"'Ibnu al-Jauzi, pernah menulis, 'Bulan Ramadhan terhadap bulan-bulan lainnya, ibarat Nabi Yusuf, alaihissalam, terhadap saudara-saudaranya. Jadi, sebagaimana Nabi Yusuf itu, putra yang paling dicintai Nabi Ya'qub, alaihissalam, demikian pula Ramadhan, bulan yang paling dicintai Allah,' sang Syekh membuka percakapan,' berkata Rembulan usai mengucapkan Basmalah dan Salam. "'Lalu, bagaimana dengan Al-Qur'an dan Ramadhan?' sambungnya, 'Syekh Dr. Aaidh ibnu Abdullah al-Qarni, menulis, 'Al-Qur'an mencintai Ramadhan dan Ramadhan mencintai Al-Qur'an. Keduanya, sahabat yang saling-menyayangi. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنٰتٍ مِّنَ الْهُدٰى وَالْفُرْقَانِۚ'Bulan Ramadhan itu, bulan yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an sebagai panduan bagi Kemanusiaan, dengan bukti-bukti petunjuk yang jelas, serta standar pembeda antara yang benar dan yang bathil ....' [QS. Al-Baqarah (2):185]Seluruh Al-Quran, diturunkan dari 'Al-Lauhul Mahfuz' ke langit dan bumi, di bulan Ramadhan. Oleh karenanya, merupakan sebuah kehormatan bagi bulan ini, bahwa Al-Qur'an diwahyukan di dalamnya. Dengan latarbelakang inilah, Rasulullah (ﷺ) mempelajari Al-Qur'an bersama malaikat Jibril, alaihissalam, selama bulan Ramadhan. Beliau (ﷺ) mendengarkan dan merenungkan maknanya, melafalkannya, menghidupkan seruannya, merelakan Qalbunya, berkelana didalam gelanggangnya, dan melepaskan segala kecintaannya, di dalam khasanah-khasanahnya.Orang yang membacanya saat berpuasa, memadukan Ramadhan dengan Al-Quran Al-Karim. Karenanya, ia menjalani bulan ini, dengan Kitab Mulia, yang tentangnya, Allah berfirman,كِتٰبٌ اَنْزَلْنٰهُ اِلَيْكَ مُبٰرَكٌ لِّيَدَّبَّرُوْٓا اٰيٰتِهٖ وَلِيَتَذَكَّرَ اُولُوا الْاَلْبَابِ'Kitab (Al-Qur'an) yang Kami turunkan kepadamu [Duhai Nabi], penuh berkah agar mereka menghayati ayat-ayatnya dan agar orang-orang yang berakal-sehat, mendapat pelajaran.' [QS. Sad (36):29]اَفَلَا يَتَدَبَّرُوْنَ الْقُرْاٰنَ اَمْ عَلٰى قُلُوْبٍ اَقْفَالُهَا'Maka tidakkah mereka menghayati Al-Qur'an, ataukah qalbu mereka telah terkunci?' [QS. Muhammad (47):24]
