Profesor Nightingale mewartakan, "Duhai saudara-saudariku! Ada untaian sajak, dari Negeri Tiongkok, 两只老虎—Liang Zhi Lao Hu (Dua Macan)—yang berbunyi,两只老虎。[Dua Macan]两只老虎。[Dua Macan]跑得快。[Berlari kencang]跑得快。[Berlari kencang]一只没有耳朵。[Yang satu tak bermata]一只没有尾巴。[Yang lain tak berbuntut]真奇怪。[Sungguh aneh]真奇怪。[Sungguh aneh]Liang Zhi Lao Hu, diabdikan kepada Sir John F. Davis—seorang diplomat dan sinolog Inggris, yang menjabat sebagai Gubernur Hong Kong kedua, dari tahun 1844 hingga 1848. Ia, Presiden pertama Royal Asiatic Society Hong Kong—dengan menjadi orang Barat pertama yang menerjemahkan Zhi Lao Hu ke dalam bahasa Inggris dalam bukunya tahun 1836, The Chinese: A General Description of the Empire of China and Its Inhabitants.Ungkapan tersebut, dipopulerkan di dunia Barat, dengan terjemahan The Little Red Book pada tahun 1964, sebuah buku kutipan dari Mao Zedong, Ketua Partai Komunis Cina. Istilah ini digunakan dalam pernyataan The Little Red Book, Imperialisme dan Semua Pembangkang, Macan Kertas. Zedong menggunakan frasa ini, dalam sebuah wawancara pada tahun 1946, mengilustrasikan "Paman Sam," "Ia tampak sangat kuat, namun nyatanya, tak perlu ditakuti; ia macan kertas belaka. Kelihatan seperti macan, tapi terbuat dari kertas, tak mampu menahan angin dan hujan. Aku percaya bahwa ia tak lain hanyalah, macan kertas."Aku tak hendak membicarakan The Chinese atau The Little Red Book, aku hendak bercerita. Namun sebelum lanjut ke cerita, aku ingin membangunkan dirimu dan diriku, bahwa Islam, tak meniadakan perasaan-qalbu, melainkan meniadakan perasaan yang membawa seseorang ke dalam pembangkangan dan yang menyebabkan masalah besar. Tiada larangan bersenang-senang sepanjang sesuai dengan batasan yang ditetapkan oleh Syariah. Tiadalah mengapa bagi seseorang bermain sepak bola bersama kawan-kawan atau ke gimnastik. Namun, akan menjadi masalah, bila shalat terlewatkan demi pertandingan sepak bola. Demikian juga, mencintai seseorang dari lubuk hati yang terdalam, tetap ditekankan, selama kedua sang-kekasih, diperbolehkan saling-mencintai sesuai wadahnya, yaitu melalui pernikahan.Mari kita dengarkan kisahnya. Cerita ini, menyampaikan tentang konsekuensi buruk yang mungkin menyertai syahwat-cinta buta. Maka, dengarkan apolog berikut.Para bandit-elit, sedang rapat, mereka membicarakan sesuatu. Seseorang berkata, “Sang Macan, harus dimusnahkan. Ia telah mendakwa banyak kolega kita. Mulai dari mereka yang melarikan diri ke luar negeri, dan jaksa, hingga yang menggelapkan dana hibah sosial. Ia jualah yang telah meruamkan hiruk-pikuk dengan istilah "cecak lawan buaya." Ia telah mengganggu kita, dan menghalangi tujuan kita. Ia harus dilemahkan." Yang lain bertanya, "Lalu, bagaimana kita bisa menyingkirkannya?" Seseorang mengusulkan, "Matikan saja!" Tapi yang lain keberatan, "Jangan, ia punya berlimpah pengagum!" Yang terakhir berkata, "Utus seorang agen saja." Yang lain bertanya, "Maksudmu, mengirim agen rahasia? Baiklah, tapi siapa?" Yang lain mengajukan, "Utus saja Mata Hari!" Yang lain menolak, "Jangan, ia sudah ketahuan! Kita kirim yang lain dan aku tahu seseorang, namanya Saroja." Yang lain berkomentar, "Tembung Saroja?" Yang lain tertawa, "Yaa... mirip-miriplah, dua kata yang bermakna hampir sama... ia agen ganda, pemilik toko manisan, putri sang-penjaga rimba."Semua sepakat, dan seseorang bertanya, "Bagaimana skenarionya?" Yang lain menjawab, "Begini...!" Mereka merampungkan rangrangannya dengan bisik-bisik, nyaris tak terdengar.Sementara itu, Sang-macan sedang duduk, berpikir, ia