Jumat, 14 April 2023

Perumpamaan bagi Dunia ini

"Dunia ini, sebuah peluang, maka ambillah manfaat darinya," berkata Rembulan saat cahayanya semakin terang, usai menyapa dengan Basmalah dan Salam.
“Gak ada salahnya sih, mencintai dunia ini, sebab biar bagaimanapun, ia merupakan sarana kita untuk bertahan hidup dan melanjutkan ibadah. Kata 'Dunia', secara harfiah bermakna 'lebih dekat' atau 'lebih rendah.' Secara umum, dunia fana ini, berbeda dengan alam spiritual abadi di akhirat. Dalam bahasa sehari-hari, dunia merupakan perhatian atau kepemilikan di muka Bumi ini. Kita, manusia, diakui mencintai dunia.
Tatkala kita menjadikan dunia sebagai tujuan, dan bukan lagi sebagai sarana guna mencapai tujuan akhir, nah, inilah persoalannya. Syaikh bin Ahmad bin Ali al-Hakami, rahimahullah, dalam syairnya, Al-Ha'iyyah, melukiskan,
'Apa peduliku dengan Dunia ini, ia bukanlah targetku, atau sasaran akhirku, bukan pula tujuanku. Aku tak condong padanya atau pada tuntunannya, buruk dan busuklah keadaannya.

Itulah tempat menetapnya kekhawatiran, derita dan kesulitan, cepat berlalu, segera berakhir
Kenikmatan di dalamnya, datang bersama kesulitan, dukanya datang bersama sukacita. Keuntungannya datang bersama kerugian, dan isinya penuh dengan ketidaksempurnaan
Jika ia membawa tawa, ia pula membawa serta air-mata. Orang yang bertujuan menimbunnya, bodoh, betapa cepat ia akan berakhir

Duhai engkau yang rajin mengejar dunia hina ini, carilah selainnya, ia tak setia
Berapa banyak yang telah kita lihat dari mereka yang tertarik dan menginginkannya, namun tak berhasil mendapatkannya!

Terdapat di dalam ayat-ayat Surah al-Hadid dan Yunus, serta dalam al-Kahfi, kejelasan dan pengajaran yang menarik perhatian
Dan dalam Surah Ali Imran dan Fatir. Dan dalam Ghafir, disebutkan syarat-syaratnya
Dan di dalam al-Ahqaf, ada peringatan besar bersama dengan berapa banyak riwayat yang membenarkan pengabaiannya

Sebuah kelompok telah merenungkannya dengan visi wawasan, dan tak terpesona oleh pertunjukannya
Merekalah orang-orang yang sungguh dicintai Allah dan merekalah Ahlullah, bagi merekalah Surga al-Firdaus, betapa menakjubkannya itu sebagai warisan

Maka sampaikanlah kepada mereka yang merasakan manisnya, lambat-laun, rasa legitnya, bakalan jadi tuba yang berbahaya
Mereka tentulah terhibur dan terpesona olehnya, sebanyak yang mereka kehendaki, tapi ketika jiwa telah mencapai tenggorokan, tautannya bakal terputus

Pada hari dimana setiap jiwa akan dibalas atas apa yang ia tuai, ia akan rela menawarkan tebusan, baik itu keturunan maupun harta
Engkau akan menerima kitab amalmu di sebelah kanan, jika bagus, atau sebaliknya, di sebelah kiri
Dan bakal terungkap, apa yang disembunyikan dan disingkapkan, serta apa yang dikemukakannya dari ucapan dan perbuatannya

