Jumat, 21 Desember 2018

Wanita Bersandal Kayu

"Wahai anak muda, kita terperangkap oleh pesona dunia ini dan memanjakan diri dalam urusan duniawi, sehingga kita melupakan kewajiban utama dan tujuan akhir kita." ucap sang lelaki tua kepada sang musafir muda." Angsa melanjutkan kisahnya, "Lalu sang lelaki tua berkata, "Bila engkau merenungkan betapa kenyirnya manusia dalam kehidupan ini, menjalani dan menikmatinya, dan dengan riang berupaya keras mengumpulkan kekayaan yang hanya sementara, engkau akan merasa terkejut dan heran. Kehidupan seperti inikah yang mereka anggap sebagai tujuan akhir dan satu-satunya kehidupan yang dijalani? Mereka berperilaku seolah-olah mereka diciptakan untuk mengumpulkan harta dan berjuang untuk mendapatkan kekayaan dunia. Mereka telah melupakan hari dimana mereka akan kembali kepada Allah. Allah berfirman menggambarkan kehidupan ini,
"Ketahuilah, sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan sendagurauan, perhiasan dan saling berbangga di antara kamu serta berlomba dalam kekayaan dan anak keturunan, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian (tanaman) itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia tak lain hanyalah kesenangan yang palsu." - [QS.57:20]
Nabi Musa, alaihissalam, berkata kepada umatnya,
"Wahai kaumku! Sesungguhnya, kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal." - [QS.40:39]
Rasulullah (ﷺ) mengingatkan para Sahabat, radhiyallahu 'anhum, tentang dunia dan kehidupannya yang beragam warna, dan mendorong mereka agar memikirkan akhirat.
Ibnu Khazimah meriwayatkan dari Abu Sa'id Al-Khudri, radhiyallahu 'anhu, menyampaikan bahwa pada suatu hari, Rasulullah (ﷺ) berkhutbah yang panjang, tentang urusan dunia dan akhirat. Beliau (ﷺ) juga bersabda, "Sesungguhnya, hal pertama yang menghancurkan Bani lsrail adalah kemiskinan dan wanita miskin yang sangat mengistimewakan pakaian dan warna. Mereka mengenakan pakaian warna-warni yang hanya bisa dimiliki oleh wanita kaya."
Beliau (ﷺ) kemudian menyebut seorang wanita Bani Israil yang bertubuh pendek. Ia membeli sandal kayu untuk dirinya (agar menyembunyikan perawakannya yang pendek) dan membuat sendiri cincin dengan lubang yang dikunci dari atas. Ia mengisinya dengan minyak kesturi. Ia kemudian berjalan bersama wanita bertubuh jangkung atau gemuk. Orang-orang menyuruh seorang lelaki menguntit di belakang mereka dan ia mengenali wanita-wanita jangkung itu, namun tidak pada wanita bersandal kayu. - [Sahih Muslim dan Ahmad]
Rasulullah (ﷺ) mengingatkan para Sahabat agar menahan diri, tak melakukan apa yang dilakukan Bani Israil dan menghancurkan diri mereka sendiri. Beliau menyebutkan akar dan awal kehancuran Bani Israil. Awal kehancuran mereka terletak pada orang-orang kaya yang bermemegah-megah dalam hal berpakaian, berhias dan makan-minum. Mereka bersikap boros. Orang-orang miskin terkesan dengan standar kaum gani itu, dan istri mereka ikut-ikutan bersaing dan berusaha melakukan seperti yang dilakukan oleh para wanita rani itu. Keadaan ini, pada gilirannya, akan sangat memberatkan kaum suami yang miskin.

Kita melihat hal yang sama terjadi dalam masyarakat kita sekarang ini. Dalam usaha mengekor orang kaya, orang-orang miskin semakin melemahkan dan menempatkan diri mereka dalam jeratan hutang, yang menambah beban mereka. Manusia sibuk dalam kehidupan yang mewah, menetapkan bagi dirinya, standar yang keliru, dan walau ia telah mengumpulkan banyak sarana kenyamanan, ia tak pernah puas atau bahagia. Inilah salah satu contohnya. Wanita bertubuh pendek, yang sadar bahwa ia berpostur tubuh pendek, dan berusaha menampilkan dirinya dengan mengenakan sandal kayu khusus, agar menambah tinggi badannya, dan menggunakan minyak-wangi agar tercium aroma harum di sekitar tubuhnya. Ia menggunakan cincin emas, yang diisinya dengan minyal kesturi dan menyentaknya sesekali agar aromanya merebak. Orang-orang di sekeliling, mengenal wanita-wanita yang bertubuh jangkung, namun tak dapat mengenalinya.
