Selasa, 25 Mei 2021

Tuan Leo dan Sang-Marmot Alit

Profesor Nightingale beranjak ke panggung. Usai mengucapkan salam dan mengantarkan kalimat pembuka, ia menyampaikan, “Duhai saudara-saudariku! Allah Subhanahu wa Ta'ala, mengagungkan Dzat-Nya Yang Mahamulia dan memberitakan bahwa pemerintahan itu, ada dalam Genggaman-Nya. Maknanya, Dia memperlakukan seluruh makhluk-Nya, sesuai kehendak-Nya, dan tiada yang dapat membalikkan ketetapan-Nya. Takkan ada yang mampu mempertanyakan apa yang Dia lakukan, sebab Dia Mahaperkasa, Mahabijaksana dan Mahaadil. Oleh karenanya, Allah berfirman,
تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
"Mahasuci Allah, Yang menguasai (segala) kerajaan, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu." [QS. Al-Mulk (67):1]
Kemudian Allah berfirman,
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ
"Dialah, Yang menciptakan maut dan hayat, untuk mengujimu, siapa di antara kamu, yang terbaik amalnya. Dan Dia Mahaperkasa, Maha Pengampun." [QS. Al-Mulk (67):2]
Allah menciptakan makhluk, dari ketiadaan, guna mengujinya. Allah menamakan tahap pertama, yaitu ketiadaan, “maut.” Lalu, Dia menamai muasal atau awal-keberadaan itu, “hayat.” Dia menguji makhluk, guna menampakkan, siapa di antara mereka yang terbaik perbuatannya. Perlu dicamkan bahwa, Allah tak berfirman 'siapa di antara kamu yang paling banyak amalnya', melainkan 'yang terbaik amalnya.'
Allah kemudian berfirman, Dialah Yang Mahakuasa, Mahaagung, Mahaperkasa dan Mahamulia. Namun, menyertai sifat-sifat mulia ini, Dia Maha Pengampun kepada siapapun yang kembali kepada-Nya dalam taubat dan memohon ampunan-Nya, setelah mendurhakai-Nya dan menentang perintah-Nya. Walau Allah Mahakuasa, Dia, Subhanahu wa Ta'ala, juga memaafkan, mengasihani, mengampuni dan melapangkan.

Dari waktu ke waktu, dalam segala zaman, manusia yang diilhami, atau dianugerahi, derajat kekuatan intelektual yang tinggi, tampil di atas panggung kehidupan, agar—dengan mencerahkan orang lain—memenuhi rancangan Yang Mahakuasa, dalam menyatukan Dunia, dalam sebuah Masyarakat manusia, yang Adil dan Beradab. 
Para patriark, atau kepala-keluarga, awalnya, mengarahkan atau mengatur masyarakat yang langsung bergantung pada mereka: seiring waktu, meningkat, menjadi suku; dan lagi, pertikaian di antara mereka, berlakulah perang, kemudian, bersepakat memilih kepala-suku atau raja atas sejumlah masyarakat bersatu, yang darimana, terbentuk beragam Bangsa dan Kerajaan di muka-bumi ini. Pada tahap pertama dunia ini, selagi manusia masih jahil dan biadab, perburuan dan perang, hampir seluruhnya menyita waktu dan perhatian mereka. Para raja, memerintah dengan kekuasaan despotik, dan kehendak sang-pangeranlah, hukum semata: dan dengan demikian, barbarisme dan tirani penguasa, sejalan-seiring.

Kemudian, di zaman kekinian ini, merebak berbagai gejala aib pemerintahan, seperti Otoritarianisme, prinsip ketertundukan buta terhadap otoritas, yang menantang kebebasan berpikir dan bertindak bagi individu. Dalam pemerintahan, otoritarianisme menunjukkan sistem politik yang memusatkan kekuasaan di tangan seorang pemimpin atau elit-kecil, yang tak bertanggung jawab secara konstitusi terhadap batang-tubuh rakyat.
Fasisme, sebuah filosofi politik, gerakan, atau rezim yang meninggikan sebuah bangsa, dan dogma berbangga-diri atas bangsa lain, dan yang berdiri bagi pemerintahan otokratis terpusat, yang dipimpin oleh seorang diktator, pengaturan ekonomi dan sosial yang akut, dan penindasan paksa terhadap oposisi.
Totalitarianisme, suatu bentuk pemerintahan, yang berusaha menegaskan kontrol-total atas kehidupan warganya. Hal ini, ditandai dengan kuatnya aturan sentral, yang berusaha mengendalikan dan mengarahkan segala aspek kehidupan individu, melalui pemaksaan dan pengekangan. Rezim totaliter, tak membolehkan kebebasan individu. Rezim ini, sering menggunakan represi kekerasan dan propaganda. Terdapat ciri-ciri Totalitarianisme: Panduan ideologi yang rumit; Partai massa tunggal, biasanya dipimpin seorang diktator; Sistem teror, menggunakan instrumen seperti kekerasan dan polisi-rahasia; Memonopoli senjata; Memonopoli alat-komunikasi; Memusatkan dan mengendalikan ekonomi melalui perencanaan haluan-negara.
Semua keangkuhan yang keterlaluan itu, yang merupakan iringan-alami dari kekuasaan-lalim, membutakan pandangan para-pemangkunya, dan menjadikannya terlepas sepenuhnya dari amanah yang disajikan rakyat untuknya. Kejahatanpun terbangun dari pemerintahan nan gabas, kurang-lebih dirasakan oleh seluruh rakyat yang mereka pimpin; maka kepongahan dan kecongkakan, menghalangi pendekatan yang tulus dan shalih. Para-penjilat dan para-penghamba jualah, yang mendapat izin-masuk, dan yang lain, disepak-keluar.