Melalui tangan para malaikat yang mulia, tertuliskan, tak dibantu oleh dalih atau tawar-menawar apapun
Disanalah, engkau bakal mengetahui untung-ruginya, dan mencari tahu, kemanakah engkau bakal pergi dan kemanakah engkau bakal berakhir
Jika engkau berasal dari orang-orang yang bahagia dan shalih, engkau menerima Surga dari amal-shalihmu
memenangkan Surga dan Hur-nya [Hurun 'Ain: bidadari surga yang dijanjikan Allah bagi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada-Nya.], menetap dengan bahagia dalam taman-taman dan naungannya
Disediakan dengan apapun yang engkau inginkan dari karunianya dan minum dari Tasnim [minuman terbaik Surga] dan air-murninya.'
Pada kenyataannya, kehidupan duniawi bukanlah untuk dicela dengan sendirinya. Sebaliknya, kehinaan diarahkan pada tindakan seorang hamba dikala berada di dalamnya. Kehidupan dunia hanyalah sebuah gapura dan persimpangan jalan menuju Jannah atau An-Naar. Namun, karena ini merupakan masalah yang teramat mengandung nafsu, dendam, kelalaian dan kebencian dari Allah dan Akhirat, akibatnya menjadi sifat yang luar biasa dari penghuninya, dan ini sangat ditekankan dalam namanya. Nama 'dunia' inilah yang membawa makna tercela ketika disebutkan tak terbatas pada hal lain. Namun ia tetap menjadi dasar dimana seseorang membangun akhiratnya dan tempat menanamnya. Dalam kehidupan duniawi ini, jiwa mengembangkan keimanannya, ilmunya tentang Allah, cintanya kepada-Nya dan ia mengingat-Nya dengan kerinduan memperoleh ridha-Nya. Dan kehidupan terbaik yang bisa dialami seseorang di Surga, semata bisa dicapai melalui usaha yang mereka lakukan di kehidupan duniawi.

Allah berfirman,
اِعْلَمُوْٓا اَنَّمَا الْحَيٰوةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَّلَهْوٌ وَّزِيْنَةٌ وَّتَفَاخُرٌۢ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِى الْاَمْوَالِ وَالْاَوْلَادِۗ كَمَثَلِ غَيْثٍ اَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهٗ ثُمَّ يَهِيْجُ فَتَرٰىهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُوْنُ حُطَامًاۗ وَفِى الْاٰخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيْدٌۙ وَّمَغْفِرَةٌ مِّنَ اللّٰهِ وَرِضْوَانٌ ۗوَمَا الْحَيٰوةُ الدُّنْيَآ اِلَّا مَتَاعُ الْغُرُوْرِ
'Ketahuilah bahwa kehidupan dunia itu hanyalah permainan, kelengahan, perhiasan, dan saling bermegah-megahan di antara kamu serta berlomba-lomba dalam banyaknya harta dan anak keturunan. (Perumpamaannya adalah) seperti hujan yang tanamannya mengagumkan para petani, lalu mengering dan kamu lihat menguning, kemudian hancur. Di akhirat ada azab yang keras serta ampunan dari Allah dan keridaan-Nya. Kehidupan dunia (bagi orang-orang yang lengah) hanyalah kesenangan yang memperdaya.' [QS. Al-Hadid (57):20]
Ayat tersebut, mengungkapkan perumpamaan yang dimulakan Allah dengan, 'I'lamuu,' yang merupakan diksi yang digunakan untuk memicu kewaspadaan bahwa kita diberitahukan tentang sesuatu yang sangat penting, agar seseorang tersadar dan memahaminya dengan baik.
'Permainan', keadaan kehidupan duniawi merupakan kehidupan yang memenuhi tubuh dan waktu manusia, yang akibatnya membuang-buang waktu dan membebani tubuh mereka.
'Kelengahan', merupakan gangguan bagi qalbu dan mengalihkannya dari tujuan penciptaannya.
'Perhiasan', dalam berpakaian, atau moda transportasi atau akomodasi. Ia berisi hal-hal tertentu yang menjebak seseorang dan menyebabkan tertutupnya qalbu, sehingga menjadi perhatian dan tujuan utama seseorang dalam mengumpulkannya.
'Saling bermegah-megahan di antara kamu,' maknanya, ketika seseorang memperoleh sebagian dari perhiasan kehidupan duniawi, ia memperlihatkan rasa-bangganya dalam melakukannya dan kesombongannya terhadap orang lain sambil menunjukkan bahwa ia memperoleh lebih banyak kemewahan dan lebih baik dibanding yang lain.
'Berlomba-lomba dalam banyaknya harta dan anak keturunan,' menjadikan perhatian utamanya agar mendahului orang lain dalam menimbun harta, keturunan dan sebagainya.

