"Seorang perawat baru, sedang bertugas menemani dokter merawat pasien. Dengan santun, sang dokter nanya pada sang perawat, 'Suster, tadi ngambil temperatur pasiennya gak?'Agak canggung, sang perawat menjawab, 'Enggak dok. Apa temperaturnya 'ilang?'"“Jika tak diatur secara efektif, mengapa 'Uang' bisa melemahkan Demokrasi?” berkata bunga matahari sambil menggerakkan inflorescencenya, mencari sesuatu. Lalu ia berkata, “Daku lagi nyariin Mbok Sastro, pengasong ‘jamu-gendong’ yang sering lewat sini. Oh, doi ada di sana tuh," ucapnya seraya menunjuk seorang wanita yang sedang duduk di bawah poster 'Dua Kurcaci'—poster seperti ini, bermunculan dimana-mana, sampai-sampai, pepohonan di jalur hijau, ampun-ampun.Tapi tunggu dulu, itu bukan Mbok Sastro, melainkan Ijah, putrinya. Dua pemuda sedang menanti orderan jamu yang disiapkan Ijah. Sembari menunggu, salah satu pemuda, mengeluarkan ponselnya dan memutarkan 'Theme from Dying Young', dimainkan duo Cak Imin dan Pak Mahfud, eh bukan ... maksudku, Kenny G, bersama 'slepetan' saksofonnya. Cakep bener!""Sebelum mendalami pertanyaanku tadi, perkenankan daku menyampaikan padamu studi mengenai 'Jamu' selama 10 tahun, oleh seorang penulis kelahiran Irlandia, Susan-Jane Beers.Beers menuliskan pandangannya—karyanya diterbitkan pada tahun 2001—dengan diawali bahwa jamu Indonesia—yang merupakan bagian dari sistem terpadu kesehatan dan kecantikan luar dan dalam, meliputi bedak, pil, salep, losion, pijat, dan cerita tradisi rakyat—tak diketahui oleh sebagian besar orang Barat. Sekilas, jamu nampak punya hubungan sebab-akibat dari dunia modern ini. Pembuatan jamu di rumah tentu sudah menurun, namun, sebagai gantinya, industri jamu dan kosmetika semakin berkembang dan kini memproduksi sejumlah produk perawatan kesehatan dan kecantikan yang aman dan higienis. Industri ini, lambat berkembang karena selama bertahun-tahun ada keengganan berbagi rahasia. Akan tetapi, sikap tersebut berubah oleh industrialisasi pesat, yang telah menyebabkan, secara paradoks, peningkatan permintaan akan obat tradisional.Dulu, para ibu mewariskan rahasia resep penyembuhan ini kepada para putrinya. Mereka yang jempolan dalam menyiapkan jamu, dimintai saran oleh tetangganya; dan permintaan akhirnya menghasilkan bisnis keluarga kecil. Inilah cikal bakal industri rumahan, yang kemudian menjadi konglomerat kekinian. Produksi telah berpindah dari rumah ke pabrik-pabrik mutakhir yang lengkap dan menjadi relatif mudah membeli apa yang orang Barat anggap sebagai losion, pil, dan ramuan mistis di gerai-gerai ritel.Beers kemudian mengisahkan saat kali pertama ia 'mencicipi' Jamu. 'Pegel Linu', Bu Sri, sang peracik Jamu, memaklumatkan padanya dengan penuh percaya diri, yang gak sengaja membuat Beers pucat-pasi. Sambil menarik napas dalam-dalam, ia menenggak ramuan tersebut, terbayang bagai campuran obat batuk Barat paling getir berwujud nektar. Air yang diberi hanya sedikit gula, mengurangi sisa rasa. Hingga tengah malam, ia masih belum merasakan reaksi yang diharapkan. Pada jam 5 pagi keesokan harinya, ia terbangun dan mengira bakalan mati suri, namun—yang membuatnya terheran—ia merasakan sesuatu yang lebih baik dari yang sebelumnya. Ini dahsyat—ia benar-benar memperoleh energi baru; sungguh, ia tak pernah merasa lebih bugar dan jamulah satu-satunya variasi dari pola makan normalnya.Sejak saat itu, ia terpikat. Ia mulai mengkajinya dengan sungguh-sungguh, dengan harapan, orang lain dapat mengambil manfaat dari pengalamannya dan menemukan apa—jika ada—yang dapat dilakukan bagi mereka, oleh orde kesehatan lawas Indonesia ini.Merunut asal-usul jamu bukanlah pekerjaan mudah, tulis Beers. Para pakar sepakat bahwa penggunaan tetumbuhan untuk tujuan pengobatan di Indonesia, telah ada sejak zaman prasejarah. Teori ini didukung oleh koleksi peralatan batu Neolitikum yang mengesankan di Museum Nasional Jakarta, yang hampir pasti digunakan bagi layanan kesehatan sehari-hari. Alat seperti lesung atau batu gosok, digunakan menggiling tanaman dan memperoleh bubuk serta ekstrak tetumbuhan. Bukti lebih lanjut dapat ditemukan pada relief batu yang menggambarkan siklus hidup manusia di candi ternama, Borobudur, yang berasal dari tahun 800–900 