia banyak berjanji, namun tak memberimu apa-apa. Kendati ia mungkin berteriak sekehendaknya, ia tak banyak merenung.'
Sementara itu, tuan Masa-depan berada di atas panggung mewah, berbinar dengan banyak sorai dan kemegahan. 'Disini, Tuan-tuan,' katanya, 'akulah yang telah menguraikan benang-kusut hari-harimu. Aku  menjanjikan segala hal yang bakal terjadi, dan banyak lagi. Aku punya segalanya, mendamba apa yang engkau impikan? Tinggal sebut saja. Katakan padaku, aku menghibur manusia yang berada dalam kesusahan. Aku mampu melakukan lebih banyak lagi, aku memberi manusia panjar keberuntungan. Cuma akulah yang menaruh harapan: Apa yang kukatakan? Menjualnya, tidak, kuberikan secara cuma-cuma. Sini, ambillah, Tuan-tuan, lihat, inilah Harta Karun, Kehormatan, Kenikmatan, murni dan tak bercampur; pernahkah engkau mencicipi yang seperti ini? Tidak. Bersabarlah, Percayalah pada setiap kata yang kulontarkan. Semuanya 'kan mendatangimu dengan persiapan yang lebih matang. Namun punyakah engkau Bukti yang lebih baik atau Kemampuan dan Kekuasaan mutlakku? Tuan Masa-kini, di sana, memekakkan telingamu dengan segala ketidakmampuannya. Engkau akan menyaksikannya sirna dengan cepat. Di sana, engkau melihatnya, dan sekarang, engkau takkan melihatnya, sama sekali.'
Dan dengan demikian, tuan Masa-depan, yang merupakan Jebakan belaka, menghibur semua umat manusia.'
Lalu, sang nenek tua memukul lengannya yang kurus, satu dengan yang lain, dan tertawa seperti burung camar. 'Pulang,' serunya, 'duhai putri Raja, pulanglah ke rumah batumu, karena kini, kerinduan telah datang padamu, engkau juga tak mampu hidup lagi seperti orang biasa. Rumah, dan kerja keras serta penderitaan, hingga sang anugerah datang, yang membuatmu bertahan. 
Putri Raja tak bertanya lagi, ia berbalik dan pulang ke rumahnya, tidak dalam diam, melainkan bersenandung,
तुम को बुलाऊँ, ये पलकें बिछाऊँ
Tumko bulaun, yeh palkein bichaun
[Kukan memanggilmu, kan kutata bulumataku]

क़दम तुम जहाँ-जहाँ रखो
Kadam tum jahan jahan rakho
[Kemanapun engkau arahkan langkahmu]

ज़मीं को आसमाँ बनाऊँ, 
Zamin ko asmaan banaun
[Kan kujungkirbalikkan bumi menjadi langit]

सितारों से सजाऊँ, अगर तुम कहो
Sitaaron se sajaaun, agar tum kaho
[Kan kuhiasi dengan bintang-bintang, jika engkau mau]

मैं कोई ऐसा गीत गाऊँ 
Main koi aisa git gaaun
[Kan kusenandungkan sebuah lagu]

कि आरज़ू जगाऊँ, अगर तुम कहो,
Ke aarzu jagaaun, agar tum kaho
[Yang kan bangkitkan seleramu, jika engkau mau]
Sebelum cahayanya redup dan wujudnya berbentuk sabit, Rembulan berkata, 'Cuma hari ini yang kita punyai, sedang Tuan Masa-depan, niscaya, kan menjelang. Tuan Masa-depan hanya membawa dua pilihan, perubahan yang lebih baik, atau, lebih buruk. Seyogyanya, kita mengumpulkan bekal sebanyak-banyaknya, menelusuri, mencermati, dan bahkan melakukan uji-coba, agar tak terjebak oleh kesalahan yang berulang. Wallahu a'lam."
Kutipan & Rujukan:
- Robert Louis Stevenson, Fables, Charles Scribner's Sons
- Sieur De La Motte, One Hundred New Court Fables, Peter-Nofter-Row
*) "Main Koi Aisa Geet Gaoon" karya Javed Akhtar