اَفَلَا يَتَدَبَّرُوْنَ الْقُرْاٰنَ ۗ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللّٰهِ لَوَجَدُوْا فِيْهِ اخْتِلَافًا كَثِيْرًا'Maka tidakkah mereka menghayati (mendalami) Al-Qur'an? Sekiranya (Al-Qur'an) itu, bukan dari Allah, pastilah mereka menemukan banyak hal, yang bertentangan di dalamnya.' [QS. An-Nisa' (4):82]Di bulan Ramadhan, Al-Qur'an punya kelezatan dan cita-rasa tersendiri. Ia menawarkan inspirasi yang menakjubkan dan dasar-dasar yang terbedakan. Selain itu, Al-Qur'an memberikan vitalitas yang menyegarkan. Ramadhan mengembalikan kenangan tentang wahyu Al-Qur'an, hari-hari saat dipelajari bareng-bareng, dan masa-masa perhatian tercurahkan padanya oleh para Salaf. Rasululah (ﷺ) pernah menasihati, 'Bacalah Al-Qur'an, karena sesungguhnya, ia akan menjadi syafaat bagimu di Hari Pembalasan.' Beliau (ﷺ) juga bersabda, 'Sebaik-baik kalian itu, orang yang mempelajari Al-Qur'an dan mengajarkannya.' Dan, 'Bacalah dua puspita, Surah al-Baqarah dan Ali Imran. Keduanya bakalan datang sebagai dua awan atau sebagai penghalang burung-burung yang berkerumun, yang 'kan menaungi para pembacanya di Hari Pembalasan.Pula, Rasulullah (ﷺ) bersabda, 'Orang yang membaca Al-Qur'an, dan ahli dalam melakukannya, akan bersama para malaikat mulia dan shalih. Dan orang yang membaca Al-Qur'an dan dengan terbata-bata, ia akan memperoleh dua pahala.'Saat Ramadhan tiba, para pendahulu yang Salaf, biasanya memisahkan-diri dan memulai perjalanan spiritual dengan Al-Qur'an Al-Karim. Disebutkan bahwa ketika Ramadhan tiba, Imam Malik, rahimahullah, tak pernah menyibukkan diri kecuali dengan Al-Qur'an. Ia pernah menangguhkan pengajaran dan mengeluarkan peraturan hukum selama masa-masa ini, menunjukkan bahwa bulan ini, bulan Al-Qur'an. Jadi, rumah para Salaf berdengung, bagaikan lebah. Rumah mereka memancarkan cahaya dan memenuhi qalbu dengan kebahagiaan. Mereka sering membaca Al-Qur'an dengan suara yang sangat merdu, mereka berhenti sejenak oleh ketertakjubannya, dan menangis oleh nasihat-nasihatnya, merasa gembira oleh beritanya, menjalankan perintahnya dan menjauhi larangannya.Ditegaskan bahwa Ibnu Mas'ud, radhiallahu 'anhu, pernah membaca bagian pertama Surah an-Nisa untuk Nabi kita (ﷺ), saat ia mencapai ayat,فَكَيْفَ اِذَا جِئْنَا مِنْ كُلِّ اُمَّةٍۢ بِشَهِيْدٍ وَّجِئْنَا بِكَ عَلٰى هٰٓؤُلَاۤءِ شَهِيْدًاۗ'Dan bagaimanakah (keadaan orang kafir nanti), jika Kami mendatangkan seorang saksi (Rasul) dari setiap umat dan Kami mendatangkan engkau (Duhai Nabi) sebagai saksi atas mereka.' [QS. An-Nisa (4):41]Kemudian Rasulullah (ﷺ) menghentikannya dengan bersabda, 'Sudah cukup untuk saat ini.' Ibnu Mas'ud mengatakan, kala ia melihat Rasulullah (ﷺ), air-mata beliau (ﷺ), berlinang. Jelas, itulah pengagum, yang mendengarkan firman-firman Kekasihnya, dan menangis.
