Jumat, 10 Mei 2019

Kisah Penyembahan Anak Sapi (2)

Camar berkata, "As-Samiri? Siapa pula orang ini?" Enggang berkata, "Menurut At-Tabari, Ibnu Abbas berkata, 'As-Samiri adalah seorang lelaki dari Bajarma, sebuah desa di Jazirah (Mesopotamia Utara) dekat al-Raqqah, orang-orang yang menyembah sapi. Kesenangan menyembah sapi. masih tetap ada di dalam jiwanya, namun ia telah memeluk Islam di antara Bani Israil. Nama sebenarnya adalah Musa ibnu Zafar. Ia kebetulan berada di tanah Mesir dan masuk di antara Bani Israil. " Qatadah berkata, "Ia berasal dari desa Samarra."

Allah Ta'ala berfirman,

وَاتَّخَذَ قَوْمُ مُوسَى مِنْ بَعْدِهِ مِنْ حُلِيِّهِمْ عِجْلا جَسَدًا لَهُ خُوَارٌ أَلَمْ يَرَوْا أَنَّهُ لا يُكَلِّمُهُمْ وَلا يَهْدِيهِمْ سَبِيلا اتَّخَذُوهُ وَكَانُوا ظَالِمِينَ
"Dan kaum Musa, setelah kepergian (Musa ke Gunung Sinai) mereka membuat patung anak sapi yang bertubuh dan dapat melenguh (bersuara) dari perhiasan (emas). Tidakkah mereka mengetahui bahwa (patung) anak sapi itu tak dapat berbicara dengan mereka dan tak dapat (pula) menunjukkan jalan kepada mereka? Mereka menjadikannya (sebagai sesembahan). Merekalah orang-orang yang zhalim." - (QS. 7:148)
Allah menggambarkan betapa sesatnya orang-orang yang menyembah anak sapi buatan As-Samiri dari perhiasan yang mereka pinjam dari orang-orang Koptik. Ia membuat bentuk anak sapi dengan perhiasan dan permata itu, dan melemparkannya bersama segenggam debu dari jejak kuda yang ditunggangi Malaikat Jibril, alaihissalam, dan anak sapi itu terdengar dapat melenguh. Ini terjadi setelah Nabi Musa pergi untuk jangka waktu yang telah ditentukan oleh Rabb-nya, dimana Allah menyampaikan padanya tentang apa yang terjadi ketika ia berada di Bukit Thur.

