Enggang melanjutkan, "Wahai saudara-saudariku, itulah sifat-sifat Bani Israil yang menunjukkan bahwa mereka tak ingin meninggalkan hal-hal apa yang diharamkan kepada mereka. Sebaliknya, umat Rasulullah (ﷺ) memperoleh kesempurnaan karena kemuliaan Nabi mereka (ﷺ). Tak ada keraguan bahwa Rasulullah (ﷺ) adalah manusia yang paling mulia. Rasulullah (ﷺ) memperoleh segala kemuliaan manusia. Beliaulah (ﷺ) makhluk termulia di langit dan di bumi.Selain pemimpin agama, beliau (ﷺ) juga seorang kepala "negara". Namun, beliau (ﷺ) tak angkuh seperti kaum feodal abad pertengahan di Eropa. Dari Abu Sa 'id bahwa Rasulullah (ﷺ) bersabda,
أَنَا سَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ وَلاَ فَخْرَ وَأَنَا أَوَّلُ مَنْ تَنْشَقُّ الأَرْضُ عَنْهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ فَخْرَ وَأَنَا أَوَّلُ شَافِعٍ وَأَوَّلُ مُشَفَّعٍ وَلاَ فَخْرَ وَلِوَاءُ الْحَمْدِ بِيَدِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ فَخْرَ
“Akulah penghulu Bani Adam, tanpa meyombongkan-diri. Akulah yang pertama keluar saat bumi terbuka di Hari Kiamat, tanpa menyombongkan-diri. Akulah yang pertama-kali memberi syafaat dan yang pertama syafaatnya diterima, tanpa menyombongkan-diri. Panji-panji pujian akan berada di tanganku pada Hari Kiamat, tanpa menyombongkan-diri.” [HR Sunan Ibnu Majah 37/4450: Sahih]
Ada sebuah kisah tentang kerendahan-hati Rasulullah (ﷺ).
Dari Abu Hurairah, radhiyallahu 'anhu, ada seorang Yahudi menjual barang, ia diberi sesuatu yang tak ia terima atau ia tak setuju (menerimanya), 'Abdul 'Azlz (salah seorang perawinya) ragu-ragu tentang hal itu. Ia (orang Yahudi) berkata, "Demi Dzat Yang telah Memilih Musa untuk seluruh manusia". Ucapannya ini didengar oleh seorang dari Kaum Anshar lalu ia bangkit dan menampar wajah orang Yahudi itu seraya berkata; "Kamu mengatakan demi Dzat Yang telah memilih Musa untuk seluruh manusia padahal ada Rasulullah (ﷺ) hidup di tengah-tengah kita". Maka orang Yahudi itu perrgi menemui Rasulullah (ﷺ) dan berkata, "Wahai Abul-Qasim, sesungguhnya aku memiliki kehormatan dan perjanjian, lalu bagaimana dengan seseorang yang telah menampar mukaku?". Beliau (ﷺ) bertanya (kepada orang Anshar itu), "Mengapa engkau menampar mukanya?. Orang itu menceritakan kejadiannya. Maka Rasulullah (ﷺ) marah yang nampak pada wajah beliau (ﷺ) kemudian bersabda, "Janganlah kalian menbanding-bandingkan diantara sesama Nabi-nabi Allah. Sungguh nanti akan ditiup sangkakala lalu semua makhluq yang ada di langit dan di bumi mati, kecuali yang Allah kehendaki. Lalu sangkakala ditiup lagi, maka akulah orang yang pertama sadar (dibangkitkan hidup lagi) namun saat itu aku melihat Musa sedang berpegangan pada salah satu tiang 'Arsy. Aku tak tahu, apakah karena ia diperhitungkan dengan pingsannya pada peristiwa di Bukit Thur atau ia dibangkitkan sebelum aku, dan aku tak mengatakan ada seseorang yang lebih utama dari Yunus bin Matta." [HR Al-Bukhari 3162 dan Muslim 2373]
Inilah bentuk kerendahan hati Rasulullah (ﷺ) atau sebagai bentuk larangan membangga-banggakan Rasulullah (ﷺ) dibanding para Nabi lain karena didorong oleh kemarahan atau fanatisme. Allah-lah yang berhak mengangkat kemuliaan suatu kaum terhadap yang lain. Rasulullah (ﷺ) memperoleh posisi kemuliaan (Maqaman Mahmudah) yang sangat diharapkan oleh generasi awal hingga generasi akhir. Para Nabi dan Rasul lain tak mendapatkannya, meskipun mereka adalah para Nabi ulul azmi: Nabi Nuh, Ibrahim, Musa, dan Isa bin Maryam, alaihimussalam.
