Rabu, 11 Oktober 2023

Cerita Bunga Tulip Hitam (2)

"Lalu, Presiden otokrat kita berkata, 'Bagaimana engkau tahu kapan engkau menua? Aku sungguh percaya bahwa usia itu, semata apa yang ada didalam benakmu. Aku mengenal seorang octogenarian, orang yang berbaya delapan puluh tahunan, yang punya antusiasme dan dorongan energi yang lebih besar dibanding orang lain, yang berusia separuh umurnya. Aku juga demikian akrab dengan orang-orang berusia tiga puluhan dan empat puluhan, yang nampak sudah menjejakkan sebelah kakinya di liang kubur.'
'Tapi pak Presiden,' sang jurnalis menyela, 'apa saja tanda-tanda peringatannya, yang merupakan indikator bahwa tahun-tahun tersebut, mungkin akan segera menyusul Bapak?'
Sembari menggaruk-garuk kepala, pak Presiden berkata, 'Yaa ... mungkin anak dan menantumu, berusaha menyalakan lilin kue ulang tahunmu, tapi lilinnya padam oleh hembusan angin. Atau engkau menelepon petugas ambulans dan ia memberitahukan alamatmu. Atau engkau mulai kehilangan harapan menyelesaikan Biografimu. Atau engkau tak mau lagi membeli pisang-ijo. Dan atau ... engkau menganggap, guyonan 'semakin tua' itu, gak lucu.'"

"Let's carry on!" kata Tulip. "Dunia terkadang bukanlah tempat yang menyenangkan atau adil, kata Jeffrey Pfeffer, dan walau engkau telah beroleh kedudukan yang engkau inginkan, engkau harus mengerahkan upaya dan menunjukkan kesabaran, serta ketangguhan antarpribadi guna melakukannya—bertahan dengan orang-orang yang pada awalnya tak terlalu menghargai kemampuanmu. Mengapa tak menjauh saja dari kekuasaan, menundukkan kepala, dan menerima apa yang terjadi dalam hidupmu?
Akan tetapi, hampir semua hal bisa dilakukan guna mencapai posisi kekuasaan. Engkau dapat menempatkan dirimu pada posisi berkuasa, biarpun dalam keadaan yang paling tak terduga, asalkan engkau punya keterampilan atau kompetensi yang diperlukan.

Trus, mengapa engkau hendaknya menginginkan Kekuasaan? Pertama-tama, punya kekuasaan berkaitan dengan hidup lebih lama dan lebih sehat. Kala Michael Marmot meneliti angka kematian akibat penyakit jantung di kalangan pegawai negeri sipil Inggris, ia melihat sebuah fakta menarik: semakin rendah pangkat atau derajat pegawai negeri sipil, semakin tinggi risiko kematian yang disesuaikan dengan usia. Tentu saja, banyak hal yang bergantung pada posisi seseorang dalam hierarki organisasi, termasuk frekuensi merokok, kebiasaan makan, dan lain sebagainya. Namun, Marmot dan rekan-rekannya, menemukan bahwa, hanya sekitar seperempat dari variasi angka kematian yang diamati, dapat dijelaskan oleh perbedaan peringkat dalam merokok, kolesterol, tekanan darah, obesitas, dan aktivitas fisik. Yang penting ialah, kekuasaan dan status—hal-hal yang memberikan orang kendali lebih besar atas lingkungan kerja mereka. Penelitian secara konsisten menunjukkan bahwa tingkat kendali pekerjaan, semisal otoritas pengambilan keputusan dan keleluasaan dalam menggunakan keterampilan seseorang, memprediksi risiko kejadian dan kematian akibat penyakit arteri koroner selama lima tahun atau lebih ke depan. Faktanya, seberapa besar kendali pekerjaan dan status seseorang, menyebabkan lebih banyak variasi kematian akibat penyakit jantung dibandingkan faktor fisiologis seperti obesitas dan tekanan darah.
Temuan ini semestinya tak mengejutkanmu. Ketidakmampuan mengendalikan lingkungan, menghasilkan perasaan tak berdaya dan stres, dan perasaan stres atau 'di luar kendali' dapat membahayakan kesehatanmu. Maka, bila berada dalam posisi dengan kekuasaan dan status yang rendah, memang berbahaya bagi kesehatanmu, dan sebaliknya, punya kekuasaan dan kendali yang menyertainya, bakalan memperpanjang umurmu.

Kedua, kekuasaan, dan visibilitas serta status yang menyertai kekuasaan, dapat menghasilkan kekayaan. Rudy Giuliani, setelah masa jabatannya sebagai walikota New York City, menjadi mitra di sebuah perusahaan konsultan keamanan, dan melalui perusahaan tersebut dan biaya pidatonya, ia dengan cepat mengubah status ekonominya menjadi lebih baik. Meski tak semua kekuasaan dimonetisasi—baik Martin Luther King Jr. maupun Mahatma Gandhi, tak memperdagangkan keselebritian mereka agar mendapatkan kekayaan besar—namun potensinya selalu ada.

Ketiga, kekuasaan merupakan bagian dari kepemimpinan dan diperlukan untuk menyelesaikan sesuatu—baik hal tersebut memerlukan perubahan sistem layanan kesehatan, transformasi organisasi agar menjadi tempat kerja yang lebih manusiawi, atau mempengaruhi dimensi kebijakan sosial dan kesejahteraan manusia. Para pemimpin selalu sibuk dengan kekuasaan.
Kekuasaan diinginkan oleh banyak orang, walau tak semua orang, sebab kekuasaan dapat memberikan manfaat dan juga sebagai tujuan tersendiri. Psikolog sosial, David McClelland, menulis tentang kebutuhan akan kekuasaan. Walau kekuatan motif kekuasaan tersebut, jelas berbeda-beda antar individu, seiring dengan kebutuhan agar berprestasi, McClelland memandang pencarian kekuasaan sebagai dorongan fundamental manusia, yang ditemukan pada orang-orang dari berbagai budaya. Jika engkau hendak memperoleh kekuasaan, engkau akan lebih bahagia jika melakukannya, dengan syarat efektif dalam pengembaraannya.
Agar efektif dalam menemukan jalan menuju kekuasaan dan benar-benar menggunakan apa yang engkau pelajari, pertama-tama, engkau seyogyanya melewati tiga hambatan utama. Dua hal pertama adalah keyakinan yang keliru bahwa dunia ini, semata sebuah tempat yang adil, dan bahwa formula kepemimpinan itu, diwariskan secara turun-temurun. Kendala ketiganya, dirimu sendiri.

Keyakinan bahwa dunia ini adil, punya dua dampak negatif yang besar terhadap kemampuan memperoleh kekuasaan. Pertama, hal ini menghalangi kemampuan orang agar belajar dari segala situasi dan semua orang, bahkan dari orang yang tak mereka sukai atau hormati. Banyak orang berkomplot dalam penipuan mereka sendiri mengenai dunia organisasi dimana mereka tinggal. Hal ini lantaran masyarakat lebih memilih percaya bahwa dunia merupakan tempat yang adil dan setiap orang mendapatkan apa yang pantas mereka dapatkan. Dan karena orang-orang cenderung berpikir bahwa mereka sendirilah yang berhak, mereka berpikiran bahwa jika mereka melakukan pekerjaan dengan baik dan berperilaku pantas, segala sesuatunya akan beres dengan sendirinya.
Kedua, keyakinan bahwa dunia ini tempat yang adil, menjadikan masyarakat perlu bersikap proaktif dalam membangun basis kekuatan. Disebabkan oleh keyakinan bahwa dunia ini adil, banyak orang tak memperhatikan berbagai ranjau darat di lingkungan yang dapat menghambat karier mereka.

Kendala berikutnya, yang perlu engkau atasi ialah literatur kepemimpinan. Jangan secara otomatis menerima saran dari para pemimpin. Mungkin akurat, tapi kemungkinan besar cuma demi kepentingan diri sendiri. Orang memutarbalikkan fakta. Sebuah studi menemukan bahwa dari 1.000 resume, terdapat lebih dari 40 persen kesalahan penyajian yang substansial. Oleh karenanya, jika ada pejabat publik yang bakal menjadi yuri namun masih cawe-cawe, dan doi bilang, 'He eh, gue bakalan netral!' Akankah engkau seketika percaya padanya begitu saja? O-em-ji, plis dong ah ... 
Yang semestinya engkau percayai adalah kajian-kajian ilmu sosial yang mengulurkan bantuan tentang cara memperoleh kekuasaan, mempertahankannya, dan menggunakannya. Dan engkau seyogyanya meyakini pengalamanmu sendiri: Perhatikan orang-orang di sekelilingmu, yang berhasil, yang gagal, dan yang cuma menyepak air. Cari tahu apa yang berbeda dari mereka dan apa yang mereka lakukan secara berbeda. Itulah cara yang bagus guna membangun kompetensi diagnostikmu—sesuatu yang berguna agar menjadi orang yang mampu bertahan dalam organisasi.

Hambatan besar ketiga agar memperoleh kekuasaan adalah, believe it or not, dikau, dirimu. Masyarakat kerapkali menjadi musuh terbesar bagi dirinya sendiri, dan bukan hanya dalam arena membangun kekuasaan. Hal ini sebagian lantaran orang ingin merasa nyaman dengan dirinya sendiri dan mempertahankan citra diri yang positif. Dan ironisnya, salah satu cara terbaik bagi orang-orang agar mempertahankan harga-diri mereka adalah dengan menyerah terlebih dahulu atau melakukan hal-hal lain yang malah menghalangi mereka.
Ada banyak literatur penelitian tentang fenomena ini—yang disebut 'self-handicapping'. Logikanya tampak sederhana. Orang ingin merasa nyaman dengan diri-sendiri dan kemampuannya. Tentu saja, pengalaman kegagalan apa pun akan membahayakan harga-diri mereka. Namun, jika seseorang dengan sengaja memilih melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kinerjanya, maka penurunan kinerja berikutnya dapat dianggap tak mencerminkan kemampuan bawaannya.
Terdapat bukti bahwa kecenderungan melakukan self-handicap merupakan perbedaan individu dan memprediksi sejauh mana orang berdalih tentang kinerja mereka. Tak mengherankan, penelitian menunjukkan bahwa perilaku self-handicapping berdampak negatif terhadap kinerja tugas selanjutnya. Oleh karenanya, keinginan kita agar melindungi citra diri kita dengan menempatkan hambatan eksternal dalam diri kita hingga kita dapat mengaitkan kemunduran apa pun dengan hal-hal di luar kendali kita, sebenarnya berkontribusi terhadap kinerja yang kurang baik. Camkanlah gagasan tentang self-handicapping ini—engkau akan lebih berpikiran terbuka dan juga lebih mungkin benar-benar mencoba beberapa hal yang engkau pelajari.

