Selasa, 18 September 2018

Mimpi Sang Raja

Lalu Murai berkata, "Wahai saudara-saudariku, kisah tentang sang penyihir muda, seperti yang telah kita diskusikan sebelumnya, terjadi berkali-kali dalam sejarah di berbagai belahan dunia. Imam Ibnu Katsir, dari referensi Ibnu Abi Hatim, menyebutkan tiga peristiwa khusus, pertama, peristiwa parit di Yaman. Perisitiwa ini terjadi selama periode fatrah, yakni masa transisi antara Nabi Isa, alaihissalam, dan Nabi kita tercinta (ﷺ), sekitar tujuh puluh tahun sebelum diutusnya Rasulullah (ﷺ). Kedua, peristiwa parit di Suriah, dan, ketiga, yang terjadi di Iran. Ia lebih lanjut menyatakan bahwa peristiwa itu, juga disebutkan didalam Al-Qur'an, Surah Al-Buruj, yang pertama yang terjadi di Najran, yang dikenal sebagai kisah Ashabul Ukhdud. Imam Tabari, menyebutkan dalam kitab sejarahnya, setelah peristiwa ini, diikuti oleh kisah Pasukan Gajah, tentang penyerangan pasukan gajah yang akan menghancurkan Baitullah di Mekkah. Peristiwa ini terjadi pada tahun dimana Rasulullah (ﷺ) lahir di Mekah. Para ulama hadits menyimpulkan bahwa peristiwa ini sebagai mukjizat istimewa dari Rasulullah (ﷺ). Dan bila kita melihat kembali lebih jauh ke belakang, ada beberapa peristiwa yang menunjukkan tanda-tanda akan diutusnya Rasulullah (ﷺ)." Pipit berkata, "Wahai Murai, sampaikanlah kepada kami!"
Murai berkata, "Disebutkan bahwa asal-usul semua orang Arab, berasal dari Nabi Ismail, putra Nabi Ibrahim, alaihimassalam. Namun, sebenarnya, bahwa 'Arab al-'Ariba (orang-orang Arab asli) ada sebelum Nabi Ismail, alaihissalam. Di antara mereka adalah kaum 'Ad, Tsamud, Tasm, Jadis, Umaim, Jurhum, dan 'Ameliq, serta yang lainnya, hanya Allah Yang mengetahui. Juga, kaum ini ada sebelumnya dan menjadi kaum yang sezaman dengan al-Khalil. Namun 'Arab al-Musta'riba, orang-orang Arab dari Hijaz, adalah keturunan Nabi Ismail, alaihissalam.

Orang-orang Arab dari Yaman, Himyar, terkenal berasal dari Qahtan, yang bernama Muhzam. Mereka adalah sekelompok empat bersaudara; Qahtaan. Qaahit, Muqhit, dan Faaligh. Sebagian besar menganggap bahwa semua orang Arab terbagi menjadi dua, yaitu yang berasal dari Qahtaan dan 'Adnaan. Kaum Qahtaan terdiri dari dua: Saba' dan Hadramaut. Yang dari 'Adnaan juga terbagi dua: Rabi'a dan Mudar, dua putra Nizaar bin Ma'ad bin 'Adnaan.
Saba' melampaui semua suku ini. Saba' Abd Syams bin Yashjub bin Ya'rub bin Qahtaan, adalah orang Arab Saba' pertama dan inilah mengapa mereka disebut kaum Saba'. Ada yang menyatakan bahwa ia seorang Muslim dan bahwa ia menulis bait-bait puisi yang memprediksi kedatangan Rasulullah (ﷺ). Dalam puisinya itu, ada bait-bait berikut,
"Ia akan menguasai setelah kami, wilayah yang luas
Seorang nabi yang takkan membolehkan kejahatan
Setelahnya, raja-raja lain di antara mereka akan memegang kekuasaan
Memerintah umat manusia, tanpa cela atau aib
Setelah mereka, penguasa dari kami, akan berkuasa
Dan kerajaan kami akan berpecah-belah.