dibingungkan oleh pertanyaan-pertanyaan aneh tentang wawasan kebangsaan. Namun, semuanya ambyar, kala ia melihat Saroja, melangkah, gontai, muncul dari balik cakrawala, sebuah mestika, yang jarang ditemui. Mengutip gaya Nizami, dalam karyanya, "Laila dan Majnun," ia ramping laksana pokok-arun. Matanya, bak mata-kijang, mampu menembus ribuan qalbu walau hanya dengan satu kerlipan tak terduga, ya, dengan satu kedipan bulu-matanya, ia sanggup meluluhkan sang-mayapada.Bila dilirik, ia bagai bulan Arab, namun bila menjadi sang-pencuri-hati, ia ibarat lembaran Persia. Di balik bayang-bayang gelap rambutnya, parasnya laksana pelita, atau lebih tepatnya, obor, dengan burung gagak yang mengepakkan sayap di sekelilingnya. Dan siapa sangka, bahwa rasa-manis yang mencengangkan, dapat mengalir dari bibir-mungilnya. Mungkinkah, kemudian, menghancurkan seluruh pasukan dengan sebulir gula-renik? Ia sungguh tak butuh perona-pipi; bahkan susu yang diminumnya, berganti biram-mawar, di bibir dan pipinya; dan ia diparipurna dengan mata-berkilau dan landang-pipi, sejak lahir di negeri fana ini.Sang-macan kasmaran. Bahkan, sebegitu ganasnya sang-syahwat, sampai-sampai tak sanggup bernyawa melainkan ia jadi miliknya. Hati siapa yang takkan dipenuhi gulana saat melihat wanita ini? Namun sang-macan, ala Qais sang-Majnun dalam karya Nizami, merasa lebih. Ia karam dalam samudera-cinta, sebelum sadar bahwa ada sesuatu dibaliknya. Ia telah memasrahkan nuraninya kepada Saroja, sebelum memahami apa yang akan ia serahkan."Profesor Nightingale menyela, "Kaum wanita itu—tanpa bermaksud mengurangi rasa hormat dan penghargaan, secara umum—sasaran birahi dan titik-api tatapan tercela, dan di dalamnya, sang-ego menemukan kedamaiannya. Kaum lelaki, seyogyanya, membelanjakan sebagian besar nafkah-hidupnya atas kaum-perempuan, dan menjadi pembimbing mereka, karena kekuatan dan kemampuannya untuk melindungi. Jika syahwat dikekang dalam wilayah yang ditentukan Syariah, 'kan menjadi hal yang baik dan berkah bagi masyarakat, karena menyangkut pembentukan keluarga Muslim di atas dasar sakinah, mawaddah, wa rohmah yang kokoh. Tak mengherankan, bahwa salah satu perintah pertama yang dikeluarkan Yang Mahakuasa kepada Nabi Adam, alaihissalam, sebagai berikut,وَقُلْنَا يٰٓاٰدَمُ اسْكُنْ اَنْتَ وَزَوْجُكَ الْجَنَّةَ وَكُلَا مِنْهَا رَغَدًا حَيْثُ شِئْتُمَاۖ وَلَا تَقْرَبَا هٰذِهِ الشَّجَرَةَ فَتَكُوْنَا مِنَ الظّٰلِمِيْنَ"Dan Kami berfirman, 'Duhai Adam! Tinggallah engkau dan istrimu di dalam surga, dan makanlah dengan nikmat (berbagai makanan) yang ada di sana sesukamu. (Tetapi) janganlah dekati pohon ini, kelak engkau termasuk orang-orang yang zhalim!'" [QS. Al-Baqarah (2):35]Allah tak berfirman, "Tinggallah sendirian di surga," atau "Tinggalah, engkau dan kekasihmu, di surga." Dia, Subhanahu wa Ta'la, berfirman, "Tinggallah engkau dan istrimu ..." Maka, Islam, agama Kebenaran, menyerukan dan menganjurkan pernikahan, dan mewajibkannya, sehingga manusia takkan terbebani sesuatu yang tak sanggup mereka tanggung. Syahwat itu, naluri alami yang bermanfaat jika terjaga dalam batasannya, namun, akan menyebabkan keruntuhan dan kehancuran jika dibiarkan langgas.Karena alasan inilah, Islam, dengan Syariahnya yang benar, menolak perzinahan. Zinah itu, dapat menggulirkan kejahatan, yang menenggelamkan di rawa yang kotor. Allah telah menghubungkan dosa zina dengan penyembahan berhala dan pembunuhan, dan Dia telah menjadikan adzabnya, kekal selamanya dalam api-Neraka, siksaan yang mengerikan dan menghinakan, kecuali bila dikremasi