Selasa, 04 Mei 2021

Pak Himar, Pak Beruk dan Dua Tawaran

"Pro parare in posterum!" ujar Chiwawa. "Waduh!" para unggas meletakkan telapak-tangan di atas jidat, "Lagi-lagi, ia mengomel dalam bahasa Latin!" keluh mereka. “Duhai saudara-saudariku! Masa-muda dan kedewasaan itu, masa-masa laksana menyingsingnya sang-fajar; yang seyogyanya kita kelola dan perbanyak segala bentuk bekal, yang cukup bagi tuntutan kebutuhan, di saat kita sudah tak punya kekuatan lagi.. Musim panas itu, masa yang utama, dimana petani yang rajin dan pekerja keras, mengumpulkan dan menghimpun, semisal buah-buahan, yang dapat memenuhi kebutuhannya di musim dingin.
Akan tetapi, terlepas dari kebenaran ini, banyak dari, yang kita sebut makhluk rasional, tumbuh dengan cara yang sangat kontradiktif, dan menjadikan hidup mereka, hanya menghambur-hamburkan, boros dalam membelanjakan, apapun yang telah mereka peroleh di masa-belia—seolah-olah kerentaan usia tak memerlukan bekal pendukung—atau, setidaknya, menata kehidupannya dengan tatanan yang mengagumkan.

Aku punya sebuah cerita, dengarkan baik-baik,

“Suatu hari, Simba, Raja para singa, meminta carakanya, berangkat menuju perbatasan, menemui dua orang duta, Tuan Lebah dan Tuan Lalat. Ada jawaban tentang permintaan sang raja hutan, dari Kekaisaran Lebah dan Lalat, mengerjakan proyek-proyek penting di Kerajaan Rimba-raya, dalam segala bidang, termasuk jalan, jembatan, stasiun bus, stasiun kereta-api, pertambangan, dan setiap proyek pemerintah dan swasta.
Sang-raja telah memutuskan, mengutus Pak Himar, sang-keledai, dan Pak Beruk, sang-mawas. Simba sadar, meski Pak Himar telah terpelajar dan tercerahkan, naluri alamiahnya, kebebalannya, masih bersembunyi di balik bathinnya. Jadi, untuk menemani sang-keledai, ia mengutus Pak Beruk, sebagai mitra, untuk berbagi, berdiskusi, dan saling mengingatkan. Sang-raja juga tetap waspada akan sifat rakus, yang bersembunyi di balik ego sang-mawas, walau juga telah terpelajar dan tercerahkan. Namun bagaimanapun, inilah kesempatan mereka, menunjukkan kesejatian diri-mereka.

Di tengah perjalanan, Pak Beruk yang berada di punggung Pak Himar bertanya, "Tak lelahkah engkau membopongku?" "Tidak!" kata Pak Himar. "Aku sudah terbiasa. Tapi, maukah engkau bercerita untukku, agar perjalanan kita tak membosankan?" "Tentang apa?" Pak Beruk bertanya. "Apa saja!" jawab Pak Himar. "Baiklah, dengarkan ini!" Pak Beruk menukas sambil tersenyum.
'Pada musim dingin, Persemakmuran Semut, sibuk bekerja mengelola dan mempersiapkan jagung-jagung mereka—yang mereka tebarkan di sela-sela jalan sempit tempat tinggalnya.
Seekor belalang, yang, punya peluang bertahan-lama di musim panas, mulai merasakan lapar akibat kedinginan dan perut-kosong, mendekati para-semut dengan kehinaan, dan memohon agar mereka meringankan penderitaannya, walau dengan sebutir gandum-hitam atau sedikit terigu. Seekor Semut bertanya padanya, bagaimana ia meluangkan waktunya di musim panas, tak mau bersusah-susahkah ia, dan hanya berbaring dalam sarang, tak seperti, yang para-semut lakukan?
'Aduh, Tuan-tuan!' ujar sang-belalang, 'Aku melewatkan waktuku, dalam riang dan girang, berdendang, bersenandung dan berminum-minum, dan tak pernah memikirkan musim-dingin.'
'Jika itu masalahnya,' jawab sang-semut sembari tertawa, 'Yang dapat kukatakan hanyalah, bahwa, mereka yang berdendang, bersenandung dan berminum-minum di musim panas, layak menjalani isolasi busung-lapar di musim dingin!'
"Ha ha ha!" Pak Himar tertawa, "Pahamkah engkau tentang ceritaku?" Pak Beruk penasaran. "Tidak, tapi, insya Allah, aku akan paham!" janji Pak Himar. "Bagus untukmu!" tukas Pak Beruk.