Setelah Qahtaan, seorang nabi akan memerintah
Shalih, rendah-hati, yang terbaik dari umat manusia
Ia akan diberi nama Ahmad, dan aku berharap
Aku diberikan umur setahun setelah kedatangannya
Untuk mendukungnya dan memberinya bantuanku
Dengan segala prajurit bersenjata lengkap dan penembak jitu
Ketika ia tiba, jadilah penolongnya
Dan ia yang bersua dengannya, sampaikanlah salamku."
Di antara mereka ada raja-raja di negeri Yaman yang disebut Tabaabi'a; bila hanya seorang disebut Tubba'. Raja-raja mereka bermahkota selama masa pemerintahannya, seperti juga yang dilakukan Khosrau, raja-raja Sassania, Persia. Masyarakat Arab, sering menyebut kata Tubba' bagi setiap raja yang memerintah Yaman, sama seperti al-Syahr untuk raja-raja Hadramaut, sama seperti mereka menyebut Qaisar untuk raja-raja Suriah, Kisra bagi mereka yang berkuasa di Persia, Far'un bagi penguasa Mesir, al-Najaashi kepada penguasa di Abissinia, dan Batlaimuus untuk raja-raja India. Balqis adalah salah seorang penguasa Himyar di Yaman. Awalnya, negeri Yaman dalam keadaan sangat baik, dengan kemakmuran dan berlimpahnya buah-buahan serta penghasilan daerah. Namun, walau makmur, mereka hidup dengan kejujuran, kepatutan, dan mendapat petunjuk yang benar. Namun kemudian, mereka menjadi kufur dari nikmat Allah Subhanahu wa Ta'ala, raja-raja inilah yang membawa kehancuran bagi rakyatnya.
Ketika kekayaan mereka hilang dan negeri mereka hancur, mereka terpaksa meninggalkan negerinya. Mereka lalu tersebar ke daerah-daerah yang lebih rendah dan ke daerah-daerah yang lebih tinggi dari negeri itu, ke segala arah, keadaan ini disebut Aidi Saba'. Dari mereka, ada yang menetap di Hijaz, suku Khuza'a di antara mereka; bermigrasi ke pinggiran kota Mekah. Yang lain pindah ke Yathrib, yang sekarang Medina, menjadi yang pertama menetap di sana. Mereka kemudian bergabung dengan tiga suku Yahudi: Banu Qainuqa, Banu Quraizah, dan Banu al-Nadir. Mereka membuat perjanjian dengan suku-suku Aus dan Khazraj dan tinggal bersama mereka. Kelompok-kelompok lain kaum Saba' pindah ke Suriah dan kemudian mereka memeluk agama Nasrani; yakni Ghassaan, 'Aamila, Bahraa', Lakhm, Judhaam, Tanakh, Tanuukhb, dan lain-lain.

Tak semua kaum Saba' meninggalkan Yaman ketika mereka terserang aliran banjir Arim; mayoritas tetap tinggal. Kaum Ma'rib, yang memiliki bendungan, pindah ke berbagai bagian negara. Seluruh Saba' tak meninggalkan Yaman, melainkan empat yang berpindah ke Suriah, sementara enam suku tetap tinggal. Yakni Madhhij, Kinda, Anmar, dan Asy'aris. Anmar adalah induk dari Khath'am, Bajila, dan Himyar; jadi, inilah enam suku dari Saba' yang tinggal di Yaman. Mereka terus mempertahankan hak kekuasaan dan kerajaan tabaabi'a sampai raja Abyssinia merebutnya melalui tentara yang ia kirim di bawah dua jendralnya, Abrahah dan Aryaat. Pemerintahan Abyssinia berlangsung sekitar 70 tahun sampai Saif bin Dzu Yazan, orang Himyar, merebutnya kembali, dan itulah waktu yang mendekati kelahiran Rasulullah (ﷺ).