Allah Ta'ala berfirman,

فَرَجَعَ مُوسَى إِلَى قَوْمِهِ غَضْبَانَ أَسِفًا قَالَ يَا قَوْمِ أَلَمْ يَعِدْكُمْ رَبُّكُمْ وَعْدًا حَسَنًا أَفَطَالَ عَلَيْكُمُ الْعَهْدُ أَمْ أَرَدْتُمْ أَنْ يَحِلَّ عَلَيْكُمْ غَضَبٌ مِنْ رَبِّكُمْ فَأَخْلَفْتُمْ مَوْعِدِي
"Kemudian Musa kembali kepada kaumnya dengan marah dan bersedih-hati. Ia (Musa) berkata, 'Hai kaumku! Bukankah Rabb-mu telah menjanjikan kepadamu suatu janji yang baik? Terlalu lamakah masa perjanjian itu bagimu atau kamu menghendaki agar kemurkaan Rabb menimpamu, mengapa kamu melanggar perjanjianmu denganku?''" - (QS. 20:86)
قَالُوا مَا أَخْلَفْنَا مَوْعِدَكَ بِمَلْكِنَا وَلَكِنَّا حُمِّلْنَا أَوْزَارًا مِنْ زِينَةِ الْقَوْمِ فَقَذَفْنَاهَا فَكَذَلِكَ أَلْقَى السَّامِرِيُّ
"Mereka berkata, “Kami tak melanggar perjanjianmu dengan kemauan kami sendiri, tetapi kami harus membawa beban berat dari perhiasan kaum (Fir‘aun) itu, kemudian kami melemparkannya (ke dalam api), dan demikian pula as-Samiri melemparkannya," - (QS. 20:87)
فَأَخْرَجَ لَهُمْ عِجْلا جَسَدًا لَهُ خُوَارٌ فَقَالُوا هَذَا إِلَهُكُمْ وَإِلَهُ مُوسَى فَنَسِيَ
"kemudian (dari lubang api itu) ia (as-Samiri) mengeluarkan (patung) anak sapi yang bertubuh dan bersuara untuk mereka, maka mereka berkata, “Inilah ilahmu dan ilahnya Musa, namun ia (Musa) telah lupa.” - (QS. 20:88)
Ketika Nabi Harun menjadi pemuka di antara orang Israil dan Nabi Musa meninggalkan mereka untuk menemui Rabb-nya, Nabi Harun berkata kepada mereka, "Kalian membawa perhisan begitu banyak dan barang-barang, permata, milik keluarga Firaun, maka sucikanlah diri kalian semua, karena apa yang ada itu mengotori diri kalian." Ia menyalakan api dan berkata, "Buanglah ke dalamnya apapun yang kalian punya dengan barang-barang itu." Mereka berkata, "Baiklah," dan merekapun mulai membawa perhiasan, permata dan barang apapun yang mereka peroleh, melemparkannya ke dalam api sampai barang-barang perhiasan dan permata itu lebur ke dalam api.
As-Samiri melihat jejak kuda Malaikat Jibril dan mengambil debu dari jejak kuda itu. Kemudian ia mendekat ke lubang dimana api menyala dan berkata kepada Nabi Harun, “Wahai nabiyullah! Haruskah kulemparkan apa yang ada di tanganku?” Nabi Harun setuju, mengira bahwa itu barang permata dan perhiasan yang telah dibawa oleh yang lain, dan as-Samiri melemparkanmnya, seraya berkata, "Jadilah anak sapi berwarna merah-kunyit, yang melenguh." Dan berhala itupun menjadi cobaan dan godaan bagi mereka, dan ia berkata, "Inilah ilahmu dan ilahnya Musa!"
Mereka mengabdikan diri untuknya dan menyayanginya dengan cinta yang belum pernah mereka berikan kepada apapun atau siapapun. Allah berfirman, "Tapi ia sudah lupa"- ditujukan kepada as-Samiri, ia telah menanggalkan keislamannya.


Para ulama Tafsir berpandangan berbeda tentang anak sapi itu, benar-benarkah ia hidup dan melenguh, atau jika anak sapi itu terbuat dari emas, udara yang masuk membuatnya tampak melenguh. Ibnu Abbas berkata, "Tidak, demi Allah, suara lenguhan anak sapi itu tak lain adalah angin yang masuk dari belakang dan keluar dari mulutnya, sehingga menyebabkannya mengeluarkan suara."
Diriwayatkan bahwa ketika patung itu melenguh, orang-orang Yahudi itu mulai menari-nari mengelilinginya dan tenggelam ke dalam kesesatan, mereka sangat menyukainya. Mereka mengatakan bahwa, anak sapi ini, adalah ilahmu dan ilah Musa, namun Musa melupakannya! Maka merekapun melakukan penyembahan yang dikhususkan bagi patung anak sapi merah itu, dan mereka menyukainya dengan rasa-cinta yang belum pernah ada sesuatupun yang pernah mereka cintai sebelumnya.

