[Bagian 2]Murai berkata, "Adakah diantara kalian yang mau berbagi?" Para unggas diam. Sejenak kemudian, burung Nasar berbicara, "Wahai saudara-saudariku, ada dua kisah yang akan kusampaikan kepada kalian. Kisah pertama adalah tentang penyisir rambut putri Firaun. Kisah kedua adalah istri Firaun sendiri, Asiyah, sang Ratu Mesir. Keduanya adalah korban kekejaman Firaun. Izinkan aku menyampaikan kisah pertama kepada kalian.
Abdullah bin Abbas, radhiyallahu 'anhu, berkata bahwa Rasulullah (ﷺ) bersabda,Inilah kisah yang diketahui Rasulullah (ﷺ) manakala beliau ber-Mi’raj ke langit yang tinggi di malam Isra'. Pada waktu ber-Mi’raj, Rasulullah (ﷺ) mencium aroma harum semerbak. Beliau (ﷺ) bertanya kepada Jibril tentang sumbernya, maka Jibril menceritakan bahwa bau harum ini berasal dari wanita penyisir putri Fir'aun dan anak-anak wanita tersebut.
"Pada malam aku ber-Isra', aku mencium aroma yang harum. Aku bertanya, 'Wahai Jibril, aroma harum apa ini?'
Jibril menjawab, 'Inilah aroma wanita penyisir putri Fir'aun dan anak-anak wanita itu.'
Aku bertanya, 'Bagaimana kisahnya?'
Jibril menjawab, 'Suatu hari, ketika ia sedang menyisir putri Fir'aun, tiba-tiba sisir itu terjatuh dari tangannya. Ia berkata, 'Bismillah.' Putri
Fir'aun berkata kepadanya, 'Ayahku?' Ia menjawab, 'Bukan, akan tetapi Rabb-ku dan Rabb ayahmu adalah Allah.' Putri Fir'aun berkata, 'Aku akan sampaikan itu kepada ayahku.' Ia menjawab, 'Lakukanlah.' Maka putri Fir'aun menyampaikan hal itu kepada ayahnya.
Fir'aun memanggilnya dan bertanya, 'Hai fulanah, punyakah kamu Rabb selain aku?' Ia menjawab, 'Ya, Rabb-ku dan Rabb-mu adalah Allah.'
Lalu Fir'aun memerintahkan agar dihadirkan seekor sapi dari tembaga. Setelah dipanaskan, ia memerintahkan agar wanita ini berikut anak-anaknya dilempar ke dalamnya. Wanita itu berkata, 'Aku ada perlu denganmu.' Fir'aun bertanya, 'Apa keperluanmu?' Sang wanita menjawab, 'Aku inginkan tulang-belulangku dan tulang-belulang anak-anakku dikumpulkan dalam sebungkus kain lalu mengubur kami.' Fir'aun menjawab, 'Itu menjadi hakmu atas kami.'
Jibril berkata, 'Lalu anak-anaknya dihadirkan. Satu per satu dilemparkan ke dalamnya, di depan matanya, sampai akhirnya tiba giliran bayinya yang masih menyusu. Wanita ini maju mundur, maka bayinya berkata, 'Wahai Ibuku, masuklah, karena adzab dunia lebih ringan daripada adzab Akhirat.' Maka iapun masuk'."
Ibnu Abbas berkata, "Ada empat bayi yang berbicara: Isa bin Maryam, bayi Juraij, saksi Yusuf, dan putra wanita penyisir putri Fir'aun."
[HR. Imam Ahmad dalam al-Musnad (1/309), at-Tabaraani (12280), Ibnu Hibbaan (2903) dan al-Hakim (2/496).
Adz-Dzahabi berkata dalam al-'Aluw (84): Hadits ini hasan. Ibnu Katsir berkata dalam at-Tafseer (15/3): Tak ada yang salah dengan sanadnya. Sanadnya digolongkan shahih oleh ulama Ahmad Syakir dalam komentarnya tentang al-Musnad (4/295). Al-Arna'ut berkata dalam Takhrij al-Musnad (5 / 30-31, no. 2821): Sanadnya hasan.
Berkenaan dengan kalimat "Fir'aun memerintahkan agar seekor sapi" yang terbuat dari tembaga dipanaskan", Ibnu al-Atzir mengatakan dalam al-Nihaayah (1/145): Al-Hafiz Abu Musa berkata: Menurutku, ini tak merujuk pada sesuatu yang dibuat dalam bentuk seekor sapi, tapi mungkin itu sebuah ketel yang sangat besar, yang mereka sebut baqarah, diambil dari kata tabaqqur yang berarti luas, atau mungkin saja sesuatu yang bisa menampung banyak sapi karena ukurannya yang besar, sehingga disebut demikian.]
