Minggu, 02 Desember 2018

Pentingnya Palestina (1)

Burung kenari bernalam,

Sayyidir Ra'is
kamilah al-Haribun
kamilah al-Mub'adun
kamilah al-Mudnibun
kami digugat lantaran ibadah
kami dihukum-mati lantaran ibadah
kami dibungkam karena mengucapkan Syahadah
Sayyidir Ra'is
Iftar kita nanti di Al-Quds
ibukota Palestina

Kemudian, sang geluh berkata, "Segala puja dan puji hanyalah teruntuk Allah Subhanahu wa Ta'la. Kita memuliakan Dia, dan memohon pertolongan-Nya. Kita memohon ampunan dan berlindung pada-Nya, dari kejahatan diri kita dan dari kejahatan perbuatan kita. Mereka yang diberi petunjuk Allah, takkan pernah tersesatkan, namun siapapun yang Dia sesatkan, takkan pernah menemukan jalannya, dan aku bersaksi bahwa tiada yang patut diibadahi dengan benar kecuali Allah, tiada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad (ﷺ) adalah hamba dan utusan-Nya. Wahai Rabb-ku, tiada yang mudah kecuali yang telah Engkau permudahkan, dan Engkau ringankan kesulitan atas kehendak-Mu.
Bumi ini, terkadang bahagia dan terkadang sedih, walau tak memiliki hati atau perasaan. Ah! Inilah salah satu misteri kaum geluh dan aku tak tahu bagaimana cara menjelaskannya. Awalnya, aku tak ingin membicarakan tentang diriku, tapi sekarang, aku ingin melakukannya. Bukankah para pecinta diperbolehkan bicara tentang yang dicintainya?
Aku hanyalah seonggok geluh. Segenggam geluh. Akulah putri geluh, walaupun aku hanya terbuat dari geluh. Aku tenang, diam dan merasa cukup dengan keadaanku sebagai seonggok geluh. Aku tak bermimpi, karena geluh tak berkemampuan melakukannya. Walau aku tak bisa bermimpi, itu cukup bagiku. Aku punya catatan sejarah panjang sebelum menjadi geluh di muka bumi ini. Aku berubah dari batu di planet yang mereka sebut Bumi, di negeri yang mereka sebut Palestina. Akulah bagian dari lumpur Palestina dan bagian dari negerinya. Lihatlah betapa aku telah menderita. Tahun-tahun berlalu tanpa dicinta."

Kenari berkata, "Wahai geluh, sampaikan kepada kami tentang Palestina!" Geluh berkata, "Wahai saudara-saudariku, setiap manusia berhak untuk kembali ke tanah airnya, dan hak memiliki atas kepemilikan tanah dan rumah itu, adalah hak abadi individu dan kolektif, yang tiada penjajahan, negara, perjanjian, kesepakatan, yang dapat menyangkalnya, karena setiap penjajahanm tak peduli berapa lama berlangsung, dan tak peduli seberapa kuatnya, akan punah. Tahukah engkau bahwa negeri Palestina sangat penting bagi umat Islam? " Kenari berkata, "Sampaikanlah kepada kami tentangnya. Siapakah penghuni pertama negeri itu?" Geluh berkata, "Tak ada yang tahu persis kapan negeri Palestina pertama kali dihuni dan tak ada bukti yang menyebutkan tanggal pastinya. Namun, petunjuk awal dan sisa-sisa arkeologis, menjadikan kita percaya bahwa Natoufiyyun telah menetap di Palestina pada abad ke-10 SM. Merekalah sekelompok suku yang memiliki jejak-jejak disana. Namun, tahukah engkau, siapa mereka atau darimanakah mereka berasal?
Menurut penemuan arkeologis, para ilmuwan sepakat bahwa manusia yang hidup di negeri Palestina, dikenal sebagai manusia yang tegak. Leluhur mereka, sebagian besar pemburu, yang melakukan perjalanan berburu kawanan binatang. Layak disebutkan bahwa manusia prasejarah selama periode itu, telah melewati fase perkembangan yang berbeda, di mana ia mulai mengembangkan siasat berburu dan peralatannya terbuat dari batu. Selama fase ketiga Zaman Batu, manusia cerdas mulai muncul, dimana pisau panjang, merupakan alat utama yang digunakan dalam periode ini. Jejak-jejak manusia ini, ditemukan di dalam gua-gua di Palestina, seperti gua Al-Amira, Irc al-Ahmar, al-Wad, Kubarah dan tempat-tempat lain di padang al-Naqab. Fase ini menandai dimulainya pertemuan manusia, yang mewakili bentuk sosial yang berkembang, terlepas dari kenyataan bahwa kelompok-kelompok tersebut, tetap bertahan hidup dalam perburuan dan menyimpan perbekalan.
