Kamis, 20 April 2023

Khusyuk

"Orang yang khusyuk karena Allah, adalah seorang hamba, yang di dadanya telah mereda api hawa nafsunya, dan kemudian asapnya, terhalau oleh pancaran sinarnya," berkata Rembulan di saat cahayanya telah muncul pada malam itu, usai mengucapkan Basmalah dan Salam.
"Ibnu Rajab, rahimahullah, berkata bahwa makna dasar khusyuk ialah kelembutan-qalbu, yakni kelemah-lembutannya, ketenangannya, ketertundukannya, penyerahan-dirinya, dan kerinduannya. Kekasih kita (ﷺ) bersabda,
الْحَلاَلُ بَيِّنٌ وَالْحَرَامُ بَيِّنٌ، وَبَيْنَهُمَا مُشَبَّهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ، فَمَنِ اتَّقَى الْمُشَبَّهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِيِنِهِ وَعِرْضِهِ، وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ كَرَاعٍ يَرْعَى حَوْلَ الْحِمَى، يُوشِكُ أَنْ يُوَاقِعَهُ‏.‏ أَلاَ وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى، أَلاَ إِنَّ حِمَى اللَّهِ فِي أَرْضِهِ مَحَارِمُهُ، أَلاَ وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ‏.‏ أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ
''Yang halal sudah jelas dan yang haram telah jelas pula. Namun diantara keduanya, ada perkara syubhat (samar) yang tak diketahui oleh banyak orang. Maka barangsiapa yang menjauhkan diri dari yang syubhat, berarti telah memelihara agama dan kehormatannya. Dan barangsiapa yang sampai jatuh (mengerjakan) pada perkara-perkara syubhat, sungguh ia laksana seorang penggembala yang menggembalakan ternaknya di pinggir jurang yang dikhawatirkan akan jatuh ke dalamnya. Ketahuilah, bahwa setiap raja punya hima [batasan], dan hima Allah di bumi-Nya ialah apa-apa yang diharamkan-Nya. Dan ketahuilah pada setiap jasad, ada segumpal darah yang apabila baik, maka baiklah jasad itu; dan apabila rusak, maka rusaklah jasad itu. Dan itulah, qalbu.' [Shahih Al-Bukhari]
Ketika qalbu khusyuk, maka demikian pula pendengaran, penglihatan, kepala, dan wajah; sesungguhnya seluruh anggota tubuh dan perbuatannya ditundukkan, bahkan perkataan. Itulah mengapa Rasulullah (ﷺ) mengucapkan dalam rukuknya, 'Pendengaran, penglihatan, tulang, dan sumsumku, khusyuk pada-Mu.' [Shahih Muslim]. Dalam riwayat lain terdapat pula, 'dan apapun yang dibawa kakiku.' [HR Imam Ahmad; Shahih oleh Ibnu Khuzaimah]
Ali, radhiyallahu 'anhu, berkata, 'Khusyuk merujuk pada kerendahan-hati dan tak menengok ke kiri dan ke kanan.'
Mujahid, radhiyallahu 'anhu, berkata, 'Fondasi khusyuk ada pada qalbu dan ketenangan dalam shalat.'
Dalam riwayat lain, Mujahid berkata, “Bagian darinya ialah menundukkan anggota tubuh dan menundukkan pandangan. Ketika seorang Muslim hendak menegakkan shalat, rasa-takut akan Rabb-nya akan mencegahnya menengok ke kiri dan ke kanan.'
'Ata' al-Khurasani mengatakan, 'Khusyuk mengacu pada kerendahan-hati dan kepatuhan anggota tubuh.'
Qatadah berkata, 'Kekhusyukan qalbu mengacu pada rasa-takut dan menundukkan pandangan dalam shalat.'
Allah, Azza wa Jalla, telah berfirman bahwa 'suara' mempunyai khusyuk, dalam firman-Nya,
وَخَشَعَتِ الْاَصْوَاتُ لِلرَّحْمٰنِ فَلَا تَسْمَعُ اِلَّا هَمْسًا
'... Dan semua suara tunduk merendah kepada Yang Maha Pengasih, sehingga yang kamu dengar hanyalah bisik-bisik.' [QS. Taha (20):108]
Sumber khusyuk yang terjadi di dalam qalbu merupakan pengetahuan akan rahasia spiritual tentang kebesaran, keagungan, dan kesempurnaan Allah. Semakin banyak pengenalan spiritual seseorang tentang Allah, semakin banyak khusyuk yang dimilikinya.Qalbu beragam dalam khusyuknya, sesuai dengan pengenalan spiritual yang mereka miliki tentang Dia Yang telah mereka tunduk pada-Nya, dan sesuai dengan qalbu yang menyaksikan Sifat-sifat yang mengarah kepada ketertundukan. Ada qalbu yang khusyuk oleh kekuatannya memaknai kedekatan-Nya dengan hamba-hamba-Nya dan Dia melihat rahasia terdalam mereka yang menyebabkan rasa-malu kepada-Nya, dan terus-menerus mengingat-Nya dalam setiap gerak atau keheningan. Ada qalbu yang khusyuk melalui persepsi mereka tentang kemegahan Allah, keagungan-Nya, dan kemuliaann-Nya yang mengarah pada kekaguman kepada-Nya dan mengagungkan-Nya. Ada qalbu yang khusyuk dengan memahami kesempurnaan dan keindahan-Nya yang menyebabkan tenggelam dalam cinta-Nya dan keinginan bertemu dan memandang-Nya. Ada qalbu yang khusyuk dengan melihat kedahsyatan perampasan, pembalasan, dan hukuman-Nya yang mengarah pada rasa-takut kepada-Nya.