Masyarakat sering mengira bahwa kualitas apa pun yang dibutuhkan agar membangun jalan menuju kekuasaan, baik engkau memilikinya atau tidak, sekurang-kurangnya saat engkau telah dewasa. But change is always possible. You can change, too. Kreativitas terbaik adalah hasil dari kebiasaan dan kerja-keras. Tentu saja, setiap orang mempunyai kepribadian dan atribut individu yang berasal dari kombinasi genetika dan pola asuh. Namun mengubah atribut individu secara strategis menjadi lebih efektif secara pribadi, adalah mungkin dan diinginkan.
Menanyakan tentang kualitas orang-orang yang telah berkuasa dapat membingungkan apakah kualitas tersebut menciptakan pengaruh ataukah konsekuensi dari memegang kekuasaan. Ada dua dimensi pribadi mendasar dan tujuh kualitas yang secara logis dan empiris terkait dengan menghasilkan kekuatan pribadi. Dua dimensi mendasar yang membedakan orang-orang yang mencapai prestasi tinggi dan mencapai hal-hal menakjubkan adalah 'kemauan', dorongan untuk menghadapi tantangan besar, dan kemampuan yang dibutuhkan untuk mengubah ambisi menjadi pencapaian, yang menurut Pfeffer, keterampilan, tapi aku lebih suka memilih kompetensi. Tiga kualitas pribadi yang terkandung dalam kemauan adalah ambisi, energi, dan fokus. Empat keterampilan yang berguna untuk memperoleh kekuasaan adalah pengetahuan diri dan pola pikir reflektif, kepercayaan diri dan kemampuan menunjukkan rasa percaya diri, kemampuan membaca orang lain dan berempati dengan sudut pandang mereka, serta kemampuan menoleransi konflik. Hal-hal inilah faktor penentu mengapa tak semua orang bisa punya Kekuasaan.

'There is no free lunch.' Nothing comes without cost, and that is certainly true of power. Orang-orang yang mencari dan memperoleh kekuasaan seringkali harus membayar mahal atas upaya mereka, mempertahankan posisi mereka, dan menghadapi transisi yang sulit namun tak bisa dihindari agar keluar dari peran mereka yang berkuasa. Maka, ada pelajaran penting: engkau akan menjadi objek perhatian terus-menerus dari rekan kerja, bawahan, atasan, dan media.
Bukan hanya hal-hal besar yang menarik perhatian ketika engkau berkuasa. Memegang posisi berkuasa bermakna lebih dari sekedar kinerja pekerjaanmu yang diawasi dengan cermat—walaupun hal itu juga terjadi. Setiap aspek kehidupanmu, termasuk caramu berpakaian, di mana engkau tinggal, bagaimana engkau menghabiskan waktu, dengan siapa engkau memilih menghabiskan waktu, apa yang dilakukan anak-anakmu, apa yang engkau kendarai, bagaimana engkau bertindak dalam bidang yang sama sekali tak berhubungan dengan pekerjaan, bakalan menarik perhatian.

Orang-orang tertarik dengan reputasi dan citra mereka. Akibatnya, mereka menghabiskan waktu untuk pencitraan. Kebutuhan menghabiskan waktu dan sumber daya lainnya, dalam pemeliharaan citra, meningkat seiring dengan meningkatnya pengawasan publik. Dan waktu yang dihabiskan melakukan pengawasan dan mengatur penampilan adalah waktu yang tak dapat digunakan untuk melakukan aspek lain dari pekerjaan seseorang.
Di bawah tekanan agar 'berpenampilan baik', masyarakat dan perusahaan enggan mengambil risiko atau berinovasi, dan memilih melakukan apa yang aman-aman saja.

Pada awalnya, dalam peran yang kuat, semua tuntutan atas perhatianmu, tampak menyanjung—bagaimanapun juga, sangat menyenangkan jika banyak orang ingin bertemu denganmu. Oleh karenanya, orang-orang yang baru saja dipromosikan, cenderung kewalahan dengan tuntutan waktu dari pekerjaan mereka yang lebih berkuasa. Karena tak ingin menolak permintaan dari kelompok dan individu yang dukungannya mungkin mereka perlukan dan perhatiannya mereka hargai, orang-orang yang berkuasa dapat dengan mudah mendapati diri mereka kelebihan jadwal dan bekerja terlalu lama, sesuatu yang menghabiskan energinya dan membuatnya tak mampu mengatasi tantangan-tantangan tak terduga dalam pekerjaan mereka.

Membangun dan mempertahankan kekuasaan membutuhkan waktu dan usaha, tiada cara ganda untuk melakukannya. Waktu yang dihabiskan bagi pencarian kekuasaan dan status merupakan waktu yang tak dapat engkau habiskan bagi hal lain, seperti hobi atau hubungan pribadi dan keluarga. Perjuangan guna mendapatkan kekuasaan, acapkali menimbulkan dampak buruk pada kehidupan pribadi seseorang, dan meskipun setiap orang harus menanggung akibatnya, dampaknya mungkin sangat berat bagi kaum perempuan.

Ingatlah kebenaran sederhana ini: semakin tinggi jabatanmu dan semakin kuat posisi yang engkau tempati, semakin besar pula jumlah orang yang menginginkan pekerjaanmu. Akibatnya, memegang posisi dengan kekuatan besar menimbulkan masalah: siapakah yang engkau percayai? Beberapa orang akan berusaha menciptakan peluang bagi diri mereka sendiri melalui kejatuhanmu, namun mereka tak akan terbuka mengenai apa yang mereka lakukan. Yang lain akan mencoba menjilatmu dengan memberitahukanmu apa yang menurut mereka ingin engkau dengar sehingga engkau akan menyukai mereka dan mendukung mereka maju. Dan yang lain, akan melakukan keduanya.

Menjadi figur publik dan tampil di level tinggi memerlukan intensitas yang menghasilkan, dalam kata-kata Nick Binkley, 'kafein tinggi'. Saat engkau meninggalkan posisi tersebut dan tingkat aktivitas tersebut berhenti, seperti dikatakan Binkley, 'laksana sebuah mobil yang melaju dengan kecepatan sembilan puluh mil per jam, lalu berhenti total.'
Kekuasaan itu membuat ketagihan, baik secara psikologis maupun fisik. Ketergesaan dan kegembiraan karena turut dalam diskusi penting dengan tokoh-tokoh senior dan dorongan ego karena memiliki orang-orang yang siap membantumu, adalah hal yang sulit dihilangkan, bahkan jika engkau secara sukarela memilih pensiun atau keluar dan bahkan jika engkau memiliki lebih banyak uang daripada yang engkau bisa belanjakan. Dalam budaya yang terobsesi dengan kekuasaan dan selebriti, 'di luar kekuasaan' bermakna berada di luar pusat perhatian, jauh dari aksi, dan hampir tak terlihat. Inilah transisi yang sulit dilakukan. Oleh karenanya, beberapa eksekutif berusaha menghindari peralihan ke peran yang kurang berkuasa. Engkau tak harus serta merta menghindari kekuasaan, namun penting mengenali potensi kerugiannya. Keseimbangan antara keuntungan dan kerugian merupakan sesuatu yang hendaknya dipertimbangkan oleh setiap individu dalam memutuskan keterhubungannya dengan kekuasaan.

Lantas, bagaimana—dan mengapa—orang kehilangan kekuasaan? Walau seusai mencapai posisi puncak yang kuat, tetap berada di puncak, bukanlah jaminan. Meskipun tak dapat dihindari bahwa setiap orang pada akhirnya akan kehilangan kekuasaan—kita semua menjadi tua dan meninggalkan jabatan kita—namun tak dapat dihindari bahwa orang-orang akan kehilangan kekuasaan sesering atau secepat yang mereka alami.
Pepatah lama yang berbunyi, 'Power corrupts', sebagian besar benar, walau mungkin kata 'corrupt' bukanlah kata yang tepat. Psikolog sosial Berkeley, Dacher Keltner dan rekan-rekannya berbicara tentang kekuasaan yang mengarah pada perilaku 'pendekatan'—yaitu orang-orang secara lebih aktif berusaha mendapatkan apa yang mereka inginkan—dan mengurangi 'hambatan', atau kecenderungan mengikuti aturan dan batasan sosial yang mungkin membatasi apa yang dilakukan orang demi mencapai tujuan mereka. Perilaku seperti ini, merupakan konsekuensi logis dari apa yang menimpa orang-orang yang berkuasa. Mereka yang patuh dan kurang berkuasa menyanjung yang berkuasa agar tetap berada di sisi baik mereka. Mereka yang punya kekuasaan akan mengabulkan keinginan dan permintaannya. Mereka terbiasa mendapatkan apa yang mereka inginkan dan diperlakukan seolah-olah mereka istimewa. Walau pihak yang berkuasa mungkin sadar bahwa perlakuan khusus datang dari posisi yang mereka duduki dan sumber daya yang mereka kendalikan, seiring berjalannya waktu, pemikiran ini memudar.

Studi tentang dampak kekuasaan terhadap pemegang kekuasaan secara konsisten menemukan bahwa kekuasaan menghasilkan rasa percaya-diri dan pengambilan risiko  yang berlebihan, ketidakpekaan terhadap orang lain, stereotip, dan kecenderungan melihat orang lain sebagai sarana kepuasan pemegang kekuasaan.
Salah satu pelajaran dari semakin banyak penelitian mengenai dampak kekuasaan adalah betapa sedikitnya upaya yang diperlukan agar membuat orang mberpola pikir kekuasaan, yang mana mereka terbawa-bawa dalam segala jenis perilaku yang tak pantas dan kasar. Semata membuat mereka berpikir tentang saat mereka berkuasa dan mampu mendapatkan apa yang mereka inginkan (berbeda dengan membuat mereka berpikir tentang saat mereka punya sedikit kekuatan dan tak berdaya) atau memberi mereka kendali sederhana atas imbalan yang tak berarti dalam kelompok orang asing, sepertinya sudah cukup. Rasa percaya-diri dan ketidakpekaan yang berlebihan, menyebabkan hilangnya kekuasaan, sebab orang menjadi terlalu percaya-diri, sehingga tak mampu memenuhi kebutuhan orang-orang yang rasa-permusuhannya, dapat menimbulkan masalah bagi mereka.