Mereka tiba di Kamp para-lebah, suasananya nyaman, bersih dan tertata apik. Seekor lebah-pekerja menyambut mereka dengan hangat, lalu menuntun mereka menghadap sang-duta. Mereka masuk ke dalam ruangan yang sejuk dan lapang, dimana Tuan Lebah telah menunggu dan menyapa mereka. Beberapa saat kemudian, Tuan Lebah menjelaskan, “Wahai saudara-saudaraku! Allah telah memerintahkan bangsaku, para-lebah, memilih tempat sebagai rumah kami. Baik lebah-ratu maupun lebah-pekerja itu, qalbu sarang kami. Mereka bertanggung jawab mencari dan membangun sarang, dan inilah latarbelakang mengapa Allah menggunakan 'kata-kerja imperatif feminin'—semacam Moral Hazard—dalam ayat-ayat istimewa-Nya.
Lebah mengumpulkan nektar dan serbuk sari beraneka kembang dan membentuk madu di dalam tubuhnya. Mereka lalu memuntahkan madu ke dalam sel-lilin yang telah mereka bangun. Ada beragam makanan yang berasal dari madu, dan tersedia dalam berbagai warna. Makanan lebah ini, dapat berkisar dari madu coklat muda biasa, yang kita semua kenal dan sukai, hingga warna gelap pekat, atau bahkan rona-putih yang sangat cerah. Dengan variasi warna, rasa dan aromanya, bervariasi pula, tergantung pada sumber tanaman dan cuaca. Begitulah cara kami bekerja.
Ketika berbicara tentang manfaat obat, madu, dikenal sebagai suplemen penyembuhan alami. Hal ini, telah terdokumentasikan dalam pelbagai kitab suci, sejak 5.000 tahun yang lalu. Peradaban kuno menggunakan madu untuk mengobati penyakit dalam dan luar, seperti bisul, luka, dan penyakit lainnya. Bahkan Hippokrates, bapak kedokteran, telah menggunakan madu, mengobati pasiennya. Di masa kini, kita dapat menentukan manfaat penyembuhan madu dengan mempelajari aktivitas antibakteri, enzim, dan susunan kimiawinya.

Jika engkau bekerja-sama dengan kami, maka kami akan membawa manfaat untukmu. Akan ada banyak keuntungan, yang akan engkau peroleh. Kami akan mengajakmu, menimba ilmu dan hikmah. Seperti yang kita pahami, warna dan rasa madu yang kami buat, berbeda-beda, tergantung sumber nektarnya, dari bunga terbaik atau tanaman berbuah. Kami juga punya kemampuan mengolah "Royal Jelly," yang secara khusus disajikan sebagai makanan lebah-ratu dan larvanya yang sedang tumbuh. Jadi, engkau takkan bisa menafsirkan perilaku kami, tanpa berusaha mempelajari, meneliti dan menerapkannya. Dengan demikian, engkau akan termotivasi belajar lebih banyak dan merenungkan sifat dan karakteristik bangsa kami.

Kami akan mendorongmu agar bekerja-sama dengan baik bersama orang lain. Sebagian besar spesies lebah, hidup berkoloni, dan kami membutuhkan keikutsertaan setiap anggotanya, membentuk sarang yang berfungsi dengan baik. Lebah-pekerja betina, keluar dari sarang dan mencari makanan. Pada saat kami kembali ke sarang, selain menempatkan nektar yang terkumpul di sel individu, kami mengutamakan memberikan nektar dengan memuntahkannya kepada rekan-kerja kami. Proses ini, berlangsung hingga nektar berubah menjadi madu dan masuk ke dalam sel sarang lebah. Kemudian kami mengibasnya dengan sayap kami, sampai lekat, dan setelah rampung, kami menutup sel dengan tutup lilin, agar tetap bersih. Koloni bekerja sebagai tim, dan setiap anggota punya peran masing-masing, merata, bukan sekedar karena ia pendukung sang-ratu.