Penemuan arkeologis pertama yang diketahui di Palestina berasal dari bangsa Kanaan dan Amori. Kedua bangsa inilah suku-suku yang beremigrasi dari Arab ke Utara dan menetap di tanah Syam (Suriah) dan, khususnya, di Palestina. Ini jelas ditunjukkan dalam sejarah Palestina, dan tak hanya sejarawan Timur, melainkan juga para sejarawan Barat menegaskan hal ini. Oleh karena itu, catatan sejarah awal tentang penduduk pertama Palestina berasal dari bangsa Arab Kanaan dan Amori. Adapun orang-orang Yahudi, tak ada rujukan bagi mereka di sini. Terlebih lagi, mereka pertama kali muncul di tempat itu, baru beberapa abad kemudian.

Ada banyak suku Arab dari Semenanjung Arab yang beremigrasi ke Utara. Di sana, mereka berpencar antara Suriah dan Irak (Mesopotamia). Ada yang bergerak ke Mesir. Di antara mereka, orang-orang Kanaan, yang menetap di lembah-lembah Palestina. Yang lainnya, orang Yebus, menetap di daerah Al-Quds (Yerusalem), sebelum dibangun. Yang lain memisahkan diri dan menetap di pegunungan. Mereka disebut orang Fenisia dan orang Amori. Beginilah negeri Palestina dibagi di antara suku-suku ini. Buku-buku sejarah yang didasarkan pada dokumen arkeologis dan realitas nyata menyebutkan nama-nama semua bangsa ini, sesuai dengan distribusi geografis mereka di habitat Palestina.
Menurut dokumen-dokumen yang telah teruji, migrasi orang-orang Kanaan yang terkenal dari Semenanjung Arab, terjadi pada pertengahan milenium ketiga sebelum Masehi. Meskipun sekelompok peneliti telah menyimpulkan bahwa orang Kanaan telah menetap di negeri itu sejak awal milenium ketiga, mendasarkan asumsi mereka pada penemuan Arkeologi Mesir. Sementara yang lain meyakini bahwa kehadiran orang-orang Kanaan berasal dari tujuh ribu tahun yang lalu, dan bahwa melalui penelusuran monumen di kota-kota tua mereka, yang tertua adalah "Ariha", sekarang dikenal sebagai Yerikho, yang berdiri tegak sampai zaman kita, dan yang dianggap kota tertua di muka bumi ini. Meskipun penilaian awal yang tepat dari keberadaan Kanaan telah berosilasi, apa yang disepakati dengan suara bulat adalah bahwa merekalah orang pertama yang mendiami wilayah ini di antara bangsa-bangsa kuno yang ada pada waktu itu, dan merekalah orang pertama yang mendirikan, di atas tanah Palestina, sebuah peradaban. Disebutkan dalam tulisan-tulisan Ibrani bahwa orang Kanaan adalah penduduk asli negara itu, dan juga disebutkan dalam Taurat bahwa merekalah orang-orang Amori. Salah satu kota tertua yang ada hingga zaman kita adalah Yerikho, Asdod, Acco, Gaza, Al-Majdal, Jaffa, Askelan dan Bisan. Ada juga banyak kota dan desa, beberapa di antaranya masih tersisa hingga zaman kita, dan yang lain telah musnah. Metropolis Kanaan adalah Syakim.