M. Pada ukiran tersebut daun kalpataru (dari 'pohon mitologi yang tak pernah mati') ditumbuk bersama bahan-bahan lainnya guna maracik ramuan perawatan kesehatan dan kecantikan wanita. Relief menggambarkan pula orang-orang yang sedang memijat tubuh, sebuah proses penyembuhan yang tercatat di banyak belahan dunia, khususnya di China, Jepang dan India. Dengan terbentuknya jalur perdagangan awal antara Asia dan Asia Kecil, teknik penyembuhan dengan mudah berpindah dari Timur ke Barat, dan sebaliknya.Pada akhir milenium pertama, pengaruh budaya Jawa mulai menyebar ke pulau tetangga Bali, yang masyarakatnya telah menyerap pengaruh India. Imperium Majapahit yang kuat berkembang pesat di Jawa Timur, menguasai sebagian besar lautan antara India dan Tiongkok; hubungan dibangun antara Jawa dan Bali (saluran sepanjang kurang dari lima km memisahkan kedua pulau). Namun Imperium Majapahit menginginkan lebih, dan pada tahun 1343 pasukan di bawah komando Gajah Mada, diutus oleh penguasa Hayam Wuruk untuk menaklukkan Bali. Kesuksesannya tak bertahan lama dan masyarakat Bali membalas beberapa kali, berusaha menghalau kekuasaan mereka ke wilayah paling ujung timur Pulau Jawa.Setelah masuknya Islam dan pecahnya imperium Majapahit pada akhir abad ke-15, banyak orang Jawa mengungsi ke Bali, membawa serta buku, budaya, dan adat istiadat mereka. Di sana, mereka tetap terisolasi sampai tahun 1908, ketika Belanda menaklukkan pulau tersebut. Petaka sejarah ini, bermakna bahwa cara pengobatan di Bali acapkali mencerminkan cara penyembuhan di Jawa 400 tahun yang lalu, dan di sini, tradisi penyembuhan Jawa sebagian besar masih tetap utuh.Dalam hal usada (kitab Penyembuhan), yang merupakan kumpulan kitab berkaitan dengan praktik penyembuhan, terdapat dua naskah di perpustakaan Keraton Surakarta yang bertanggal, dan bisa dibilang merupakan referensi terbaik mengenai jamu dan pengobatan tradisional yang pernah ada—yaitu, Serat Kawruh bab Jampi-jampi dan Serat Centhini. Yang disebutkan pertama, mungkin memberikan gambaran yang paling sistematis tentang jamu. Terdiri dari total 1.734 formula yang terbuat dari bahan-bahan alami, beserta informasi kegunaannya. Sebanyak 244 entri lainnya berbentuk doa atau figur simbolis yang digunakan sebagai jimat atau talisman yang ampuh untuk menyembuhkan masalah kesehatan tertentu, atau melindungi pemiliknya dari ilmu hitam apa pun yang ditujukan kepada mereka.Serat Centhini yang berusia 300 tahun, masih dipandang sebagai salah satu rujukan utama jamu dan punya banyak cerita ilustratif yang tak hanya menarik untuk dibaca, tapi juga mendidik. Raden Jayengresmi atau Seh Amongraga merupakan tokoh sentral dalam Serat Centhini. Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom menyajikan Suluk Jatiswara untuk diterangkan dan dipelajari. Banyak kaum piawai yang diminta membantu sesuai ilmunya masing-masing, termasuk Kanjeng Pengulu Tafsir Anom yang membahas tentang Islam. Para ahli lainnya juga menulis tentang hal-hal seperti agama, ilmu kebatinan, kesempurnaan batin, keagungan, kekuatan, kasih sayang, seksologi, primbon, ilmu spiritual, astrologi, pranatamangsa [sistem penanggalan atau kalender yang dikaitkan dengan aktivitas pertanian, khususnya untuk kepentingan bercocok tanam atau penangkapan ikan], sesaji, karma, ziarah, peninggalan zaman dahulu, sastra, dongeng, cerita sejarah, keris, kuda, burung, perumahan, musik dan lagu, tarian, tanaman, pertanian, obat-obatan dan masih banyak lagi, termasuk hal-hal lucu dan gurauan. Semuanya dijelaskan secara gamblang, mendalam dan menyenangkan, termasuk gunung, gua, pantai seperti yang diberitakan oleh para bupati dan utusan, serta menjelaskan tempat-tempat keramat dan angker. Pangeran Adipati Anom pun menyempatkan diri menggarap dan meneliti seluruh isi Serat Centhini.Serat centhini disalin dan direvisi sehingga seringkali tiada yang tahu edisi mana yang asli. Beberapa versi bertanggal 1742 dalam kalender Jawa, yang setara dengan tahun 1814 dalam kalender Barat, namun para ahli mengatakan sebagian besar materinya berasal dari abad-abad sebelumnya. Namun, terlepas dari pendekatan dasarnya, Serat centhini menyajikan salah satu kisah terbaik tentang pengobatan di Jawa kuno.