Wanita ini hidup di istana Fir'aun. Tugasnya adalah melayani putrinya. Dia menyisir rambutnya, dan mengurusi urusannya. Orang yang seperti ini pastilah orang yang mulia, dihormati, dan hidup enak. Akan tetapi, iman menyusup di hatinya dan menguasai urusannya, sebagaimana iman juga menguasai hati ibu ratu, istri Fir'aun. Iman selalu menemukan jalan ke dalam hati orang-orang kaya, seperti ia menemukan jalan ke dalam hati orang-orang miskin manakala Allah menginginkan kebaikan untuk hambanya.
Wanita ini menyembunyikan imannya seperti halnya istri Fir'aun dan seorang mukmin dari keluarga Fir'aun. Walaupun seseorang berusaha untuk menutupi apa yang ada di dalam hatinya, tetap saja akan terbaca melalui tindak-tanduk, gerakan, perilaku, dan ucapan-ucapannya. Kadang-kadang seseorang lupa akan dirinya sendiri dan ia bertingkah-polah berdasar pada tabiatnya.
Hal ini terjadi pada wanita ini. Sisirnya jatuh dari tangannya ketika ia menyisir rambut putri Fir'aun, dan ia berkata 'bismillah', sebuah ucapan yang mengalir di lidah kaum muslimin tanpa sengaja. Mereka mengucapkannya tatkala kaki mereka terpeleset, atau salah seorang anak mereka terjatuh, atau ketika pisau atau pena terjatuh dari tangan mereka.
Putri Fir'aun terkejut dengan ucapannya. Ia putri yang tak mengerti. Ia sangat membanggakan ayahnya. Ia menganggapnya sebagai ilah, seperti anggapan ayahnya terhadap dirinya. Maka ia bertanya, "Ayahku?" (Yakni, orang yang kamu sebut namanya itu, ayahkukah?). Wanita itu menolak mengakui Fir'aun sebagai ilah palsu yang iklaimnya. Ia telah bertekad untuk bersikap tegas sebagai konsekuensi dari iman, tanpa khawatir terhadap akibat buruk yang mungkin menimpanya dan anak-anaknya. Oleh karena itu, ia menjawab secara terbuka. Keterbukaan yang menyimpan tantangan. Ia tak cukup mengatakan, "Allah adalah Rabbku." Akan tetapi, ia mengatakan, "Allah adalah Rabb-ku dan Rabb ayahmu."
Pada saat itu, putri Fir'aun berkata, "Aku sampaikan ini kepada ayahku." Ia bertanya jika wanita itu setuju jika hal ini disampaikan kepada raja, tentang imannya kepada Allah dan pengingkarannya terhadap keilahian Fir'aun. Maka wanita itu menjawab, "Ya."
Mungkin putri Fir'aun, di balik pertanyaannya ini, ingin wanita itu bertekuk lutut memohon kepadanya agar tak mengatakan rahasianya kepada raja demi keselamatannya dan anak-anaknya. Sebagian orang ada yang menikmati jika orang lain bertekuk lutut dan memohon-mohon kepadanya.
Atau mungkin ia ingin menjadi pemegang kunci rahasia wanita tersebut, agar ia bersedia membantunya mewujudkan tujuan dan ambisinya. Di istana thaghut seperti Fir'aun, banyak sekali pos-pos kekuatan yang masing-masing berusaha mewujudkan ambisi dan keinginannya. Mereka memerlukan para pendukung, baik laki-laki maupun perempuan, yang dijadikan sebagai kepanjangan mereka demi kemaslahatan mereka dan menjadi pelaksana lapangan bagi rencana-rencana mereka. Hal ini dibuktikan oleh kenyataan bahwa putri Fir'aun tak segera menyampaikan berita itu kepada bapaknya, akan tetapi ia bertanya kepadanya tentang hal itu. Pertanyaannya tersebut menunjukkan adanya udang di balik batu.
Akan tetapi, wanita shalihah ini telah mengambil keputusan yang pasti. Ia tak memohon dan tak meminta kepada putri raja agar merahasiakan perkaranya. Ia mengizinkannya untuk menyampaikan sepertinya ibu mulia ini telah lelah menyimpan imannya. Orang yang menyembunyikan imannya pastilah menemui kesulitan yang berat. Allah Ta'ala berfirman,
المAlif, Lam, Meem – (QS.29:1)
أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لا يُفْتَنُونَ"Mengirakah manusia bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, 'Kami telah beriman,' dan mereka tak diuji?" – (QS.29:2)
وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ"Dan sungguh, Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allah pasti mengetahui orang-orang yang benar dan pasti mengetahui orang-orang yang dusta." – (QS.29:3)
Ia harus menyembunyikan shalatnya, puasanya, dan doanya. Jika perkaranya hampir terbongkar, ia akan menemukan kesulitan dalam mencari alasan dari perilakunya, baik berupa ucapan maupun perbuatan.
