"Ehm, maaf saudaraku!" terdengar suara mengingatkannya, "Mohon, jangan terlalu dekat ke mikrofon!" bisiknya. Sang-bangau berbalik, ternyata Murai, yang tersenyum. Sang-bangau mengiyakan.Berjalan turun dari podium, Murai terhenti, "Oh ... dan ... jangan lupa menyapa dengan salam dan kalimat pembuka!" Sang-bangau melenggut, "Tentu saja, tadi aku sedang menerjemahkan tajuknya!" Murai mesem, lalu bergegas turun.Setelah menyapa dengan salam dan menyampaikan kalimat pembuka, ia melanjutkan, "Meskipun kita sering mendengar orang berbicara tentang persahabatan, akan sangat langka dan sulit, menemukan kawan-sejati, yang akan membantu kita, selagi menghadapi bencana dan kesusahan. Segala maklumat syafakat yang dibuat oleh para pakar, bahwa walau disertai jabat-tangan, dan tekad-kuat, jika tak meninggalkan kesan mendalam di benak kita, ia laksana hembusan angin semilir, yang mengelus telinga dengan saluir tanpa makna, dan akhirnya, ambyar.Pokoknya, jangan pernah percaya pada kawan, yang meninggalkanmu di saat-saat sulit. Mari kita lihat dalam citra yang lebih bayan. Dengarkan ini,Suatu pagi, dua orang Badui, berangkat dari Venesia ke Roma. Mereka menuju Roma dengan kereta-api, yang lambat. Butuh waktu enam jam sampai ke Roma, namun, lawatannya, nampak tak berjalan mulus. Kereta diharuskan memangkal, akibat kendala teknis. Mereka memutuskan menunggu di gerbong-makan, sembari makan siang. Mereka duduk berhadapan dan, tak jauh dari tempat-duduk mereka, dua lelaki lain, dari pakaian yang mereka kenakan, rupanya, Pakistani. Sambil menyeruput kopi, salah-satu Pakistani, berkata kepada kawannya, "Manusia, selalu menjadi makhluk sosial dan, membutuhkan rekan dan sahabat. Sebagian besar hidup kita, dihabiskan berinteraksi dengan orang lain. Bagi kita, Muslim, yang hidup dalam masyarakat di mana kita jelas, lemah, masalah memilih kawan yang tepat, esensial memelihara Dien kita. Berkawan dengan Muslim yang shalih dan berbudi-pekerti, peranti krusial agar tetap berada di Jalan yang Lurus. Individu yang kuat, di sisi lain, inti dari komunitas yang kuat, sesuatu yang hendaknya selalu diperjuangkan oleh umat Islam.Kita semua maklum, bahwa, kita diciptakan demi tujuan khusus, dan bahwa Allah, Subhanahu wa Ta'ala, telah menganugerahkan kita kehidupan, demi menguji kita. Tak satupun kita, akan menyangkal bahwa, kita berada di sini dalam waktu yang relatif singkat, dan bahwa kita akan bertemu Allah, suatu hari nanti.Ketika telah memahami maksud dan tujuan kita, hendaknya, kita berikhtiar, guna mencapainya, agar bermanfaat bagi diri kita. Kita semua mengimani, bahwa Allah telah mengutus seorang Rasul (ﷺ) dan mewahyukan Al-Qur'an, sebaik-baik Hikmah, bagi kita.Ketimbang berkawan dengan orang yang keliru-jalan, kita hendaknya berkawan dengan orang shalih, dan, konsisten memperlakukan sesama, tanpa kecuali, dengan ramah dan adil. Senantiasa berada pada jarak yang cukup, memang diperlukan, namun memperlakukan sesama dengan cara yang mulia dan bahari, juga tetap dibutuhkan.Rasulullah (ﷺ) bersabda,إِنَّمَا مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَةً"Iktibar kawan-baik dan kawan-buruk itu, bagai seorang penjual kesturi dan pandai-besi. Adapun penjual kesturi, boleh jadi, ia akan memberimu bingkisan, atau engkau membeli darinya, atau engkau mencium aroma wangi darinya. Sedang pandai-besi, agak-agaknya, akan membakar pakaianmu, atau engkau mengendus bau yang sangit.” [Muttafaqun Alaihi menurut al-Bukhari dan Muslim]
Daripada duduk bersama orang-orang yang berbuat munkar, banyak berbuat dosa dan perbuatan buruk lainnya; punya sahabat yang baik, berakhlak mulia, taqwa, berilmu dan berbudi-pekerti, akan menganugerahkan kita, keutamaan mereka. Seorang ulama berkata, “Bergaul dengan orang-orang yang bertakwa, akan menghasilkan ilmu yang bermanfaat, akhlak yang mulia dan amal-shalih, sedangkan bergaul dengan orang-orang fasik, menghalangi semua itu.”Ali bin Abi Thalib, radhiyallahu 'anhu, berkata bahwa, persahabatan apapun, yang bukan karena Allah, akan berganti jadi permusuhan, kecuali apa yang didalamnya, untuk Allah. Dua orang yang berkawan karena Allah; salah seorang meninggal, dan mendapat berita gembira bahwa ia akan masuk al-Jannah, maka, ia teringat rekannya, dan berdoa baginya, "Duhai Allah, kawanku itu, dulu