Lantas, apa sih sebenernya jamu itu? Jawaban mudah bagi pertanyaan ini, jamu itu, obat herbal Indonesia. Namun, Jamu bukan semata jamu, jawabannya tak sesederhana itu, terutama karena jamu diyakini luas tak lebih dari sekedar afrodisiak yang ampuh. Ketika menyebutkan jamu di Asia, reaksinya akan beragam, mulai dari penolakan dan ketidakpercayaan, cibiran, atau mungkin bincang panjang lebar tentang manfaat jamu. Bahkan di Indonesia, masyarakat belum bisa sepakat mengenai sebuah definisi. Semua orang tahu apa itu jamu, tapi setiap orang membedakan antara jamu, obat-obatan, dan kosmetik. Setiap jamu dapat diaplikasikan dengan lebih dari satu cara; penggunaannya tergantung keluhan atau kebutuhan. Bisa berupa minuman herbal yang diminum untuk mencegah penyakit, jawaban terhadap penyakit kronis, atau dibuat infus, distilasi, diseduh atau ditempelkan buat merawat rambut.Jamu juga digambarkan sebagai obat homeopati. Tentu saja ada kesamaan: ia holistik dan nabati. Namun kesamaannya berakhir di situ; prinsip dasar homeopati yang mengencerkan obat dengan lebih dari 99 bagian alkohol, hampir tak sesuai dengan teknik pembuatan jamu atau hukum Islam tentang alkohol. Jamu mencakup rangkaian minuman, pil, kapsul, dan bubuk menakjubkan yang dikata dapat menyembuhkan hampir semua penyakit yang diketahui manusia. Jamu dapat digunakan sendiri atau bersamaan dengan teknik penyembuhan lain seperti pijat. Keuntungannya, bila diberikan dengan benar, tak menimbulkan efek samping dan, menurut kebanyakan orang Jawa, sangat efektif. Terlepas dari beragam pendapat mengenai topik sensitif ini, ada satu persepsi umum—jenis jamu yang paling populer, dapat menambah dan meningkatkan 'vitalitas'.Jamu merupakan terapi holistik. Konsep keharmonisan—keseimbangan antara seseorang dan lingkungannya, atau keseimbangan antara unsur panas dan dingin dalam tubuh—bermakna penyakit dan obat-obatan dibagi ke dalam kategori panas dan dingin. Keahlian seorang herbalis terletak pada membedakan penyakit panas dengan obat flu yang tepat dan sebaliknya; obat panas menyembuhkan penyakit masuk angin, dan obat flu dianjurkan bagi penyakit panas. Resep jamu selalu mengikuti aturan ini, itulah sebabnya terdapat katalog antonim: panas dan dingin; asam manis; pahit dan legit; kuat dan lemah. Demikian pula, jika suatu formula dikembangkan untuk mengatasi masalah tertentu pada satu organ tubuh, maka dampaknya pada seluruh sistem harus selalu dipertimbangkan. Banyaknya daun, akar, atau kulit kayu dalam satu jamu terdiri dari tiga kategori: bahan utama, bahan pendukung, dan bahan yang ditambahkan hanya untuk meningkatkan cita rasa jamu. Setelah dicampur dan diaduk, seluruh bahan berinteraksi bersama mengatasi gejalanya.Jamu punya empat fungsi dasar. Mengobati penyakit tertentu (beragam masalah seperti batu ginjal, kanker serviks atau diare); menjaga kesehatan yang baik (melalui peningkatan sirkulasi darah dan peningkatan metabolisme); meredakan rasa sakit dan nyeri (dengan mengurangi peradangan atau membantu masalah pencernaan); dan juga mengatasi gangguan fungsi tertentu pada tubuh (seperti kurangnya kesuburan atau bau badan yang tidak sedap). Terkadang bisa multifungsi: misalnya, jamu bisa menjadi tonik umum, tapi juga bertindak sebagai antiseptik mencegah infeksi lambung.Jamu bukanlah pengobatan dalam semalam. Hasil hanya dapat dicapai dengan penggunaan rutin dalam jangka waktu tertentu. Dan karena 'penyembuhannya' dilakukan secara bertahap, pasien biasanya tak mengalami efek samping apa pun. Beberapa jamu terbuat