Rasulullah (ﷺ) menunjukkan dengan menuturkan kisah ini, bahwa seseorang hendaknya tak menjalani kehidupan yang berlebih-lebihan dan tak mengikuti cara hidup yang penuh kepalsuan itu. Hal-hal inilah yang akan membuatnya melupakan tujuan hidupnya dan menyebabkan ia mengabaikan perbuatan baik dan benar. Islam menganjurkan hidup bersahaja dan berfikiran jernih.

Rasulullah (ﷺ) bersabda,
"Ada dua karunia yang banyak orang kehilangan (dengan tak mengambil keuntungan darinya): kesehatan dan waktu luang." - [Sahih al-Bukhari]
Hadits ini menggambarkan seseorang yang telah menjual sesuatu atau menawarkan sesuatu, dengan harga lebih rendah dari nilainya. Waktu luang dan kesehatan ibarat modal seseorang. Jika seseorang memanfaatkannya dengan benar, dengan menggunakannya dalam ketaatan kepada Allah, seseorang akan memperoleh banyak keuntungan. Jika seseorang tak memanfaatkannya dengan benar, dengan melupakan Allah atau tak menaati Allah, maka ia akan merugi.
Dalam hadits lain, Rasulullah (ﷺ) bersabda,
"Manfaatkanlah lima sebelum lima (yang lain) terjadi: Masa-mudamu sebelum datang masa-tuamu, masa-sehatmu sebelum datang masa-sakitmu, masa-ganimu sebelum datang masa-fakirmu, masa-luangmu sebelum datang masa-ripuhmu, masa-hidupmu sebelum datang ajalmu." - [Al-Hakim dan Ahmad]
Allah telah memberi manusia banyak sarana dan kesempatan untuk mengerjakan amal-shalih. Ini berarti termasuk kesehatan, energi masa-muda, kekayaan, waktu luang dan, pada kenyataannya, kehidupan itu sendiri. Namun, sehubungan dengan empat yang pertama, Allah biasanya tak memberikannya disepanjang kehidupan seseorang. Inilah fakta yang diingatkan oleh Rasulullah (ﷺ) kepada kita, karena sarana ini mungkin tak selalu bersama seseorang sepanjang hidupnya, ia hendaknya mengambil keuntungannya dan menggunakannya sebagai manfaat di Hari Akhirat saat ia memilikinya.

Harta adalah salah satu cobaan terbesar yang dihadapi manusia. Seperti firman Allah,
"Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu, hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah ada pahala yang besar." - [QS.8:28]
Rasulullah (ﷺ) juga bersabda,
"Sesungguhnya, setiap umat ada fitnah (ujian dan cobaan). Dan fitnah umatku adalah harta." - [Jami 'al-Tirmidzi dan al-Hakim]
Allah menunjukkan bagaimana harta dapat mengalihkan perhatian seseorang dari hal yang paling penting, dzikir dan ibadah kepada Allah. Rasulullah (ﷺ) juga bersabda,
"Sesungguhnya, orang-orang yang memiliki (harta) paling banyak akan menjadi orang-orang dengan porsi yang paling sedikit pada Hari Kiamat, kecuali bagi orang yang mengatakan, 'Ini untuk itu, ini untuk itu dan ini untuk itu (dengan kata lain, ia membelanjakan hartanya untuk tujuan yang baik). "'- [Sahih al-Bukhari dan Muslim]
Secara umum, mengumpulkan banyak harta di dunia ini membutuhkan banyak waktu dan upaya. Mereka yang mengumpulkan kekayaan seperti itu, menghabiskan banyak waktu dalam hal-hal duniawi dan karenanya, mereka tak punya banyak waktu untuk dihabiskan bagi urusan Akhirat. Kecuali mereka menggunakan harta itu dengan cara yang baik sebelum Allah mengambilnya, mereka akan berada di antara orang-orang yang punya porsi paling sedikit pada Hari Kiamat.
