“Di suatu waktu, di Jambudwipa, ada seorang Raja, mempunyai seorang putri, tatkala ia telah menua," Rembulan memulai kisahnya, saat wujudnya berbentuk bulat sempurna dan cahayanya berpendar, setelah mengucapkan Basmalah dan Salam. Ia lalu berkata, "Ia, sang putri Raja, tercantik di antara dua samudera; rambutnya bagai emas yang dipintal, dan matanya, ibarat kolam di sungai; dan sang Raja memberinya sebuah puri di tepi pantai, dengan teras, dan pelataran dari batu pahatan, serta empat menara di empat penjuru. Di sini, ia tinggal dan tumbuh dewasa, dan tak peduli dengan hari esok, pula, tak punya kuasa terhadap zaman, menurut cara orang biasa.Suatu hari, sang Putri berjalan di tepi pantai, ketika musim gugur, dan angin bertiup dari area hujan; dan di satu sisi, sang ombak berdesir, dan di sisi lain, dedaunan melangkas. Pantai ini, yang paling sepi di antara dua samudera, dan hal-hal aneh, telah terjadi di sana, pada zaman kuno. Kini, putri Raja menyadari seorang nenek tua—yang kurus dan jelek—sedang duduk di pantai. Buih-buih lautan, mengalir ke tungkainya, dan dedaunan mati, mengerumuni punggungnya, serta kain-kain usang, berkibar di wajahnya, diterpa sang bayu.'Sekarang,' kata putri Raja, 'nenek tua inilah, yang paling tak bahagia di antara dua samudera.''Putri Raja,' kata sang nenek tua, 'engkau menetap di rumah batu, dan rambutmu bagaikan emas, tapi apa keuntunganmu? Hidup ini tak panjang, kehidupan pun tak kukuh; dan engkau hidup menurut cara orang-orang biasa, dan tak memikirkan hari esok, serta tak punya kuasa terhadap zaman.''Memikirkan hari esok, aku pernah,' kata putri Raja; 'tapi kuasa atas zaman, itulah yang tak kupunyai.' Dan ia merenung dengan dirinya sendiri.
Kemudian, sang nenek tua memukul lengannya yang kurus, satu dengan yang lain, dan tertawa seperti burung camar. 'Pulang,' serunya, 'duhai putri Raja, pulanglah ke rumah batumu, karena kini, kerinduan telah datang kepadamu, engkau juga tak mampu hidup lagi seperti orang biasa. Rumah, dan kerja keras serta penderitaan, hingga sang anugerah datang, yang membuatmu bertahan.
Putri Raja tak bertanya lagi, ia berbalik dan pulang ke rumahnya dalam diam. Dan ia masuk ke kamarnya, memikirkan renungan itu. Namun, sepanjang malam, ia tak menemukan jawabannya.Keesokan harinya, putri Raja menyusuri pantai, mencari sang nenek tua. Terdengar suara hembusan angin laksana suara seruling. Pada saat itu, ia mengangkat jarinya ke sebuah rumah berkubah. 'Aku mendengar suara hembusan angin, bagaikan suara seruling. Walau seakan berbisik, namun cukup jelas terdengar di telingaku.'Maka, di senja hari itu, ia bergegas menuju pintu rumah, dan di sepanjang pantai laut. Sang ombak menghempas di satu sisi, dan di sisi lain, dedaunan gugur, beterbangan; dan sang gegana saling berkejaran di cakrawala, dan burung camar beterbangan, anti-clockwise—berlawanan arah jarum jam. Manakala ia tiba di bagian pantai, dimana hal-hal aneh telah terjadi di zaman kuno, lihat, itu sang nenek tua, dan ia menari, berputar anti-clockwise.'Apa yang membuatmu menari berlawanan arah jarum jam, nenek tua?' kata putri Raja, 'di sini, di pantai yang suram, di antara ombak dan dedaunan yang layu?''Aku mendengar hembusan angin laksana suara seruling,' kata sang nenek tua. 'Dan karena itulah, aku menari anti-clockwise. Sebab anugerah 'kan datang, yang membuatmu bertahan. Tapi bagiku, hari esok 'kan menjelang, seperti yang telah kurenungkan, dan zaman telah kukuasai.''Bagaimana bisa, nenek tua,' tanya putri Raja, 'engkau mengayun bagai kain lusuh, dan kusam laksana daun mati, di depan mataku?'Hingga saat ini, dua juragan perdagangan modern, tuan Masa-kini dan tuan Masa-depan, membuka toko di dunia ini. Mereka menetap berdekatan satu sama lain, kecuali tuan Masa-kini, yang tinggal di lorong sempit, sedang tuan Masa-depan, di udara terbuka. Yang satu lugas dan polos, yang lain lihai dan piawai.Mereka berteriak menawarkan barang dagangannya, kepada semua yang lewat. 