Allah menjawab mereka dengan firman-Nya,

أَفَلا يَرَوْنَ أَلا يَرْجِعُ إِلَيْهِمْ قَوْلا وَلا يَمْلِكُ لَهُمْ ضَرًّا وَلا نَفْعًا
"Maka tidakkah mereka memperhatikan bahwa (patung anak sapi itu) tak dapat memberi jawaban kepada mereka, dan tak kuasa menolak mudarat maupun mendatangkan manfaat kepada mereka?" -(QS. 20:89)
Allah mengutuk orang-orang Yahudi itu karena tenggelam dalam kesesatan, menyembah anak sapi merah dan mengabaikan Sang Pencipta langit dan bumi, Rabb dan Raja segala sesuatu. Mereka menyembah selain Dia, patung yang dibuat dalam bentuk anak sapi, yang tampak bisa melenguh, namun tak berbicara kepada mereka atau tak membawa manfaat bagi mereka. Sebaliknya, akal-sehat mereka dibutakan karena kebodohan dan kesesatan.
Dalam Hadits al-Fitan yang direkam dari Al-Hasan Al-Basri, disebutkan bahwa anak sapi ini bernama Bahmut (An-Nasa'i dalam Al-Kubra 6:396; hadits ini dinilai lemah). Orang-orang bodoh ini, mereka menyatakan bahwa mereka hanya menyucikan diri dari perhiasan orang Koptik. Dalam proses melakukannya, mereka membuang perhiasan (ke dalam lubang api) dan akhirnya menyembah anak sapi. Dengan demikian, mereka berusaha membersihkan diri dari sesuatu yang menjijikkan, namun berakhir dengan melakukan sesuatu yang lebih buruk lagi.
Nabi Harun berusaha melarang mereka menyembah anak sapi itu, dan ia mengatakan kepada mereka bahwa itu hanya ujian bagi mereka. Ia menyampaikan kepada mereka bahwa Rabb merekalah Ar-Rahman, Yang menciptakan segalanya dan Yang memutuskan dengan segala takaran dengan adil. Dialah Pemilik Arsy yang agung, Dia Yang melakukan apapun yang Dia kehendaki. Allah berfirman,

وَلَقَدْ قَالَ لَهُمْ هَارُونُ مِنْ قَبْلُ يَا قَوْمِ إِنَّمَا فُتِنْتُمْ بِهِ وَإِنَّ رَبَّكُمُ الرَّحْمَنُ فَاتَّبِعُونِي وَأَطِيعُوا أَمْرِي
"Dan sungguh, sebelumnya Harun telah berkata kepada mereka, 'Wahai kaumku! Sesungguhnya kamu hanya sekedar diberi cobaan (dengan patung anak sapi) itu dan sungguh, Rabb-mu ialah (Allah) Yang Maha Pengasih, maka ikutilah aku dan taatilah perintahku.'” - (QS. 20:90)
قَالُوا لَنْ نَبْرَحَ عَلَيْهِ عَاكِفِينَ حَتَّى يَرْجِعَ إِلَيْنَا مُوسَى
"Mereka menjawab, 'Kami takkan meninggalkannya (dan) tetap menyembahnya (patung anak sapi) sampai Musa kembali kepada kami.'” - (QS. 20:91)
Mereka berkata, "Kami takkan berhenti menyembah anak sapi ini sampai kami mendengar apa yang dikatakan Musa tentangnya." Maka mereka menantang Nabi Harun dan mereka melawannya, hampir membunuhnya.

Ketika Nabi Musa kembali kepada kaumnya dan melihat perubahan besar yang terjadi di antara mereka, ia menjadi marah dan melemparkan lauh-lauh Ilahi yang ia pegang di tangannya. Kemudian, ia meraih kepala dan janggut saudaranya, Nabi Harun, dan menariknya hingga berhadap-hadapan dengannya.

قَالَ يَا هَارُونُ مَا مَنَعَكَ إِذْ رَأَيْتَهُمْ ضَلُّوا
"Ia (Musa) berkata, 'Wahai Harun! Apa yang menghalangimu ketika engkau melihat mereka telah sesat,'" - (QS. 20:92)
أَلا تَتَّبِعَنِ أَفَعَصَيْتَ أَمْرِي
"(sehingga) engkau tak mengikutiku? (Sengajakah) engkau melanggar perintahku?'" - (QS. 20:93)
قَالَ يَا ابْنَ أُمَّ لا تَأْخُذْ بِلِحْيَتِي وَلا بِرَأْسِي إِنِّي خَشِيتُ أَنْ تَقُولَ فَرَّقْتَ بَيْنَ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَلَمْ تَرْقُبْ قَوْلِ
"Ia (Harun) menjawab, “Wahai putra ibuku! Janganlah engkau pegang janggutku dan jangan (pula) kepalaku. Aku sungguh khawatir engkau akan berkata (kepadaku), ‘Engkau telah memecah-belah antara Bani Israil dan engkau tak memelihara amanatku.’” - (QS. 20:94)
Nabi Harun berusaha melunakkan amarah Nabi Musa, karena ia adalah saudara kandung Nabi Musa dan orangtua yang sama. Penyebutan ibu di sini lebih halus dan mendalam dalam menghasilkan kehalusan dan kelembutan. Ibnu Abbas berkata, "Harun menghormati dan taat kepada Musa."