Jumat, 06 Mei 2022

Dua Raja

"'Dalam sebuah ruang dan waktu tertentu, di sebuah negeri, yang dikenal banyak tumbuh biji-bijian, bernama Negeri Yawadwipa, bertemu dua orang Raja,' sang Abdi Dalem, bercerita," berkata Rembulan usai mengucapkan Basmalah dan Salam. "Sang Abdi Dalem melanjutkan, 'Raja Pertama dikenal sebagai Raja Beneran, sebab Darah-biru yang mengalir di dalam tubuhnya, dan Mahkotanya, merupakan sebuah anugerah untuknya. Sedangkan Raja Kedua, dikenal sebagai— meminjam ucapan seorang Ekonom ternama—mewakili penguasa yang berprofesi sebagai pengusaha atau pengusaha yang berprofesi sebagai penguasa. Mahkota dan Singgasanya, ia peroleh dari—entah dengan cara yang benar atau tidak—dari hasil pemilihan seluruh rakyat ... kataanyaa!

Selentingan beredar, kedua Raja sedang membicarakan tentang Infrastruktur atau Megaproyek, yang diakhiri oleh titah Raja Pertama dengan kata, 'Ogah!' Namun sesuatu yang garib muncul, setelah pertemuan itu, Raja Kedua segera menerbitkan aturan-aturan baru sebuah Megaproyek ambisius. Mungkinkah pertemuan antara kedua Raja, memberi kesan bahwa Raja Pertama merestui proyek tersebut? Aku tak tahu apa persisnya yang terjadi, cuman bisa mereka-reka, bahwa sang Raja Sejati akan menitahkan hal-hal berikut ini,