Di saat engkau amat kuat dan sukses, engkau terlalu percaya diri dan kurang jeli—dan salah satu manifestasi spesifik dari kecenderungan tersebut adalah, mempercayai apa yang orang lain sampaikan padamu dan mengandalkan jaminan mereka. Saat engkau kurang waspada dan paranoid terhadap niat orang lain, mereka berpeluang mengeluarkanmu dari posisi berkuasa.

Dibutuhkan kerja keras guna mengendalikan egomu, terus-menerus memperhatikan tindakan orang lain, dan memperoleh serta mempertahankan kekuasaan membutuhkan waktu berjam-jam dan banyak energi. Setelah beberapa saat, beberapa orang menjadi lelah; mereka menjadi kurang waspada dan lebih mau berkompromi dan menyerah. Kita selalu cenderung melihat apa yang kita inginkan atau harapkan, namun seiring dengan kelelahan, kecenderungan memproyeksikan keinginan ke dalam kenyataan, menjadi lebih kuat.

Masyarakat—dan juga perusahaan—terjerat dalam perangkap kompetensi. Mereka sukses karena mereka melakukan hal-hal tertentu dengan cara tertentu. Perusahaan dan pemimpin bisa saja tak dapat melihat perubahan dalam lingkungan sosial yang membuat cara-cara lama menjadi kurang berhasil dibandingkan sebelumnya. Kecenderungan kekuasaan untuk mengurangi perhatian dan kepekaan pemegang kekuasaan terhadap pihak lain yang memiliki kekuasaan lebih kecil, memperparah masalah ini. Kombinasi dari berkurangnya kewaspadaan dan perubahan keadaan sering kali menyebabkan hilangnya kekuasaan. The world changes, but tactics don't.

Dan terakhir, di penghujungnya, tentulah semua orang bakal kehilangan kekuasaan. Seperti yang diungkapkan oleh profesor perilaku organisasi Jeffrey Sonnenfeld, beberapa individu memberi jalan bagi penerus mereka. Yang lain bertahan melewati waktu ketika efektif. Beberapa pemimpin senior mempersiapkan penerusnya dan keluar melakukan hal lain. Adalah memungkinkan dan diinginkan agar 'leave before the party’s over', serta melakukannya melalui cara yang membuat orang lain, mengenangmu dengan penuh kasih-sayang. Engkau takkan selalu dapat sepenuhnya mengontrol seberapa besar kekuasaan yang engkau pertahankan, namun engkau dapat meninggalkan kedudukanmu dengan bermartabat, dan dengan demikian, mempengaruhi Legacy-mu. Wallahu a'lam."

"Aku rasa, cukup sampai disini Wulan. Lihat, sang fajar telah mendekat!" kata Tulip seraya menunjuk ke arah pertanda datangnya Subuh.
"Oke, kita akhiri sesi kita!" kata Wulandari, lalu mereka pun bersenandung,

Takkan selamanya, raga ini menjagamu
Jiwa yang lama segera pergi
Bersiaplah, para pengganti!
Tak ada yang abadi
Tak ada yang abadi **)
Kutipan & Rujukan:
- Dov Roller, The Restless Plant, 2011, Harvard University Press
- Richard Wilford, The Plant Lover's Guide to Tulip, 2015, Timber Press
- Ghillean Prance. (Ed.), Cultural History of Plants, 2005, Routledge
- Dana Sajdi, Ottoman Tulips, Ottoman Coffee: Leisure and Lifestyle in the Eighteenth Century, 2007, Tauris Academic Studies
- John Kenneth Galbraith, The Anatomy of Power, 1983, Houghton-Mifflin Trade and Reference
- Michael Korda, Power! How to Get it, How to Use it, 1975, Random House
- Steven Lukes, Power: A Radical View, 2005, Palgrave
- Jeffrey Pfeffer, Power: Why some People have it—And Others Don't, 2010, International and Pan-American
*) "Bintang di Surga" karya Nazriel Irham
**) "Tak Ada yang Abadi" karya Nazriel Irham

[Sesi 1]

Senin, 09 Oktober 2023

Cerita Bunga Tulip Hitam (1)

"Presiden di negeri antah berantah, yang cenderung otokratis, saat menjelang akhir masa jabatannya, sedang diwawancarai oleh seorang jurnalis tentang masa-tua. Sang jurnalis bertanya, 'Bagaimana Bapak tahu bahwa Bapak semakin menua?'
Menelan ludahnya, sang otokrat berkata, 'Saat engkau telah pensiun, engkau akan tahu bahwa engkau semakin menua, tatkala telepon berdering pada Sabtu malam dan engkau berharap, itu bukan untukmu,'" berkata bunga Tulip Hitam kepada Wulandari kala cahaya sang rembulan, menyorot padanya.

Memperkenalkan tamu podcastnya—anggap saja ini podcastnya Wulandari—ia mengawali dengan, "Welcome back to my channel! Tanaman atau tetumbuhan merupakan organisme yang penuh rasa ingin tahu—jelas mereka hidup, namun kurangnya organisasi pusat (otak, jantung dan hati, atau sistem saraf) membuat kita lebih sulit memahami bagaimana cara kerja mereka. Perubahannya lambat: biasanya perubahan itu terlihat sama seperti kemarin, dan kita harus menunggu, terkadang lama, agar melihat perubahannya. Metabolisme, perkembangan, dan perilaku sensorik serta responsnya, jauh lebih lambat dibanding kebanyakan satwa. Batang-tubuh dan perkembangannya, tak terpusat, melainkan tersebar; mereka tumbuh dalam unit modular, dan seringkali bagian yang terlepas, dapat terbentuk kembali sebagai individu (kloning alami) atau tergantikan. Tumbuhan tak berbicara kepada kita, jadi kitalah yang hendaknya menguraikan apa yang sedang mereka lakukan. Inilah sifat bawaan dari mempertanyakan, mengkaji, dan menemukan.

Seluruh satwa bergantung pada tumbuhan, sebab tumbuhan merupakan organisme yang berada di dasar rantai makanan, lantaran kemampuannya berfotosintesis—yaitu, mengubah air dan karbondioksida menjadi oksigen dan gula, dengan adanya sinar matahari. Tatkala denyut-nadi kehidupan di Bumi berangsur-angsur berevolusi dari organisme uniseluler sederhana menjadi beragam organisme yang kita kenal sekarang, kompleksitas interaksi antara flora dan fauna meningkat, namun tumbuhan tetap menjadi dasar kehidupan di Bumi. Tetumbuhan mendukung seluruh kehidupan para satwa. Manusia tak terkecuali dalam aturan ini, dan kita juga bergantung pada tumbuhan seperti halnya satwa lainnya. Kita bergantung pada tumbuhan tak semata karena perannya dalam menghasilkan oksigen yang kita hirup, melainkan pula dalam hal makanan, tempat tinggal, obat-obatan, pakaian, dan banyak kegunaan lainnya.

Nah, tamu kita hari ini, Tulip Hitam. Hitam, warna yang tak biasa dari kembang kecintaan! Tulip Hitam menarik perhatian sekaligus sulit ditanam. Nuansa coklat tua, merah marun tua, dan ungu tengah malam, dapat dengan mudah diterjemahkan mata sebagai hitam pekat. Namun khazanah warna dan keragaman bentuk kuncupnya, menjadikan pesona tulip tak ada habisnya.
Cerah, impresif, mengagumkan, mengesankan, dan mewah, serta bahkan mendominasi—semua inilah kata-kata yang dapat digunakan melukiskan bunga tulip. Dengan nama-nama seperti ‘Golden Parade’, ‘World’s Favourite’, ‘Big Smile’, dan ‘Olympic Flame’, bunga tulip tak diharapkan menjadi pemalu dan pendiam. Mereka muncul di awal musim semi, mencapai puncaknya di akhir musim semi sebelum menghilang di musim panas. Mereka menuntut perhatianmu, dan mengakomodasinya di tamanmu memerlukan perenungan, jika tidak, apa yang engkau bayangkan menjadi tampilan yang menyenangkan dan flamboyan, mungkin bakal berubah menjadi sangat kuat, kasar, atau bahkan seram.
Ini mungkin bukan cinta pada pandangan pertama, tetapi daya tarik tanaman ini, bakalan menjalarimu dan sebelum engkau menyadarinya, engkau mencari varietas baru, bereksperimen dengan kombinasi warna berbeda, dan menemukan tempat baru guna mencoba tulip di tamanmu.
Sekarang, mari kita dengarkan apa yang Tulip hendak sampaikan kepada kita!"

Usai merapikan rambut ngebobnya, Tulip berkata, "Thanks for having me, Wulan! Memang benar bahwa jenisku, Tulip, hadir dalam hampir semua warna, kecuali biru tulen, kendati beberapa bentuknya sangat mirip. Tanamlah tulip dalam satu kombinasi warna untuk tampilan yang lebih berani atau susunlah dalam bentuk geometris dengan warna primer yang kontras, agar menggugah selera.
Tulip sering dikaitkan dengan Turki, sebab dari sanalah mereka dibawa ke Eropa pada abad keenam belas. Sebagian besar spesies Tulip berasal dari Timur Jauh, di lembah berbatu, perbukitan, dan pegunungan di Asia Tengah, namun karena bunganya yang berwarna-warni, Tulip ditanam dan dihormati di Turki, khususnya di Konstantinopel (sekarang Istanbul), ibu kota Kekaisaran 'Ottoman' atau Utsmaniyah. Pada masa pemerintahan Sultan Ahmed III (1703–30), dikenal dengan 'Zaman Tulip' (Lâle Devri) karena popularitas bunga tersebut di Konstantinopel pada awal abad ke-18. Tulip dengan kelopak yang panjang dan sempit—sering disebut tulip jarum—amat disukai.