Dia, Subhanahu wa Ta'ala, merupakan penawar-hati yang telah pasrah karena-Nya. Dia mendekati qalbu yang dipenuhi dengan kekhusyukan kepada-Nya dengan cara yang sama seperti Dia mendekati orang yang berdiri dalam shalatnya, berbicara dengan-Nya secara pribadi. Al-Hakim mencatat dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah (ﷺ) bersabda, 'Dikala salah seorang dari kalian berdiri untuk sholat, ia sedang berbicara dengan Rabbnya, maka perhatikanlah bagaimana ia berbicara kepada-Nya.' [Sahih oleh Al-Hakim, disepakati oleh Dzahabi dan Albani]
Dan sebagaimana Dia mendekati orang yang membasuh mukanya dengan debu ketika sujud. Muslim mencatat dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah (ﷺ) bersabda, 'Yang paling dekat seorang hamba dengan Rabbnya ialah di saat ia bersujud.'
Dan dengan cara yang sama Dia mendekati kerumunan orang yang mengunjungi Rumah-Nya berdiri dengan khusyuk di 'Arafah, mendekat dan membanggakan tentang mereka kepada para malaikat. Ibnu Hibban mencatat dari Jabir bahwa Rasulullah (ﷺ) bersabda, 'Tiada hari lain yang lebih baik bagi Allah selain sepuluh hari pertama Dzulhijjah.'
Sang perawi berkata, 'Seorang lelaki bertanya,' Duhai Rasulullah! Apakah hari-hari ini lebih baik atau sama banyaknya dengan hari-hari perjuangan di jalan Allah?' Rasulullah (ﷺ) bersabda, 'Hari-hari ini lebih baik daripada jumlah hari yang sama untuk berjuang karena Allah. Tiada hari lain yang lebih baik di sisi Allah daripada hari 'Arafah ketika Dia turun ke langit terendah dan membanggakan penduduk bumi kepada penduduk surga, dengan berfirman, 'Lihatlah hamba-hamba-Ku yang datang dengan rambut tumbuh, tertutup debu, terkena sinar matahari, untuk menunaikan ibadah haji. Mereka telah datang melalui setiap jalur yang jauh, mengharapkan rahmat-Ku kendati mereka belum pernah melihat hukuman-Ku.' Jadi tiada hari lain selain hari 'Arafah dimana lebih banyak orang dibebaskan dari api-neraka.”
Muslim mencatat dari 'A'isyah bahwa Rasulullah (ﷺ) bersabda, 'Tiada hari dimana Allah melepaskan lebih banyak hamba dari Neraka daripada Hari 'Arafah. Dia mendekat dan membangggakan kepada para malaikat seraya berfirman, 'Apa yang mereka inginkan?'"
Dan dengan cara yang sama, Dia mendekati hamba-hamba-Nya kala mereka memohon kepada-Nya, meminta kepada-Nya, dan memohon ampunan-Nya di pagi hari, dan Dia menjawab permohonan mereka dan mengabulkan permintaan mereka. Al-Bukhari dan Muslim mencatat dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah (ﷺ) bersabda, 'Setiap malam, ketika sepertiga malam terakhir tersisa, Rabb kita, turun ke langit terendah dan berfirman, 'Adakah orang yang menyeru-Ku agar Aku menjawabnya? Adakah orang yang meminta kepada-Ku agar Aku memberikannya kepadanya? Adakah orang yang memohon ampunan-Ku agar Aku mengampuninya?”

