Selasa, 18 Desember 2018

Menyertai Orang Shalih

Burung dara bertanya, "Wahai geluh, saudaraku, siapa yang diutus, setelah wafatnya Hizkil?" Geluh berkata, "Setelah Allah mewafatkan Hizkil, kemudian Dia mengutus Ilyas, lalu diteruskan oleh Ilyasa'. Pada tahap awal kehidupan Ilyasa', ia selalu menyertai Ilyas. Setelah kematian Ilyas, Allah mengangkatnya sebagai nabi untuk membimbing Bani Israil. Ia terus menuntun Bani Israil dengan cara yang sama seperti yang dilakukan Ilyas. Di antara Bani Israil, sangatlah jarang ada dimana seorang nabi menyertai nabi lain dan kemudian diangkat pada kedudukan yang sama. Dari hal ini, dapat kita simpulkan bahwa menyertai orang shalih adalah sarana yang manjur untuk menggapai keshalihan.

Dari Ibnu Ishaq, Ibnu Jarir menuturkan, "Ketika Allah mewafatkan Hizkil, kejahatan merebak di antara Bani Israil. Mereka lupa apa yang telah menjadi perjanjian Allah dengan mereka, sampai-sampai mereka menegakkan berhala dan menyembahnya sebagai pengganti Allah. Kemudian Allah mengutus kepada mereka Ilyas bin Yasin bin Fanhash bin Al-'Izar bin Harun. Disebutkan, Ilyas diutus bagi penduduk Ba'labak, sekarang menjadi salah satu kota di Lebanon, sebelumnya bagian dari Asy-Syam, sebelah Barat Damaskus. Setelah Nabi Musa, para nabi dari Bani Israil yang diutus kepada mereka, hanya dengan memperbarui apa yang telah mereka lupakan dari Taurat, Ilyas bersama salah seorang raja Bani Israil bernama Ahab, yang isterinya bernama Izebel. Ia mendengarkan nasihat Ilyas dan percaya padanya, dan Ilyas akan menjaga urusannya, sementara Bani Israil lainnya telah menyembah berhala, dan bukan lagi Allah, melainkan berhala yang disebut "Ba'l." Ada orang bijak yang mengatakan bahwa Ba'l hanyalah seorang wanita yang mereka sembah, bukan Allah. Allah berfirman,
"Dan sungguh, Ilyas benar-benar termasuk salah seorang rasul. (Ingatlah) ketika ia berkata kepada kaumnya, 'Mengapa kamu tidak bertakwa? Patutkah kamu menyembah Ba’l dan kamu tinggalkan (Allah) sebaik-baik pencipta. (Yaitu) Allah Rabb-mu dan Rabb nenek moyangmu yang terdahulu?'." - [QS.37:123-126]
Ilyas mulai mengajak mereka kembali kepada Allah, namun mereka tak mau mendengarkan apapun darinya, kecuali pada apa yang dperintahkan para raja. Saat itu, para raja tersebar di seluruh Suriah, masing-masing memanfaatkan wilayahnya. Suatu hari, sang raja yang percaya kepada Ilyas, mengatur urusannya, menganggap dirinya di antara pemimpin yang mendapat petunjuk yang benar, berkata, "Wahai Ilyas! Demi tuhan, aku menganggap bahwa apa yang engkau serukan hanyalah khayalan. Aku tak percaya bahwa Fulan dan Fulan (menyebutkan beberapa raja Bani Israil) yang menyembah berhala selain Allah, bernasib berbeda dibanding kita, makan, minum, menikmati hidup, mengikuti arutan, tak kehilangan harta duniawi mereka, karena perilaku mereka, yang engkau nyatakan sebagai khayalan, sementara kami tak melihat bahwa kami memiliki keunggulan atau keutamaan di atas mereka."