Amirul Mukminin, 'Ali bin Abi Thalib, radhiyallahu' anhu, berkata,
"Barangsiapa yang memiliki enam kualitas ini, tidaklah meninggalkan jalan ke Firdaus dan menjauh dari neraka, melainkan telah menempuhnya. Yaitu, ia mengenal Allah dan menaati-Nya; ia mengenal iblis dan tak menaatinya; ia mengenal Keshalihan dan mengikutinya; ia mengenal Kebathilan dan menjauhinya; ia mengenal Dunia dan menghindarinya; ia mengenal Akhirat dan berupaya mencarinya."
Dalam konteks ini, kita memahami hikmahnya dari Al-Fudail bin 'Iyad,
"Memasuki kehidupan dunia ini, mudah, namun meninggalkannya, sangat sulit. Ya, meninggalkan kehidupan ini, berkenaan dengan terhentinya napas dan mengalami saat-saat sulit ketika sukma dikeluarkan dari dalam tubuh. Dan bahkan jika saat kematian itu mudah, dan itu tak mudah, mengejar fasad kehidupan ini dan mendapatkan kekayaannya, masih membawa depresi dan kebingungan. Karena itu, jadilah di antara penduduk akhirat dan jangan berada di antara penduduk di kehidupan duniawi ini. "
Al-Quran menggambarkan orang-orang yang tak menyadari kesalahan mereka, yang disebabkan tak mau memberi karena Allah dan tak menggunakan harta-kekayaannya dengan cara yang benar, hingga akhirnya terlambat. Allah berfirman,
"Dan infakkanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum kematian datang kepada salah seorang di antara kamu; lalu dia berkata (menyesali), 'Ya Tuhanku, sekiranya Engkau berkenan menunda (kematian)ku sedikit waktu lagi, maka aku dapat bersedekah dan aku akan termasuk orang-orang yang shalih.' Dan Allah takkan menunda (kematian) seseorang apabila waktu kematiannya telah datang. Dan Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan." - [QS.63:10-11]
Muhammad bin Abu ‘Imran berkata,
"Seorang lelaki bertanya kepada Hatim Al-Asamm, ‘Apa dasar dari kayakinanmu yang teguh kepada Allah?" Hatim berkata, "Empat kualitas: Aku tahu bahwa rezekiku takkan dimakan oleh orang lain selainku, sehingga qalbuku merasa aman. Aku tahu bahwa orang lain takkan melakukan amal-shalihku, maka aku sibuk mengerjakannya. Aku tahu bahwa kematian datang tiba-tiba, jadi aku bersegera memenuhi kewajiban agamaku sebelum itu terjadi. Aku tahu bahwa aku takkan pernah lepas dari Mata Allah, dimanapun aku berada, jadi aku selalu merasa malu pada-Nya, dan karenanya menjauh dari apa yang telah dilarang-Nya."
Lebih lanjut, Abdullah bin Al-Mubarak berkata,
"Wahai putra Adam! Persiapkanlah dirimu akan Akhirat dan taatlah kepada Allah, sebanyak yang engkau butuhkan, atau, buatlah Dia murka, semampu yang engkau sanggup menahan Api Jahannam! Segala puji bagi Allah, kita tak pernah bisa cukup memuliakan-Nya selayaknya Dia dimuliakan, hanya Dia yang bisa melakukan itu sendiri. Kita sering tak menaati-Nya karena kebodohan kita dan Dia mengampuni kita dengan rahmat-Nya.”
Waktu luang juga merupakan karunia penting yang diberikan Allah kepada umat manusia. Selama seseorang benar-benar dapat mendedikasikan waktu luangnya untuk belajar, menghafal Al-Quran, membantu orang miskin dan segala bentuk amal-shalih. Penggunaan waktu luang seseorang dengan benar adalah cara yang sangat penting untuk mendapatkan keridhaan Allah di Akhirat kelak. Ibnu Hajar menunjukkan bahwa orang yang memiliki waktu luang, sebenarnya tak punya alasan untuk tak mengerjakan amal-shalih dan mengembangkan dirinya. Waktu luang itu, akan menjadi bukti melawannya, kecuali ia menggunakannya dengan benar.