Masing-masing Tulip punya tampilan istimewa, dan terutama Tulip Hitam, melambangkan kekuasaan dan kekuatan. Nah, terlepas dari segala cerita tentang tanaman Tulip, perkenankan aku berwarita tentang Kekuasaan.

Dunia tempatmu tinggal itu, sebuah tantangan dan permainan, dan perasaan berkuasa—kekuatanmu—adalah intinya, kata Michael Koda. Seluruh kehidupan merupakan permainan kekuasaan. Ada orang yang memainkan permainan kekuasaan demi uang, ada yang demi keamanan atau ketenaran, yang lain demi permainan kejantanan, sebagian besar demi kombinasi dari tujuan-tujuan ini. Para pemain ulung mencari kekuasaan sendiri, karena mengetahui bahwa kekuasaan dapat digunakan memperoleh uang, syahwat, keamanan, atau ketenaran. Tak satu pun dari hal-hal ini semata yang dapat membentuk kekuasaan; tapi kekuasaan bisa menghasilkan semuanya. Entah siapa engkau, kebenaran dasarnya ialah bahwa kepentinganmu bukanlah urusan orang lain, keuntunganmu pasti akan menjadi kerugian orang lain, kegagalanmu merupakan kemenangan orang lain. Lebih lanjut, Koda mengatakan bahwa demi memainkan permainan kekuasaan, pertama-tama kita perlu menemukan sendiri apa itu kekuasaan. Caranya adalah dengan mengembangkan gaya kekuasaan berdasarkan karakter dan keinginan seseorang. Tidaklah cukup hanya menginginkan kekuasaan, atau bahkan memilikinya. Ia hendaknya digunakan secara kreatif. Dan ia seyogyanya dinikmati. Penggunaan kekuasaan sebagai senjata agresi, membuat kita menjadi monster. Kekuasaan hendaknya menjadi pelayan, bukan majikan.

Menurut Bertrand Russell, kekuasaan, bersama dengan kejayaan, tetap menjadi cita-cita tertinggi dan penghargaan terbesar umat manusia. John Kenneth Galbraith mengatakan bahwa tak banyak obrolan orang tanpa menghubungkannya dengan kekuasaan. Max Weber, sosiolog dan ilmuwan politik Jerman, kendati sangat tertarik dengan kompleksitas kekuasaan, cukup puas dengan definisi yang dekat dengan pemahaman sehari-hari: Kekuasaan adalah 'kemungkinan memaksakan kehendak seseorang pada perilaku orang lain.' Hal ini hampir pasti merupakan persepsi umum; seseorang atau suatu kelompok memaksakan kehendak dan maksud atau tujuannya kepada orang lain, termasuk kepada pihak yang menolak atau merugikan. Semakin besar kapasitas memaksakan kehendak tersebut dan mencapai tujuan terkait, semakin besar pula kekuasaannya. Hal ini karena kekuasaan punya makna yang masuk-akal sehingga sering digunakan tanpa memerlukan definisi. Di tempat lain, Weber mengatakan kekuasaan itu, kemampuan satu orang atau lebih, 'demi mewujudkan kehendak mereka sendiri dalam suatu tindakan komunal melawan kehendak orang lain, yang ikut serta dalam tindakan yang sama.'
Bagaimana kehendak itu diterapkan, bagaimana persetujuan orang lain dicapai? Apakah ancaman hukuman fisik, janji imbalan berupa uang, penggunaan persuasi, atau kekuatan lain yang lebih dalam, yang menyebabkan seseorang atau orang-orang yang tunduk pada penggunaan kekuasaan tersebut, mengabaikan opsinya sendiri dan menerima opsi orang lain? Galbraith menyatakan bahwa instrumen-instrumen yang digunakan untuk menjalankan kekuasaan dan sumber-sumber hak atas pelaksanaan tersebut, saling terkait dalam cara yang kompleks. Ada penggunaan kekuasaan yang bergantung pada disembunyikannya kekuasaan tersebut dan penyerahannya tak terlihat jelas oleh yang mengamanahkannya. Dan dalam masyarakat industri modern, baik instrumen untuk menundukkan sebagian orang pada keinginan orang lain, maupun sumber dari kemampuan ini, dapat berubah dengan cepat. Banyak hal yang diyakini mengenai pelaksanaan kekuasaan, yang berasal dari apa yang terjadi di masa lalu, sudah ketinggalan zaman atau usang di masa kini.

Kekuasaan, dalam kaidah sekuler, sangat bergantung pada tiga instrumen untuk menggunakan atau menegakkannya: kekuasaan yang merendahkan, yang memberi imbalan, dan yang terkondisikan. Kekuasaan yang merendahkan, menguasai yang menyerah dengan kemampuan memaksakan alternatif terhadap opsi individu atau kelompok, dengan cara yang tak menyenangkan atau menyakitkan, sehingga opsi tersebut ditinggalkan. Bisa dikatakan dengan menggunakan hukuman yang merendahkan. Kekuasaan yang merendahkan, menguasai yang takluk, dengan memberikan atau mengancam konsekuensi-konsekuensi merugikan yang sepantasnya. Sebaliknya, kekuasaan yang memberi imbalan, menguasai mereka yang menyerah, dengan menawarkan imbalan afirmatif atau positif, dengan cara memberikan sesuatu yang bernilai kepada individu yang tunduk. Pada tahap awal perkembangan ekonomi, seperti halnya pada perekonomian pedesaan yang masih mendasar, kompensasinya bervariasi, termasuk pembayaran dalam bentuk natura dan hak mengerjakan sebidang lahan atau berbagi hasil dari ladang tuan tanah. Dan sebagaimana teguran pribadi atau di depan umum merupakan suatu bentuk kekuasaan yang merendahkan, demikian pula pujian, merupakan suatu bentuk kekuasaan sebagai imbalan. Namun, dalam perekonomian modern, ekspresi kekuasaan pemberi imbalan, yang paling penting, tentu saja, merupakan imbalan berupa uang, yaitu pembayaran sejumlah uang atas jasa yang diberikan, yakni penyerahan diri demi tujuan ekonomi atau pribadi orang lain.
Merupakan ciri umum dari kekuasaan yang merendahkan dan yang memberi imbalan, bahwa individu yang tunduk, menyadari penyerahan-dirinya dalam sesuatu hal lantaran paksaan, dan dalam hal lain, demi mendapatkan imbalan. Sebaliknya, kekuasaan yang terkondisikan, dilakukan dengan mengubah keyakinan. Persuasi, didikan, atau komitmen sosial terhadap apa yang tampak wajar, patut, atau benar, menyebabkan individu tunduk pada kehendak yang lain atau orang lain. Penyerahan-diri tersebut mencerminkan arah yang dipilih; fakta penyerahan-dirinya tak diakui. Kekuasaan yang terkondisikan, lebih dari sekadar kekuasaan yang bersifat merendahkan atau memberi imbalan, hal yang esensial, seperti dalam berfungsinya perekonomian dan pemerintahan modern, baik di negara-negara kapitalis maupun sosialis.
Penegakan hukum yang bersifat kompensasi atau imbalan, dipandang jauh lebih beradab, lebih konsisten dengan kebebasan dan martabat individu, dibanding penegakan yang merendahkan. Dalam masyarakat miskin, perbedaan antara penegakan yang merendahkan dan yang memberikan imbalan, sangatlah kecil; hanya pada masyarakat kayalah perbedaan besar muncul. Ketika kemiskinan menjadi hal yang umum, pekerja bebas bekerja keras karena takut akan kelaparan dan kekurangan lainnya, yang merupakan alternatif selain imbalan.

Dibalik ketiga instrumen pelaksanaan kekuasaan tersebut, terdapat tiga sumber kekuasaan yaitu atribut atau institusi yang membedakan pihak yang memegang kekuasaan dengan pihak yang tunduk padanya. Ketiga sumber tersebut adalah jati-diri, harta-benda, dan organisasi.
Jati-diri kepemimpinan dalam acuan umum adalah kualitas fisik, pikiran, ucapan, kepastian moral, atau sifat pribadi lainnya, yang memberikan akses terhadap satu atau lebih instrumen kekuasaan. Dalam masyarakat primitif, akses ini dilakukan melalui kekuatan fisik agar menyerahkan kekuasaan; hal inilah sumber kekuatan yang masih dimiliki oleh lelaki yang lebih besar dan lebih berotot di beberapa rumah tangga atau komunitas kaum-muda. Namun, jati-diri di zaman modern berhubungan terutama dengan kekuatan yang terkondisi dengan kemampuan membujuk atau meyakinkan.
Harta-benda atau kekayaan sesuai dengan aspek otoritas, kepastian tujuan, dan hal ini dapat mengundang penyerahan yang terkondisi. Namun hubungan utamanya, jelas sekali, yakni dengan kekuatan kompensasi atau imbalan. Pendapatan properti menyediakan dana untuk membeli penaklukan.
Organisasi, yang merupakan sumber kekuasaan terpenting dalam masyarakat modern, berhubungan paling erat dengan kekuasaan yang terkondisi. Telah menjadi hal yang lumrah bahwa ketika pelaksanaan kekuasaan diupayakan atau dibutuhkan, maka diperlukan pengorganisasian. Dari organisasi, muncullah persuasi yang diperlukan dan penyerahan yang dihasilkan kepada tujuan organisasi. Namun organisasi, seperti halnya negara, juga mempunyai akses untuk menyerahkan kekuasaan pada berbagai bentuk hukuman. Dan kelompok yang terorganisir, punya akses yang lebih besar atau lebih kecil terhadap kekuasaan imbalan melalui properti yang mereka miliki.
Karena terdapat hubungan yang primer namun tak eksklusif antara ketiga instrumen yang menjalankan kekuasaan dan salah satu sumbernya, maka terdapatpula banyak kombinasi sumber kekuasaan dan instrumen yang terkait. Jati-diri, harta-benda, dan organisasi, dipadukan dalam berbagai kekuatan. Dari sinilah timbul berbagai kombinasi instrumen guna penegakan kekuasaan.