Lalu Musa berkata kepada As-Samiri,

قَالَ فَمَا خَطْبُكَ يَا سَامِرِيُّ
"Ia (Musa) berkata, 'Apa yang mendorongmu (berbuat demikian), wahai Samiri?'" - (QS. 20:95)
قَالَ بَصُرْتُ بِمَا لَمْ يَبْصُرُوا بِهِ فَقَبَضْتُ قَبْضَةً مِنْ أَثَرِ الرَّسُولِ فَنَبَذْتُهَا وَكَذَلِكَ سَوَّلَتْ لِي نَفْسِي
"Ia (Samiri) menjawab, 'Aku mengetahui sesuatu yang tak mereka ketahui, maka kuambil segenggam (tanah dari) jejak rasul lalu aku melemparkannya (ke dalam api itu), demikianlah nafsuku membujukku.” - (QS. 20:96)
Musa berkata kepada As-Samiri, “Apa yang menyebabkanmu melakukan yang kamu lakukan? Apa yang memberikan gagasan seperti itu kepadamu, yang menyebabkan kamu melakukannya? "As-Samiri berkata, "Aku melihat Jibril ketika ia datang menghancurkan Fir'aun, maka aku mengambil segenggam (Qabdah) dari kuku kaki kudanya. Lalu kulemparkan bersama dengan mereka yang melempar perhiasan.'"
Mujahid berkata, "As-Samiri melemparkan apa yang ada di tangannya ke dalam perhiasan Bani Israil dan berbentuk menjadi tubuh anak sapi, yang tampak bisa melenguh. Angin yang bertiup ke dalamnya menjadi penyebab suara itu."