dari ramuan beracun dan jika tak dibuat dan dikelola dengan benar, jamu tersebut berpotensi menjadi racun. Seni ahli herbal terletak pada mengetahui cara menetralisir unsur-unsur beracun ini guna menghasilkan obat yang ampuh dan menyembuhkan. Terkadang, jamu diminum bersamaan dengan pijat tradisional untuk mempercepat proses penyembuhan.Pemrosesan dan penjualan jamu merupakan peragaan yang dilakukan oleh satu orang (atau, biasanya, satu orang wanita) hingga awal abad ke-20. Beberapa peracik jamu, yang sadar akan meningkatnya permintaan jamu dan mungkin menyadari pula potensi keuntungannya, mulai membuat dan menjualnya dalam jumlah yang lebih besar. Tatkala informasi tentang kualitas dan efektivitas jamunya tersebar, banjir orderan pun datang dan jamu Indonesia menumbuhkan industri rumahan.Indonesia kaya akan flora, terdiri dari banyak jenis tanaman yang unik. Diberkahi dengan iklim tropis dan ribuan pulau, Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman hayati tertinggi kedua di dunia. Jamu—yang diakui oleh United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) sebagai bagian dari Global Intangible Cultural Heritages from Indonesia—merupakan salah satu obat herbal yang dikenal di Indonesia. Cincau atau camcau hijau perdu berbentuk gel juga sudah sangat dikenal masyarakat Indonesia. Cincau sering disajikan sebagai campuran dalam es campur atau bahkan disajikan sebagai es cincau. Teh Rosella merupakan produk minuman hasil fermentasi seduhan kelopak bunga Rosella yang dapat digunakan sebagai obat tradisional menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Ubi jalar ungu mengandung antosianin dan sejumlah pati resisten yang bermanfaat bagi kesehatan. Dan masih banyak lagi yang dapat dijadikan sebagai pengobatan alternatif dan komplementer.Dua pemuda tadi telah berlalu usai meneguk ramuan jamu mereka, neng Ijah perlahan-lahan memanggul kembali bakul jamunya yang terisi penuh. Rasanya nelangsa melihat sungguhlah pelik barang bawaan gadis belia ini. Akan tetapi, atas rahmat Rabb para insan, dan dengan ikhtiar meminum Beras Kencur dan Kunir Asem setiap hari serta sesekali oplosan pahit, ia nampak sehat sekali. Ijah mulai melangkah dan dengan ramah menjajakan obat herbalnya, 'Jamuu jamuuu ... Jamune Maas!'Pada episode berikutnya, 'Money in Politics' akan menjadi perbincangan kita yaq? Bi 'idznillah."Kemudian, bunga Matahari lanjut dengan dendang 'Umbrella'-nya Rihanna,Now that it's raining more than ever[Kini hujan turun lebih deras dari sebelumnya]Know that we'll still have each other[Ketahuilah bahwa kita akan tetap saling memiliki]You can stand under my umbrella[Dikau boleh berdiri di bawah payungku]You can stand under my umbrella *)[Dikau boleh berdiri di bawah payungku]
Kutipan & Rujukan:
- Susan-Jane Beers, Jamu: The Ancient Indonesian Art of Herbal Healing, 2001, Tuttle Publishing
- Soewito Santoso & Kestity Pringgoharjono, Stories from the Serat Centhini: Understanding the Javanese Journey of Life, 2013, Marshall Cavendish International
*) "Umbrella" karya Christopher A. Stewart, Shawn C. Carter, Terius Youngdell Nash & Thaddis Laphonia Harrell
[Sesi 10]
[Sesi 8]
- Susan-Jane Beers, Jamu: The Ancient Indonesian Art of Herbal Healing, 2001, Tuttle Publishing
- Soewito Santoso & Kestity Pringgoharjono, Stories from the Serat Centhini: Understanding the Javanese Journey of Life, 2013, Marshall Cavendish International
*) "Umbrella" karya Christopher A. Stewart, Shawn C. Carter, Terius Youngdell Nash & Thaddis Laphonia Harrell
[Sesi 10]
[Sesi 8]