Dari kombinasi jati-diri, harta-benda, dan, yang terpenting, organisasi yang unik, muncullah keyakinan yang terkondisi, manfaat atau imbalan, dan ancaman hukuman yang ringan. Begitulah kompleksnya faktor-faktor yang tercakup dalam dan, sebagian besar, tersembunyi dalam istilah tersebut. Kekuasaan politik, kekuasaan ekonomi, kekuasaan korporasi, kekuasaan militer, dan rujukan-rujukan sejenis lainnya, punya kesamaan dan sangat menyembunyikan keterkaitan yang sama-sama beragam. Tatkala semuanya disebutkan, sifat batinnya tak dikejar. Individu dan kelompok mencari kekuasaan demi memajukan kepentingan mereka sendiri, termasuk, khususnya, kepentingan keuangan mereka sendiri. Dan untuk menyebarkan nilai-nilai pribadi atau sosial mereka kepada orang lain. Dan demi mendapatkan dukungan bagi persepsi ekonomi atau sosial lainnya mengenai kepentingan publik. Pengusaha membeli penyerahan-diri para pekerjanya demi memenuhi tujuan ekonominya guna menghasilkan cuan. Politisi mencari dukungan, yaitu penyerahan-diri dari para pemilih agar ia dapat tetap menjabat.

Mengapa engkau menghendaki kekuasaan? Mengapa ada yang memilikinya dan mengapa tak semua orang yang punya? Memperoleh dan mempertahankan kekuasaan, merupakan kerja-keras. Engkau seyogyanya bijaksana dan taktis, tangguh, berhat-hati, sedia berjuang bila perlu. Akan kita bahas pada sesi berikutnya, bi 'idznillah."

"And cut!" Wulandari menghentikan sejenak sesi tersebut guna beranjak ke sesi berikutnya. Sebelum melanjutkan, ia bersenandung,

Bagai bintang di surga dan seluruh warna
Dan kasih yang setia dan cahaya nyata
Oh bintang di surga berikan cerita
Dan kasih yang setia dan cahaya nyata *)
[Sesi 2]

Selasa, 03 Oktober 2023

Cerita sang Skuter Vespa

“Dua bankir komersial sedang makan siang. Yang satu seorang veteran industri keuangan selama dua puluh tahun, yang lain seorang pemula, yang baru saja lulus dari sekolah bisnis. Yang lebih muda sedang meminta pitawat dari sang veteran.
'Pak Senior, apa yang biasanya terjadi jika seseorang yang punya banyak uang, tapi gak punya pengalaman, bermitra dengan orang yang gak punya uang, namun banyak pengalaman?'
'Entah usahanya bakalan gagal total,' saran sang senior, 'ato kalo enggak ... partner yang berpengalaman, akan mendapatkan semua uangnya,'' berkata sang Vespa saat berjumpa dengan Wulandari di malam itu.

"Dan mengapa Vespa?" Wulandari mengawali dengan bertanya. Lalu ia berkata, "Ya... Estetika. Engkau semua tahu bahwa Vespa dikembangkan dari Skuter. Ada lima aturan emas yang membedakan skuter dari kendaraan roda dua lainnya: motor kecil yang ditempatkan di dekat atau di samping roda belakang, sasis tertutup, bodi untuk melindungi pengemudi dari cipratan, dua roda berdiameter kecil, dan terakhir, roda otomatis. paket transmisi kopling yang dipatenkan oleh Salsbury. Siluet unik kendaraan juga dapat ditambahkan ke daftar ini. Skuter dipromosikan sebagai alternatif pengganti mobil dan sepeda: di satu sisi, skuter lebih lincah, mudah bermanuver, dan lebih murah, dan di sisi lain, skuter lebih nyaman, aman, dan terjangkau secara universal. Hanya satu unsur lagi yang hilang agar benar-benar mempersiapkan lahan, yang pada akhirnya akan menghasilkan Vespa: Estetika. Mari kita simak apa yang akan sang Vespa sampaikan pada kita!"

Sang Vespa berkata, 'Pada akhir Maret 2017, Presiden Donald Trump mengumumkan niatnya mengenakan pajak Vespa di Amerika Serikat. Tujuan sebenarnya dari tindakan ini bukanlah melindungi pasar domestik, melainkan untuk memberikan peringatan terhadap kebijakan perdagangan Uni Eropa. Jika kita mempertimbangkan aspek ekonomi dari perkembangan ini, serta implikasi budayanya, pendirian Trump dapat ditafsirkan sebagai indikator yang menunjukkan peran simbol-simbol tertentu dalam kehidupan sosial. Di satu sisi, hal ini menunjukkan bahwa Vespa masih punya gengsi dan pengakuan internasional. Di sisi lain, meski baru belakangan 'serangga roda dua' menjadi salah satu duta 'buatan Italia' yang paling efektif di seluruh dunia—dengan kata lain, produk yang diidentifikasi secara internasional dengan Italia—langkah yang paling efektif di dunia ini. Politisi berpengaruh mengubahnya menjadi sesuatu yang lebih: sebuah ikon yang mewakili Eropa secara keseluruhan.
Lalu kenapa aku menyebut Vespa sebagai serangga? Vespa dapat bermanuver dengan mudah dan tanpa perlu banyak usaha. Vespa tampil bersih dan memberikan perlindungan kepada pengemudi dari benturan dan kotoran berkat cakupan penuh pada bagian-bagian mesin dan pelindung depan. Bodyshellnya bisa dibilang sebagai kutukan, jika dikaitkan dengan desain sepeda motor pada masanya, namun tak masalah bagi skuter, yang sudah melepaskan diri dari kediktatoran sepeda motor yang lebih agresif dan bersemangat. Vespa berprofil aerodinamis dan ramping, terutama di bagian belakang, sebab pinggulnya yang berbentuk tawon, memberi nama pada skuter ini: sesungguhnya, Vespa itu terjemahan bahasa Italia yang berarti 'Tawon'.

Sejarah Vespa tak lepas dari implikasi sosial, politik dan budaya, dari fakta ekonomi semisal inovasi teknologi di bidang sepeda motor. Peristiwa-peristiwa sosial selalu merupakan kombinasi elemen-elemen ekonomi, politik dan budaya, yang semata tampak berbeda lantaran cara kita memandangnya—perspektif kita—secara artifisial membedakan dan memisahkannya.
Società Rinaldo Piaggio didirikan pada tahun 1884 di Sestri Ponente (Genoa/Liguria) oleh Enrico Piaggio dan putranya yang berusia 19 tahun, Rinaldo, mengerjakan kayu bagi kapal. Hanya dalam waktu tiga tahun (1887), Rinaldo memutuskan berpisah dengan ayahnya demi mendirikan perusahaan Piaggio & Co. Empat mitra bergabung dengannya dalam perusahaan ini: Giuseppe Piaggio (saudara lelaki Enrico dan pemilik kapal), Pietro Costa, Giacomo Pastorino dan Nicolò Odero. Pada akhir abad itu, Rinaldo telah membeli seluruh saham perusahaan. Di masa itu, merupakan periode yang menjanjikan. Italia telah memasuki siklus pertumbuhan positif yang, didorong oleh bantuan bank-bank campuran, menjadikan negara ini lebih sejalan dengan perekonomian paling maju.
Dengan pecahnya Perang Dunia Pertama (PDI), keluarga Piaggio mulai bermobilisasi untuk berperang. Kelompok yang bermarkas di Liguria ini, mendapat manfaat dari permintaan negara akan senjata dan barang yang dibutuhkan guna kampanye militer, sebuah permintaan yang mengubah wajah industri, khususnya meningkatkan ukuran, omset dan perkembangan teknologi di sektor penerbangan.
Pada akhir perang, laporan keuangan perusahaan tentu saja positif, sama halnya dengan semua sektor yang terlibat dalam mobilisasi industri: rata-rata, pendapatan yang dilaporkan meningkat dua kali lipat. Di sektor otomotif, pendapatannya bahkan meningkat empat kali lipat. Piaggio berangkat dari pembuatan kapal dan melanjutkan ke bidang aeronautika, melewati jalur kereta api.
Dari perang Ethiopia hingga jatuhnya Mussolini, perusahaan Piaggio mengalami periode pertumbuhan kuantitatif yang sangat positif. Fasisme memberi Rinaldo tingkat favoritisme yang sama seperti yang diterapkan pada perusahaan lain, seperti pabrik baja Terni, yang memproduksi produk yang penting tidak hanya untuk keamanan militer negara, melainkan pula untuk rencana pengembangan industri apa pun yang mungkin hendak dilakukan. Namun demikian, ikatan Piaggio dengan Fasisme sangat mempengaruhi kehidupan perusahaan, berkontribusi terhadap nasib baik dan mengarahkan strategi dan strukturnya.

Perang Dunia II sangat kejam di wilayah Tuscan dan tiada rasa-sakit yang terluput. Konversi industri yang dilakukan perusahaan Piaggio dimulai pada tahun 1944. Sumber daya apa yang mendorong pemulihan perusahaan dan bagaimana sumber daya tersebut mengarah pada penemuan Vespa? Sekutu mulai mengebom kota Pisa, Livorno dan Pontedera pada musim panas tahun 1943, namun dampak terburuk belum terjadi. Tahun 1944 merupakan tahun kehancuran, kematian dan bencana yang juga menimpa penduduk sipil, terjebak antara serangan udara Anglo-Amerika dan mundurnya Nazi yang dengan sengaja mendeklarasikan 'perang terhadap warga sipil', hingga dan termasuk pembantaian terencana. Tak terkecuali wilayah Valdera, dan memang bom sekutu menghancurkan Pontedera pada bulan Januari. Daerah yang terkena dampak pertama adalah bandara pada tanggal 6 Januari, dan kemudian pabrik Piaggio diserang pada tanggal 18 dan mengalami kerusakan parah. Pada awal Januari 1943, tanda-tanda awal rencana pemindahan pabrik Pontedera ke tempat lain mulai terlihat. Pada awal Januari 1943, tanda-tanda awal rencana pemindahan pabrik Pontedera ke tempat lain mulai terlihat. Langkah-langkah diambil pada musim semi tahun 1943 untuk mulai mendistribusikan fasilitas ke berbagai daerah di provinsi Pisa. Menjelang tahun baru, Piaggio mulai membangun kembali fasilitasnya, merakit kembali bagian-bagian pabrik dan memastikan berbagai peralatan dapat beroperasi kembali, bahkan ketika konflik terus berkecamuk di wilayah Utara.
Dengan terjadinya pemberontakan partisan pada bulan April 1945 dan berakhirnya Perang Dunia II, semua aktivitas produksi perang terhenti, dan pada awal bulan Mei, pabrik-pabrik di Piedmont sudah mulai memproduksi skuter—prototipe MP5 pada awalnya dan kemudian peningkatannya, MP6.