Pertama, gerakan atau tindakan yang canggung; tanpa keterampilan atau keanggunan, bukanlah lelucon.
Seorang Petani, masuk ke sebuah kandang milknya guna melihat satwa-beban peliharaannya, dan di antaranya, seekor Keledai kesayangannya, yang selalu diberi makan dengan baik dan sering dibawa oleh sang tuan. Bersama sang Petani, ikutlah seekor anjing-kecil piaraannya, yang menari-nari, meloncat-loncat dan menjilati tangan sang Petani. Sang Petani, memberi makanan pada sang anjing-kecil, lalu duduk. Sang anjing-kecil melompat ke pangkuan tuannya, dan berbaring di sana, sementara sang-Petani membelai-belainya.
Menyaksikannya, sang keledai melepaskan-diri dari tali-kekangnya dan mulai berjingkrak-jingkrak menirukan sang anjing kecil. Melihat sang Petani tak dapat menahan tawanya, maka sang keledai mendekatinya, dan berusaha naik ke pangkuannya, menyalin sang anjing-kecil. Khawatir akan keselamatan sang Petani, para pelayan, bergegas, dengan tongkat dan garpu-rumput, menghalau sang keledai balik ke lapaknya.
Selanjutnya, memuslihati mereka yang mencoba memuslihatimu, akan bermanfaat.
Seekor Singa, yang telah tua dan lemah, melihat seekor Nag—seekor kuda, terutama yang tua atau yang kondisinya buruk, atau, orang yang terus-menerus mendesak, mengganggu, atau mengomel—yang sintal dan mendambakan sedikit darinya. Mengetahui bahwa sang kuda, terbukti bakal berlari lebih cepat dibanding dirinya, bila dikejar, ia menggunakan muslihat.
Sang raja belantara mengumumkan kepada seluruh satwa bahwa, setelah menghabiskan bertahun-tahun mempelajari ilmu-fisika, ia sekarang bisa menyembuhkan penyakit atau gangguan apapun yang mungkin mereka derita. Sang raja hutan berharap, dengan cara begini, ia beroleh pengakuan di antara para satwa, dan dengan demikian, dapat kesempatan memuaskan seleranya.
Sang kuda, yang meragukan kejujuran sang Singa, datang dengan pincang, berpura-pura bahwa salah satu kaki belakangnya, tertusuk duri, yang membuatnya sangat kesakitan. Sang Singa meminta agar kaki yang tertusuk duri, diperlihatkan padanya, dan memeriksanya dengan sungguh-sungguh tapi bo'ong. Sang kuda, dengan lihai memperhatikan sekeliling, bersiap-siap melompat, dan dengan penuh semangat, mengayunkan kedua tumitnya, sekaligus, sedemikian rupa, mempersembahkan sebuah sepakan pada wajah sang Singa, hingga membuat sang raja hutan tercengang dan terkapar di atas tanah. Sang kuda tertawa atas keberhasilan muslihatnya, iapun berlari dengan riang.
Ketiga, seorang musuh, akan sangat berbahaya, saat menawarkan bantuan.
Seekor Nangui, babi-betina, baru saja beranak, dan berbaring di kandang dengan seluruh anak-babi di sekelingnya. Seekor Serigala yang mendambakan sang anak-babi, namun tak tahu bagaimana cara menggondolnya, berusaha-keras menyelundup ke dalamnya namun tetap memberikan kesan yang baik pada nyonya babi. 'Bagaimana keadaanmu hari ini, nyonya Nangui?" katanya. 'Sedikit udara segar pasti akan sangat membantumu. Sekarang, cobalah keluar dari kandang dan siangilah sedikit tubuhmu, dan dengan senang hati, aku akan mengurus anak-anakmu sampai engkau kembali.'
'Terima kasih banyak atas tawaranmu,' jawab sang Nangui. 'Aku tahu betul kepedulian seperti apa yang bakal engkau ambil dari anak-anak kecilku ini. Jika engkau sungguh-sungguh ingin membantu seperti yang pura-pura hendak engkau lakukan, tolong, janganlah tunjukkan mukamu lagi!'
Selanjutnya, tentang Kesetaraan.
Seekor Kuda dan Keledai bepergian bersama, sang Kuda berjalan angkuh dengan riasannya yang apik, sementara sang Keledai, dengan bersusah-payah, membawa beban berat dengan keranjang bawaannya. 'Kuberharap, 'kan jadi sepertimu,' desah sang Keledai, 'tak melakukan apa-apa tapi cukup makan, dan engkau mengenakan tali kekang yang indah.'
Namun, keesokan harinya, terjadi peperangan yang hebat, dan sang Kuda terluka dan berada diambang kematian dalam serangan terakhir hari itu. Tak lama kemudian, sang Keledai, tak sengaja lewat dan menemukannya sedang menuju gerbang ajal. 'Aku keliru,' kata sang Keledai, 'Lebih baik, aman yang berkhidmat, ketimbang bahaya yang berlapis emas.'
Para Filsuf politik menulis tiga jenis Kesetaraan. Pertama, masyarakat demokratis menegaskan prinsip kesetaraan hak politik—umumnya termasuk hak memilih, hak mendapat perlakuan dan bantuan hukum, serta hak kemerdekaan berbicara dan berserikat. Kedua, pada tahun 1960-an, para filsuf liberal menganut pandangan bahwa setiap orang, hendaknya pula, memiliki kesempatan ekonomi yang sama. Dengan kata lain, semua orang, seyogyanya, bermain dengan aturan yang sama pada tingkat arena permainan. Semua, hendaknya mendapatkan akses yang sama ke sekolah, pelatihan, dan pekerjaan terbaik. Dengan demikian, diskriminasi atas dasar ras atau gender atau agama, akan hilang. Banyak langkah yang telah diambil guna menggalakkan Kesetaraan yang lebih besar, akan tetapi, peluang Ketidaksetaraan, terbukti, benar-benar keras-kepala. Kedua jenis Kesetaraan ini, semakin diterima di sebagian besar negara demokrasi maju.
Yang ketiga, cita-cita yang paling jauh jangkauannya, namun umumnya ditolak, yakni Kesetaraan hasil ekonomi. Dalam Utopia ini, setiap orang akan punya konsumsi yang sama, tak peduli mereka itu, pintar atau bodoh, giat atau malas, beruntung atau sial. Gaji dokter dan perawat, pengacara dan sekretaris, semuanya sama. 'Dari masing-masing sesuai dengan kemampuannya, ke masing-masing sesuai dengan kebutuhannya,' begitulah rumusan filosofi Karl Marx.
Sekarang ini, bahkanpun seorang sosialis paling radikal, mengakui, bahwa beberapa perbedaan dalam hasil ekonomi, diperlukan jika perekonomian berfungsi secara efisien.