Kami akan tunjukkan padamu, bagaimana tumbuh dan berkembang, melalui ketaatan kepada Allah. Kami, para lebah, mengikuti landasan yang ditetapkan Allah untuk mencapai kekekalan di Jannah. Dengan mengikuti firman -firman Allah dan beramal shalih, kami dijanjikan kehidupan abadi bersama-Nya. Kami juga berjanji-setia kepada Ratu kami, dalam artian, begitu kami menjadi bagian dari sarang dan koloni, kami membhaktikan hidup kami, demi kemajuan koloni, bukan untuk sang-ratu semata. Kami rela mengorbankan hidup kami demi kepentingan koloni.

Kami akan mengajarimu, bersuci dan menjaga kebersihan. Kami hanya mengumpulkan nektar bunga segar yang belum tersentuh lebah lain. Dengan demikian, membuat nektar yang kami dapatkan dari sumber yang terjaga kebersihannya. Bersuci itu, dijamin Allah; tugas kitalah agar tetap dalam keadaan bersuci.

Kami akan membantumu, bekerja dengan tepat-guna. Istilah "lebah-sibuk," telah sering digunakan menggambarkan sifat lebah yang sangat dominan. Majas ini, sering digunakan menggambarkan seseorang yang pekerja keras. Lebah bekerja lebih efisien, kami bekerja-cerdas, dan bekerja-giat, tak sekedar kerja, kerja dan kerja. Satu sarang lebah, dapat terisi ribuan lebah, yang semuanya bekerja sama demi menyediakan makanan, tempat tinggal, dan perlindungan bagi lebah-ratu dan seluruh koloni. Kami menempuh perjalanan lebih dari 100.000 km dan mengunjungi setidaknya, sejuta puspita, yang menghasilkan madu seguci.

Kami bekerja, terstruktur dan mengikuti pola atau jadwal tertentu. Inilah yang perlu engkau terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Yang seperti ini, tak semata bagaimana bekerja-keras. Yang ini, tentang bagaimana memanfaatkan waktu dan sumber-daya kita, sebaik-baiknya, dan efisien, daripada membuang waktu dengan pekerjaan biasa-biasa saja. Jadwalkanlah hari-harimu dengan baik, susunlah daftar hal-hal yang perlu engkau capai pada hari itu, dan jangan lupa, mesukkan tanggung-jawab menaati Allah ke dalam daftarmu.

Kami persembahkan untukmu, nasihat tentang persahabatan. Siapa sangka bahwa engkau boleh mendapatkan nasihat persahabatan dari seekor lebah? Yang luar biasa, sebagian besar lebah, terutama yang hidup dalam koloni, punya hubungan yang sangat baik dengan spesies yang berbeda. Lebah tak serakah dan tak berniat menyakiti makhluk lain. Saat seekor lebah menyengat manusia, hanya jika ia merasa sangat terancam akan hidupnya, bukan karena tahtanya. Para lebah hidup dalam hubungan simbiosis dengan tanaman, kami mengambil nektar, tapi sebagai imbalannya, kami melakukan penyerbukan. Hal ini memungkinkan spesies tanaman, berkembang. Lagipula, kami dapat mereproduksi secara efisien dengan cara ini. Dalam penerapannya, kami dituntut agar menjadi lebah yang berperikelebahan, baik itu kepada anggota keluarga, pasangan, atau dalam masyarakat. Allah tak memerintahkanmu agar sepenuhnya jadi 'sepi ing pamrih,' melainkan memahami, kapan sepantasnya memberi dan menerima, serta tak serakah. Perlakukan dengan ramah, semua orang di sekelilingmu, dan pertimbangkanlah orang-orang di sekitarmu, bila hendak melakukan sesuatu. Tak banyak tuntutannya, jika ingin sekedar menjadi orang baik.