Pun, menurut riwayat lain, Rasulullah (ﷺ) pernah mendengarkan Abi Musa, radhiallahu 'anhu, membaca Al-Qur'an, sementara ia tak menginsafi bahwa ia sedang didengarkan. Lalu, Rasulullah (ﷺ) bersabda padanya, 'Tidakkah engkau menyadari, aku mendengarkan bacaanmu yang terampil? Engkau telah dikarunia seruling, dari seruling Daud.’Abu Musa menjawab, 'Andai kutahu, duhai Rasulullah, bahwa engkau mendengarkanku, aku akan menghiasinya sebaik mungkin.' Maksudnya, ia akan memperindah suaranya, lebih baik dari yang sebelumnya, supaya bacaan Al-Qurannya, terdengar lebih cespleng, mengesankan dan elegan.Dalam konteks ini, diriwayatkan bahwa ketika Umar bin al Khattab duduk bersama para Sahabat, ia pernah berkata, 'Duhai Abu Musa! Ingatkan kami pada Rabb kita.’ Yang terakhir maju dan membaca dengan suaranya yang indah, membuat mereka semua, tersedu.Sungguh, mendengarkan kata-katanya membuatku menangis, bagaimana jadinya, jika mataku melihat manifestasi-Nya. Ia melafalkan, mengingatkan pada Majikannya dan rindu bertemu dengan-Nya. Dan kerinduan-hati orang-orang yang mengenal-Nya, diperbarui.Saat generasi selanjutnya, bertingkah, membuat mereka berpaling dari mendengarkan firman-firman Allah, pembelajaran terdistorsi, watak menjadi terbalik dan pemahaman pun menjadi buram.Ketika Al-Qur'an diganti dengan sumber petunjuk lain, kerusakan merajalela, bencana berlipat-ganda, pemahaman jadi rancu, dan keistiqamahan, sirna. Sesungguhnya, tujuan Al-Qur'an itu, membimbing manusia ke jalan yang lurus. Ia, cahaya dan obat bagi penyakit qalbu. Ia, ilmu, etos dan bukti. Al-Qur'an itu, kehidupan, ruh, keselamatan, kebahagiaan, pahala dan pembalasan. Ia, ajaran Ilahi, konstitusi dan kearifan abadi.Tak maukah kita hidup bersama Al-Qur'an di bulan Ramadhan dan di luar Ramadhan? Tak maukah kita mengenali keagungan Al-Qur'an dan memenuhi qalbu kita, dengan kebahagiaan dan pancaran sinarnya? Tak maukah kita melakukannya?'Kemudian sang Syekh membacakan dua ayat,تِلْكَ اٰيٰتُ اللّٰهِ نَتْلُوْهَا عَلَيْكَ بِالْحَقِّ ۗ وَمَا اللّٰهُ يُرِيْدُ ظُلْمًا لِّلْعٰلَمِيْنَوَلِلّٰهِ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَرْضِ ۗوَاِلَى اللّٰهِ تُرْجَعُ الْاُمُوْرُ'Inilah ayat-ayat Allah yang Kami bacakan kepadamu [Duhai Nabi] dengan benar, dan Allah tidaklah berkehendak menzhalimi (siapapun) di alam-semesta.Dan milik Allah-lah apa yang ada di Langit dan apa yang ada di Bumi, dan hanya kepada Allah, segala urusan dikembalikan.' [QS. Ali 'Imran (3):108-109]'"Kemudian, sebelum berangkat, Rembulan menambahkan, "Dalam sebuah jurnal, yang berisi pertanyaan, 'Adakah Puasa itu, membawa manfaat sosial?' Syekh Muhammad Ibnu Salih Al-'Utsaimin, menuliskan tanggapannya, 'Ya, benar. Diantaranya, bahwa orang-orang akan merasa, bahwa mereka itu, sebangsa, makan pada waktu yang sama dan puasa pada waktu yang sama. Kaum Sugih lebih tersadar akan berkah Allah, dan dengan demikian, lebih bersimpati pada kaum Dhuafa. Puasa melemahkan pengaruh-buruk setan terhadap manusia. Puasa mengejawantahkan rasa-takut kepada Allah, yang, pada gilirannya, memperkuat ikatan [sosial] antara anggota komunitas Muslim.'
Eid Mubarak Bestie! Semoga, pada Idul Fitri yang Menyenangkan ini, Allah merahmati kita semua, dengan Kebahagiaan, dan Menganugerahi rumah-rumah kita, dengan Kehangatan dan Kedamaian! Amin. Barakallahu fiikum!Wallahu a'lam."
Kutipan & Rujukan:
- Aa'id Abdullah Al-Qarni, Thirty Lessons for Those Who Fast, translated by Dr. Daud A. Abdullah, Darussalam.
- Ramadan Al-Jumuah Magazine
- Aa'id Abdullah Al-Qarni, Thirty Lessons for Those Who Fast, translated by Dr. Daud A. Abdullah, Darussalam.
- Ramadan Al-Jumuah Magazine