Kala pensil Corradino D'Ascanio pertama kali membuat garis-garis sketsa Vespa yang anggun dan memikat pada tahun 1945, sejarah skuter telah dimulai. Sketsa yang menentukan itu, yang ditakdirkan mengubah dunia transportasi roda dua dan merepresentasikan ide 'skuter' dalam imajinasi kolektif, merupakan puncak dari sebuah evolusi yang berlangsung setidaknya tiga dekade. Penelusuran terhadap berbagai model dan gaya serta teknik yang telah dicoba dan diuji oleh para pendahulu Vespa, memberikan gambaran pasar skuter internasional dimana perusahaan Piaggio akan menonjol. Latar belakang ini, menambah kedalaman sejarah nasib perusahaan yang berbasis di Pontedera ini.
Skuter tersebut, berbeda dari sepeda motor dalam berbagai hal. Secara umum, rodanya lebih kecil; bingkai bertahap yang kurang lebih ramping; posisi berkendara yang lebih nyaman, yang memungkinkan pengemudi mengistirahatkan kakimya di floorboard ketimbang harus mengangkangi kendaraan; dan kepraktisan. Karenanya, sebagai kendaraan bermotor, tak diperlukan ciri fisik atau keterampilan teknis khusus mengemudikannya.

Kebiasaan penggunaan kata 'skuter' untuk menandakan kendaraan yang berlari atau 'scoots' mungkin akan semakin meluas setelah kemunculan Autoped pada tahun 1915. Dilengkapi dengan roda yang sangat kecil, rangka terbuka berbentuk platform, dan mesin di atas roda depan, kendaraan ini sangat mengingatkan pada 'kick scooter', dan ternyata posisi pengemudi berdiri memperkuat kesan ini. Autoped diproduksi di New York dan diedarkan di AS hingga tahun 1921. Berkat perjanjian lisensi, ia juga tiba di Inggris, dijual oleh UK Imperial Motor Industries, dan di Jerman di bawah Krupp.
Klub Skuter pertama didirikan di Paris pada tahun 1920 di puncak gelombang antusiasme skuter. Arti penting Klub ini, tak boleh diremehkan, lantaran merupakan cikal bakal klub Vespa yang lebih ternama. Kegiatan organisasi ini, terutama terdiri dari mengadakan perlombaan teratur dan cepat di jalan-jalan kota atau jalan-jalan bagi para anggotanya. Fase skuter paling awal ini, yang didominasi oleh pionir kendaraan roda dua, diakhiri dengan kemunculan Unibus di Inggris pada tahun 1920.
Unibus mewakili sebuah titik balik, sebab Unibus telah menampilkan sejumlah solusi gaya dan teknik avant-garde yang ditakdirkan mendominasi pada periode berikutnya, termasuk beberapa elemen dari Vespa itu sendiri: bodinya terbuat dari lembaran aluminium yang dipres; mesin satu silinder dua langkah dimasukkan ke dalam kompartemen khusus dan, pada salah satu model, bahkan dipasang di samping roda belakang seperti pada Vespa; rodanya lebih kecil; dilengkapi dengan suspensi; dan seluruh garpu hingga setang dilindungi oleh pelindung aerodinamis.

Gelombang kedua skuter tumbuh dari konteks Amerika yang spesifik setelah runtuhnya Wall Street. Transportasi bermotor telah ada setidaknya selama 15 tahun, namun dalam konteks ini, transportasi bermotor harus disesuaikan guna merespons krisis keuangan. Pabrikan yang merilis skuter generasi kedua, muncul dikala itu dan berhasil melepaskannya dari citra sebelumnya sebagai mainan kaya raya; memang di AS, sekitar 20 tahun sebelum Eropa, skuter mampu menjadikan dirinya sebagai kendaraan yang murah dan sangat berguna. Antara tahun 1938 dan 1946, setidaknya 20 merek muncul.
E. Foster Salsbury mendapatkan ide untuk memproduksi skuter ceria untuk pasar massal dan, bersama dengan penemu Austin Elmore, memperkenalkan Salsbury Motor Glide pertama di Boat and Air Show 1935 di Los Angeles. Hanya dua tahun kemudian, model yang lebih canggih diperkenalkan dan dijuluki DeLuxe High Speed Motor Glide. Berikutnya, Aero, yang nama dan logonya—sepasang sayap besar bergaya yang disatukan—memberikan kunci mendasar untuk memahami sejarah skuter, yaitu hubungannya yang berkelanjutan dengan aeronautika.
Kendaraan baru ini menawarkan peningkatan performa dan lebih andal tanpa kehilangan kegesitan aslinya. Ciri-ciri ini terus ditekankan dalam periklanan Amerika melalui pengenalan serangkaian pesan komunikasi standar. Diantaranya feminisasi kendaraan roda dua tersebut. Iklan pertama, yang diterbitkan di majalah tahun 1936, memperlihatkan seorang wanita muda cantik dengan celana pendek dan tank top, melambai dari atas Motor Glide-nya.
Pada periode yang sama, Norman Siegal—yang dijuluki raja skuter oleh majalah Time—menemukan Moto-Scoot. Terinspirasi oleh Salsbury, Siegal merevolusi posisi lampu depan, memasukkannya ke tengah stang. Solusi ini diadopsi oleh banyak skuter masa depan, termasuk Vespa pasca tahun 1955.

Pada tahun 1930-an, industri sepeda motor Italia dibatasi baik oleh faktor ekonomi, seperti sempitnya pasar domestik, maupun faktor politik, seperti kebijakan autarki rezim tersebut. Desakan rezim fasis agar hanya menggunakan bahan-bahan buatan Italia dan menghalangi impor bahan-bahan asing bermakna bahwa produsen sepeda motor terisolasi dan, demi melindungi keuntungan mereka, tiada persaingan yang sehat dengan perkembangan yang lebih menantang di luar negeri.
Sebelum Perang Dunia II, industri Italia didominasi oleh pentaarki: Guzzi, Gilera, Sertum, Benelli dan Bianchi. Secara umum, penekanannya pada kualitas ketimbang kuantitas, dan pabrikan ini, memproduksi sepeda motor mahal, mewah, atau sport yang dilengkapi dengan teknologi canggih. Lantaran tak mesti bersaing dengan model dan harga asing, pabrikan Italia terus mengabaikan dorongan terhadap kendaraan yang dirancang bagi masyarakat yang lebih luas, namun tetap berhasil memperoleh keuntungan besar tanpa menambah jumlah sepeda motor di jalan.

Perusahaan pertama yang memahami kemungkinan industri sepeda motor ringan adalah Fiat. Perusahaan ini, tentu saja, menyadari tren pasar Amerika, karena sering mengirim para eksekutifnya ke Amerika untuk perjalanan bisnis dan pelatihan. Pada tahun 1938, Fiat membuat contoh pertama skuter Italia, yang sangat mirip dengan Cushman, namun tak pernah dipasarkan.
Sebelum menghadirkan Vespa, Enrico Piaggio sempat mencoba memproduksi skuter Amerika di bawah lisensi. Wajar bagi Piaggio menjajaki pasar internasional, dan kemungkinan besar perusahaan tersebut sedang mempertimbangkan berbagai proyek dan tetap membuka semua pilihannya, mulai dari produksi berlisensi hingga produksi berdasarkan paten asli. Pada akhirnya, kehadiran insinyur penerbangan Corradino D’Ascanio memainkan peran penting dalam membawa perusahaan pada opsi terakhir.
Skuter Piaggio pertama menampilkan beberapa fitur utama. Nama umumnya di luar tembok pabrik adalah Paperino, terjemahan bahasa Italia dari Donald Duck. Tentu saja, ini bukanlah pilihan sembarangan. Mengingat keduanya punya nama karakter Disney, asosiasi otomatis dengan Fiat Topolino (dinamai menurut Mickey Mouse) terjadi secara otomatis. Nama tersebut merangkum sebuah proyek kewirausahaan: sama seperti tujuan Topolino, menjadikan negara ini sebagai roda empat, maka Paperino juga berusaha melakukan hal yang sama pada roda dua.
D’Ascanio merancang desain baru yang memadukan kriteria penerbangan, otomotif, dan sepeda motor untuk menghasilkan prototipe MP6 baru, dan menyelesaikannya pada akhir tahun: MP6 baru ini kemudian berganti nama menjadi Vespa. Vespa tentunya sangat mudah digunakan: seseorang dapat naik mengenadarainya dan turun darinya semudah sepeda dan punya 'a step-through frame'. Karenanya menjamin kenyamanan maksimal dengan menempatkan pengemudi duduk saat berkendara tanpa harus mengangkangi sasis seperti pada sepeda motor klasik. Selain itu, kaum wanita merasa lebih aman sebab memiliki platform mengistirahatkan kaki. Pilihan yang sama telah diberikan oleh para pemimpin skuter sebelumnya, termasuk Unibus, Salsbury, Cushman, Moto-Scoot, Crocker dan model Fiat yang misterius. Fakta bahwa kendaraan ini sesuai bagi pengendara yang mengenakan rok, baik wanita maupun pendeta, telah menjadi klise yang terkonsolidasi dalam iklan Amerika dan Eropa.

Piaggio telah mengembangkan aktivitas internasional yang belum pernah terjadi sebelumnya melalui investasi langsung di luar negeri. Setelah memperoleh manfaat dari hibridisasi dan adaptasi selektif atas pengetahuan dan teknologi dari negara-negara lain di dunia Barat, Vespa, yang berfungsi sebagai semacam prisma kreatif, membiaskan pengalaman Pontedera ke dunia luar, bertindak sebagai agen globalisasi. Dilihat melalui kacamata Vespa, globalisasi tampak lebih rizomatis dari yang kita bayangkan. Skuter Italia mengambil teknik, temuan, dan pengetahuan tersebut dan mengirimkannya terbang ke berbagai arah; pada gilirannya, bentuk-bentuk pengetahuan ini menghasilkan contoh-contoh baru hibridisasi dan adaptasi selektif di tempat-tempat dimana pemegang lisensi muncul. Hal ini terjadi baik di negara-negara yang menjadi tuan rumah puncak kapitalisme maju, seperti Inggris, maupun di negara-negara seperti India yang berfokus pada emansipasi diri dari kolonialisme Barat secara ekonomi dan sosial, setelah memperoleh kemerdekaan politik. Di India, misalnya, Bajaj terus memproduksi skuter setelah lisensinya habis. Pendekatan kewirausahaan, budaya kerja, kebiasaan, dan keyakinan yang berbeda bertemu—dan terkadang berbenturan—di ruang ini. Meskipun pertemuan ini tak mengubah kesalahpahaman dan titik-titik pertikaian menjadi perdamaian, hal ini membantu membawa sebagian wilayah Timur ke Barat dan sebagian wilayah Barat ke Timur," pungkas sang Vespa.