Allah, Subhanahu wa Ta'ala, telah mengatur berbagai jenis ibadah yang memungkinkan khushyuk berkembang dalam tubuh, yang pada gilirannya muncul dari kekhusyukan qalbu, kepatuhan dan penyerahan-dirinya.
Amal-ibadah teragung yang mewujudkan kekhusyukan tubuh kepada Allah ialah shalat. Allah telah menyanjung orang-orang yang khusyuk dalam sha;atnya, dengan firman-Nya,
الَّذِيْنَ هُمْ فِيْ صَلَاتِهِمْ خٰشِعُوْنَ
'(Yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam salatnya.' [QS. Al-Mu'minun (23):2]
yakni orang-orang yang rendah-hati dan lemah-lembut dalam shalatnya, tak mengetahui siapa yang berdiri di kiri atau kanannya, dan tak melihat ke sana kemari, lantaran kerendahan-hati mereka di hadapan Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Di antara perbuatan-perbuatan yang membantu kekhusyukan, tunduk dan patuh dalam shalat ialah meletakkan satu tangan di atas tangan yang lain ketika berdiri. Diriwayatkan bahwa Imam Ahmad, rahimahullah, ditanya tentang tindakan ini dan ia menjawab, 'Itulah ketertundukan di hadapan Yang Mahakuasa.' Ibnu Hajr, dalam Fathul Bari-nya, mengatakan, 'Para ulama mengatakan: pentingnya posisi ini, bahwa yang dilakukan oleh pemohon yang rendah-hati, lebih mungkin mencegah kegelisahan dan lebih kondusif bagi kekhusyukan.'
Para hamba menghadap kepada Allah, Azza wa Jalla, dan tak berpaling kepada yang lain. Qalbunya tak berpaling dari Dia Yang di ajak bicara, dan sepenuhnya berbakti kepada Rabbnya. Ia tak melihat ke kiri dan ke kanan, melainkan membatasi pandangannya ke tempat sujud. Inilah salah satu hasil wajib dari khusyuk di dalam qalbu dan tak berpaling.
Ketertundukan diselesaikan dalam ruku’ melalui penyerahan qalbu kepada Allah dan tunduk kepada-Nya. Dengan demikian sang hamba memenuhi kepatuhan internal dan eksternal kepada Allah.
Khusyuk dalam sujud, terdiri dari manifestasi lahiriah terbesar dari ketertundukan hamba kepada Rabb-nya. Seorang hamba menempatkan anggota tubuhnya yang paling tinggi dan paling mulia pada posisi yang paling rendah; ia meletakkannya di atas tanah. Hal ini menyebabkan kepasrahan qalbu, kelembutannya, dan kerendahan-hatinya kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Di antara amalan ibadah yang membantu dalam hal ketertundukan dan kekhusyukan kepada Allah Azza wa Jalla adalah do'a. Khattabi, berkata, 'Yang dimaksud dengan do'a ialah para hamba memohon pertolongan kepada Rabb-Nya dan dukungan yang terus-menerus. Esensinya, bahwa seseorang menunjukkan kebutuhannya kepada Allah dan mengungkapkan ketidakmampuannya mengubah materi apapun sendirian atau tak punya kekuatan dan kemampuan apapun. Hal ini mencirikan tanda pengabdian dan mencontohkannya. Do'a juga mengandung makna memuja Allah dan menghubungkan kemurahan-hati dan rahmat-Nya.'
Allah berfirman,
اُدْعُوْا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَّخُفْيَةً ۗاِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِيْنَۚ
'Berdoalah kepada Rabbmu dengan kerendahan-hati dan suara yang lembut. Sesungguhnya Dia tak menyukai orang-orang yang melampaui batas.' [QS. Al-A'raf (7):55]
Salah satu amalan yang memperlihatkan ketertundukan dalam do'a ialah dengan mengangkat dan menengadahkan tangan. Diriwayatkan secara shahih bahwa Rasulullah (ﷺ) mengangkat tangan beliau ketika berdoa dalam banyak kesempatan, yang sangat penting di antaranya, berdoa memohon hujan dimana beliau mengangkat kedua tangannya sampai tampak ketiak putih beliau. Demikian pula beliau (ﷺ) mengangkat tangan setinggi-tingginya pada malam 'Arafah, saat berada di 'Arafah.
Ketertundukan ditunjukkan pula melalui lidah dalam permintaan dan permohonan yang tekun dan sungguh-sungguh. Auza'i, rahimahullah, berkata, 'Dikatakan: Doa terbaik itu, doa dimana seseorang yang dengan tekun dan rendah-hati memohon kepada-Nya.'