Kami akan menjadi teladan yang baik bagimu, bagaimana merawat masyarakatmu. Sarang lebah itu, komunitas yang terorganisir dengan baik. Seiring dengan kemajuan kami, koloni berfungsi dengan baik, karena setiap lebah memainkan peran yang tepat, dan saling bertanggung-jawab. Ratu-lebah bertelur, lebah-pekerja membersihkan sarang dan menghasilkan madu, serta lebah-jantan, melindungi sarang. Dalam Surat 16, 68-69, Allah mengajarkan lebah, menari, menunjukkan kepada sesama lebah, lokasi keberadaan kembang, agar mereka dapat mengikutinya. Sebagai renungan, lebah madu, tak dapat hidup sendirian. Mereka perlu kebersamaan lebah lain, agar dapat meraih kesuksesan.
Kami memerlukan kemampuan mengambil tanggungjawab dan bekerja-sama dengan baik, dalam masyarakat kami, agar hidup harmonis dalam masyarakat. Kedengarannya sederhana, tak semudah dimana, di dunia tempat kita bermukim, ada kunyuk memakan kunyuk. Banyak yang tiada henti, mengejar harta hingga membuat mereka egois. Kita melihat ini setiap hari, bagaimana perusahaan besar mengeksploitasi karyawan rendahan, bagaimana saudara kita, saling bersaing tidak-sehat, dan bagaimana politisi termakan oleh keserakahan. Kita hendaknya menunaikan tugas kita dan menahan diri agar tak terpengaruh oleh keadaan seperti ini, dan belajar berbagi berkah, memperhatikan orang lain, dan membantu sesama.
Dan terakhir, kami juga mengajakmu, turut menjaga lingkungan, karena kami takkan merusak tempat dimana kami hinggap.”
Tuan Lebah menutup penjelasannya dengan sebuah salam, dan setelah sedikit berbincang-bincang, kedua caraka, pamit, karena pada hari yang sama, mereka harus bertemu Tuan Lalat.

Di basecamp para Lalat, keadaannya, terbalik. Engkau pastilah paham betul, seperti apa lingkungan para-lalat, bukan? Jadi, singkatnya, Tuan Lalat berkata, "Kami takkan bicara banyak, tapi kami akan langsung pada pokoknya. Tentang kami, engkau telah tahu banyak. Begitu juga cara kerja kami. Engkau tak perlu menyibukkan diri. Bahan-baku untuk setiap proyek, akan kami sediakan. Juga tenaga-kerja, akan kami datangkan dari negeri kami. Jadi, engkau tak perlu kalut. Omong-omong, karena kami tak bisa berbahasa Swahili, bahasamu, jadi, engkaulah yang harus mempelajari bahasa kami. Selanjutnya, akan ada bonus bagi mereka yang memberi suara atas penawaran kami. Jika harga yang kami tawarkan, tak memuaskan, bisa kita bicarakan nanti saat makan siang. Engkau tahu, tak ada makan siang gratis, tapi, kali ini, aku yang traktir. Jika belum puas juga, bisa kami ambilkan dari tong-sampah. Semua bisa di atur!" Kedua Caraka sedikit tergagap, tapi kemudian tenang dan seketika, pamit.