Kabar terbaru, di belahan Bumi Utara, Islamophobia telah ditinggalkan. Salah satu definisi Islamophobia adalah anggapan bahwa Islam secara inheren mengandung kekerasan, asing, dan tak dapat diasimilasi, suatu anggapan yang didorong oleh keyakinan bahwa ekspresi identitas Muslim berkorelasi dengan kecenderungan terorisme. Islamophobia merupakan cicit modern Orientalisme, sebuah pandangan dunia yang menempatkan Islam sebagai antitesis peradaban Barat, dan yang dibangun di atas stereotip inti dan distorsi dasar Islam dan Muslim, imajinasi populer oleh teori, narasi, dan hukum Orientalis. Yang mendasari definisi ini, ada tiga dimensi Islamophbia: Islamophobia pribadi, Islamophobia struktural, dan Islamophobia dialektis.

Walau demikian, di belahan Bumi Selatan, di negeri Yawadwipa, Islamophobia jadi jualan utama. Para jagoan Raja Kedua, sangat rajin menjajakan Islamophobia dilapak-lapaknya, dengan dalih toleransi, tak peduli memunculkan kebencian dan perpecahan negeri. Ada sebuah cerita,
Sang Mentari mencari seorang istri, tapi, para insan menolak perkawinan itu, sebab, kelak, putra sang Mentari, bakal menyebabkan kesulitan. Coba bayangkan, satu matahari saja, terasa sangat panas, atau lebih tepatnya, membagongkan, lalu mengapa, hari gini, mau minta nambah satu matahari lagi? Semua sepakat, karena KEJAHATAN, AKAN LEBIH SERING MEMPROMOSIKAN KEJAHATAN.
Sang Abdi Dalem mengakhiri dengan, 'Semoga, ada gerakan perbaikan yang lebih baik, usai sang Raja Kedua, keluar dari tempat perenungannya,' lalu, ia bersenandung,
Kalau bulan bisa ngomong
Sayang bulan tak bisa ngomong
Coba kalau bisa ngomong
Ia pasti tak akan bohong
Tentang cinta, cinta kita

Kalau bulan bisa ngomong
Ada cinta yang terlalu
Ada rindu yang terlalu
Semua serba terlalu
Padamu, ya padamu *)
Maka, sang Bulan pun, ngomong, "Bendahara Paman Sam telah menaikkan tingkat suku bunga, alih-alih memikirkan Megaproyeknya sendiri, sudahkah sang Raja Kedua, merenungkan kebijakan-kebijakan Antipoverty? Wallahu a'lam."
Kutipan & Rujukan:
- Paul A. Samuelson and William Nordhaus, Economics, McGraw Hill
- Khaled A. Beydoun, American Islamophobia, University of California Press
- J.B. Rundell, Aesop's Fables, Cassell, Petter and Galpin
- Rev. Geo. Fyler Townsend, M.A., Aesop Fables, George Routledge and Sons
*) "Kalau Bulan Bisa Ngomong" karya Doel Sumbang

Minggu, 01 Mei 2022

Idul Fitri itu, Hari Esok

"'Besok Idul Fitri, dan Idul Fitri itu, Hari Esok. Apa makna Idul Fitri dan bagaimana selanjutnya?' imbuh sang Syekh," lanjut Rembulan saat sang Hilal telah terlihat, usai menyapa dengan Basmalah dan Salam. "Sang Syekh berkata, 'Idul Fitri tak semata bagi orang yang memakai baju baru. Atau, orang yang membanggakan keberpunyaannya. Sungguh, Idul Fitri itu, diperuntukkan bagi orang-orang yang takut pada Hari Perhitungan yang telah Dijanjikan dan Pemilik Arsy yang Agung.
Idul Fitri tak semata pola dan untaian. Ia bukanlah kesenangan yang ngawur dan ketidak-ramahan. Idul Fitri lebih merupakan masa-masa bersyukur kepada Yang Maha Pemurah dan pengakuan atas nikmat-Nya. Idul Fitri merupakan saat-saat guna mempertunjukkan rahmat-Nya dan tampil ke depan bersama iringan orang-orang beriman, memperkuat agama dan menaklukkan para patron Iblis.