Orang-orang Kanaan terkenal karena perkebunan dan industri, mereka unggul dalam penambangan, pembuatan tembikar, gelas, pakaian, dan tekstil. Selain itu, mereka unggul dalam seni arsitektur. Musik dan sastra berada di puncak peradaban orang Kanaan, dimana tak ada penduduk Semit lain yang pernah peduli dengan seni dan musik seperti yang dilakukan orang Kanaan, seperti yang telah mereka kutip dari musik dari berbagai negara, yang diambil dari Timur Dekat kuno, rumah bagi mereka. Karena musik merupakan salah satu ritual pemujaan bagi orang Kanaan, maka irama musik dan instrumen mereka, telah menyebar ke seluruh wilayah. Tak ada yang bisa mengatakan bahwa seni dan sastra adalah lambang peradaban. Dengan demikian, tak heran ketika kita menelusuri karya-tulis orang Israil, kita menemukan upaya besar yang mereka lakukan, untuk memperdayai seluruh dunia agar berpikir bahwa merekalah yang membangun peradaban besar itu, dan komposisi himne, lagu, dan senandung puji-pujian. Mereka telah berhasil menjadikan kepalsuan ini fakta di mata banyak orang. Namun para sejarawan tepercaya seperti "Bristed" menggambarkan kota Kanaan yang berkembang ketika orang Ibrani memasukinya, sebagai kota yang berisi rumah-rumah mewah dan nyaman, sebuah kota yang mengenal industri, perdagangan, penulisan, dan kuil, sehingga peradaban mereka ditiru oleh gembala-gembala Ibrani primitif, karenanya mereka meninggalkan tenda mereka, dan meniru mereka dalam membangun rumah. Selain itu, mereka menanggalkan kulit yang biasa mereka kenakan di padang pasir, mengenakan pakaian wol warna-warni, dan seiring berjalannya waktu, sulit membedakan antara orang Kanaan dan orang Ibrani dalam penampilan luarnya. Kemudian setelah kedatangan orang-orang Palestina dari tepi laut, dan orang-orang Israel dari Yordania, tanah Kanaan terbagi menjado tiga wilayah. Sejak saat itu, orang-orang Kanaan tak lagi menjadi penguasa tunggal negeri itu. Meskipun demikian, bahasa Kanaan tetap merupakan bahasa yang berlaku. Sejak awal sejarah yang tercatat, yaitu lima ribu tahun yang lalu, sampai mandat Inggris pada tahun 1920, Palestina hanya mengenal tiga bahasa: pertama, bahasa Kanaan, kemudian bahasa Aram, yang merupakan bahasa Nabi Isa, alaihissalam, dan ketiga, bahasa Arab.
Menurut penemuan arkeologis di Mesir dan Irak, orang Semit dianggap sebagai bangsa tertua yang hidup di tanah Palestina sejak milenium keempat sebelum Masehi. Mereka dulu mendiami pantai Timur-Laut Mediterania. Adapun aspek agama, Semit dianggap - awalnya - suku-suku keturunan Sem, putra tertua Nabi Nuh, alaihissalam. Yang terkonfirmasi adalah, bahwa penduduk kuno asli Palestina semuanya adalah orang Arab, yang bermigrasi dari Semenanjung Arab setelah kekeringan yang menghantamnya. Dengan demikian, mereka tinggal di negeri baru mereka "Kanaan" selama lebih dari dua ribu tahun sebelum kemunculan Nabi Musa, alaihissalam, dan para pengikutnya.

Kenari bertanya, "Bagaimana asal-usul nama negeri itu?" Geluh berkata, "Nama orang Filistin dikaitkan terutama dengan orang-orang yang berasal dari pulau-pulau Mediterania, terutama Kreta. Tampaknya, orang-orang dari pulau-pulau ini menderita kelaparan atau beberapa keadaan tertentu yang memaksa mereka berulang kali menyerang pantai Suriah dan Mesir. Mereka pertama kali dihalau oleh Ramses III dalam pertempuran terkenal Luzin yang terjadi di Mesir. Ramses tak ingin mereka menetap di Mesir. Setelah negosiasi, mereka akhirnya beremigrasi ke Palestina. Di sana, Ramses memerintahkan mereka menetap di Selatan, di daerah yang disebut Balist. Ini dicatat dalam buku-buku sejarah dan Kitab Suci, dimana disebutkan nama Balist. Karenanya, orang-orang yang tinggal di sana, bergaris keturunan Albalistiniyyun. Nama Palestina berasal dari sini, karena saat itu dikenal sebagai Balistina, lama kelamaan berubah menjadi Palestina.