Camar bertanya, "Wahai saudaraku, sampaikan pada kami, apa yang terjadi pada Nabi Musa, alaihissalam, pada hari di Bukit Thur?" Enggang berkata, "Ketika Allah menenggelamkan Firaun dan kaumnya, menyelamatkan Nabi Musa, alaihissalam, dan umat-Nya, Allah membuat perjanjian dengan Nabi Musa, tiga puluh malam, setelah itu Dia menambahkan sepuluh malam lagi. Dengan demikian, seluruhnya berjumlah empat puluh malam. Allah berfirman,
وَوَاعَدْنَا مُوسَى ثَلاثِينَ لَيْلَةً وَأَتْمَمْنَاهَا بِعَشْرٍ فَتَمَّ مِيقَاتُ رَبِّهِ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً وَقَالَ مُوسَى لأخِيهِ هَارُونَ اخْلُفْنِي فِي قَوْمِي وَأَصْلِحْ وَلا تَتَّبِعْ سَبِيلَ الْمُفْسِدِينَ
"Dan Kami telah menjanjikan kepada Musa (memberikan Taurat) tiga puluh malam, dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh (malam lagi), maka sempurnalah waktu yang telah ditentukan Rabb-nya empat puluh malam. Dan Musa berkata kepada saudaranya (yaitu) Harun, “Gantikanlah aku dalam (memimpin) kaumku, dan perbaikilah (dirimu dan kaummu), dan janganlah engkau mengikuti jalan orang-orang yang berbuat kerusakan.” - (QS. 7:142)
Allah mengingatkan Bani Israil tentang petunjuk yang Dia turunkan kepada mereka dengan berbicara langsung kepada Nabi Musa dan menurunkan Taurat kepadanya. Di dalamnya, ada hukum dan perinciannya. Allah menyatakan bahwa Dia menetapkan tiga puluh malam untuk Nabi Musa. Para ulama Tafsir mengatakan bahwa Nabi Musa berpuasa pada periode ini, dan ketika berakhir, Nabi Musa membersihkan giginya dengan ranting-pohon. Allah memerintahkan agar ia menggenapkannya dengan menambahkan sepuluh hari lagi, sehingga totalnya menjadi empat puluh hari. Saat masa yang ditentukan berakhir, Nabi Musa kembali ke Bukit Thur, sebagaimana Allah berfirman,
يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ قَدْ أَنْجَيْنَاكُمْ مِنْ عَدُوِّكُمْ وَوَاعَدْنَاكُمْ جَانِبَ الطُّورِ الأيْمَنَ وَنَزَّلْنَا عَلَيْكُمُ الْمَنَّ وَالسَّلْوَى
"Wahai Bani Israil! Sungguh, Kami telah menyelamatkanmu dari musuhmu, dan Kami telah mengadakan perjanjian denganmu (untuk bermunajat) di sebelah kanan gunung itu (gunung Sinai) dan Kami telah menurunkan kepadamu manna dan salwa." - (QS.20:80)
Nabi Musa meninggalkan saudaranya, Nabi Harun, bersama Bani Israil dan memberi amanah agar ia bersikap bijaksana dan menahan diri dari kezhaliman. Ini hanyalah sekedar mengingatkan, karena Nabi Harun adalah nabi yang terhormat dan mulia, yang memiliki rahmat dan standar yang ditinggikan di sisi Allah, semoga damai dan berkah Allah besertanya dan para nabi lainnya.
Menurut Ibnu Jarir, dari jalur as-Suddi, malaikat Jibril, alaihissalam, datang menjemput Nabi Musa. Ia bersama seekor kuda, dan seorang lelaki, As-Samiri, melihatnya namun tak mengenalnya. Dikatakan bahwa itulah kuda kehidupan. As-Samiri berkata ketika ia melihatnya, “Sesungguhnya, inilah saat-saat yang sangat penting!” Maka ia mengambil sebagian debu dari kuku kuda itu.