"Dan akhirnya, sebagai penutup," kata Wulandari, "ada hal yang menarik tentang Vespa di negeri Khatulistiwa. Sepertinya, sudah menjadi kebiasaan, dimanapun engkau memarkirkan skuter Vespamu, takkan ada yang mau mengambilnya. Demikian pula, setiap kali mengendarai Vespamu, apapun keadaannya, tak seorang Polisi pun yang bakal mau menilangmu. Oleh karenanya, akan terasa aneh bila ada seorang Polisi, yang ngotot mau menilang sepasang skuter Vespa. Wallahu a'lam."

Dari jauh, sang Fajar kelihatan mendekat, dan Wulandari pun berangkat seraya berdendang,

Ku bukan superstar, kaya dan terkenal
Ku bukan saudagar, yang punya banyak kapal
Ku bukan bangsawan, ku bukan priayi
Ku hanyalah orang yang ingin dicintai *)
Kutipan & Rujukan:
- Andrea Rapini, The History of Vespa: An Italian Miracle, 2019, Routledge
*) "Bukan Superstar" karya Gumilar Nurochman

Minggu, 01 Oktober 2023

Kebijakan para "Stupid Pricks" (5)

Peace lily melanjutkan, '"Dalam sebuah sel penjara, dua orang narapidana sedang ngobrol. Yang senior—yang lebih duluan masuk penjara—berpetuah kepada yang yunior—yang baru saja masuk penjara, 'Petuah pertama gua,' kata sang senior, 'cuma ada dua aturan di penjara ini, cuy. Dengerin baik-baik! Satu: Loe kagak boleh nulis di dinding. Dua : Loe mesti taatin semua aturan di sini.'
'Dan petuah gua yang kedua, 'Loe gak bisa ngejadiin manusia seperti seekor domba yang berdiri di atas kaki belakangnya. Taapiii ... dengan membuat sekawanan domba dalam posisi seperti itu, loe bisa ngumpulin banyak orang.'"

Kemudian Peace Lily meneruskan, 'Investor kita bertanya kepada Pak Menteri, 'Negara ... sampaikan padaku Pak Menteri, mengapa ada Negara?'
'Pada awalnya, secara historis, ada koloni, ketika koloni-koloni ini memutuskan bersatu, maka muncullah negara,' jawab pak menteri. 'Dalam beberapa tahun terakhir, makin banyak tulisan yang mencuat tentang teori dan struktur negara. Namun, pandangan-pandangan tersebut, sangat beragam dan saling bertentangan mengenai ciri-ciri utama peran dan fungsi negara. Memang sih, gak ada definisi yang disepakati secara universal mengenai makna konsep tersebut.
Menurut James McAuley, salah satu ciri yang telah disepakati ialah, pentingnya negara, yang pada abad kesembilan belas, telah menjadi aktor politik utama di sebagian besar negara maju. Puncaknya di Inggris, negara berjanji bakalan langsung turun tangan merawat dan memberikan dukungan bagi warganya, sejak lahir hingga masuk ke liang lahat. Namun, selama 30 tahun terakhir, ideologi, sifat dan bentuk intervensi negara, telah berubah secara dramatis.

Pengembangan-pengembangan sentral telah menunjukkan adanya ‘penggerogotan’ kekuasaan negara, yang merupakan serangkaian upaya menuju peran negara yang lebih bersifat mengatur dan mengurangi cawe-cawe. Hal ini terjadi oleh latarbelakang meningkatnya privatisasi dan liberalisasi pasar.
Kita dapat memahami negara melalui dua cara utama. Pertama, sebagai aparatur pemerintahan dalam suatu wilayah geografis tertentu; dan kedua, sebagai sistem sosial yang tunduk pada seperangkat aturan atau dominasi tertentu. Kendati Hall dan Ilkenberry menegaskan bahwa terdapat banyak perbedaan pendapat, mereka berpendapat bahwa definisi majemuk negara, mencakup tiga ciri utama. Seperangkat institusi yang dikelola oleh personel negara, di pusat wilayah yang dibatasi secara geografis, dimana negara mempunyai penguasaan atas pembuatan aturan.
Walau terdapat kesulitan dalam mencapai kesepakatan mengenai definisi negara, ada satu hal yang jelas, bahwa negara, berpengaruh langsung terhadap seluruh kehidupan kita. Yang terpenting, melalui lembaga-lembaga utamanya, kita sebagai individu acapkali merasakan bahwa kita mengalami negara modern dengan cara yang sangat berbeda dengan lembaga-lembaga lain dalam masyarakat kita. Berlainan dengan konsep negara yang samar-samar dan terkadang gak jelas, keluarga, misalnya, seringkali dipandang sebagai bagian yang lebih langsung kita alami. Kita merasa, kita mengetahuinya secara langsung. Kita semua bisa memberikan definisi yang ‘masuk akal’ tentang apa itu keluarga, atau setidaknya, apa yang seharusnya. Sebagian besar merasa bahwa mereka berada dalam posisi mengomentari hubungan dalam keluarga, serta fungsi dan peran yang hendaknya dijalankan. Hal ini tak berlaku bagi negara. Kerapkali, negara dicelik sebagai hal yang amat abstrak, atau pada tingkat yang masuk akal, sebagai sesuatu yang terpisah dari kehidupan sehari-hari, yang mulai memaksakan kehendaknya dari atas, melalui birokrasi yang terpisah dan tak dapat diakses.

Namun, negara belum tentu mengambil peran intervensionis secara terang-terangan guna menegakkan kehendaknya. Sebaliknya, negara memainkan peran penting dalam menentukan perilaku apa yang dapat diterima, dan yang terpenting, apa yang tak dapat diterima secara sosial. Akan tetapi, sebagian besar negara masih ‘tak menyukai’ bentuk-bentuk kehidupan alternatif lain. Negara terkadang juga dapat secara langsung menggunakan kekuatan hukum guna menyokong pandangannya. Secara lebih luas, sistem jaminan sosial, sistem perpajakan, tunjangan finansial, dan lembaga intervensi sosial, masih disusun berdasarkan pandangan yang dominan. Negara juga berupaya mengidentifikasi secara ideologis apa yang bersifat politis dan apa yang tak bersifat politis. Hal ini setidaknya dapat dilakukan dengan menetapkan apa yang dianggap sah dan apa yang tidak sah, apa yang legal dan apa yang ilegal, siapa saja yang ‘pantas’ dan ‘tak pantas’. Yang paling esensial, ia terjadi dengan menentukan apa yang dianggap sebagai ranah publik dan ranah privat.

Negara merupakan objek sosial yang bersifat immaterial dan nonfisik, negara dapat eksis tanpa adanya masyarakat, lantaran negara hanyalah sebuah konstruksi belaka. Akan tetapi, ada juga masyarakat yang negaranya tak terlalu maju. Bahkan ada beberapa masyarakat yang mungkin masuk akal disebut sebagai masyarakat ‘stateless’. Suku Nuer di Sudan Selatan dan suku Jale di dataran tinggi New Guinea, merupakan dua contoh masyarakat semacam itu. Hal ini sering kali didasarkan pada perekonomian pemburu-pengumpul dan tak memerlukan koordinasi sejumlah besar orang, atau mengendalikan penggunaan sumber daya yang tersimpan, dalam suatu wilayah tertentu. Oleh karenanya, mereka cenderung tak bergantung pada organisasi pusat atau mempunyai organisasi negara yang dapat dikenali. Demikian pula, masyarakat agraris berskala kecil, meski sering beroperasi di lokasi geografis yang tetap, jarang mempunyai batas-batas atau organisasi politik yang jelas.
Namun, itu bukan berarti bahwa masyarakat seperti itu, tak mempunyai mekanisme regulasi politik. Sesungguhnya jauh dari itu. Jika kita mempertimbangkan struktur sosial lain dalam masyarakat non-industri, misalnya, kita dapat menemukan kelompok yang lebih besar, yang seringkali berbahasa dan berbudaya yang sama, dan biasanya, beroleh makanan dari cocok-tanam dan ternak hewan. Masyarakat seperti ini, terorganisir secara politik dalam beragam cara. Struktur keluarga dan kekerabatan, adat dan tradisi, atau otoritas pemimpin agama, boleh jadi berperan penting dalam pengaturan perselisihan dan struktur politik. Dewan desa atau kelompok tetua, seringkali mengambil keputusan mengenai masalah-masalah publik, dan mungkin pula, memantau hubungan kekerabatan dan keturunan.
Di tempat lain, kesultanan melibatkan pemeringkatan masyarakat dan otoritas terpusat. Kepala suku adalah pewaris jabatan, dan menjalankan serangkaian peran administratif: seperti penyalur sumber daya, penentu sistem hukum, dan bahkan mungkin pejabat keagamaan. Kita juga dapat menemukan contoh-contoh masyarakat non-industrialisasi yang konsep negaranya agak lebih maju. Dalam hal ini, masyarakat diakui sebagai warga negara dari unit politik yang ditentukan secara teritorial, dan status yang diperoleh berdasarkan garis keturunan menjadi kurang bermakna. Organisasi negara, sebagaimana adanya, mengelilingi wewenang kendali pusat, koordinasi dan penataan berbagai kelompok sosial, misalnya budak, birokrat, pendeta, dan politisi.