Wanita ini lalu meminta kepada Fir'aun satu permintaan. Sebuah permintaan yang bukan merupakan ketertundukan, kepasrahan, harapan dan ataupun kehinaan. Sang thaghut Fir'aun mengira kalau adzab seperti ini bisa membuatnya murtad dari agamanya, atau mungkin Fir'aun mengira bahwa wanita yang lemah ini bertekuk lutut di hadapannya demi memohon ampunannya atau ampunan untuk anak-anaknya; bisa saja ia berkata kepadanya, "Apa urusan anak-anakku, akulah yang berdosa, bukan mereka." Akan tetapi wanita ini tak melakukan semua itu. Yang dipintanya hanyalah agar sisa-sisa tubuhnya dan anak-anaknya yang terbakar dikumpulkan di dalam sepotong kain lalu dikubur jadi satu. Fir'aun pun menyanggupinya.
Sebagian orang mungkin mengira bahwa wanita ini telah berbuat bodoh terhadap anak-anaknya kala ia menyeret mereka ke dalam musibah besar yang menimpa mereka. Akan tetapi, orang seperti wanita ini, mempunyai cara pandang yang berbeda. Ia melihat bahwa apa yang dilakukannya terhadap anak-anaknya mengandung kebaikan besar bagi mereka di sisi Allah kelak saat mereka menghadap kepada-Nya. Dan memang demikianlah faktanya.
Sebelum Fir'aun, sang thaghut, melemparkan wanita ini ke dalam tungku besar tersebut, ia terlebih dahulu melemparkan anak-anaknya satu demi satu, dengan harapan agar wanita ini bersedia meninggalkan agamanya lantaran melihat bagaimana api membakar anak-anaknya sebelum membakar dirinya. Mungkin sang thaghut ingin menambah kepedihan hatinya dengan melihat anak-anaknya terbakar di depan matanya. Wanita ini bertabiat lembut, sehingga bisa terjadi bahwa ia akan merasa pilu ketika melihat pemandangan yang buruk, seperti pembakaran dan pembunuhan. Kepedihannya pasti bertambah manakala yang disiksa dan dibunuh adalah anak-anaknya. Dalam kondisi seperti ini, seorang ibu pasti teriris-iris hatinya dengan kepedihan yang mendalam. Akan tetapi, sikap yang diambilnya, kesabaran dan keteguhan yang dimilikinya menunjukkan tingkat iman yang diraih oleh ibu ini. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika aroma dan bau harum mereka tercium di langit Rasulullah (ﷺ) dan menarik perhatian beliau (ﷺ) sewaktu melakukan perjalanan di langit yang tinggi. Beliau (ﷺ) ingin mengetahui kisahnya. Wanita inilah wanita agung di sisi Allah. Kerendahannya di depan Fir'aun dan bala-tentaranya adalah kebesarannya di hadapan Allah dan Malaikat-malaikat-Nya.
Rasulullah (ﷺ) menyampaikan kepada kita bahwa hati wanita ini teriris dan ia merasakan kepedihan yang mendalam tatkala anaknya yang masih bayi hendak dilemparkannya ke dalam api. Dan biasanya seorang wanita akan lebih sedih dan terenyuh hatinya manakala putranya yang masih bayi terkena sesuatu yang menyakitkannya. Wanita ini sepertinya maju mundur dan berpikir untuk menyurutkan langkahnya, akan tetapi, anaknya meneguhkannya. Allah membuatnya mampu berbicara sebagai pemompa semangatnya supaya imannya bertambah dan membuktikan kebenaran imannya. Bayinya berkata (dan tak biasanya bayi berbicara) kepadanya, "Wahai Ibu, masuklah karena adzab dunia lebih ringan daripada adzab Akhirat."
Sang jabang bayi tak meminta kepada ibunya agar jangan bersedih atasnya atau memikirkannya, ia berbicara kepada ibunya dalam urusan ibu. Sang bayi meminta kepada ibunya agar bersabar atas apa yang akan menimpanya, karena adzab dunia lebih ringan daripada adzab Akhirat. Inilah takziyah (hiburan) besar yang diperuntukkan kepada orang-orang yang menghadapi kematian atau pembunuhan di jalan Allah. Oleh sebab itu, begitu ia mendengar ucapan bayinya, ibu ini tak menunggu mereka melemparkannya. Ia pun masuk ke dalam tungku yang panas menyala-nyala.