Abdullah bin Daud meriwayatkan bahwa para Salaf terbiasa tidur sebagian malam dan kemudian terjaga, membaca Al-Qur'an dan memohon ampun kepada Allah, sehingga mereka menghabiskan hidup mereka dengan cara terbaik dan dalam persiapan untuk Akhirat mereka. Sebaliknya, ada orang yang tertawa-tawa dan bersenang-senang, tak menyadari takdir mereka yang mendekat. Mereka membangun kehidupan ini (atau rumah mereka) di jalur bencana banjir; tetapi mereka hendaknya bergegas mengerjakan amal-shalij sebelum hidup mereka berakhir. Mereka harus tahu bahwa ada mereka (malaikat maut dan alat bantu malaikatnya) yang menghitung napas dan bersiap untuk bertemu dengan mereka, jadi mengapa tertawa-tawa dan bersenang-senang? Abdullah bin Tsa‘labah, radhiyallahu 'anhu, berkata,
"Tertawakah engkau, ketika kain kafanmu mungkin telah dijahit oleh sang penjahit?"
Al-Fudail bin ‘Iyad berkata tentang orang mukmin,
“Di dunia ini, orang mukmin merasakan duka dan nestapa, mengarahkan perhatiannya untuk mengumpulkan perbekalan yang cukup guna Hari Akhirat. Ia yang merasakan hal yang serupa, dalam kehidupan ini, maka usahanya akan diarahkan untuk mengumpulkan apa yang menguntungkannya ketika ia pulang ke rumah; ia tak bersaing dengan penduduk di daerah tempat dimana ia tinggal, karena ia orang asing. Ia hidup di tengah-tengah kekuasaan mereka, namun itu tak membuatnya bersedih walau ia tak nampak gagah-perkasa di antara mereka."
Sayangnya, banyak peradaban modern dipersembahkan untuk hiburan, kenikmatan, kesenangan, dan kepuasan sensual, seperti yang dapat dilihat dengan berkuasa dan berkedudukannya bioskop, sarana olahraga, hingar-bingarnya musik dan seni, minuman beralkohol, dan sebagainya. Seorang Muslim hendaknya berhati-hati agar tak terjerat ke dalam peradaban ini, dengan segala yang dianggap menyenangkan dan kegemerlapannya, mempengaruhi dirinya secara negatif dan membuang-buang waktu berharganya. Sangatlah mudah tertarik dengan hal-hal keduniawian ini dan menghabiskan seluruh waktu seseorang, menikmati dan mencari barang-barang di dunia ini. Seorang Muslim hendaknya menghabiskan waktu luangnya - sebelum ia kemudian disibukkan dengan banyak hal dalam hidupnya - dengan cara yang bermanfaat.

Kesehatan, adalah salah satu penghalang terbesar dalam mengerjakan amal-shalih. Kebanyakan amal-shalih membutuhkan pengerahan tenaga. Jika seseorang sakit, sementara atau permanen, ia takkan menemukan cara untuk mengerjakan amal-shalih itu. Dengan rahmat Allah, jika seseorang mengerjakan amal-shalih dan kemudian jatuh-sakit, menghalanginya untuk melanjutkan amal-shalih itu, Allah akan terus memberikan pahala baginya atas perbuatan-perbuatan yang akan ia kerjakan itu, jika penyakit tak menghalanginya. Namun jika seseorang tak mengerjakan amal-shalih, baik sebelum ia sakit, ia takkan diberi imbalan dari setiap perbuatan yang sekarang tak dapat ia lakukan karena penyakitnya. Oleh karena itu, penyakitnya akan terbentuk, tak ada alasan baginya karena ia telah menunjukkan, saat ia sehat, bahwa ia bukanlah diantara orang-orang yang mengerjakan amal-shalih.

Masa muda adalah salah satu saat terpenting dalam kehidupan seseorang. Inilah masa dimana seseorang punya kekuatan, energi dan semangat. Tak hanya itu, masa-masa inilah yang biasanya menggabungkan banyak dari berkah lain yang disebutkan oleh Rasulullah (ﷺ). Biasanya selama masa muda, seseorang memiliki waktu paling banyak dan tanggung jawab paling sedikit. Biasanya selama masa muda seseorang yang berada di puncak kesehatan yang baik.