Urusan Idul Fitri termasuk, seseorang seyogyanya, terlebih dahulu, makan sebelum menunaikan shalat Ied. Dapat berupa kurma sesuai dengan perintah Allah seperti yang ditunjukkan saat berpuasa. Demikian pula, zakat untuk berbuka puasa (Zakaat al-Fitr) membebaskan orang yang berpuasa dari kekeliruan dan kecarutan yang dilakukan selama bulan Ramadhan. Ia membawa kebahagiaan bagi kaum dhuafa, menghidupkan kembali semangat gotong-royong, dan kebaikan di antara umat Islam, mensucikan bathin mereka, dan menekan kecenderungan ke arah Bakhil.
Mengenakan pakaian dan parfum baru itu, salah satu amalan Idul Fitri. Ia merupakan sarana mengenali kebaikan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Ia melibatkan Keindahan, sebab, Allah itu, Indah, dan Dia menyukai Keindahan. Idul Fitri itu, kesempatan guna menunjukkan nikmat Allah, sebab terdapat hadits yang menyebutkan, 'Sesungguhnya, Allah menyukai, melihat pengaruh nikmat-nikmat-Nya atas hamba-hamba-Nya tatkala Dia merahmatinya.' Idul Fitri merupakan waktu untuk bersilaturahmi, bersalam-salaman, berkasih-sayang dan berharap pada kebajikan. Ia menuntut pertalian dengan para-kerabat, berbuat-baik kepada orangtua, berempati terhadap orang miskin, dan cinta-kasih kepada tetangga. 
Idul Fitri merefleksikan kebahagiaan yang ditata oleh aturan dan etos Islami. Ia mengajak pada kesenangan yang bermartabat, permainan yang jujur, yang memboyong seyuman, darmawisata yang terlegitimasi, dan kisah-kisah kreatif. Idul Fitri merupakan kesempatan yang membangkitkan gambaran dari Hari Perayaan Besar. Idul Fitri menghimpun ribuan orang-orang kaya, miskin, besar, kecil, pemerintah, yang diperintah, yang senang, maupun yang murung.
Idul Fitri itu, hari pahala. Barangsiapa yang berpuasa dengan Iman dan Keshalihan, sampaikanlah padanya, berita gembira dengan balasan yang berlimpah, kesuksesan yang akbar dan penghargaan yang agung. Barangsiapa berbuat dosa saat berpuasa, lalai dengan perintah Allah dan melewati batasan-batasan-Nya, ia bakal menyesalinya dan merasa kecewa. Dan betapa ruginya itu.

Pada hari Idul Fitri, kelak ada dua kelompok orang yang pulang dari shalat. Satu kelompok akan menerima penghargaan, dan bersyukur. Allah akan berfirman kepadanya, 'Pulanglah, engkau telah diampuni. Engkau telah ridha pada-Ku dan Aku ridha padamu.'
Kelompok lain, kelompok yang kalah dan putus-asa. Mereka bakal pulang bersama kekecewaan, kehilangan, penyesalan, dan penyangkalan.
Umar bin Abdul Aziz melihat beberapa orang bergegas meninggalkan Arafah dengan kuda dan unta mereka saat matahari terbenam. Ia berkata kepada mereka, 'Yang menang bukan yang tercepat di atas kuda atau unta; melainkan pemenangnya itu, ia yang dosa-dosanya diampuni.’

Duhai saudara-saudariku! Kenanglah mereka, yang dengan siapa engkau shalat Idul Fitri pada tahun-tahun berlalu. Mereka termasuk ayah, kakek, orang-orang terkasih, dan teman-temanmu. Dimanakah mereka sekarang? Kemanakah mereka pergi? Esok, engkau 'kan menerima anugerahnya. Esok, engkau 'kan diberikan balasan penuh atas catatan-amalmu. Pastikan, bahwa hanya kebaikan, yang tertera di dalamnya. Dan, nantikanlah Idul Fitri terakbarmu. Hari ketika engkau 'kan memenangkan keridhaan dan ampunan Allah, atas seizin-Nya.'"