Lalu Allah Ta'ala berfirman,
وَلَمَّا جَاءَ مُوسَى لِمِيقَاتِنَا وَكَلَّمَهُ رَبُّهُ قَالَ رَبِّ أَرِنِي أَنْظُرْ إِلَيْكَ قَالَ لَنْ تَرَانِي وَلَكِنِ انْظُرْ إِلَى الْجَبَلِ فَإِنِ اسْتَقَرَّ مَكَانَهُ فَسَوْفَ تَرَانِي فَلَمَّا تَجَلَّى رَبُّهُ لِلْجَبَلِ جَعَلَهُ دَكًّا وَخَرَّ مُوسَى صَعِقًا فَلَمَّا
أَفَاقَ قَالَ سُبْحَانَكَ تُبْتُ إِلَيْكَ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُؤْمِنِينَ
"Dan ketika Musa datang untuk (munajat) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Rabb telah berfirman (langsung) kepadanya, (Musa) berkata, “Wahai Rabb-ku, tampakkanlah (diri-Mu) kepadaku agar aku dapat melihat Engkau.” (Allah) berfirman, “Engkau takkan (sanggup) melihat-Ku, namun lihatlah ke gunung itu, jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya engkau dapat melihat-Ku.” Maka ketika Rabb-nya menampakkan (keagungan-Nya) kepada gunung itu, gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Setelah Musa sadar, ia berkata, “Mahasuci Engkau, aku bertobat kepada Engkau dan aku adalah orang yang pertama-tama beriman.”- (QS. 7:143)
Allah berfirman bahwa ketika Nabi Musa, alaihissalam, datang untuk bermunajat kepada-Nya dan berbicara langsung kepada-Nya, ia meminta agar dapat melihat-Nya, namun Allah berfirman, "Engkau takkan sanggup melihat-Ku." "Takkan sanggup" bukan berarti takkan dapat melihat-Nya sama sekali, seperti pernyataan paham Al-Mu'tazilah yang sesat itu. Hadis Mutawatir yang dikisahkan dari Rasulullah (ﷺ), menegaskan bahwa orang-orang mukmin kelak akan melihat Allah di Akhirat. Allah berfirman,
وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ
"Wajah-wajah (orang mukmin) pada hari itu berseri-seri" - (QS.75:22)
إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ
"Memandang Rabb-nya." - (QS.75:23)
Menurut Ibnu Jarir, Ibnu Abbas, radhiyallahu, berkata, "Allah menampakkan diri-Nya tak lebih dari padanan ujung jari kelingking, dan gunung itupun luluh-lantak sedangkan Nabi Musa jatuh pingsan. Ia tetap pingsan selama Allah menghendaki, dan kemudian siuman kembali seraya berkata, “Mahasuci Engkau, aku bertobat kepada Engkau dan akulah orang yang pertama-tama beriman.” - di antara Bani Israil.
Lalu Allah berfirman,
قَالَ يَا مُوسَى إِنِّي اصْطَفَيْتُكَ عَلَى النَّاسِ بِرِسَالاتِي وَبِكَلامِي فَخُذْ مَا آتَيْتُكَ وَكُنْ مِنَ الشَّاكِرِينَ
"(Allah) berfirman, 'Wahai Musa! Sesungguhnya Aku memilih (melebihkan) engkau dari manusia yang lain (pada masamu) untuk membawa risalah-Ku dan firman-Ku, sebab itu, berpegang-teguhlah kepada apa yang Aku berikan kepadamu dan hendaklah engkau termasuk orang-orang yang bersyukur.” - (QS. 7:144)
Allah menyatakan bahwa Dia berbicara kepada Musa secara langsung dan menyampaikan bahwa Dia telah memilihnya di atas manusia pada masanya, melalui risalah-Nya dan dengan berbicara kepadanya. Di sini kita hendaknya menyebutkan bahwa tiada keraguan bahwa Rasulullah (ﷺ) adalah penghulu seluruh Bani Adam, yang sebelumnya dan kemudian di antara mereka. Inilah sebabnya mengapa Allah telah memilihnya untuk menjadi Nabi dan Utusan Terakhir dan Penutup, yang syariatnya akan tetap berlaku hingga akhir zaman. Pengikut Rasulullah (ﷺ) lebih banyak daripada pengikut semua nabi dan rasul. Setelah Rasulullah (ﷺ), yang berikutnya, dalam peringkat kehormatan dan kebajikan, adalah Nabi Ibrahim, kemudian Nabi Musa, putra ‘Imran, alaihimussalam, yang berbicara langsung kepada Ar-Rahman.