Sudah lazim di zaman moderat ini bagi orang banyak, menganggap masa muda sebagai waktu untuk bersenang-senang dan berfoya-foya, hingga usia delapan-belas, dua-puluh-satu, atau sampai mereka selesai kuliah dan seterusnya. Bahkan di kalangan umat Islam, seringkali tak banyak penekanan pada penanaman kedewasaan dan pemahaman di masa muda. Namun, ini bukan pendekatan Islam yang tepat. Adalah para Sahabat yang masih muda, yang diberikan Rasulullah (ﷺ) hadits-hadits yang paling bermakna. Menurut hukum Islam, pada saat seseorang mencapai usia pubertas — sekitar tiga belas tahun bagi banyak orang — ia bertanggung jawab penuh atas perbuatannya. Karenanya, pelatihan, pengajaran, dan persiapan untuk tanggung jawab berat itu, hendaknya terjadi, bahkan sebelum ia mencapai usia itu.

Pandangan sepintas pada contoh pemuda yang dibesarkan di bawah asuhan Rasulullah (ﷺ), yang menunjukkan bagaimana mereka memanfaatkan masa muda mereka dengan baik dan memanfaatkan berkah itu sebelum Allah mengambilnya dari mereka. Beberapa sahabat Nabi (ﷺ), seperti ibnu Umar, ingin berpartisipasi dalam perang Badar dan mempertaruhkan nyawa mereka demi Allah, namun Rasulullah (ﷺ) menolak mereka karena belum mencapai usia pubertas.
Pada Pertempuran Badar, dua pemuda Muslim yang membunuh Abu Jahal. Keduanya begitu muda sehingga Abdul Rahman bin Auf menggambarkan mereka sebagai "masih tampak tak berpengalaman dalam seni pertempuran."
Usaama bin Zaid, ditunjuk memimpin salah satu pasukan Muslim terbesar, termasuk Abu Bakar dan Umar, namun usianya baru delapan belas tahun. Memang, beberapa orang mempertanyakan pilihan Usama karena usianya yang masih belia. Jelas, Rasulullah (ﷺ) takkan menunjuknya ke posisi itu kecuali ia telah memasuki usia kematangan, keyakinan dan pemahaman bahwa dibutuhkan posisi seperti itu.
Sebagian besar ilmu tentang sunnah diturunkan kepada para Sahabat belia yang tinggal dan tumbuh di sekitar Rasulullah (ﷺ). Sahabat seperti itu termasuk ibnu Mas'ud, ibnu Abbas, ibnu Umar dan Aisya (radhiyallahu 'anhum).

Kehidupan ini, akan segera berakhir dan ketika seseorang mati, pengejarannya akan keinginan hidup ini berakhir. Juga, ketika kehidupan berakhir, kesempatannya untuk berusahapun berakhir. Setiap Muslim harus menyadari apa cobaan hidup itu sendiri dan mengapa Allah telah memberikan kehidupan kepadanya. Allah telah menggambarkan tujuan hidup dan mati dalam ayat berikut,
"Apa yang di langit dan di bumi bertasbih kepada Allah. Dialah Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana. Milik-Nyalah kerajaan langit dan bumi, Dia menghidupkan dan mematikan, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu." - [QS.57:1-2]
Abul Ala Maududi menyoroti beberapa poin penting dan relevan untuk ayat-ayat ini,
"Yakni, tujuan memberikan kehidupan kepada manusia di dunia dan menyebabkan kematian mereka adalah untuk menguji mereka agar melihat mana di antara mereka yang paling baik dalam perbuatan. Kiasan telah dibuat dalam kalimat singkat ini kepada sejumlah kebenaran: (1) Bahwa hidup dan mati diberikan oleh Allah, tiada yang bisa memberikan kehidupan atau menyebabkan kematian; (2) bahwa baik kehidupan maupun kematian ciptaan seperti manusia, yang telah diberi kekuatan untuk melakukan yang baik dan yang buruk, tak memiliki tujuan; Sang Pencipta telah menciptakannya di dunia untuk ujian: hidup baginya adalah masa ujian dan kematian berarti waktu ujian yang ditentukan, telah berakhir; (3) bahwa demi pengujian ini, Sang Pencipta telah memberi setiap orang kesempatan untuk bertindak, sehingga ia dapat mengerjakan kebaikan atau melakukan kejahatan di dunia dan secara praktis menunjukkan orang seperti apa dirinya; (4) bahwa Sang Pencipta sendiri yang akan memutuskan siapa yang telah melakukan yang baik atau yang buruk; bukanlah kita yang memberi kriteria bagi perbuatan baik dan buruk itu, melainkan Allah, karena itu, siapapun yang ingin melewati ujian, hendaknya mencari tahu apa kriteria perbuatan baik di mata-Nya; poin kelima terkandung dalam makna ujian itu sendiri, yaitu, setiap orang akan dibalas sesuai dengan perbuatannya, karena jika tak ada ganjaran atau hukuman, ujian itu takkan berarti."