Ibnu Qudamah Al-Maqdisi, rahimahullah, berkata, 'Ketahuilah—semoga Allah merahmatimu—bahwa dunia inilah ladang yang panennya ialah Dunia berikutnya, pasar tempat diperolehnya, dan tempat dhasilkannya rezeki dan barang-barang yang menguntungkan. Di dalamnya muncul para pelopor, yang bertaqwa menang, yang benar sukses, yang bekerja menuai keuntungan, dan para pemalsu, bakalan kalah. Tempat tinggal inilah, tempat harapan, baik para calon penghuni surga maupun calon penghuni neraka.'
Kemudian ia, rahimahullah, menyajikan metafora yang menggambarkan dunia ini dan masyarakatnya. Ia berkata, 'Terpikir olehku bahwa metafora terbaik dan paling tepat bagi dunia ini ialah orang-orang di atas kapal yang tertiup oleh angin ke sebuah pulau, di samudera dimana terdapat tambang dari segala jenis permata: rubi, zamrud, permata-hijau, koral dan mutiara, dan banyak lagi, hingga akik dan apsintus. Setelah itu, ada bebatuan halus, dan bebatuan tak berharga. Ada pula sungai dan taman, dan di pulau itu, ada tanah milik raja yang dijaga, yang berisi hartanya, dan budak perempuan dan budak muda. Ada batas-batasnya dan dikelilingi oleh tembok.
Orang-orang kapal yang mendarat di pulau itu, diberitahu, 'Kalian boleh tinggal di sini selama sehari semalam, maka manfaatkanlah waktumu yang singkat, dan ambillah sebanyak mungkin permata yang melimpah ini.'

Mereka yang bertekad kuat, seketika mengambil beberapa dari permata itu dan membawanya ke gudang di kapal. Mereka serius dan bekerja keras. Disaat mereka lelah, mereka mengingat nilai dan nilai yang besar dari permata-permata itu dan kurangnya waktu mereka di pulau itu, serta kepergian mereka yang sudah dekat, yang akan mencegah mereka mengambil bekal lagi. Maka mereka menolak beristirahat dan melupakannya, bukannya mengabdikan diri berusaha dan berjuang keras. Ketika mereka merasa mengantuk, mereka mengingatnya, dan kesenangan tidur dan kantuk, meninggalkan mereka, mengingat bahwa 'di pagi hari orang menghargai perjalanan di malam hari.'

Yang lain mengambil beberapa permata dan berehat dalam periode istirahat dan terlelap pada waktu tidur.

Kelompok lain, sama sekali tak mendekati permata dan lebih suka tidur, istirahat, dan menghibur diri sebagai berikut:
Ada dari orang-orang ini, beralih membangun keluarga, kastil, dan rumah.
Ada yang beralih mengumpulkan bebatuan halus, kulit kerang, bebatuan lain, dan pecahan tembikar.
Ada yang beralih ke permainan dan hal-hal yang sia-sia, serta menyibukkan diri dengan hiburan dan mendengarkan cerita yang mengalihkan perhatian, mengatakan, 'Sedikit debu emas di tangan, lebih baik dibanding mutiara yang dijanjikan.'

Kelompok ketiga ini, mendekati tanah milik raja dan mengitarinya, namun tak menemukan pintunya, maka mereka membuka celah di tanah itu dan mereka menerobosnya. Mereka membuka harta raja, mendobrak pintunya dan menjarahnya, serta mengalihkan perhatian mereka dengan budak perempuan dan budak raja, lalu berkata, 'Kami tak punya rumah selain rumah ini.' Mereka tetap seperti itu, sampai masa tinggal mereka berakhir dan waktu keberangkatan diumumkan, kemudian mereka dipanggil agar bergerak cepat.