Diriwayatkan bahwa Abu Sa'id Al-Khudri berkata, 'Sayangilah orang miskin, karena aku mendengar Rasulullah (ﷺ) mengucapkan dalam doanya,
اللَّهُمَّ أَحْيِنِي مِسْكِينًا وَأَمِتْنِي مِسْكِينًا وَاحْشُرْنِي فِي زُمْرَةِ الْمَسَاكِينِ
'Ya Allah, jadikan aku hidup miskin dan jadikan aku mati miskin, dan kumpulkan aku di antara orang-orang miskin (pada Hari Kebangkitan).' [Tirmidzi dari Anas dan ia berkata hadits tersebut gharib, Ibnu Majah dari Abu Sa'id, dan Tabarani, dari 'Ubadah bin al-Samit, semuanya dengan isnad da'if. Tercatat pula dari Abu Sa'id oleh Al-Hakim yang menyatakannya Shahih dengan disepakati oleh Dzahabi, dinyatakan Shahih oleh Suyuti dan Al-Albani]
Kata 'miskin' dalam hadits ini, dan yang serupa, mengacu pada orang yang qalbunya membutuhkan Allah, tunduk dan rendah-hati kepada-Nya, dan setelahnya menunjukkan hal ini. Keadaan ini, banyak dijumpai pada orang-orang yang miskin harta, karena harta seringkali menyebabkan orang tersebut melampaui batas.

Menurut Ibnu al-Qayyim, ada khusyuk yang benar dan khusyuk yang munafik. Perbedaan antara khusyuk yang sejati, yang ditimbulkan oleh iman, dan khusyuk yang munafik, bahwa khusyuk yang munafik terjadi di dalam qalbu kepada Allah dan dituntun oleh pemujaan, pengagungan, ketenangan, martabat, dan rasa malu. Qalbu yang pasrah karena Allah, menggabungkan ketakutan, rasa-takut, cinta, dan rasa-malu dengan persepsi nikmat Allah dan pelanggaran diri sendiri. Hal ini tentu menimbulkan khusyuk dalam qalbu yang kemudian diikuti dengan khusyuk anggota tubuh.
Sebaliknya, khusyuk yang munafik, muncul di anggota tubuh; kepura-puraan belaka, orang tersebut mempengaruhi sesuatu yang tak ada lantaran qalbu kosong dari khusyuk. Salah seorang Sahabat berkata, 'Aku berlindung kepada Allah dari khusyuk yang munafik. Ketika ditanya apa itu, ia menjawab, 'Bahwa engkau melihat raganya tunduk dan merendahkan-diri, namun tidak pada qalbunya.'"

Rembulan akan beranjak pergi, lalu ia berkata, "Duhai saudara-saudariku, seseorang memperoleh khusyuk, datangnya dari taqwa kepada Allah, dan Ihsan, kesadaran bahwa Dia selalu mengawasi. Maknanya bahwa qalbu seseorang berdiri di hadapan Rabbnya dengan kerendahan-hati dan ketertundukan. Maqam khusyuk itu, ada di dalam qalbu, dan pengaruhnya terwujud dalam tubuh fisik. Wallahu a'lam.”

Saatnya pergi, Rembulan pamit seraya bersenandung,

Kau seperti nyanyian dalam hatiku
Yang memanggil rinduku padamu
Seperti udara yang kuhela
Kau selalu ada *)
Kutipan & Rujukan:
- Abu'l Faraj Ibn Rajab, Humility in Prayer, translated from the original Arabic by Abu Rumaysah, Daar Us-Sunnah
*) "Dealova" karya Opick