Duhai saudara-saudariku! Mereka yang bermurah-hati, mencurahkan maslahat kepada sesama makhluk—takkan pernah kandas dalam hal mengilhami sebagian besar orang yang telah mereka bantu, yang dengan sukarela akan memberikan perhatian dan pertolongan kepada para penolongnya, dan—seringkali menerima balasan kebajikan yang tak pernah mereka sangka. Kasih-sayang itu, berasal dari segala kebajikan yang paling mungkin menyalakan rasa-syukur kepada mereka yang telah memberikannya, dan sulit menemukan keteladanan seorang penakluk, yang menyesali sisi kemanusiaan dan kasih-sayangnya.
Semua orang di dunia ini, baik kaum-alit, maupun kaum-penggede, pada suatu masa, akan membutuhkan pertolongan; dan alhasil, jika terdapat ruang, tunjukkanlah kebajikan, kepada mereka yang terperangkap dalam kekuasaan kita. Mereka yang disangka orang-orang paling cekak dalam hidup ini, terkadang, dapat menolong, atau sebaliknya, bahkan mampu melukai kita. Kepentingan kita, sama besarnya dengan kewajiban kita, berperilakulah dalam keshalihan dan kelembutan, terhadap semua orang yang berinteraksi dengan kita. Bathin yang hebat itu, takkan pernah tenteram bila melewatkan sebuah kesempatan menawarkan atau membalas-jasa yang diterima; dan orang berakal-sehat, betapapun semampai jabatannya, takkan pernah menganggap dirinya bebas dari keharusan menerima layanan, pada mereka yang paling fakir.

Simaklah apolog ini,
Tuan Leo, sang-singa, setelah berbaring melepas penat, terlelap di bawah pokok yang rindang. Seekor Marmot alit, berlari, lewat di atas punggungnya, dan membangunkannya. Sesaat kemudian, mulailah ia menepukkan cengkeramnya pada sang-makhluk-mungil, dan sekira akan membunuhnya, pemohon alit ini, meminta belas-kasihan, mengajukan padanya agar tak menodai kemuliaannya dengan darah makhluk-kecil dan tak-penting.
"Ampun, daulat Tuanku Raja," pekik sang-alit, "Kali ini, maafkanlah aku, kutakkan pernah melupakannya: dan kelak, insya Allah, aku kuasa menolongmu." Sang-singa sangat terkesan dengan ide bahwa seekor Marmot, dapat membantunya. Sang-alit yang malang, melolong. "Tolong, lepaskanlah aku, dan di suatu hari nanti, aku akan membalasmu!" Sang-singa, tersentuh, dengan kasih-sayangnya, segera melepaskan tawanan kecilnya, yang gemetaran.

Tak lama kemudian, sembari mencari mangsa melintasi hutan, tak sengaja, Tuan Leo terperangkap ke dalam jerat para pemburu, dan karena tak dapat melepaskan diri, ia mengaum.
Sang-marmot, yang mendengar auman itu, dan mengenali suara Tuan Leo, bergegas ke tempat kejadian, dan memintanya agar tetap tenang, ia kawannya, ada untuknya. Seketika, sang-alit sibuk dalam kerja-giat dan kerja-cerdas, dengan kerat-gigi mungilnya yang tajam, menggerogoti simpul demi simpul, memutus pengikat jeratan, membebaskan sang raja agam.
"Engkau menertawakanku saat aku berkata, aku akan membalasmu," bisik sang-alit. "Sekarang engkau tahu, bahkan makhluk-mungilpun, mampu menolong singa-akbar." Tuan Leo tersenyum, menggerakkan kepalanya, memberi isyarat agar sang-alit naik ke punggungnya, dan berkata, "Mari bernyanyi dan, yuk pulang!" Tak lama kemudian, merekapun mendendangkan sebuah lagu dari Negeri Fujiyama, negeri dengan ancala masyhur tertinggi, lantaran rupa mengerucutnya yang anggun,
繰り返すあやまちの そのたびひとは
[Tiap kali kita tertelentang di atas butala, durja menatap bumantara]
ただ青い空の 青さを知る
[Kita bangkit meraih birunya, bagai sediakala]
果てしなく 道は続いて見えるけれど
[Walau jalan itu membujur, hening tak berujung, tak ketara]
この両手は 光を抱ける
[Kumampu, dengan kedua lengan ini, merangkul sang-kirana]
さよならのときの 静かな胸
[Sanubari tertambat kata sayonara]
ゼロになるからだが 耳をすませる
[Bathin hampa-sepiku mulai dengarkan bahana]
生きている不思議 死んでいく不思議
[Hayat itu ghaib, maut, ghaib jua]
花も風も街も みんなおなじ
[Pawana, praja, dan puspa, segenap berdansa, seirama]
ラララララララララ・・・・・・・・・
[La la la la la la la la la la... ] *)
Sebagai penutup, Profesor Nightingale menyimpulkan, "Duhai saudara-saudariku! Kita semua, sama. Setiap orang, membutuhkan orang lain. Walau alit, atau lemah, melainkan mampu menolong kita saat senak-rasa di dada. Jangan pernah, jika bijak, memasung dan menindas. Wallahu a'lam." 
Rujukan :
- Shaykh Safiur-Rahman Al-Mubarakpuri, Tafsir Ibn Kathir (Abridged) Volume 10, Darussalam
- Thomas Bewick, Bewick's Select Fables, Bickers & Sons
*) "Itsumo Nando Demo (Always With Me)" karya Youmi Kimura & Wakako Kaku