Ada yang menyebutkan-wallahu a'lam-bahwa Ilyas terkejut dan rambut dan kulitnya berdiri. Kemudian, ia meninggalkan Ahab dan pergi. Sang raja kemudian mengikuti perbuatan rekan-rekannya yang lain, menyembah berhala dan melakukan apa yang mereka perbuat. Ilyas berdoa, "Wahai Rabb-ku! Sesungguhnya Bani Israil telah mendustakan Engkau dan menyembah yang lain, maka cabutlah nikmat-Mu terhadap mereka." Ilyas menerima wahyu, "Kami telah menempatkan sumber rezeki mereka dalam genggamanmu, engkaulah yang diberi kewenangan memberi perintah tentang kehidupan mereka." Maka Ilyas berkata, "Wahai Rabb-ku! Tahanlah hujan dari mereka!" Dan hujanpun tak turun selama tiga tahun, sampai binatang pengangkut beban, ternak, serangga, dan pepohonan, mati, dan mereka menjalani hidup yang menyedihkan. Setelah Ilyas memohon permintaan ini terhadap Bani Israil, ia bersembunyi, agar tak dibunuh. Dimana pun ia berada, rezeki dikirimkan kepadanya. Setiap kali orang mencium bau roti di sebuah rumah, mereka akan berkata, "Ilyas pasti telah memasuki tempat ini!" Mereka akan mencarinya, dan orang-orang di tempat tinggal itu akan menderita di tangan mereka. Suatu malam, Ilyas mencari perlindungan dirumah seorang wanita Israil yang memiliki seorang putra bernama Ilyasa' bin Akhthub, yang menderita luka-luka. Wanita itu memberi Ilyas perlindungan dan menyembunyikannya. Maka Ilyas berdoa bagi Ilyasa', dan ia sembuh dari luka-lukanya. Kemudian Ilyasa' mengikuti Ilyas, beriman kepadanya dan berpegang-teguh bahwa ia orang yang shalih. Ilyasa' selalu menyertai Ilyas kemanapun ia pergi. Ilyas tumbuh semakin renta, Ilyasa' beranjak dewasa.
Kemudian Bani Israil memohon kepada Ilyas agar membebaskan mereka dari bencana itu, dan berjanji bahwa mereka akan beriman kepadanya jika hujan diturunkan. Ada yang menyebutkan-wallahu a'lam-bahwa Ilyas berkata, "Sesungguhnya, malapetaka yang melanda kalian, ternak, burung, serangga, dan pepohonan yang telah binasa, karena dosa-dosa kalian. Sesungguhnya, kalian telah mengikuti khayalan dan kebathilan." -...- "dan ketahui dan sadarilah bahwa Allah telah murka terhadap pada apa yang telah kalian lakukan, dan ketahuilah bahwa apa yang telah aku serukan kepada kalian, adalah kebenaran, maka bawalah berhala-berhala yang kalian sembah itu, yang kalian nyatakan lebih baik daripada apa yang aku serukan kepada kalian. Jika berhala-berhala itu menjawab permohonan kalian, maka itu seperti yang kalian nyatakan. Namun, jika mereka tak menjawabnya, maka kalian akan tahu bahwa kalian telah terperdaya dan harus meninggalkannya. Aku akan berdoa kepada Allah, dan Dia akan membebaskan kalian dari kesusahan yang kalian alami," Mereka berkata, "Engkau bersikap adil." Maka merekapun membawa berhala-berhala mereka, yang dengannya mereka memohon pertolongan Allah, namun Allah menolaknya. Mereka meminta kepada berhala-berhala itu, namun tak ada jawaban, mereka tetap dalam kesusahan yang mereka alami, maka merekapun menyadari kekeliruan dan kebathilan itu. Kemudian mereka berkata kepada Ilyas, "Wahai Ilyas! Kami telah binasa. Berdoalah kepada Allah untuk kami."
Maka Ilyas berdoa memohon kesulitan mereka diangkat, agar mereka diberikan hujan. Sebuah awan laksana perisai, muncul di permukaan laut, atas seizin Allah, sementara mereka menyaksikan. Lalu awan-awan lain berarak ke arahnya, dan awan itupun menjadi mendung, lalu Allah menurunkan hujan dan menyirami mereka. Tanah mereka dihidupkan kembali, dan Dia membebaskan mereka dari kesusahan yang mereka alami. Namun, apa yang terjadi? Mereka tak meninggalkan penyembahan berhala atau bahkan bertobat, melainkan terus melakukan perbuatan yang semakin buruk.