Rabi'ah bin Nasr, salah seorang raja Tubba' dari Himyar, ia berasal dari suku Lakhm dan tentang dirinya, disampaikan kisah pertemuannya dengan dua peramal, Satih dan Syiqq, serta bagaimana mereka memperingatkannya tentang akan diutusnya Rasulullah (ﷺ).
Rabi'ah bermimpi sesuatu yang membuatnya gundah dan gelisah. Maka iapun mengumpulkan semua peramal, dukun, pawang burung, dan ahli nujum, di kerajaannya dan berkata, "Aku telah bermimpi sesuatu yang membuatku kagum dan takut. Sampaikan apa itu dan bagaimana menafsirkannya!" Mereka menjawab, "Ceritakanlah mimpi baginda kepada kami dan kami akan menafsirkannya." Sang raja menjawab, "Jika aku menyampaikannya pada kalian, aku takkan puas dengan penjelasan kalian; satu-satunya yang mampu menafsirkannya ialah orang yang telah mengetahuinya sebelum mendengarnya."

Seorang bijak kemudian menyarankan, "Jika itu yang diinginkan baginda, maka baginda hendaknya mengundang Syiqq dan Satih. Tiada yang lebih berilmu dibanding mereka; mereka akan meyampaikan apa yang baginda minta."
Maka sang raja mengundang mereka, dan Satih tiba terlebih dahulu dari Syiqq. Sang raja memanggilnya dan berkata, "Wahai Satih, aku telah bermimpi sesuatu yang telah membuatku cemas dan gelisah, jadi, sampaikanlah padaku, karena jika engkau memahami mimpi itu dengan benar, engkau akan tahu dengan benar penafsirannya." Satih menjawab, "Baik, akan kuusahakan. Baginda melihat api muncul dari kegelapan, turun ke negeri yang rendah, dan memangsa setiap makhluk hidup dengan tengkorak (jumjumah)." Sang raja berkata, "Wahai Satih, engkau telah mengungkapkannya dengan tepat; menurutmu, apa penafsirannya?" Satih menjawab, "Aku bersumpah atas naga yang ada di antara dua harrasy, pasti akan menukik ke negerimu, dan kemudian akan menguasai seluruh negeri dari Abyan ke Jurash."

Sang raja berkata kepada Satih, "Demi ayahmu! Wahai Satih, ini sungguh menyedihkan dan menyakitkan bagi kami; namun kapan ini akan terjadi — dalam masaku, atau berikutnya?" Satih menjawab, "Tidak, sesungguhnya, waktu yang baik setelah itu - lebih dari enam puluh atau tujuh puluh tahun akan berlalu." Sang raja berkata, "Akankah kekuasaan penerusku tetap bertahan, atau akan runtuh?" Ia menjawab, "Tidak, akan runtuh setelah tujuh puluh tahun berlalu, dan kemudian mereka semua akan terbunuh atau akan diusir sebagai buronan." Sang raja berkata, "Lalu siapa yang akan melaksanakan tugas membunuh dan mengusir mereka?" Satih menjawab, "Iram dari Dzu Yazan-yang akan maju melawan mereka dari Aden-dan tak meninggalkan seorang pun dari mereka di Yaman." Sang raja bertanya, "Akankah kekuasaan Iram bertahan, atau akan runtuh?" Ia menjawab, "Sesungguhnya akan runtuh." Sang raja berkata, "Dan siapa yang akan meruntuhkannya?" Ia menjawab, "Seorang nabi - seorang yang suci - kepada siapa wahyu yang diturunkan (al-wahy), akan datang dari tempat tinggi." Sang raja bertanya, "Siapa yang akan menjadi nabi ini?" Ia menjawab, "Seorang lelaki dari keturunan Ghalib bin Fihr-putera Malik bin al-Nadr-kekuasaannya atas umatnya akan bertahan sampai akhir zaman." Sang raja berkata, "Wahai Satih, akankah waktu (al-dahr) berakhir?" Ia menjawab, "Ya, hari dimana para generasi pertama dan generasi terakhir akan dikumpulkan-orang-orang shalih akan gembira - tetapi orang-orang yang berbuat jahat akan celaka." Sang raja berkata, "Benarkah yang engkau sampaikan kepada kami, wahai Satih?" Satih menjawab, "Ya, demi merahnya matahari yang terbenam di petang hari - dan awal dari kegelapan malam - dan fajar ketika telah merekah - apa yang kusampaikan kepada baginda, tak diragukan lagi kebenarannya."