Kelompok pertama yang memperoleh permata, melakukan perjalanan dan puas dengan barang-barang mereka, serta tak menyesali persinggahan itu, kecuali mereka berharap bisa tinggal lebih lama.

Kelompok kedua sangat tertekan, lantaran mereka tak berhasil mengumpulkan barang dan lalai, sehingga mereka sekarang kekurangan bekal. Mereka meninggalkan apa yang menguntungkan mereka dan bepergian dalam keadaan merugi.

Adapun kelompok ketiga, mereka lebih ketakutan dan mengalami musibah yang lebih besar. Mereka diberitahu, 'Kami takkan melepaskan kalian sampai kalian membawa apa yang telah kalian ambil dari harta raja, dengan meletakkannya di tengkuk dan di punggung.'

Maka, mereka, ketiga kelompok ini, melakukan perjalanan dengan keadaan masing-masing, sampai mereka mencapai kota sang raja agung, dan panggilan terdengar di seluruh kota bahwa ada beberapa orang yang berada di tambang permata telah datang. Masyarakat di kota dan raja serta pasukannya menemui mereka, dan mereka memintanya agar turun dan diperintahkan, 'Perlihatkan barang-barangmu kepada raja.'

Barang-barang dari orang-orang yang mengumpulkan permata, dipersembahkan, dan sang raja menyanjung mereka dan berkata. 'Kalianlah para elitku dan orang-orang yang duduk bersamaku, serta orang-orang yang kucintai. Kalian akan mendapatkan apa yang kalian inginkan dari kemurahan-hatiku.' Sang raja agung menjadikan mereka raja-raja kecil dan mereka dapat melakukan apa yang mereka inginkan. Jika meminta, mereka diberi. Jika mereka bersyafaat, syafaat mereka dikabulkan. Jika mereka menginginkan sesuatu, bakalan terwujud. Akan disampaikan kepada mereka, 'Ambillah apa yang kalian inginkan dan nilailah seperti yang kalian inginkan.' Mereka mengambil istana, rumah, bidadari, taman, kota, dan desa. Mereka mengendarai kapal, dan budak serta tentara berjalan di depan dan di sekeliling mereka. Mereka menjadi raja yang bercahaya di hadapan sang Raja agung dan duduk bersamanya dan memandangnya. Mereka mengunjunginya dan bersyafaat dengannya tentang siapa pun yang mereka inginkan. Jika mereka meminta sesuatu kepadanya, ia mengabulkannya. Jika mereka tak meminta, ia yang terlebih dahulu memberikan kepada mereka.

Kelompok kedua ditanya, 'Dimana barang-barang kalian?' dan mereka menjawab, 'Kami tak punya sebarangpun!' Mereka diberitahu, 'Celakalah kalian! Tidakkah kalian berada di tambang permata? Bukankah kalian berada di tempat yang sama dengan mereka yang telah menjadi raja?' Mereka menjawab, 'Ya, tapi kami lebih suka hiburan dan tidur.' Ada di antara mereka yang berkata, 'Kami sibuk membangun rumah dan tempat tinggal.' Yang lain akan berkata, 'Kami sibuk mengumpulkan bebatuan kecil dan pecahan tembikar.'
Mereka akan diberitahu, 'Kehancuran bagimu! Tidakkah kalian tahu, betapa singkatnya masa tinggal kalian dan betapa berharganya permata yang kalian miliki? Tidakkah kalian tahu bahwa itu bukanlah tempat tinggal abadi atau tempat untuk tidur? Tak adakah orang yang membangunkan kalian? Tak adakah orang-orang yang menegurmu?' Mereka akan menjawab, 'Ya, demi Allah. Kami tahu, tapi kami mengabaikannya. Kami dibangunkan, tapi kami terus saja tidur, dan kami mendengar dan menutup telinga.' Mereka akan diberi tahu, 'Kehancuran bagimu sampai akhir zaman.'
Merekapun gigit-jari dalam penyesalan dan menangisi kelalaian mereka. Kemudian mereka tetap sedih dan bingung, serta berdiri meminta sedekah dari mereka yang telah menjadi raja, seperti syafaat atau ucapan mereka kepada raja atas nama mereka.