Negara itu sendiri, tentu saja, mengalami perubahan bentuk seiring berjalannya waktu. Di Eropa, embrio nation-state muncul sekitar abad ke-15, dan mencapai bentuk utuhnya pada abad ke-19. Nation-state yang terbentuk sejak saat itu, sebagian besar terdiri dari ‘banyak orang’ atau ‘rakyat’, yang menyatakan hak mereka untuk menentukan nasib sendiri, dan berada dalam wilayah ‘kedaulatan’. Lebih lanjut, mereka mengklaim hak untuk mempertahankan batas-batas geografis tertentu dari penyerang, baik yang nyata maupun yang dibayangkan, terlepas dari siapa yang sebenarnya memerintah wilayah tersebut. Selain itu, dalam nation-state modern, pemerintah dipandang punya wewenang atas suatu wilayah dan merupakan kekuasaan tertinggi di dalamnya. Nation-state modern menandai penggantian penguasa absolut dengan seperangkat aturan yang dikelola oleh birokrasi yang diorganisir oleh negara. Di sinilah negara dipandang memperoleh legitimasi.
Negara relatif baru dalam istilah umat manusia, dan terlebih lagi nation-state. Bentuk aslinya terutama merupakan kekaisaran kuno, Asyur, Mesir, Minoa, Mycenean, Makedonia, yang merupakan contoh nyata, atau city-state seperti yang ditunjukkan oleh rezim di Babilonia, Athena, Sparta, dan Roma.
Perkembangan negara bertepatan dengan perkembangan fenomena sosial krusial lainnya. Hal ini termasuk bahasa tertulis, pertumbuhan manajemen terpusat atas surplus produksi ekonomi, dalam bentuk perpajakan dan penggunaan kekuatan negara yang ‘sah’ dan terorganisir untuk melindungi diri dari ancaman internal dan musuh eksternal. Yang juga penting dalam perkembangan negara-negara tersebut adalah bahwa mereka memiliki sistem kepercayaan atau ideologi yang terpusat, biasanya dalam bentuk agama negara. Para pemimpin mereka diberi status seperti dewa, atau kekuatan para dewa sebagai agen mereka. Seringkali, pengelola negara paling awal merupakan pendeta di negara yang berdasarkan teodisi.

Dalam setiap masyarakat, individu mengenal sistem politik dengan cara yang kerap menyusun reaksi mereka terhadap peristiwa politik dan persepsi mereka tentang politik. Dalam hal ini, masyarakat, pada tingkat tertentu, diharuskan ‘mempelajari’ apa itu isu politik dan politik. Kebanyakan orang menjalani hidup mereka dengan berpegang pada ideologi politik mereka sendiri, nilai-nilai, pemahaman dan keyakinan mereka sendiri. Hal ini, tentu saja, biasanya tak konsisten dari waktu ke waktu, terdiri dari campuran kepentingan pribadi, 'kebenaran' yang terbukti dengan sendirinya, ideologi yang tak konsisten atau semata dipahami sebagian, titik referensi yang dipersonalisasi, pengalaman sejarah hidup dan interaksi dengan individu lain, organisasi dan kelompok, yang bermotivasi 'politik'.

Salah satu titik awal yang penting adalah pertimbangan tentang bagaimana individu dalam suatu masyarakat mempelajari apa yang bersifat politis dan apa yang tidak. Demikian pula, masyarakat juga harus memahami apa yang relevan dan tak relevan secara politik pada saat tertentu.
Dalam masyarakat kita, kekuasaan ada dalam berbagai bentuk dan tingkatan. Karenanya, Anthony Giddens berpendapat bahwa kekuasaan, dapat dilihat sebagai kapasitas transformasi pada seluruh manusia. Hal ini memungkinkan orang turut campur tangan dalam berbagai peristiwa di seluruh dunia, guna mengubahnya. Namun, dalam upaya mengembangkan konsep sosiologis tentang kekuasaan, kita juga hendaknya menyadari bahwa tindakan agen manusia terwujud dalam gambaran hubungan sosial yang sangat berbeda. Hal ini mengarahkan kita secara langsung mempertimbangkan pentingnya konsep kekuasaan.
Michael Mann berpendapat bahwa kekuasaan muncul terus-menerus dalam masyarakat manusia. Lebih lanjut ia mengidentifikasi empat sumber kekuasaan organisasi sebagai berikut: Kekuatan Ideologis, yang muncul dari kenyataan bahwa manusia berupaya beroperasi berdasarkan makna, norma, dan ritual. Ideologilah yang memenuhi kebutuhan ini. Dengan demikian, kekuatan ideologis bisa bersifat ‘transenden’, berdiri terpisah dari masyarakat dengan cara yang sakral, seperti agama, atau ‘imanen’, disebarkan ke seluruh masyarakat melalui kohesi kelompok dan rasa keanggotaan bersama;
Kekuatan Ekonomi, yang berasal dari produksi, distribusi, pertukaran dan konsumsi. Hal ini paling baik diungkapkan melalui struktur kelas;
Kekuatan Militer dari persaingan demi kelangsungan hidup fisik. Hal ini menghasilkan kontrol langsung dalam pusat yang terkonsentrasi dan efek pemaksaan tak langsung terhadap wilayah sekitarnya;
Kekuatan Politik, yang berasal dari penguasaan suatu wilayah fisik dan penduduknya melalui peraturan yang dikelola secara terpusat, terkonsentrasi didalam sebuah negara.

Jadi, dapat dikatakan secara argumentatif bahwa seluruh negara modern merupakan nation-states, dengan aparatus politik yang berbeda, memegang yurisdiksi tertinggi atas wilayah teritorial yang dibatasi, didukung oleh klaim monopoli kekuasaan yang bersifat memaksa, dan menikmati tingkat loyalitas minimum dari warga negaranya.
Karakteristik yang lebih menentukan dari sebuah nation-state ialah bahwa sebagian besar dari mereka yang hidup dalam batas-batasnya dan terstruktur oleh sistem politiknya, merupakan warga negara dari negara itu, dengan hak dan kewajiban yang secara langsung berkaitan dengan negara tersebut. Nation-state modern sering disamakan dengan konsep ‘nasionalisme’ yang lebih luas. Namun keduanya, sesungguhnya sama sekali tak sama.
Jelasnya, masyarakat tak semata mengakui negara, mereka ‘meyakini’ pula negara dan memandangnya punya peran yang ‘sah’ dalam kehidupan sehari-hari. Kebanyakan dari mereka, menerima haknya, walau terkadang dengan enggan, mengatur dan mengendalikan kehidupan mereka sehari-hari. Mayoritas menghormati setidaknya beberapa lembaganya: Pemerintah; Parlemen; Pengadilan; Polisi; serta Tentara. Sebagian besar sadar bahwa mereka tak lagi hidup di bawah kekuasaan penguasa yang amat berkuasa, namun mereka menetap dalam sebuah nation-state, yang hukum, ketertiban, dan politiknya, telah menjadi upaya yang sangat terspesialisasi. Politisi, contohnya, secara berkala menawarkan diri guna mendapatkan dukungan rakyat atas hak mengendalikan kebijakan publik serta strategi dan sumber daya negara. Polisi dan Tentara diberi wewenang oleh negara untuk menggunakan kekuatan guna menjaga ketertiban internal dan melindungi batas-batas negara dari ancaman eksternal."

"Boleh jadi," Peace lily hendak mengakhiri perbincangan, 'obrolan investor kita dan pak menteri, masih panjang, baik secara terang-terangan maupun diam-diam. Tapi, mari kita cukupkan ceritanya dan perkenankan aku menyampaikan apa kata Robert Nozick, bahwa, tanpa negara, kita bakal menyaksikan para mafia laksana geng yang berusaha memeras uang 'perlindungan' dari semua orang. Pada akhirnya, satu geng akan menjadi geng yang dominan dan menekan semua geng yang bersaing. Keadaan ini bakal memunculkan monopoli atas penggunaan kekerasan, demi memaksa ketaatan. Gak bahaya ta? Wallahu a'lam.'"

Sang fajar telah tiba, ia membawa tiga bingkai lukisan, yang pertama, lukisan seekor kuda putih dengan segala bebannya; kedua, sepeda balap klasik dengan segala aturannya yang kaku; dan terakhir, sketsa lukisan yang unik, sebuah skuter Vespa dengan senyum dan kejenakaannya. Waktunya berangkat, Peace lily dan Wulandari saling dadah, keduanya pun mengalunkan tembangnya Enya,

One by one, my leaves fall
[Satu per satu, daun-daunku berguguran]
One by one, my tales are told
[Satu per satu, dongengan-dongenganku tersampaikan]
My oh my! She was aiming too high ****)
[Ya ampyun! Bidikannya ketinggian]
Kutipan & Rujukan:
- Shankar IAS Academy, Environment, 2018, Shankar IAS Academy Book Publications.
- Richard P.F. Holt, Steven Pressman, and Clive L. Spash (Ed.), Post Keynesian and Ecological Economics: Confronting Environmental Issues, 2009, Edward Elgar Publishing Limited
- Ian L. Pepper, Charles P. Gerba, Mark L. Brusseau (Ed.), Environmental Pollution Science, 2006, Elsevier 
- Daniel J. Phaneuf & Till Requate, A Course in Environmental Economics: Theory, Policy and Practice, 2016, Cambridge University Press.
- S.A. Smith, The Oxford Handbook of the History of Communism, 2014, Oxford University Press
- Robert Service, Comrades! A History of World Communism, 2007, Harvard University Press
- David Levinson (Ed.), Encyclopedia of Homelessness Vol. 1 & 2, 2004, Sage Publications
- Katherine Brickel, Melissa Fernández Arrigoitia and Alexander Vasudevan (Ed.), Geographies of Forced Eviction: Dispossession, Violence, Resistance, 2017, Palgrave
- Megan Ravenhill, The Culture of Homelessness, 2008, Ashgate
- James W. McAuley, An Introduction to Politics, State and Society, 2003, Sage Publications
- Robert Nozick, Anarchy, State, and Utopia, 2013, Basic Books
*) "Lestari Alamku" karya Gombloh
**) "Willy" karya Iwan Fals
***) "Spectre" karya Jesper Borgen, Anders Froen, Tommy Laverdi, Gunnar Greve, Alan Olav Walker, Lars Kristian Rosness & Marcus Arnbekk
****) "One By One" karya Roma Ryan, Eithne Ni Bhraonain & Nicky Ryan

[Sesi 4]
[Sesi 1]