Namun, orang-orang ini bertetangga tak hanya dari orang Kanaan, namun juga Yabusiyyun (orang Yebus) yang merupakan penghuni pertama di wilayah itu. Dari sana, bahasa mereka dipertukarkan dan berbaur, dan mereka bergabung dengan orang-orang asli yang juga paling banyak dan beradab. Belakangan, orang-orang Filistin menikah dengan orang-orang Kanaan. Ini menghilangkan tanda-tanda perbedaan identitas aslinya, sehingga tak meninggalkan petunjuk sejarah. Informasi ini mengungkapkan mengapa, sampai saat itu, tak ada satupun penyebutan orang Yahudi. Dimana mereka di zaman itu? Bagaimana mereka sampai ke tanah Palestina? Semua dokumen arkeologi, buku-buku sejarah dan Kitab Suci, selain buku-buku Barat, menguatkan bahwa penduduk asli Palestina adalah orang Kanaan dan orang Yebus."

Kenari bertanya, "Apa perbedaan antara Israil dan Yahudi?" Geluh berkata, "Kata 'Israil' merujuk pada Nabi Yakub, alaihissalam, yang merupakan putra Nabi Ishak dan cucu Nabi Ibrahim, alaihimassalam, bapak bangsa ini. Nabi Ibrahim lahir di kota Ur Kasdim, ia tiba di tanah Kanaan sekitar abad kedua puluh atau kedua puluh satu sebelum Masehi, setelah meninggalkan negerinya bersama beberapa anggota keluarganya untuk menyembah Allah, atas Wahyu Ilahi yang diturunkan kepadanya, karena kaumnya menyembah berhala, sementara ia seorang monoteis. Haran, yang terletak di Utara-Timur antara Efrat dan Khabour, pemberhentian pertamanya, tempat dimana ayahnya "Tarih" meninggal. Ia, alaihissalam, kemudian melanjutkan sampai tiba di Syakim (Nablus). Nabi Ibrahim memperoleh putra sulungnya, Nabi Ismail, alaihissalam, kakek bangsa Arab, dari istrinya Hajar, lalu Nabi Ibrahim mendapatkan putra keduanya, Ishak, dari istrinya Sarah. Ishak kemudian memperoleh Esau dan Nabi Yakub. Nabi Yakub, alaihisssalam, juga dikenal sebagai Israil, yang memiliki 12 putra, oleh dua istrinya, Liyah dan Rahil, dan oleh hamba sahaya mereka, Bilha dan Zilpa. Yehuda adalah putra keempat dari istri pertamanya, Liyah, adalah leluhur suku Yehuda. Ada banyak pendapat tentang orang Yahudi. Ada yang berpendapat bahwa mereka adalah salah satu suku Yehuda. Namun yang lain menolak dan berpendapat mereka bukanlah keturunan Yehuda, karena kerajaannya telah dikuasai dan dihancurkan oleh Kekaisaran Babilonia dan elit bangsa Israil diasingkan ke Babilonia. Yang lain mengatakan bahwa mereka berasal dari bauran beragam suku, bahkan ada diantaranya dari suku-suku nomaden yang memeluk agama Yahudi.
Didalam Al-Qur'an Surah Al-A'raf [7]: 156, kata "Yahud" berarti, 'bertobat', seperti yang Nabi Musa ucapkan, "...sesungguhnya, kami hudna kepada Engkau..." yang berarti, kami bertobat kepada Engkau. Ini menunjukkan bahwa mereka pertama-kali disebut Yahud, karena mereka bertobat dan, karena mereka baik satu sama lain. Abu ‘Amr bin Al-'Ala' mengatakan bahwa mereka disebut Yahud, karena mereka bergoyang saat membaca Taurat. Wallahu a'lam."