Rembulan berangkat dengan menutup, 'Duhai engkau yang berpuasa! Semoga keselamatan, berkah dan rahmat Allah tercurah untukmu. Semoga engkau selalu berada dalam pemeliharaan Allah, Dzat Yang takkan menyebabkan kehilangan apapun dalam iman kepada-Nya. Semoga ibadah puasa, dan juga shalatmu di malam hari, menjadi bahari. Nikmatilah apa yang telah engkau perjuangkan. Taqabbalallahu minna wa minkum, wa taqabbal, yaa Kariim! Wallahu a'lam.”
Kutipan & Rujukan:
- Aa'id Abdullah Al-Qarni, Thirty Lessons for Those Who Fast, translated by Dr. Daud A. Abdullah, Darussalam.

Tilka Ayatullahi ...

"'Ibnu al-Jauzi, pernah menulis, 'Bulan Ramadhan terhadap bulan-bulan lainnya, ibarat Nabi Yusuf, alaihissalam, terhadap saudara-saudaranya. Jadi, sebagaimana Nabi Yusuf itu, putra yang paling dicintai Nabi Ya'qub, alaihissalam, demikian pula Ramadhan, bulan yang paling dicintai Allah,' sang Syekh membuka percakapan,' berkata Rembulan usai mengucapkan Basmalah dan Salam. "'Lalu, bagaimana dengan Al-Qur'an dan Ramadhan?' sambungnya, 'Syekh Dr. Aaidh ibnu Abdullah al-Qarni, menulis, 'Al-Qur'an mencintai Ramadhan dan Ramadhan mencintai Al-Qur'an. Keduanya, sahabat yang saling-menyayangi. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنٰتٍ مِّنَ الْهُدٰى وَالْفُرْقَانِۚ
'Bulan Ramadhan itu, bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an sebagai panduan bagi Kemanusiaan, dengan bukti-bukti petunjuk yang jelas, serta standar pembeda antara yang benar dan yang bathil ....' [QS. Al-Baqarah (2):185]
Seluruh Al-Quran, diturunkan dari 'Al-Lauhul Mahfuz' ke langit dan bumi, di bulan Ramadhan. Oleh karenanya, merupakan sebuah kehormatan bagi bulan ini, bahwa Al-Qur'an diwahyukan di dalamnya. Dengan latarbelakang inilah, Rasulullah (ﷺ) mempelajari Al-Qur'an bersama malaikat Jibril, alaihissalam, selama bulan Ramadhan. Beliau (ﷺ) mendengarkan dan merenungkan maknanya, melafalkannya, menghidupkan seruannya, merelakan Qalbunya, berkelana didalam gelanggangnya, dan melepaskan segala kecintaannya, di dalam khasanah-khasanahnya.
Orang yang membacanya saat berpuasa, memadukan Ramadhan dengan Al-Quran Al-Karim. Karenanya, ia menjalani bulan ini, dengan Kitab Mulia, yang tentangnya, Allah berfirman,
كِتٰبٌ اَنْزَلْنٰهُ اِلَيْكَ مُبٰرَكٌ لِّيَدَّبَّرُوْٓا اٰيٰتِهٖ وَلِيَتَذَكَّرَ اُولُوا الْاَلْبَابِ
'Kitab (Al-Qur'an) yang Kami turunkan kepadamu [Duhai Nabi], penuh berkah agar mereka menghayati ayat-ayatnya dan agar orang-orang yang berakal-sehat, mendapat pelajaran.' [QS. Sad (36):29]