قَالَ فَاذْهَبْ فَإِنَّ لَكَ فِي الْحَيَاةِ أَنْ تَقُولَ لا مِسَاسَ وَإِنَّ لَكَ مَوْعِدًا لَنْ تُخْلَفَهُ وَانْظُرْ إِلَى إِلَهِكَ الَّذِي ظَلْتَ عَلَيْهِ عَاكِفًا لَنُحَرِّقَنَّهُ ثُمَّ لَنَنْسِفَنَّهُ فِي الْيَمِّ نَسْفًا
"Ia (Musa) berkata, “Pergilah kau! Maka sesungguhnya di dalam kehidupan (di dunia) engkau (hanya dapat) mengatakan, ‘Janganlah menyentuh (aku),’. Dan engkau pasti mendapat (hukuman) yang telah dijanjikan (di akhirat) yang takkan dapat engkau hindari, dan lihatlah ilahmu itu yang kamu tetap sembah. Kami pasti akan membakarnya, kemudian sungguh kami akan menghamburkannya (abunya) ke dalam laut (berserakan)." - (QS. 20:97)
إِنَّمَا إِلَهُكُمُ اللَّهُ الَّذِي لا إِلَهَ إِلا هُوَ وَسِعَ كُلَّ شَيْءٍ عِلْمًا
"Sungguh, Ilahmu hanyalah Allah, tiada ilah selain Dia. Ilmu-Nya meliputi segala sesuatu.” - (QS. 20:98)
Didalam ayat lain, Allah berfirman,
وَلَمَّا سُقِطَ فِي أَيْدِيهِمْ وَرَأَوْا أَنَّهُمْ قَدْ ضَلُّوا قَالُوا لَئِنْ لَمْ يَرْحَمْنَا رَبُّنَا وَيَغْفِرْ لَنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
"Dan setelah mereka menyesali perbuatannya dan mengetahui bahwa telah sesat, merekapun berkata, “Sungguh, jika Rabb kami tak memberi rahmat kepada kami dan tak mengampuni kami, pastilah kami menjadi orang-orang yang rugi.”- (QS. 7:149)
وَلَمَّا رَجَعَ مُوسَى إِلَى قَوْمِهِ غَضْبَانَ أَسِفًا قَالَ بِئْسَمَا خَلَفْتُمُونِي مِنْ بَعْدِي أَعَجِلْتُمْ أَمْرَ رَبِّكُمْ وَأَلْقَى الألْوَاحَ وَأَخَذَ بِرَأْسِ أَخِيهِ يَجُرُّهُ إِلَيْهِ قَالَ ابْنَ أُمَّ إِنَّ الْقَوْمَ اسْتَضْعَفُونِي وَكَادُوا يَقْتُلُونَنِي فَلا تُشْمِتْ بِيَ الأعْدَاءَ وَلا تَجْعَلْنِي مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ
"Dan ketika Musa telah kembali kepada kaumnya, dengan marah dan sedih-hati ia berkata, “Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan selama kepergianku! Brkehendakkah kamu mendahului janji Rabb-mu?” Musa pun melemparkan lauh-lauh (Taurat) itu dan memegang kepala saudaranya (Harun) sambil menarik ke arahnya. (Harun) berkata, “Wahai anak ibuku! Kaum ini telah menganggapku lemah dan hampir saja mereka membunuhku, sebab itu janganlah engkau menjadikan musuh-musuh menyoraki melihat kemalanganku, dan janganlah engkau jadikan aku sebagai orang-orang yang zhalim.” - (QS. 7:150)
قَالَ رَبِّ اغْفِرْ لِي وَلأخِي وَأَدْخِلْنَا فِي رَحْمَتِكَ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ
"Ia (Musa) berdoa, “Duhai Rabb-ku, ampunilah aku dan saudaraku dan masukkanlah kami ke dalam rahmat Engkau, dan Engkaulah Yang Maha Penyayang dari semua yang penyayang.” - (QS. 7:151)
إِنَّ الَّذِينَ اتَّخَذُوا الْعِجْلَ سَيَنَالُهُمْ غَضَبٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَذِلَّةٌ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَكَذَلِكَ نَجْزِي الْمُفْتَرِينَ
"Sesungguhnya orang-orang yang menjadikan (patung) anak sapi (sebagai sembahannya), kelak akan menerima kemurkaan dari Rabb mereka dan kehinaan dalam kehidupan di dunia. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat kebohongan." - (QS. 7:152)
وَالَّذِينَ عَمِلُوا السَّيِّئَاتِ ثُمَّ تَابُوا مِنْ بَعْدِهَا وَآمَنُوا إِنَّ رَبَّكَ مِنْ بَعْدِهَا لَغَفُورٌ رَحِيمٌ
"Dan orang-orang yang telah mengerjakan kejahatan, kemudian bertobat dan beriman, niscaya setelah itu Rabb-mu Maha Pengampun, Maha Penyayang." - (QS. 7:153)
وَلَمَّا سَكَتَ عَنْ مُوسَى الْغَضَبُ أَخَذَ الألْوَاحَ وَفِي نُسْخَتِهَا هُدًى وَرَحْمَةٌ لِلَّذِينَ هُمْ لِرَبِّهِمْ يَرْهَبُونَ
"Dan setelah amarah Musa mereda, diambilnya (kembali) lauh-lauh (Taurat) itu; di dalam tulisannya terdapat petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang takut kepada Rabb-nya." - (QS. 7:154)
Saat Nabi Musa kembali kepada kaumnya, setelah bermunajat kepada Rabb-nya, ia sangat marah dan menyesal. Nabi Musa melemparkan lauh-lauh itu karena ia marah kepada kaumnya. Beberapa ulama Tafsir mengatakan bahwa ketika Musa mencampakkan lauh-lauh itu ke tanah, lauh-lauh itu berantakan dan ia mengumpulkan potongan-potongannya setelah amarahnya reda. Nabi Musa menemukan di dalamnya semacam prasasti petunjuk dan rahmat, namun rincian spesifik dari syariat itu, hilang, demikian kata mereka. Mereka juga menyatakan bahwa potongan-potongan lauh-lauh yang hancur itu, masih tersisa didalam lemari besi perbendaharaan beberapa raja Israil hingga menculnya Kekhalifahan Islam. Benar atau tidak pernyataan itu, Allahu a'lam.
[Bagian 3]
[Bagian 1]