Ketika Satih telah selesai, Syiqq tiba, maka sang raja pun memanggilnya. Ia berkata, "Wahai Syiqq, aku telah bermimpi sesuatu yang telah membuatku cemas dan gelisah, maka sampaikanlah tentang mimpi itu, karena jika engkau memahami mimpi itu dengan benar, engkau akan tahu betul penafsirannya," seperti yang ia katakan kepada Satih. Namun sang raja menyembunyikan dari Syiqq apa yang dikatakan Satih, agar ia bisa melihat, bersetuju atau berbedakah kedua penafsirannya. Syiqq berkata, "Ya, baginda melihat tengkorak yang keluar dari kegelapan dan jatuh di atas seluruh negeri, padang rumput, dan semak-semak dan melahap segala sesuatu yang hidup di sana." Ketika sang raja merasa bahwa kata-kata dari dua peramal itu saling sepakat secara total, ia berkata kepada Syiqq, "Wahai Syiqq, engkau telah mengungkapkannya dengan benar, jadi, menurut pendapatmu, bagaimana penafsirannya?" Syiqq menjawab, "Aku bersumpah atas mereka yang diam di antara dua barrah — orang-orang kulit hitam pasti akan turun ke negerimu — dan akan merebut hak asuh setiap yang disayangi dari tangan baginda — dan kemudian akan menguasai seluruh negeri dari Abyan ke Najran."

Sang raja berseru, "Demi ayahmu! Wahai Syiqq, ini sungguh menyedihkan dan menyakitkan bagi kami; tapi kapan ini akan terjadi — dalam masa pemerintahanku, atau yang berikutnya?" Syiqq menjawab, "Beluum, sesungguhnya, waktunya masih lama setelah baginda — kemudian yang kuat, berderajat yang tinggi, akan menyelamatkan baginda darinya — dan akan membuat mereka merasakan kehinaan yang terdalam." Sang raja berkata, "Siapa orang yang tinggi derajatnya ini?"
Syiqq menjawab, "Seorang pemuda yang bebas dari rasa bersalah dan tanpa cela, dan akan muncul dari garis keturunan Dzu Yazan." Sang raja berkata, "Akankah kekuasaannya bertahan, atau akan terpotong di tengah jalan?" Ia menjawab, "Sesungguhnya, akan diakhiri oleh seorang nabi yang akan diutus, yang akan datang dengan hak dan keadilan - di antara orang-orang shalih dan kebajikan-kekuasaan akan tetap di antara umatnya sampai Hari Pemisahan. Seseorang mungkin bertanya, "Apa Hari Pemisahan itu? Jawabannya, Hari dimana orang-orang yang dekat dengan Allah akan diperhitungkan-suara dari langit akan terungkap-yang hidup dan mati akan mendengarnya-dan dimana orang-orang akan dikumpulkan bersama di tempat yang ditentukan, dimana akan ada keselamatan dan berkah bagi mereka yang takut kepada Allah." Sang raja berkata, "Benarkah yang engkau katakan, wahai Syiqq?" Ia menjawab, "Ya, demi Rabb langit dan bumi - dan dataran tinggi dan dataran rendah yang terletak di antaranya - apa yang telah kusampaikan kepada baginda, benar adanya, tiada dusta didalamnya."