اَفَلَا يَتَدَبَّرُوْنَ الْقُرْاٰنَ اَمْ عَلٰى قُلُوْبٍ اَقْفَالُهَا
'Maka tidakkah mereka menghayati Al-Qur'an, ataukah qalbu mereka telah terkunci?' [QS. Muhammad (47):24] 
اَفَلَا يَتَدَبَّرُوْنَ الْقُرْاٰنَ ۗ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللّٰهِ لَوَجَدُوْا فِيْهِ اخْتِلَافًا كَثِيْرًا
'Maka tidakkah mereka menghayati (mendalami) Al-Qur'an? Sekiranya (Al-Qur'an) itu, bukan dari Allah, pastilah mereka menemukan banyak hal, yang bertentangan di dalamnya.' [QS. An-Nisa' (4):82]
Di bulan Ramadhan, Al-Qur'an punya kelezatan dan cita-rasa tersendiri. Ia menawarkan inspirasi yang menakjubkan dan dasar-dasar yang terbedakan. Selain itu, Al-Qur'an memberikan vitalitas yang menyegarkan. Ramadhan mengembalikan kenangan tentang wahyu Al-Qur'an, hari-hari saat dipelajari bareng-bareng, dan masa-masa perhatian tercurahkan padanya oleh para Salaf. Rasululah (ﷺ) pernah menasihati, 'Bacalah Al-Qur'an, karena sesungguhnya, ia akan menjadi syafaat bagimu di Hari Pembalasan.' Beliau (ﷺ) juga bersabda, 'Sebaik-baik kalian itu, orang yang mempelajari Al-Qur'an dan mengajarkannya.' Dan, 'Bacalah dua puspita, Surah al-Baqarah dan Ali Imran. Keduanya bakalan datang sebagai dua awan atau sebagai penghalang burung-burung yang berkerumun, yang 'kan menaungi para pembacanya di Hari Pembalasan.
Pula, Rasulullah (ﷺ) bersabda, 'Orang yang membaca Al-Qur'an, dan ahli dalam melakukannya, akan bersama para malaikat mulia dan shalih. Dan orang yang membaca Al-Qur'an dan dengan terbata-bata, ia akan memperoleh dua pahala.'

Saat Ramadhan tiba, para pendahulu yang Salaf, biasanya memisahkan-diri dan memulai perjalanan spiritual dengan Al-Qur'an Al-Karim. Disebutkan bahwa ketika Ramadhan tiba, Imam Malik, rahimahullah, tak pernah menyibukkan diri kecuali dengan Al-Qur'an. Ia pernah menangguhkan pengajaran dan mengeluarkan peraturan hukum selama masa-masa ini, menunjukkan bahwa bulan ini, bulan Al-Qur'an. Jadi, rumah para Salaf berdengung, bagaikan lebah. Rumah mereka memancarkan cahaya dan memenuhi qalbu dengan kebahagiaan. Mereka sering membaca Al-Qur'an dengan suara yang sangat merdu, mereka berhenti sejenak oleh ketertakjubannya, dan menangis oleh nasihat-nasihatnya, merasa gembira oleh beritanya, menjalankan perintahnya dan menjauhi larangannya.
Ditegaskan bahwa Ibnu Mas'ud, radhiallahu 'anhu, pernah membaca bagian pertama Surah an-Nisa untuk Nabi kita (ﷺ), saat ia mencapai ayat,
فَكَيْفَ اِذَا جِئْنَا مِنْ كُلِّ اُمَّةٍۢ بِشَهِيْدٍ وَّجِئْنَا بِكَ عَلٰى هٰٓؤُلَاۤءِ شَهِيْدًاۗ
'Dan bagaimanakah (keadaan orang kafir nanti), jika Kami mendatangkan seorang saksi (Rasul) dari setiap umat dan Kami mendatangkan engkau (Duhai Nabi) sebagai saksi atas mereka.' [QS. An-Nisa (4):41]
Kemudian Rasulullah (ﷺ) menghentikannya dengan bersabda, 'Sudah cukup untuk saat ini.' Ibnu Mas'ud mengatakan, kala ia melihat Rasulullah (ﷺ), air-mata beliau (ﷺ), berlinang. Jelas, itulah pengagum, yang mendengarkan firman-firman Kekasihnya, dan menangis. 
Pun, menurut riwayat lain, Rasulullah (ﷺ) pernah mendengarkan Abi Musa, radhiallahu 'anhu, membaca Al-Qur'an, sementara ia tak menginsafi bahwa ia sedang didengarkan. Lalu, Rasulullah (ﷺ) bersabda padanya, 'Tidakkah engkau menyadari, aku mendengarkan bacaanmu yang terampil? Engkau telah dikarunia seruling, dari seruling Daud.’
Abu Musa menjawab, 'Andai kutahu, duhai Rasulullah, bahwa engkau mendengarkanku, aku akan menghiasinya sebaik mungkin.' Maksudnya, ia akan memperindah suaranya, lebih baik dari yang sebelumnya, supaya bacaan Al-Qurannya, terdengar lebih cespleng, mengesankan dan elegan.
Dalam konteks ini, diriwayatkan bahwa ketika Umar bin al Khattab duduk bersama para Sahabat, ia pernah berkata, 'Duhai Abu Musa! Ingatkan kami pada Rabb kita.’ Yang terakhir maju dan membaca dengan suaranya yang indah, membuat mereka semua, tersedu.
Sungguh, mendengarkan kata-katanya membuatku menangis, bagaimana jadinya, jika mataku melihat manifestasi-Nya. Ia melafalkan, mengingatkan pada Majikannya dan rindu bertemu dengan-Nya. Dan kerinduan-hati orang-orang yang mengenal-Nya, diperbarui.