Selanjutnya, Allah berfirman,
وَكَتَبْنَا لَهُ فِي الألْوَاحِ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ مَوْعِظَةً وَتَفْصِيلا لِكُلِّ شَيْءٍ فَخُذْهَا بِقُوَّةٍ وَأْمُرْ قَوْمَكَ يَأْخُذُوا بِأَحْسَنِهَا سَأُرِيكُمْ دَارَ الْفَاسِقِينَ
"Dan telah Kami tuliskan untuk Musa pada lauh-lauh (Taurat) segala sesuatu sebagai pelajaran dan penjelasan untuk segala hal; maka (Kami berfirman), “Berpegangteguhlah kepadanya dan suruhlah kaummu berpegang kepadanya dengan sebaik-baiknya, Aku akan memperlihatkan kepadamu negeri orang-orang fasik.'” - (QS.7:145)
Allah menyatakan bahwa Dia telah menuliskan pelajaran dan penjelasan segala hal dalam lauh-lauh tersebut. Dikatakan bahwa dalam lauh-lauh itu, Allah menulis nasihat dan rincian perintah untuk hal-hal yang halal dan haram. Lauh-lauh itu berisi Taurat, yang Allah gambarkan,
وَلَقَدْ آتَيْنَا مُوسَى الْكِتَابَ مِنْ بَعْدِ مَا أَهْلَكْنَا الْقُرُونَ الأولَى بَصَائِرَ لِلنَّاسِ وَهُدًى وَرَحْمَةً لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ
"Dan sungguh, telah Kami berikan kepada Musa, Kitab (Taurat) setelah Kami binasakan umat-umat terdahulu, untuk menjadi pelita bagi manusia dan petunjuk serta rahmat, agar mereka mendapat pelajaran." - (QS.28:43)
Sejumlah ulama salaf, diantaranya Ibnu Abbas, Masruq dan Mujahid berkata, “Tiga puluh hari tersebut adalah bulan Dzul-Qa’idah penuh dan disempumakan empat puluh hari dengan sepuluh hari bulan Dzul-Hijjah.” Berdasarkan hal ini, maka kalamullah tersebut disampaikan pada hari Idhul-Adha. Hal senada juga terjadi ketika Allah menyempumakan agama-Nya bagi Rasulullah (ﷺ), menegakkan hujjah-hujah-Nya serta bukti-bukti-Nya.
Nabi Musa telah menyempumakan munajat dengan Allah pada waktu yang telah Allah tentukan. Saat itu, Nabi Musa tengah melaksanakan puasa. Ada yang mengatakan, saat itu ia belum makan sama sekali. Setelah sempurna satu bulan, maka Nabi Musa mengambil kulit pohon dan mengunyahnya untuk menghilangkan bau mulutnya. Oleh karenanya, tertera dalam sebuah hadits bahwasanya, ”Bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi dl sisi Allah dibandlngkan dengan aroma minyak kesturi." Allah Ta’ala memerintahkan kepadanya agar berpuasa sepuluh hari lagi. Sehingga bilangannya genap empat puluh hari.
Saat Nabi Musa bergegas pergi ke Bukit Thur dan ia meninggalkan saudaranya, Nabi Harun, yang bertanggung jawab atas Bani Israil, Allah berfirman,
وَمَا أَعْجَلَكَ عَنْ قَوْمِكَ يَا مُوسَى
"Dan mengapa engkau datang lebih cepat daripada kaummu, wahai Musa?" - (QS.20:83)
قَالَ هُمْ أُولاءِ عَلَى أَثَرِي وَعَجِلْتُ إِلَيْكَ رَبِّ لِتَرْضَى
"Ia (Musa) berkata, 'Itu mereka sedang menyusulku dan aku bersegera kepada-Mu, wahai Rabb-ku, agar Engkau ridha (kepadaku).” - (QS.20:84)
قَالَ فَإِنَّا قَدْ فَتَنَّا قَوْمَكَ مِنْ بَعْدِكَ وَأَضَلَّهُمُ السَّامِرِيُّ
"Dia (Allah) berfirman, 'Sungguh, Kami telah menguji kaummu setelah engkau tinggalkan, dan mereka telah disesatkan oleh as-Samiri.'" - (QS.20:85)
Allah menyampaikan kepada Nabi-Nya, Musa, tentang apa yang terjadi pada Bani Israil setelah ia meninggalkan mereka, dan penyembahan mereka kepada anak sapi yang dibuatkan As-Samiri bagi mereka.