Ketika Rabi'ah bin Nasr mangkat, seluruh kerajaan di Yaman diserahkan ke Hassan bin Tubban As'ad Abu Karib. Imam Tabari menyebutkan dari Muhammad Ibnu Ishak, ketika Al-Aakhar atau Tubba' II, yaitu, Tubaan As'ad Abu Karib, kembali dari Timur, ia pulang melalui Yathrib. Ketika melewatinya di awal ekspedisi, tak menimbulkan perasaan gelisah di antara pasukannya, namun muncul setelah salah seorang putranya, tertinggal di sana, yang kemudian dibunuh.
Karenanya, ia sekarang datang ke kota itu dengan tujuan untuk menghancurkannya, memusnahkan penduduknya, dan menebang pohon kurmanya. Ketika mereka mendengar rencananya, suku-suku di Yathrib bersatu melawannya, membela diri. Pemimpin kaum mereka pada waktu itu, 'Amr bin al-Tallah, salah seorang Banu an-Najjar, dan kemudian dari Banu 'Amr bin Mabdzul. Mereka bersatu menyerang Tubba'. Ketika Tubba' telah berkemah dengan pasukannya dekat Yathrib, salah seorang dari Banu 'Adi bin an-Najjar, yang disebut Ahmar, membunuh seorang pengikut Tubba' yang ia temukan menebang pohon kurma miliknya. Karena itu, ia memukulnya dengan pengaitnya dan membunuhnya, berkata, "Buah itu milik orang yang menanam dan memeliharanya!" Setelah membunuhnya, ia melemparkan mayatnya ke sumur bernama Dzat Tuman; ini menambah kemarahan Tubba', dan kedua belah pihak terlibat dalam peperangan. Suku-suku Yathrib ini, melawan Tubba' pada siang hari, tetapi memperlakukannya sebagai tamu setiap malam. Tubba' kagum dan sering berkata, "Demi Allah, orang-orang ini, murah-hati!"

Sementara ia sibuk, kemudian datanglah dua rabi dari orang-orang Yahudi Banu Quraizah, para ahli ilmu dengan ilmu yang kuat, telah mendengar niat Tubba' menghancurkan kota itu dan penduduknya. Mereka berkata kepadanya, "Wahai raja, janganlah baginda lakukan itu, karena jika baginda melaksanakan rencana baginda, akan ada yang turut campur-tangan mencegahmu, dan kami khawatir bahwa baginda akan menjatuhkan pada diri sendiri azab yang cepat." Sang raja berkata kepada mereka, "Bagaimana itu bisa terjadi?" Mereka menjawab, "Disinilah tempat dimana seorang nabi, yang akan muncul dari suku Quraisy pada akhir zaman, akan berhijrah, dan akan menjadi rumah dan tempat peristirahatannya." Setelah mendengar kata-kata itu, Tubba` mengurungkan niat yang ingin ia lakukan terhadap Yathrib, memahami bahwa kedua rabi itu memiliki pengetahuan yang istimewa dan merasa kagum pada apa yang didengarnya. Ia meninggalkan Yathrib, membawa mereka bersamanya ke Yaman, dan kelak memeluk agama kedua rabi itu. Nama-nama rabi itu, Sukhait dan Munabbih, keduanya dari Banu Hadl dan saling bersepupu dari pihak ayah. Merekalah orang yang paling terpelajar di zamannya.