Hari sudah larut, keduanya terpaksa menginap di kandang sewaan. Setelah beristirahat, Pak Himar bertanya, "Adakah engkau berbahasa Swahili?" Pak Beruk menjawab. "Tidak, tapi, bukankah ada bahasa Internasional? Lalu, mengapa mempersyaratkan penggunaan bahasa sendiri saat berkomunikasi dengan bangsa lain? Sama seperti engkau dan aku, kita berdua berbicara dalam bahasa internasional, agar mudah berkomunikasi antar spesies."
"Aku bertanya-tanya, mengapa Tuan Lalat tak menjelaskan secara rinci seperti Tuan Lebah, bisakah engkau sampaikan padaku, tentang lalat, cukup lalat-rumah saja?" tanya Pak Himar. "Lalat rumah itu, penguasa dunia-pemulung, di antara bangsa serangga!" kata Pak Beruk. "Lalat menyeruput makanannya dengan mulut yang berbentuk seperti spons. Meskipun lalat tampaknya hanya memiliki sepasang sayap, penelitian mengungkapkan adanya sayap sekunder kecil, yang disebut halter, yang terletak di bawah pasangan sayap-utama. Lalat-rumah, mengepakkan halternya dengan kecepatan tinggi. Selagi terbang, ia menggunakannya untuk menjaga keseimbangan di udara. Jika salah-satu halter dilepas, serangga ini, hanya bisa terbang berputar-putar. Tanpa kedua halter, lalat tak mampu terbang sama sekali. Dan kemudian ada kaki, yang lalat gunakan mencicipi segala sesuatu, yang dihinggapinya.
Lalat-rumah tak bisa menggigit atau mengunyah -- mereka tak punya peralatan yang tepat. Jadi, jika dipaksa menggigit sesuatu yang lebih padat, seperti sebutir gula atau darah kering, lalat-rumah terpaksa menggunakan taktik yang berbeda. Pertama, lalat menggesek bahan makanan kering itu, dengan bulu di ujung belalainya, membebaskan partikel makanan, bila belum terlepas dan repas.
Langkah kedua—coba bayangkan apa yang terjadi jika engkau menambahkan air panas ke dalam bubur gandum instan—hanya saja, sebagai pengganti air panas, lalat-rumah menambahkan campuran air-liur dan cairan pencernaannya. Lalat memuntahkan air-liur dan cairan pencernaan ke makanannya, dan setelah beberapa detik, melepaskan jus itu, meluluhkan makanan, kemudian menghisap kembali, semuanya.
Lalat tak menambahkan apapun ke dalam makanannya sebagaimana kita tak menambahkan apa-apa ke dalam makanan kita. Bedanya, gigi dan rahang kita, memungkinkan kita memecah bahan organik, cukup banyak, sehingga bisa berbaur dengan cairan pencernaan perut kita. Lalat-rumah, melakukan hal yang sama, hanya pada bagian luar tubuhnya. Jika muntahannya, tak dapat memecah makanan dengan cukup untuk melewati tabung yang menuju ke perut, lalat mengirimkan makanan ini ke tabung yang berbeda, ke kantong bagian dalam yang disebut crop. Lalat dapat melewati gelembung pelarut makanan beberapa kali antara crop dan mulut, secara teratur mengoleskan air liur segar. Akhirnya, makanan cair, akan siap dikirim ke perut. Sungguh, terdengar tak higienis.
Tak hanya kuman yang berpotensi mematikan, menempel pada kaki, yang digunakan lalat rumah untuk berjalan—dan mencicipi—burgermu, jika ia memilih makan, ia juga dapat memuntahkan porsi makanan, yang sebelumnya juga. Yang inilah, yang melipatgandakan risiko penyakit, itulah sebabnya engkau hendaknya menjauhkan lalat-rumah dari makananmu.
Cara terbang dan makan seperti ini, punya tujuan; yang sama dengan hewan apapun. Serangga ini, berusaha berkembang-biak dan mengirim generasi berikutnya, ke seluruh dunia.
Lalat-rumah pembawa kuman, datang ke rumah kita, tanpa diundang dan mulai berjalan, makan, muntah, dan bertelur di seluruh barang-barang pribadi kita. Mereka membawa risiko penyakit dan, sebagai imbalannya, kita harus bersusah-payah mengusir pengunjung yang tak diinginkan ini. Senjata yang paling ampuh dalam perang melawan lalat-rumah, menjaga rumahmu agar tetap bersih. Dengan demikian, engkau akan membatasi gerak mereka, memberi makan atau berkembang biak. Jangan biarkan makananmu terbuka, dan simpanlah semua sampah dalam wadah tertutup. Demikian juga, jaga agar area di luar rumahmu, bersih dari sampah, pupuk kandang, dan bahan organik yang membusuk.
Salah satu cara utama mengurangi masalah lalat rumah, dengan mencegah lalat dewasa memasuki rumahmu. Tutup pintu, jendela, dan ventilasi, dan gunakan kasa agar udara segar dapat masuk."