Saat generasi selanjutnya, bertingkah, membuat mereka berpaling dari mendengarkan firman-firman Allah, pembelajaran terdistorsi, watak menjadi terbalik dan pemahaman pun menjadi buram.
Ketika Al-Qur'an diganti dengan sumber petunjuk lain, kerusakan merajalela, bencana berlipat-ganda, pemahaman jadi rancu, dan keistiqamahan, sirna. Sesungguhnya, tujuan Al-Qur'an itu, membimbing manusia ke jalan yang lurus. Ia, cahaya dan obat bagi penyakit qalbu. Ia, ilmu, etos dan bukti. Al-Qur'an itu, kehidupan, ruh, keselamatan, kebahagiaan, pahala dan pembalasan. Ia, ajaran Ilahi, konstitusi dan kearifan abadi.
Tak maukah kita hidup bersama Al-Qur'an di bulan Ramadhan dan di luar Ramadhan? Tak maukah kita mengenali keagungan Al-Qur'an dan memenuhi qalbu kita, dengan kebahagiaan dan pancaran sinarnya? Tak maukah kita melakukannya?'

Kemudian sang Syekh membacakan dua ayat,
تِلْكَ اٰيٰتُ اللّٰهِ نَتْلُوْهَا عَلَيْكَ بِالْحَقِّ ۗ وَمَا اللّٰهُ يُرِيْدُ ظُلْمًا لِّلْعٰلَمِيْنَ
وَلِلّٰهِ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَرْضِ ۗوَاِلَى اللّٰهِ تُرْجَعُ الْاُمُوْرُ
'Inilah ayat-ayat Allah yang Kami bacakan kepadamu [Duhai Nabi] dengan benar, dan Allah tidaklah berkehendak menzhalimi (siapapun) di alam-semesta.
Dan milik Allah-lah apa yang ada di Langit dan apa yang ada di Bumi, dan hanya kepada Allah, segala urusan dikembalikan.' [QS. Ali 'Imran (3):108-109]'"
Kemudian, sebelum berangkat, Rembulan menambahkan, "Dalam sebuah jurnal, yang berisi pertanyaan, 'Adakah Puasa itu, membawa manfaat sosial?' Syekh Muhammad Ibnu Salih Al-'Utsaimin, menuliskan tanggapannya, 'Ya, benar. Diantaranya, bahwa orang-orang akan merasa, bahwa mereka itu, sebangsa, makan pada waktu yang sama dan puasa pada waktu yang sama. Kaum Sugih lebih tersadar akan berkah Allah, dan dengan demikian, lebih bersimpati pada kaum Dhuafa. Puasa melemahkan pengaruh-buruk setan terhadap manusia. Puasa mengejawantahkan rasa-takut kepada Allah, yang, pada gilirannya, memperkuat ikatan [sosial] antara anggota komunitas Muslim.'
Eid Mubarak Bestie! Semoga, pada Idul Fitri yang Menyenangkan ini, Allah merahmati kita semua, dengan Kebahagiaan, dan Menganugerahi rumah-rumah kita, dengan Kehangatan dan Kedamaian! Amin. Barakallahu fiikum!
Wallahu a'lam."
Kutipan & Rujukan:
- Aa'id Abdullah Al-Qarni, Thirty Lessons for Those Who Fast, translated by Dr. Daud A. Abdullah, Darussalam.
- Ramadan Al-Jumuah Magazine