Tubba' kemudian berangkat menuju Mekah dalam perjalanan pulang ke Yaman. Ketika ia tiba di antara Usfaan dan Amaj, ia didekati oleh serombongan orang dari Banu Hudzail. Mereka bertanya kepadanya, "Wahai raja, bisakah kami membawamu ke perbendaharaan kuno yang diabaikan oleh raja-raja sebelum engkau, dimana ada mutiara, bahan mineral, safir, emas, dan perak?" "Tentu saja boleh," jawabnya. Mereka berkata, "Ada sebuah bangunan di Mekah yang penduduknya menyembahnya dan berdoa di sana." Sebenarnya, orang-orang Banu Hudzail itu, berupaya membinasakan Tubba' dengan cara ini, karena mereka tahu bahwa setiap raja menginginkannya atau binasa dengan terhinakan. Setelah menyetujui saran mereka, Tubba' bertanya kepada kedua rabi, meminta saran mereka. Mereka menjawab, "Orang-orang itu hanya menginginkan kematian dan kehancuran tentara baginda. Kami tahu, tak ada bangunan lain selain itu di negeri yang Allah Subhanahu wa Ta'ala telah tetapkan untuk-Nya. Jika baginda lakukan seperti yang mereka sarankan, engkau akan binasa, beserta semua orang yang bersamamu."

Tubba' bertanya apa yang harus ia lakukan ketika ia mendekati bangunan itu, dan kedua rabi mengatakan bahwa ia hendaknya melakukan hal yang sama dengan mereka yang tinggal di sana, ia seyogyanya mengelilingi dan menghormati serta memuliakannya, mencukur rambut kepalanya dan berperilaku dengan kerendahan-hati, sebelum dan sampai ia meninggalkannya. Sang raja lalu bertanya, "Mengapa kalian berdua tak melakukan hal yang sama?" Mereka menjawab, "Sesungguhnya, inilah rumah ayah kami, Nabi Ibrahim, alaihissalam, dan kami sampaikan apa adanya, namun orang-orang di sana telah menciptakan penghalang di antara kami dan itu disebabkan oleh tuhan-tuhan yang telah mereka tetapkan sendiri dan darah yang mereka tumpahkan di sana. Mereka najis dan musyrik." Inilah inti dari kata-kata para rabi itu.
Tubba' melihat kebaikan nasihat dan kebenaran kata-kata mereka, lalu ia memanggil Banu Hudzail itu, memotong kedua lengan dan kaki mereka, kemudian melanjutkan perjalanan ke Mekkah. Di sana, ia melakukan thawaf, berqurban, dan bercukur. Ia tinggal di Mekah selama enam hari, disebutkan, ia melaksanakan qurban dan memberi mereka madu untuk diminum. Dalam mimpi, ia ditunjukkan bahwa ia hendaknya membuat selubung bagi Ka'bah, maka iapun memberinya selubung dari daun palem. Kemudian, ia bermimpi lagi, ditunjukkan bahwa ia hendaknya memberi selubung yang lebih baik, maka ia memberinya selubung dari kain suku Yaman. Sekali lagi, ia bermimpi bahwa seyogyanya, ia memberikan selubung yang lebih baik lagi, maka ia memberinya selubung dari kain bagus dan bergaris. Karena itu, masyarakat mengakui bahwa Tubba'-lah, orang pertama yang memberi kain selubung, atau kiswah, bagi Ka'bah. Ia memerintahkan wali suku Jurhum agar membersihkannya secara menyeluruh dan mencegah darah, mayat, atau menstruasi wanita, agar tak menyentuhnya. Ia juga membuatkan pintu dan kunci.

Subai'a, putri al-Ahabb, mengucapkan bait-bait berikut untuk putranya Khalid, menyampaikan kepadanya agar menghindari perbuatan dosa di Mekah dan mengingatkan apa yang telah dilakukan Tubba di sana,
"Wahai anakku, di Mekkah, janganlah menzhalimi kaum-muda maupun yang tua.
Peliharalah kekeramatannya, anakku, dan jangan jadikan kecongkakan menipumu.
Siapapun yang berbuat dosa di Mekkah, anakku, akan menghadapi bencana besar.
Wajahnya, anakku, akan dihajar, pipinya akan termakan api.