Kenari bertanya, "Jadi, apa pentingnya Palestina bagi umat Islam?" Geluh berkata, "Di antara negeri-negeri, Allah telah memilih Mekah, Madinah, dan Asy-Syam. Di Mekah, ada Ka'bah, di Madinah, ada Masjid Nabawi, di Asy-Syam, khususnya Suriah, dan dari Suriah, Dia memilih Baitul Maqdis, dan dari sana ada bukit lain dan tempat Dia menetapkan bahwa Masjid al-Aqsa dibangun. Allah berfirman,
"Mahasuci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidilharam ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar, Maha Melihat." - [QS.17:1]
Abu Hurairah, radhiyallahu 'anhu, meriwayatkan bahwa Rasulullah (ﷺ) bersabda,
"Seseorang hendaknya bersafar ke tiga masjid, Masjidil Haram, Masjidku, dan Masjid Elia (Baitul Maqdis)." - [Sahih Muslim]
Abu Dzarr, radhiyallahu 'anhu, meriwayatkan,
"Aku bertanya, 'Wahai Rasulullah, masjid yang mana yang didirikan pertama kali di bumi?' Beliau (ﷺ) bersabda, 'Masjidil Haram yang suci.' Aku bertanya lagi, 'Lalu yang berikutnya?' Beliau (ﷺ) bersabda, "Masjidil Aqsa." Aku bertanya lagi, 'Berapa lama jarak waktu diantara mereka?' Beliau (ﷺ) bersabda, "Empat puluh tahun. Dan kapanpun waktunya shalat, tegakkanlah shalat di sana, sebab tempat itu adalah masjid." - [Sahih Muslim]
Sejarah menyampaikan kepada kita bahwa dua putra Nabi Ibrahim, Ishak dan Ismail, alaihimassalam, lahir di Palestina. Meskipun demikian, mereka berasal dari keluarga emigran dan bukan dari penduduk asli. Nabi Yakub, alaihissalam, yang juga disebut Israil, adalah putra Nabi Ishak. Nabi Yusuf, alaihissalam, di antara putra-putranya. Al-Quran menyebut Nabi Yusuf sebagai orang yang datang ke Mesir sebagai budak, sampai Allah memberinya kebijaksanaan dan kemampuan untuk menafsirkan mimpi. Ia menjadi raja muda Mesir memegang posisi menteri keuangan di negeri itu. Saat itulah ia memanggil ayahnya dan seluruh keluarganya, sehingga mereka bisa berkumpul kembali di Mesir. Beginilah jalan Nabi Yakub berkumpul kembali dengan seluruh keluarga dan anak-anaknya, dan akhirnya menetap di Mesir. Perjalanan panjang mereka dari Palestina mengakhiri status mereka sebagai emigran. Karena itu, tak perlu dikatakan bahwa Nabi Yakub adalah milik ras Palestina atau setidaknya di situlah ia berasal. Sejarah dan semua buku sepakat mengkonfirmasi keakuratan fakta-fakta ini. Keturunan Nabi Yakub tak hidup bahkan satu generasi di Palestina.
Emigrasi lain ke Palestina oleh orang Israel adalah dari Nabi Musa, alaihissalam, ketika, bersama dengan umatnya, Bani Israil, beremigrasi dari Mesir, melarikan diri dari Firaun dan tentaranya. Jadi kita melihat bahwa orang Israil, masuk ke Palestina sebagai emigran. Adapun penduduk Palestina yang sebenarnya, adalah orang Kanaan. Sejauh yang bisa diverifikasi, bukan dalam sumber-sumber Arab, melainkan dalam kitab-kitab suci dan Barat, orang Israil beremigrasi terutama dari Mesir ke Palestina. Ini karena Palestina secara administratif tergantung pada Mesir, dan juga secara politis dan historis karena kuil yang didirikan oleh Nabi Yakub dibangun di sana. Pada periode itu, Firaun mulai berekspansi ke negeri itu dan menduduki Palestina, khususnya daerah di bawah pemerintahan Hyksos. Ketika diambil alih oleh Mesir, tak pernah jelas bahwa orang Israil menjadikannya negeri mereka, atau bahwa mereka menetap di sana untuk jangka waktu yang lama. Emigrasi itu, yang singkat, tetapi yang mutlak definitif adalah bahwa negeri itu pertama kali milik orang Kanaan dan orang Yebus.

Mari kita kembali ke perjalanan Nabi Musa dari Mesir dan pertolongan Allah menyelamatkan Bani Israil dengan menenggelamkan Firaun dan prajuritnya di laut. Episode ini memberikan posisi dan pertimbangan dalam mengungkapkan siapa sebenarnya orang Israil, sehubungan dengan sejarah mereka dengan nabi mereka, Nabi Musa, alaihissalam.