Secara pasti, aroma tubuhnya dan anak-anaknya yang terbakar, memenuhi ruangan, laksana daging yang diletakkan diatas bejana panas dan menjadi matang. Oleh karena itu, Allah memuliakannya dengan membalikkan aromanya menjadi aroma harum mewangi yang tercium di seantero langit. Sungguh beruntung wanita ini dan merugilah Fir'aun. Wanita ini mati, Fir'aun juga mati. Keduanya kembali kepada Rabb-nya. Fir'aun dan bala-tentaranya di alam Barzakh dimana api Jahannam ditampakkan kepadanya pagi dan sore, dan pada hari Kiamatm ia memimpin kaumnya lalu menjerumuskan mereka ke dalam Neraka. Sementara ibu ini dan anak-anaknya, beroleh kenikmatan derajat tingkat tinggi, dan pada kelak pada hari Kiamat, Allah akan memasukkan mereka ke dalam Surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai."
"Wahai saudara-saudariku, pelajaran pertama dari kisah ini, adalah keterangan tentang bagaimana iman bekerja di dalam jiwa. Di jalan Allah, orang-orang mukmin merasakan penyiksaan sebagai sesuatu yang ringan dan mereka menghadapi para thaghut. Kezhaliman paling berat dan penyiksaan paling biadab, takkan berguna menyurutkan iman seorang mukmin. Orang-orang kafir takkan mau berbelas kasih tatkala mereka menghadapi orang-orang mukmin. Mereka bisa membunuh dan membakar tanpa membedakan antara orang dewasa dan anak-anak yang masih menyusu.
Cara-cara penyiksaan yang dipakai di masa lalu, di antaranya adalah alat yang dibuat dengan bentuk seperti sapi. Siapapun yang disiksa dengan cara dilempar ke dalamnya, maka itu terjadi setelah di bawahnya dinyalakan api.
Wanita ini tak bunuh diri saat ia terjun ke dalam api. Ia ingin membuat Fir'aun dan bala-tentaranya bersedih, daripada ia tunduk pada kesombongan mereka dengan menolak, berteriak dan tak mau terjun ke dalam api. Ia memilih terjun sendiri tanpa ada rasa takut dan khawatir. Hal ini menambah kekalahan dan kemarahan para thaghut itu. Wanita ini mempecundangi mereka, dengan menyatakan secara terbuka bahwa mereka sangat hina. Di dunia ini masih ada orang yang menolak kehinaan, menolak menganggukkan kepalanya kepada kezhaliman dan orang-orang zhalim. Sebagian orang yang mengaku berilmu mengira bahwa perbuatan wanita ini adalah bunuh diri. Mereka itu perlu mengetahui perbedaan antara bunuh diri dengan apa yang dilakukan oleh wanita ini.
Pelajaran selanjutnya, seorang muslim boleh meminta kepada seorang thaghut atas sesuatu yang mengandung kebaikan baginya, sebagaimana ibu ini meminta kepada Fir'aun agar menguburkan abu dirinya dan anak-anaknya. Inu juga menunjukkan usaha seorang muslim untuk menjaga sisa-sisa tubuhnya setelah ia wafat.
Balasan berasal dari jenis perbuatan. Saat aroma tubuh wanita ini dan anak-anaknya yang terbakar, menyebar, Allah merubahnya menjadi aroma harum lagi wangi yang bersumber darinya dan anak-anaknya di langit yang tinggi.
Allah telah meninggikan derajat ibu ini dan memuliakannya beserta anak-anaknya secara agung. Karomah Allah kepada para wali-Nya yang mengorbankan jiwa mereka secara sukarela, fi sabilillah. Rasulullah (ﷺ), pada waktu Mi’raj ke langit di malam Isra', mencium bau wangi wanita ini dan Jibril menyampaikan kisahnya. Allah meneguhkan hamba-hamba-Nya yang ingin dimuliakannya dalam kondisi-kondisi yang sulit. Allah membuat bayi menyusu bisa berbicara, ia meminta ibunya agar tetap teguh. Dengan itu, ia menyingkirkan godaan setan yang muncul dalam benaknya dan hampir mencelakakannya.
Akhirnya, hadits ini merupakan keterangan tentang bayi yang berbicara sewaktu di dalam gendongan. Tiga orang dari bayi-bayi itu disebutkan dalam hadis Juraij, yaitu Isa bin Maryam, bayi Juraij, dan bayi yang menolak doa ibunya. Dan hadis ini menyebutkan putra wanita tukang-sisir Fir'aun. Sesungguhnya, inilah perwujudan kekuasaan Allah. Wallahu a'lam."