"Sekarang, aku mulai paham tentang lalat. Yuk tidur, besok pagi kita harus pulang!" ajak Pak Himar seraya berbaring di atas jerami. Tapi, ia resah lagi, "Andai Simba menolak kedua tawaran itu, dan meminta pendapat kita, adakah alternatif lain?" "Tak usah khawatir!" ujar Pak Beruk. "Kita bisa menawarkannya ke Persemakmuran para Semut!"
Keesokan paginya, dalam perjalanan pulang, Pak Himar bertanya, "Tentang lalat, adakah disebutkan dalam Al-Qur'an?" Pak Beruk menjawab, "Allah berfirman dalam Al-Qur'an,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ضُرِبَ مَثَلٌ فَٱسْتَمِعُوا۟ لَهُۥٓ ۚ إِنَّ ٱلَّذِينَ تَدْعُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ لَن يَخْلُقُوا۟ ذُبَابًا وَلَوِ ٱجْتَمَعُوا۟ لَهُۥ ۖ وَإِن يَسْلُبْهُمُ ٱلذُّبَابُ شَيْـًٔا لَّا يَسْتَنقِذُوهُ مِنْهُ ۚ ضَعُفَ ٱلطَّالِبُ وَٱلْمَطْلُوبُ
"Wahai manusia! Telah dibuat suatu perumpamaan. Maka dengarkanlah! Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah, tak dapat menciptakan seekor lalat pun, walau mereka bersatu untuk menciptakannya. Dan jika lalat itu, merampas sesuatu dari mereka, mereka takkan dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Sama lemahnya, yang menyembah, dan yang disembah." [QS. Al-Hajj (22):73]
Ia berkomentar, "Tidakkah engkau perhatikan, bahwa orang-orang musyrik itu, tak ada bedanya dengan lalat yang mengganggu?" "Wah! Sekarang aku benar-benar paham tentang ceritamu. Wahai Pak Beruk, ayo, kidungkanlah sebuah nyanyian!" "Tentang apa?" tukas Pak Beruk. "Apapun kecuali lalat, aku lebih suka, yang dari Negeri Jinsom."
Kemudian, Pak Himar dan Pak Beruk, dengan sukacita, bersenandung,
멈춘 시간 속 잠든 너를 찾아가
[Kumencarimu, lelap dalam waktu yang terhenti]
아무리 막아도 결국 너의 곁인 걸
[Apapun rintangannya, akhirnya, kukan ada di sisimu]
길고 긴 여행을 끝내 이젠 돌아가
[Setelah pengembaraan panjang, sekarang kukan pulang]
너라는 집으로 지금 다시
[Pulang ke rumahmu]
Way back home! *)
Chiwawa menyimpulkan, "Duhai saudara-saudariku! Jangan pernah sia-siakan peluang hari ini, guna mengantisipasi musibah, petaka dan masa-depan. Walau kesehatan, dan kembang-kembang semangat di masa-usia kita, masih mekar dan padu, mari kita letakkan semuanya, bagi manfaat terbaik; bahwa, di masa menjelang keuzuran kita, dimana kepiawaian dan ketahanan kita, mulai rapuh, kita mungkin masih punya bekal yang cukup guna bertahan hidup, terutama bagi para generasi penerus, yang kita bangun di masa kebeliaan usia kita.
Manfaatkan lima berkah sebelum terampas, sebagaimana sabda Sang-kekasih (ﷺ),
شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ وَغِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغُلِكَ وَحَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ
“Masa-mudamu sebelum masa-tuamu, masa-sehatmu sebelum masa-sakitmu, masa-kayamu sebelum masa-miskinmu, masa-luangmu sebelum masa-sibukmu, dan masa-hidupmu sebelum kematianmu.” [Dikompilasi dalam Syu’ab al-Imān oleh Imam Al-Bayhaqi; Shahih menurut Al-Albani]
Wallahu a'lam."
Rujukan:
- C. Wittingham, Aesop's Fables with One Hundred and Eleven Emblematical Devices, Carpenter and Sons.
- Richard Playfair, The Mythology and Symbolism of Bees in Islam, Schoolofbees.com
- Robert Lamb, How the Houseflies Work, Howstuffworks.com
- Ibn Qayyim Al-Jayuziyah, Healing with the Medicine of the Prophet (ﷺ), translated by Jalal Abu Al-Rub, Darussalam
*) "Way Back Home" oleh Shaun