Kelompok ketiga datang memikul beban di punggung mereka, penuh keputusasaan dan dalam keraguan dan kebingungan. Kaki mereka tersandung, penyesalan menguasai mereka, dan mereka merasakan sakit. Mereka dipermalukan di hadapan masyarakat, dan raja menjauhkan mereka dari rumahnya dan mengusir mereka dari hadapannya, serta memerintahkan agar mereka dipenjarakan. Maka mereka diseret ke sana, dengan azab dan celaan yang pasti: 'Jika mereka bersabar (atas azab neraka), nerakalah tempat tinggal mereka dan jika mereka meminta belas kasihan, maka mereka bukanlah orang yang pantas dikasihani.' [QS. Fussilat (41):24]

Lihatlah perbedaan antara dua maqam dan perbedaan antara kedua kelompok dalam ketabahan mereka selama periode singkat dimana mereka tinggal di pulau itu! Ia serupa dengan perumpamaan dunia ini dan orang-orang yang menaati Allah di dalamnya, dan orang-orang yang melewatinya dengan lalai dan mubazir. Berusahalah menjadi bagian dari kelompok pertama, yang mengisi waktu dengan kegiatan ketaatan dan tak menyia-nyiakan barang semenit pun."

"Duhai saudara-saudariku, renungkanlah selalu nikmat Allah didalam qalbumu, yang seyogyanya engkau syukuri, atas kekeliruanmu sehingga engkau memohon ampun, atas kelalaianmu sehingga engkau bertaubat, atas ciptaan Allah dan Hikmah-Nya. sehingga engkau mengenali keagungan-Nya dan Hikmah-Nya, pada apa yang ada di hadapanmu sehingga engkau berusaha mempersiapkannya, atau pada penilaian menghormati sesuatu yang perlu engkau pelajari.
Basahi lidahmu, terus-menerus, dengan mengingat Allah, berdoa kepada-Nya, memohon ampunan-Nya, membaca Al-Qur'an, mentadabburi atau mengajarkan ilmunya, beramar ma'ruf nahi mungkar, atau menegakkan keadilan di antara para manusia.
Sibukkan anggota tubuhmu dengan tindakan ketaatan—dan biarkan yang paling penting darinya melakukan shalat wajib dalam waktunya, dalam bentuk yang paling lengkap—dan kemudian dalam apa yang bermanfaat bagi masyarakat. Yang terbaik dari mereka adalah yang paling bermanfaat bagi dien mereka, seperti mengajarkan agama kepada para manusia dan menuntun mereka ke Jalan yang Lurus. Wallahu a'lam.”

Saatnya sahur, Rembulan undur-diri diiringi senandung,

Wahai Tuhan! Jauh sudah, lelah kaki melangkah
Aku hilang tanpa arah, rindu hati sinar-Mu

Wahai Tuhan! Aku lemah, hina terlumur noda
Hapuskanlah, terangilah jiwa, dihitam jalanku

Ampunkanlah aku, t'rimalah taubatku
Sesungguhnya Engkau, Sang Maha Pengampun dosa *)
Kutipan & Rujukan:
- Al-Shaykh Hafiz al-Hakami, The Ode of al-Ha'iyyah, translated by Osman Hamid, 2020, Hikmah Publications
- Muwaffaq Ad-Din Ibn Qudamah al-Maqdisi, Al-Waṣiyya, translated by Aisha Bewley, 2008, Turath Publishing
*) "Taubat" karya Opick