Aku telah mencobanya di sana, anakku, dan melihat mereka yang merusaknya, binasa.
Allah menjadikannya aman, walau tiada menara yang dibangun di halamannya.
Allah menjadikan unggasnya tak terjamah dan juga gagak-gagak berkaki putih di Gunung Tsabir.
Tubba' menyerangnya, namun kemudian menghiasi bangunannya dengan kain baru yang lembut.
Rabb-ku merendahkan kekuatannya di sana, maka ia memberi qurban yang sepatutnya,
Berjalan tanpa alas kaki ke arahnya, di halamannya,
Dan mempersembahkan dua ribu unta,
Memberi makan penduduknya mahar daging unta dan ternak,
Memberi mereka madu dan air jelai untuk diminum.
Dan Allah menghancurkan tentara gajah, melontarkan batu di antara mereka,
Mengakhiri kekuasaan mereka di negeri jauh, Persia dan Khazir.
Maka camkan ini saat dikisahkan, dan pahami bagaimana sesuatu itu berakhir."
Lalu Murai berkata, "Wahai saudara-saudariku, para ulama hadits telah menjadikan peristiwa-peristiwa ini sebagai mukjizat istimewa Rasulullah (ﷺ), tetapi istilah mukjizat, dalam arti sebenarnya, mengacu pada peristiwa luar biasa yang ditunjukkan Allah, untuk membuktikan seorang nabi telah diutus oleh-Nya. Karena itu, mukjizat ditampilkan saat pelaksanaan perutusan nabi tersebut. Namun, terkadang, terjadi peristiwa ajaib sebelum datangnya seorang nabi. Ini, dalam bahasa para ulama hadits, disebut irhas, yang berarti 'prolog atau pengantar'. Kata rahs berarti 'batu fondasi' (Qamus). Sebagai peristiwa menakjubkan yang terjadi sebelum kedatangan para nabi atau sebelum pengakuan mereka atas kenabian, yang dimaksudkan untuk memperkenalkan dan menegaskan bahwa tak lama lagi seorang nabi akan diutus, inilah yang disebut sebagai irhas. Banyak irhasat terjadi sebelum kelahiran dan diutusnya Rasulullah (ﷺ). Di antara berita gembira akan kenabian Nabi kita (ﷺ), bahwa ketika ibunya mengandung, beliau melihat dalam tidurnya, ada cahaya terpancar darinya sampai ke Syam. Dari Khalid bin Ma’dan dari para shahabat Rasulullah (ﷺ) bahwa mereka berkata, "Wahai Rasulullah, mohon sampaikan kepada kami tentang dirimu. Maka beliau (ﷺ) bersabda, “(Aku adalah hasil) doa ayahku, Ibrahim, dan kabar gembira, Isa. Dan ibuku bermimpi ketika beliau mengandungku, seakan keluar cahaya darinya menyinari istana Bushra di negeri Syam.” Kenabian nabi kita tercinta (ﷺ),  telah ada ketetapan dengan petunjuk yang pasti, dimana orang yang rasional, tak mungkin mau mengingkarinya. Wallahu a'lam."
"Dan (ingatlah) ketika Isa putra Maryam berkata, 'Wahai Bani Israil! Sesungguhnya aku utusan Allah kepadamu, yang membenarkan kitab (yang turun) sebelumku, yaitu Taurat dan memberi kabar gembira dengan seorang Rasul yang akan datang setelahku, yang namanya Ahmad (Muhammad).' Namun ketika Rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata, 'Ini adalah sihir yang nyata'." - [QS.61:6]
Reference :
-  Ibn Kathir, The Life of the Prophet Muhammad (ﷺ), Volume I, Garnet Publishing
- The History of Al-Tabari, The Sasanids, the Byzantines, the Lakhmids, and Yemen, Volume V, trasnlated by C.E. Bosworth, SUNY Pres.