Tampilnya Nabi Musa di tempat kejadian, terjadi di Mesir. Peristiwa semacam itu kembali ke tahun 1250 SM. Allah membantunya dengan banyak mukjizat yang mengesankan. Bermula ketika ibunya diilhami untuk mengalirkannya ke sungai dan karenanya dibesarkan di rumah Firaun, yang menindas rakyat Mesir. Al-Quran mengisahkan bahwa, ketika Nabi Musa beranjak dewasa, ia tak sengaja membunuh seorang Mesir dan berlindung di Madian, melarikan diri dari Firaun dan dewan pejabat tinggi. Kemudian, ia mendapat wahyu dari Allah dengan tugas yang harus ia tunaikan, agar orang-orang Mesir berrhenti menyembah Firaun dan hanya menyembah Allah, dan agar Bani Israil meninggalkan Mesir dimana mereka mengalami penindasan Firaun, Nabi Musa dibekali dengan mukjizat. Salah satu mukjizat itu, tongkat yang berubah menjadi ular dan tangan yang bercahaya, dengan demikian menunjukkan mukjizat yang luar biasa. Kisahnya sangat terkenal. Nabi Musa menentang Firaun di depan banyak orang Israil dan di hadapan umatnya. Firaun meminta para penyihirnya menghadapi tantangan Nabi Musa. Hasilnya, banyak orang Israel dan banyak ahli sihir yang percaya pada misinya dan pada Rabb Nabi Musa dan Harun, alaihimassalam, dan berhenti mnyembah Firaun dan pengikut-pengikutnya. Kemudian Allah mewahyukan kepada Nabi Musa bahwa Firaun akan menjebak mereka, sehingga mereka melarikan diri dari Mesir ke arah Palestina. Firaun mengejar dan hampir menangkap mereka di tepi pantai Laut Merah, tepatnya di sebelah Barat. Di sana, Allah membelah lautan agar dapat diseberangi Nabi Musa dan para pengikutnya melalui tanah yang telah mengering. Ketika Firaun dan tentaranya mencapai laut, mereka tenggelam. Beginilah cara Allah memberikan keselamatan dan kedamaian bagi umat Nabi Musa, setelah dianiaya dan diteror.

Ketika Nabi Musa dan umatnya mencapai Sinai, mereka bertemu dengan orang-orang yang menyembah berhala. Bani Israil berkata kepada Nabi Musa, “Berilah kami tuhan-tuhan seperti mereka”. Nabi Musa terkejut dengan sikap mereka dan melihat mereka sepertinya orang yang bebal. Bagaimana mungkin, setelah menunjukkan sepuluh mukjizat kepada mereka, termasuk kemunculan daratan kering melalui perpisahan laut, mereka memintanya memuja sesuatu selain Allah, ia yang telah mengajak mereka memuliakan Allah? Ini menunjukkan bagaimana kekurangyakinan iman mereka, berakar dalam jiwa mereka. Nabi Musa dan saudaranya, Nabi Harun, merasa bingung. Kenyataannya, Bani Israel tak bersyukur atas kebebasan yang diperoleh setelah selama berabad-abad menghabiskan umur melayani para Firaun di Mesir.
Nabi Musa memutuskan pergi mendahului umatnya dan mendaki Gunung Sinai untuk berbicara dengan Rabb-nya. Ia pergi selama empat puluh hari, dimana ia menunjuk saudaranya, Nabi Harun, menjadi pemimpin mereka. Begitu ia kembali, bukannya memuliakan Allah, ia menemukan mereka memuja anak lembu emas. Ketidaktaatan seperti itulah dosa terbesar dan paling memberatkan. Allah mengazab mereka, yang bertobat harus dihukum dengan bunuh diri, karena hukum kanonik mereka menetapkan bahwa pertobatan karena menyekutukan makhluk lain dengan Allah dan karena tak tahu berterima kasih, dikaitkan dengan bunuh diri. Bunuh diri adalah penebusan dosa yang membawa ke Jannah. Terlepas dari semua ini, mereka menolak. Jadi, ia berkata kepada mereka, "Dengarkan dan patuhi". Mereka menjawab, “Kami dengar, tapi tak patuh”. Kemudian mereka menerima peringatan Ilahi yang mengancam mereka dengan hukuman. Mereka melihat bagaimana Gunung Sinai terangkat di atas kepala mereka. Musa berkata kepada mereka, “Dengarkan dan patuhi” dan mereka dipaksa menjawab, “Kami dengar dan patuh".