Bagaimana dengan akhir kehidupan Ilyas? Masih diperdebatkan, karena cerita-cerita yang ada, termasuk dalam kategori Israiliyat, yang tak dapat dibenarkan dan tak dapat disangkal. Bahkan secara eksplisit, cerita itu jauh dari kebenaran.
Setelah Ilyas, Ilyasa' diutus sebagai nabi di antara Bani Israil. Ia berada di antara Bani Israil sampai batas tertentu, menyeru mereka kepada Allah, sampai Allah mewafatkannya. Setelah itu, para pemimpin Bani Israil silih-berganti. Ada berbagai peristiwa dan kesalahan besar di antara mereka. Banyak muncul pembangkangan dan mereka juga membunuh para nabi.
Ilyasa' hanya disebutkan dua kali dalam Al-Qur'an. Allah berfirman,
"Dan Ismail, Ilyasa‘, Yunus, dan Luth. Masing-masing Kami lebihkan (derajatnya) di atas umat lain (pada masanya), (dan Kami lebihkan pula derajat) sebagian dari nenek moyang mereka, keturunan mereka dan saudara-saudara mereka. Kami telah memilih mereka (menjadi nabi dan rasul) dan mereka Kami beri petunjuk ke jalan yang lurus." - [QS.6:86-87]
Dan Allah juga berfirman,
"Dan ingatlah Ismail, Ilyasa‘ dan Zulkifli. Semuanya termasuk orang-orang yang paling baik. Ini adalah kehormatan (bagi mereka). Dan sungguh, bagi orang-orang yang bertakwa (disediakan) tempat kembali yang terbaik, (yaitu) surga ’Adn yang pintu-pintunya terbuka bagi mereka." - [QS.38:48-50]
Barangsiapa yang selalu bersama dengan orang-orang shalih, ia juga memperoleh bagian dari keshalihan mereka. Lihatlah ketika anjing Ashabul Kahfi mencintai para pemuda itu dan mengikuti mereka seakan menjadi bagian dari mereka, Allah menyebutkannya dalam Al-Quran. Dan begitu juga Ilyasa', ia diabadikan dalam Al Qur'an, berada di antara para nabi."

Kemudian sang geluh berkata, "Wahai saudara-saudariku, menyertai orang-orang shalih juga merupakan salah satu karakteristik para Salaf. Dari moral dan perilaku para Salaf, semangat mereka kuat karena Allah untuk mendukung kemurnian Syari'ah dan takkan mau memberi penghormatan kepada mereka yang masuk ke ranah yang tak diperkenankan. Jadi, mereka takkan pernah melakukan tindakan atau menemani siapapun tanpa mengetahui ada atau tidakkah ridha Allah di sana, mereka tak pernah membenci siapapun atau mencintai siapapun karena alasan duniawi. Rasulullah (ﷺ ) bersabda,
"Barangsiapa yang memiliki tiga kualitas ini, akan merasakan manisnya iman; orang yang lebih mencintai Allah dan Rasul-Nya dibanding yang lain; orang yang mencintai seseorang dan ia hanya mencintainya karena Allah, orang yang tak menyukai kembali menjadi kufur sebagaimana ia tak mau dilemparkan ke dalam api neraka." - [Sahih al-Bukhari]
Rasulullah (ﷺ ) juga bersabda,
"Barangsiapa yang mencintai karena Allah dan membenci karena Allah, memberi karena Allah dan menahan karena Allah, telah menunaikan imannya." [Sunan Abu Dawud]
Ahmad bin Harb, rahimahullah, berkata,
"Tiada yang lebih bermanfaat bagi qalbu seorang Muslim selain bergaul dengan orang-orang shalih dan turut memelihara perbuatan mereka, sementara tiada yang lebih berbahaya bagi qalbu daripada bercampur dengan para pendosa dan turut memelihara perbuatan mereka."
Abu Hatim memberikan nasihat ini.
"Orang bijak, yang Allah telah berikan kepadanya sahabat Muslim lain, yang persahabatannya tulus, hendaknya tetap berpegangan pada temannya itu. Ia hendaknya menjaga hubungan dengan sang teman, walau jika ia terpisah dengannya, pergi menemuinya jika ia pergi jauh, memberi walau ia tak memberi, mendekat walau ia mundur jauh, dan singkatnya, bertindak seolah-olah ia adalah salah satu dari pilar-pilar temannya itu."
Malik bin Dinar berkata,
"Setiap teman dan sahabat yang engkau tak memperoleh manfaat Dien darinya, maka putuskanlah ia dan persahabatannya."
Karena itu, Dien adalah ukuran sebenarnya, yang dengannya engkau dapat, dan hendaknya, menimbang segala sesuatu, baik itu manusia maupun ucapannya. Jika tidak, seseorang akan berakhir dengan kegagalan dan pilihan yang keliru. Ini bukan berarti bahwa engkau akan dapat menemukan teman dan sahabat yang terlepas dari kekeliruan, atau bahwa seseorang mumutuskan teman-temannya jika mereka berbuat kekeliruan. Wallahu a'lam."
"Dan Kami abadikan untuk Ilyas (pujian) di kalangan orang-orang yang datang kemudian. 'Selamat sejahtera bagi Ilyas.' Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik." - [QS.37:129-131]
Rujukan :
- Maulana Hifzur Rahman Soeharwy, Qasasul Ambiyaa, Idara Impex
- Syaikh Safiurrahman Al-Mubarakpuri, Tafsir Ibn Kathir (Abridged) Volume VIII, Darussalam
- The History of al-Tabari, The Children of Israel, Volume III, Translated by William M. Brinner, SUNY Press.