Rasulullah (ﷺ) bersabda,
"Tiga hal akan menyertai [orang yang meninggal], dua di antaranya akan pulang dan satu tetap bersamanya. Keluarga, kekayaan, dan perbuatannya, menyertainya, sementara keluarga dan kekayaannya pulang, dan hanya perbuatannya yang tetap bersamanya." - [Sahih al-Bukhari dan Muslim]
Namun, di alam barzakh, ia membutuhkan perbekalan, jika tidak, alam barzakh akan menjadi tempat yang menyiksanya. Namun sayang, bagi almarhum, bekal untuk alam barzakh dan Akhirat, harus diperoleh saat seseorang masih berada dalam kehidupan ini, sebelum ajal datang menjemputnya. Allah telah mengingatkan manusia akan kenyataan ini dengan mewahyukan kepada mereka,
"Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan." - [QS.59:18]
Jika orang itu tak mengumpulkan bekal selagi ia masih hidup, ia akan merindukan kembali ke alam dunia ini untuk memperoleh perbekalan yang sangat dibutuhkan itu. Namun, tak ada lagi titik balik. Ia akan tersesat dan sedih atas kegagalannya mendapatkan dan mengumpulkan perbekalan bagi perjalanan itu saat ia masih berkemampuan mengerjakannya. Ia akan putus asa, tak menemukan jalan keluar dari apa yang sekarang harus ia hadapi."

Kemudian sang lelaki tua berkata, "Wahai anak muda, jika orang puas dengan harta dunia ini, maka jadilah benar-benar kaya dengan bergantung pada Allah. Jika orang merasakan suka-ria dalam aspek-aspek kehidupan ini, maka bergembiralah karena dekat dengan Allah. Jika mereka merasa memiliki orang-orang yang mereka cintai, maka jadikan Allah sahabatmu. Jika mereka menyambut dan mencari kedekatan dengan para pemimpin dan ketua mereka, sehingga mereka mendapatkan kekuasaan dan kedudukan, maka kenalilah Allah dan carilah cara mendekat kepada-Nya, dan engkau akan memperoleh kekuasaan dan kedudukan tertinggi.
Kita memohon kepada Allah agar menjadikan jalan kita, dalam hidup ini, berakhir di Surga Firdaus. Kita memohon kepada-Nya agar menjadikan kita di antara mereka yang mengumpulkan bekal yang cukup dari kehidupan ini, guna tempat tinggal kesenangan abadi dan naungan yang kekal. Kita memohon kepada Allah agar menjadikan kita, orangtua dan kaum-kerabat kita, dalam tingkatan yang dinaungi oleh rahmat-Nya, yang takkan pernah merasakan takut, dan juga takkan pernah merasakan duka. Wallahu a'lam."
"Dan buatkanlah untuk mereka (manusia) perumpamaan kehidupan dunia ini, ibarat air (hujan) yang Kami turunkan dari langit, sehingga menyuburkan tumbuh-tumbuhan di bumi, kemudian (tumbuh-tumbuhan) itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amal kebajikan yang terus-menerus adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan." - [QS.18:45-46]
Rujukan :
- Maulana Muhammad Zakaria Iqbal, Stories from the Hadith, Darul Isha'at
- Jamaal al-Din M. Zarabozo, Commentary On The Forty Hadith Of Al Nawawi Volume 1, Al-Basheer Publications
- Abdul Malik bin Muhammad, Life is a Fading Shadows, Darussalam