'Berhenti di sini, amati aku baik-baik, milikku Hari Ini, datanglah padaku. Kupunya segala yang engkau inginkan, Kebaikan sejati ada bersamaku. Memang, tetanggaku, mengajakmu, namun, sayang! Apa yang akan engkau lakukan dengannya? Ia banyak berjanji, namun tak memberimu apa-apa. Kendati ia mungkin berteriak sekehendaknya, ia tak banyak merenung.'Sementara itu, tuan Masa-depan berada di atas panggung mewah, berbinar dengan banyak sorai dan kemegahan. 'Disini, Tuan-tuan,' katanya, 'akulah yang telah menguraikan benang-kusut hari-harimu. Aku menjanjikan segala hal yang bakal terjadi, dan banyak lagi. Aku punya segalanya, mendamba apa yang engkau impikan? Tinggal sebut saja. Katakan padaku, aku menghibur manusia yang berada dalam kesusahan. Aku mampu melakukan lebih banyak lagi, aku memberi manusia panjar keberuntungan. Cuma akulah yang menaruh harapan: Apa yang kukatakan? Menjualnya, tidak, kuberikan secara cuma-cuma. Sini, ambillah, Tuan-tuan, lihat, inilah Harta Karun, Kehormatan, Kenikmatan, murni dan tak bercampur; pernahkah engkau mencicipi yang seperti ini? Tidak. Bersabarlah, Percayalah pada setiap kata yang kulontarkan. Semuanya 'kan mendatangimu dengan persiapan yang lebih matang. Namun punyakah engkau Bukti yang lebih baik atau Kemampuan dan Kekuasaan mutlakku? Tuan Masa-kini, di sana, memekakkan telingamu dengan segala ketidakmampuannya. Engkau akan menyaksikannya sirna dengan cepat. Di sana, engkau melihatnya, dan sekarang, engkau takkan melihatnya, sama sekali.'Dan dengan demikian, tuan Masa-depan, yang merupakan Jebakan belaka, menghibur semua umat manusia.'Lalu, sang nenek tua memukul lengannya yang kurus, satu dengan yang lain, dan tertawa seperti burung camar. 'Pulang,' serunya, 'duhai putri Raja, pulanglah ke rumah batumu, karena kini, kerinduan telah datang padamu, engkau juga tak mampu hidup lagi seperti orang biasa. Rumah, dan kerja keras serta penderitaan, hingga sang anugerah datang, yang membuatmu bertahan.
Putri Raja tak bertanya lagi, ia berbalik dan pulang ke rumahnya, tidak dalam diam, melainkan bersenandung,तुम को बुलाऊँ, ये पलकें बिछाऊँTumko bulaun, yeh palkein bichaun[Kukan memanggilmu, kan kutata bulumataku]क़दम तुम जहाँ-जहाँ रखोKadam tum jahan jahan rakho[Kemanapun engkau arahkan langkahmu]ज़मीं को आसमाँ बनाऊँ,Zamin ko asmaan banaun[Kan kujungkirbalikkan bumi menjadi langit]सितारों से सजाऊँ, अगर तुम कहोSitaaron se sajaaun, agar tum kaho[Kan kuhiasi dengan bintang-bintang, jika engkau mau]मैं कोई ऐसा गीत गाऊँMain koi aisa git gaaun[Kan kusenandungkan sebuah lagu]कि आरज़ू जगाऊँ, अगर तुम कहो,Ke aarzu jagaaun, agar tum kaho[Yang kan bangkitkan seleramu, jika engkau mau]Sebelum cahayanya redup dan wujudnya berbentuk sabit, Rembulan berkata, 'Cuma hari ini yang kita punyai, sedang Tuan Masa-depan, niscaya, kan menjelang. Tuan Masa-depan hanya membawa dua pilihan, perubahan yang lebih baik, atau, lebih buruk. Seyogyanya, kita mengumpulkan bekal sebanyak-banyaknya, menelusuri, mencermati, dan bahkan melakukan uji-coba, agar tak terjebak oleh kesalahan yang berulang. Wallahu a'lam."
Kutipan & Rujukan:
- Robert Louis Stevenson, Fables, Charles Scribner's Sons
- Sieur De La Motte, One Hundred New Court Fables, Peter-Nofter-Row
*) "Main Koi Aisa Geet Gaoon" karya Javed Akhtar