Saat itulah Nabi Musa memilih tujuh puluh orang terbaik dari umatnya, menemui Allah di Gunung Sinai untuk memohon ampunan di hadapan Tuhannya atas ketidaktaatan yang ditimbulkan oleh orang-orang yang tersesat, setelah melihat dengan mata kepala mereka sendiri keajaiban ke-11. Ketika mereka mendengar Musa berbicara dengan Allah, mereka mengatakan kepadanya bahwa mereka takkan percaya sampai mereka berhadapan-muka langsung dengan Allah. Akibatnya, mereka tersambar petir. Namun, Nabi Musa kemudian memohon kepada Rabb-nya, karena orang-orang ini adalah orang-orang yang terbaik dari umatnya dan Allah menghidupkan mereka karena belas-kasih-Nya terhadap Musa. Inilah mukjizat kedua belas. Dan inilah bagaimana mukjizat Nabi Musa terjadi di hadapan umatnya tanpa ampun atas kesombongan dan kekufuran mereka.
Ketika umat Nabi Musa sampai di gerbang Palestina, Nabi Musa menyampaikan bahwa Allah telah memerintahkan mereka agar memasuki Yerusalem. Mereka menjawab bahwa ada orang-orang kuat di sana dan mereka tak mau masuk sebelum mereka pergi. Nabi Musa dan Harun menyarankan mereka agar masuk semua, karena Allah telah menjamin kemenangan mereka. Mereka terus menolak dan berkata kepada Nabi Musa bahwa ia dan Rabb-nya saja bertempur untuk mereka, karena mereka tak berniat mematuhi perintah Allah. Allah berfirman,
"Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya, 'Wahai kaumku! Ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika Dia mengangkat nabi-nabi di antaramu, dan menjadikan kamu sebagai orang-orang merdeka, dan memberikan kepada kamu apa yang belum pernah diberikan kepada seorang pun di antara umat yang lain. Wahai kaumku! Masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu berbalik ke belakang (karena takut kepada musuh), nanti kamu menjadi orang yang rugi.' Mereka berkata, 'Wahai Musa! Sesungguhnya di dalam negeri itu ada orang-orang yang sangat kuat dan kejam, kami takkan memasukinya sebelum mereka keluar darinya. Jika mereka keluar dari sana, niscaya kami akan masuk.' Berkatalah dua orang laki-laki di antara mereka yang bertakwa, yang telah diberi nikmat oleh Allah, 'Serbulah mereka melalui pintu gerbang (negeri) itu. Jika kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. Dan bertawakallah kamu hanya kepada Allah, jika kamu orang-orang beriman.' Mereka berkata, 'Wahai Musa! Sampai kapan pun kami takkan memasukinya selama mereka masih ada di dalamnya, karena itu pergilah engkau bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua. Biarlah kami tetap (menanti) di sini saja'." - [QS.5:20-24]
Sikap seperti itulah yang membuat mereka menerima azab Ilahi di dunia dan Akhirat. Mereka dihukum mengembara selama empat puluh tahun di padang Tiih, dimana mereka harus hidup sengsara, tanpa mengetahui arah mana yang harus diambil.
Ketika Nabi Musa mendengar jawaban yang tak pantas ini, ia sangat tertekan dan sangat sedih, lalu berdoa kepada Allah,
"Musa berkata, 'Ya Tuhanku, aku hanya menguasai diriku sendiri dan saudaraku. Sebab itu pisahkanlah antara kami dengan orang-orang yang fasik itu'." - [QS.5:25]
"(Allah) berfirman, '(Jika demikian), maka (negeri) itu terlarang buat mereka selama empat puluh tahun, (selama itu) mereka akan mengembara kebingungan di bumi. Maka janganlah engkau (Musa) bersedih hati (memikirkan nasib) orang-orang yang fasik itu.' - [QS.5:26]
Selama masa itu, Nabi Musa dan Harun juga harus tinggal bersama mereka di dataran gurun itu. Mereka juga tak diizinkan memasuki Baitul Maqdis karena mereka diperlukan untuk membimbing Bani Israil, karena Nabi mereka harus berada di antara mereka.