dengan tobat yang ikhlas, iman dan amal-shalih. Insya Allah.Kecintaan yang berlebihan pada gundukan emas dan perak, pada kuda-tunggangan dengan ciri khas istimewa, pada ternak, dan pada ladang-pertanian, terbukti terkait dengan wanita dan anak-anak, dan juga terkait dengan harta, baik dalam bentuk tunai maupun barang. Hal ini disebabkna lebih pentingnya harta dalam urusan manusia, dan peranannya yang menonjol dalam membangun dan memajukan kehidupan, dan dalam memberikan kemudahan dan kemewahan yang begitu disayangi manusia. Harta itu, sarana dasar yang bertujuan mewujudkan seluruh syahwat manusia lainnya. Islam menuntun manusia ke dalam pembersihan dan pensucian. Ia membangun moral-kudrati yang didasarkan pada kesetiaan dan kebajikan. Mengalir laksana samudera yang suci guna membersihkan bumi dari kotoran, sampah dan setiap kenajisan.Allah menempatkan cinta-wanita di atas cinta pada anak. Cinta pada anak, tak mengandung kelebihan dan pemborosan yang sama seperti cinta-wanita. Ada banyak lelaki, yang meninggikan cinta wanita di atas cinta anak-anak mereka dan mengabaikan pendidikan dan merampas rezeki mereka. Ada banyak lelaki kaya dan berkuasa, yang menghinakan para generasi-penerus, sehingga hidup dalam kemiskinan dan kemelaratan karena tergoda wanita lain selain dari ibu anak-anaknya. Mereka terobsesi dengan wanita sedemikian rupa, dan syahwat mengalihkannya dari setiap kewajiban. Inilah bahaya besar bagi segenap masyarakat."Sang-macan mendekat, bertanya, "Siapakah ciptaan ajaib ini? Rembulan-malamkah? Lailakah? Bukankah 'Laila' bermakna 'malam' dalam bahasa Arab? Dan gelap bagai malam, corak rambutnya." Saroja tersenyum simpul, namun berkilah, melirik, "Aku Saroja!" desahnya. Sang-macan tak berdaya, lunglai, ia langsung melamar, “Menikahlah denganku, duhai Saroja!” Saroja menunduk, "Aku masih bimbang." Laksana Qais yang mendamba Laila, sang-macan merayu, "Kukan berikan segala yang engkau pinta, apapun itu!" Saroja berbalik, berkata, "Benarkah? Temuilah ayahku, dan tunaikanlah apa yang ia minta!"Tanpa menunda lagi, sang-macan membobol benaknya, menemui sang-ayah, dan melamar Saroja jadi istrinya. Sang ayah, yang sama garibnya dengan sang-pelamar, menyampaikan, harus dengan syarat: pertama, mengingat Saroja lemah dan lembut, sang-macan harus bersedia dicopot taringnya, dan dipotong cakarnya, jangan sampai melukai Saroja, atau setidaknya, menakut-nakutinya. Kedua, mantan narapidana yang pernah didakwanya, harus dijadikan instruktur.Sang-macan, terlalu kasmaran untuk ragu; seketika, gigi dan cakarnya lenyap. Dan pada hari yang ditentukan, alih-alih menjadi pengantin-pria, perangkap telah disiapkan. Sang-macan terjebak dan dibuang ke tepi danau. Sang-qais meraung dan terisak, menyesali cakarnya yang hilang, dan meratapi bayangan wajahnya yang terpantul di air-danau. Pada akhirnya, sesuai naskah para bandit, yang sama anehnya dengan teka-teki wawasan kebangsaan, ia telah menjadi 'Macan Ompong.'"Akhirnya, Profesor Nightingale menyampaikan kata penutup, "Duhai saudara-saudariku! Merujuk untaian sajak Negeri Tiongkok tersebut, jika engkau mensketsakan seseorang, negara, atau lembaga, sebagai 'Macan Kertas', maknanya, meskipun mereka tampak berkuasa, namun sesungguhnya, tak punya kuasa. Wallahu a'lam."
Rujukan:
- Abdus Subhan Dalfi, When Desire Takes Over, Darul Uloom Bury U.K.
- Sheikh 'Abd aI-Hamid Kishk, Dealing With Lust and Greed, Daral Taqwa, Ltd.
- Samuel Croxall, D.D., Fables of Aesop and Others, Simon Probasco
- Sheik Nizami, The Story of Layla and Majnun, Bruno Cassirer