mengajakku menaati-Mu dan menaati Rasul-Mu (ﷺ), dan selalu, memintaku agar berbuat kebaikan, dan melarangku, berbuat maksiat. Dan ia menyampaikan kepadaku, bahwa aku akan bertemu Engkau. Duhai Allah, jangan biarkan ia tersesat demi aku, hingga Engkau menunjukkan kepadanya, apa yang baru saja Engkau tunjukkan padaku, sampai Engkau ridha dengannya, sama seperti Engkau, ridha denganku.” Maka kepadanya, disampaikan, "Seandainya engkau tahu apa yang tertoreh bagi rekanmu, akankah engkau banyak tertawa, dan sedikit menangis?" Kemudian rekannya, tutup-usia, dan jiwa mereka dipertemukan, dan keduanya diminta saling mengungkapkan pendapatnya. Maka, masing-masing berkata kepada rekannya, "Engkaulah saudara terbaik, teman terbaik, dan sahabat terbaik."Saat salah seorang dari dua orang rekan, yang tak-beriman, meninggal dunia, dan ia mendapat berita tentang Api-Jahannam, ia mengingat rekannya, dan berkata, “Ya Allah, kawanku itu, dulu, mengajakku agar mendurhakai-Mu, dan mengingkari Rasul-Mu (ﷺ), dan mempengaruhiku berbuat munkar, dan melarangku berbuat baik, dan menyampaikan kepadaku, bahwa aku takkan bertemu dengan-Mu. Ya Allah, jangan beri petunjuk kepadanya demi aku, sampai Engkau tunjukkan padanya apa yang baru saja Engkau tunjukkan padaku, dan sampai Engkau murka padanya, sama seperti Engkau murka padaku." Kemudian, rekan tak-beriman yang lainnya, mati, dan jiwa mereka dipertemukan, dan keduanya diminta agar saling memberikan pendapat. Maka, masing-masing berkata kepada rekannya, "Engkaulah saudara terburuk, teman terburuk dan sahabat terburuk."“Orang mukmin itu, cerminan saudaranya,” dan jika ia melihat kekeliruan pada orang mukmin lainnya, ia memperhatikannya, membantunya meninggalkannya, dan menolongnya menghapus kejahatan yang mungkin pernah dilakukan. Siapapun yang menegurmu, hirau dengan persahabatanmu. Siapapun yang membiarkan kekeliruanmu, tak peduli denganmu."Kedua Badui kita, memperhatikan ucapan sang-Pakistani, tutur-demi-tutur. Jadiannya, mereka saling-berjanji, untuk saling-menolong, apapun bahayanya, mereka akan saling-membela.Sebuah maklumat terdengar, kereta akan terhenti selama empat jam lagi. Mereka yang tak keberatan menunggu, dipersilahkan ke gerbong-makan, sedangkan mereka yang ingin melanjutkan perjalanan, diperbolehkan berjalan-kaki ke stasiun, karena sudah sangat dekat. Namun, mereka diperingatkan agar waspada, karena seekor beruang, telah lepas.Dua orang Badui kita, memutuskan berjalan-kaki. Merekapun meneruskan, akan tetapi, belumlah pergi jauh, seekor Beruang buas dan beringas, menyempal keluar dari semak-semak dan merintangi jalan mereka. Salah seorang Badui, yang kurus dan gesit, seketika memanjat dan bergelantung di pohon.Yang satunya, jatuh tertelungkup dan menahan napas. Sang-beruang mendekat dan menghidunya; mengira ia telah tewas, kemudian berlalu entah kemana.Lelaki yang di pohon, tampak turun laksana ogak-ogak, dan bergabung kembali dengan rekannya, bertanya, dengan senyum nakal, apa rahasia-indah yang telah dihembuskan sang-beruang ke dalam kupingnya. "Apanya?" tukas sang-Badui, cemberut, "Ia berbisik padaku, agar merawat sendiri masa-depanku, dan jangan pernah percaya pada bangsat, yang penggentar, sepertimu!"Sang-bangau menyimpulkan, "Petaka itu, menguji ketulusan rekanmu. Jangan pernah mempercayai teman yang meninggalkanmu, selagi dilema mendekat. Ia yang membantu kebutuhanmu, dengan pertolongan yang tepat-waktu, meski tak perlu dibarengi dengan pujian, akan selamanya dipandang sebagai kawan dan pelindung; dan, dalam derajat yang jauh lebih mulia, pemberiannya itu, tak perlu dipinta dan diikrarkan; dan di sisi lain, tak terpaksa demi sebuah kepentingan, atau dari sudut lain, oleh janji-janji muluk. Kata-kata itu, tiada makna, hingga tertunaikan dalam perbuatan; dan lantaran itu, engkau tak boleh membiarkan dirimu, terkecoh oleh harapan-palsu, lalu mengandalkannya. Wallahu a'lam."Dan dengan pekikan suara 'kaark' yang lembut, sang-bangau bersenandung,Jangan pernah merasa terkucilkanKenanglah, ku 'kan selalu hiraukanDimanapun engkau beradaKenanglah, ku 'kan ada di sanaJangan pernah merasa terkucilkanKenanglah, ku 'kan ada di sana
Rujukan :
- Isa al-Bosnawi, Islam & The Concept of Friendship, Islam.com
- Samuel Croxall, DD, Fables of Aesop and Others, Simon Probasco