Kemudian Allah mewahyukan kepada Nabi Musa, “Aku akan mewafatkan Harun. Maka bawalah ia ke gunung itu.” Lalu, Nabi Musa mengajak Nabi Harun ke gunung tersebut. Di sana terdapat sebuah pohon yang belum pemah mereka lihat sebelumnya. Di sana, juga terdapat sebuah rumah yang didalamnya terdapat dipan yang di atasnya terdapat sebuah kasur. Dan di rumah tersebut merebak aroma yang harum. Saat Nabi Harun melihat gunung, rumah dan segala isinya, maka ia merasa takjub, seraya berkata, “ Wahai Musa, aku ingin tidur di atas dipan itu.” Nabi Musa berkata, “Tidurlah di atas dipan itu.” Nabi Harun berkata, “Aku khawatir pemilik rumah ini datang dan marah kepadaku.” Nabi Musa menjawab. “Jangan takut. Akulah yang jadi jaminan kepada pemilik rumah ini. Tidurlah.” Nabi Harun berkata, “Wahai Musa, tidurlah bersama-sama denganku. Apabila pemilik rumah ini datang, maka ia akan marah kepada kita berdua.” Setelah keduanya tertidur, maka kematian mendatangi Harun. Ketika Nabi Harun merasakan hal tersebut, ia berkata, “Egkau telah menipuku." Setelah nyawa Harun dicabut, maka rumah tersebut terangkat, pohonnya menghilang serta dipannya terangkat ke langit.
Tatkala Nabi Musa menemui kaumnya tanpa disertai Nabi Harun, maka mereka berkata, “Musa telah membunuh Harun karena kedengkiannya terhadap kecintaan orang-orang Bani Israil terhadap Harun.” Sebab Nabi Harun lebih lembut dibandingkan Nabi Musa. Sedangkan Nabi Musa, orang yang sangat kasar kepada mereka. Mendengar hal itu, Nabi Musa berkata kepada mereka, “ Celakalah kalian. Tegakah aku membunuh saudaraku sendiri?” Karena semakin banyak orang yang mengatakan hal itu, maka Nabi Musa melaksanakan shalat dua rakaat, lalu berdoa kepada Allah. Tiba-tiba turunlah sebuah dipan dari langit dan mereka pun dapat melihatnya diantara langit dan bumi, dan merekapun mempercayai Nabi Musa.

Selama perjalanan panjang mereka, kisah tentang sapi yang diperintahkan disembelih, terjadi. Mereka banyak sekali bertanya hingga terperinci, menyangkal dengan gigih, melawan perintah Ilahi yang disampaikan melalui nabi mereka. Setelah mereka membunuh sapi itu, Nabi Musa memegang potongannya dan melemparkannya ke mayat seseorang yang telah dibunuh oleh orang yang tak dikenal. Orang mati itu kemudian hidup kembali dan meyingkap siapa nama pembunuhnya. Inilah mukjizat ketiga belas. Namun, tergerakkah qalbu mereka, menggerakkan mereka dan lebih sadar akan ibadah dan lebih taat? Sedikitpun tidak. Namun, sebaliknya. Qalbu mereka membatu, bahkan lebih keras.
Selama empat puluh tahun, mereka tak mematuhi perintah Allah. Allah kemudian mengutus malaikat maut kepada Nabi Musa, nabi mereka, memberikan pilihan, mau terus hidup atau mati. Nabi Musa memilih kematian tak jauh dari Baitul Maqdis. Dengan demikian, sepelemparan batu dari Yerusalem, tempat gundukan pasir kemerahan telah terbentuk, malaikat maut memenuhi tugasnya dan mengambil jiwanya. Namun demikian, umatnya tak memilih jalan yang benar dan terus tersesat, tak mampu keluar dari padang gurun dan belantara yang luas. Setelah berkeliaran selama empat puluh tahun, Allah menuntun mereka melalui murid Nabi Musa, nabi yang dipercayakan agar membawa mereka melalui Yordania ke Palestina.
[Bagian 2]