Selasa, 01 Maret 2022

Bini Sang Pemabuk

"'Mengapa engkau terus-terusan mabuk?' tanyaku pada sang Pemabuk," Rembulan membuka papan-ceritanya. "Dengar, dulu engkau bilang, gerobak itu, buatanmu, tapi nyatanya, bukan. Orang-lainlah yang membuatnya, dan menitipkannya di rumahmu untuk dijual. Lalu, engkau mentersangkakan orang-orang yang mencari Kebenaran?"
Sang Pemabuk mengangkat kepalanya, dan aku melihat, matanya masih sayu dan ngantuk, "Dengarkan, duhai Purnama!" katanya, "Itu kelaziman dari sebuah kebiasaan. Sesungguhnya, pernah, seorang titotaler—orang yang benar-benar menghindari minuman beralkohol—menasehatiku, kata ia, begini, 'Dalam hal apapun selagi kita masih waras, mungkin merugikan baik kesehatan maupun keberuntungan kita, hendaknya, kita waspada agar tak membiarkan hasrat kita, menjadi kebiasaan. Sebab, walau otak kita masih sempurna-akal, dapat dengan mudah dikendalikan sejak awal melangkah, dan diarahkan ke haluan mana yang kita inginkan, namun, hasrat kita, ibarat kepala- kuda yang kuat dan sulit diatur dalam kendali penuhnya, akan memilih jalannya sendiri, dan seketika kita yang terburu-nafsu, tiada daya mengendalikannya.
Seorang Wanita, yang bersuamikan seorang pemabuk, selagi ia berusaha mencari cara memperbaiki keadaan, tanpa tujuan, ia mengupayakan siasat ini.
Dikala suatu malam, seperti biasa, sang laki dibawa pulang dalam keadaan mabuk-berat, ia lalu memerintahkan agar sang suami dibawa ke kuburan, dan di sana, diletakkan ke sebuah gudang bawah tanah, seolah-olah ia benar-benar sudah meninggal.
Lalu, sang Bini meninggalkannya, dan pergi, seraya berpikir, semoga sang suami balik menjadi dirinya-sendiri, dan tersadarkan.
Saat ia kembali dan mengetuk pintu gudang bawah tanah, sang laki berteriak, 'Siapa di sana?' 'Aku,' jawab bininya, dengan nada muram, seperti menunggu orang mati, 'dan aku datang membawakanmu makanan.'
'Wah! pelayan yang baik,' kata sang suami, 'biarkan saja makanan itu, dan tolong, bawakan aku, sedikit minuman.'
Mendengar ini, sang Bini terduduk lunglai, mengacak rambutnya, dan mengelus dada, 'Aku tak bahagia,' katanya; 'inilah cara satu-satunya yang mampu kupikirkan agar bisa memperbaiki keadaan buruk; akan tetapi, alih-alih meraih maksudku, ternyata, cuma membuatku yakin bahwa kemabukan ini, kebiasaan yang tak dapat disembuhkan, yang ingin suamiku bawa bersamanya, ke dunia lain.'
Sebagaimana hangatnya ghirah seorang pemuda, dan hidupnya imajinasi mereka, keliru bila kita berusaha menghalangi mereka mencari kesenangan yang tak merugikan. Akan tetapi, ada di antara mereka, yang tak pernah berpikir sama sekali, agar dapat membuat sebuah resolusi yang lebih bermanfaat dan menyenangkan, hingga tak membiarkan diri mereka, tertarik ke dalam sebuah kebiasaan, walaupun hanya berbentuk ketidakpedulian atau membuang-buang waktu.
Ia yang senantiasa menjaga dirinya bebas dari perbudakan kebiasaan, akan selalu tenang membedakan apa yang baik baginya, dibanding apa yang sebaliknya: serta, tiada rasa-takut, dan dengan demikian, pertimbangannya yang keren dan tak bias, akan mengarahkannya ke haluan pencapaian, yang tak menyakitkan, setidaknya, bermanfaat untuknya.'

Sang Pemabuk terdiam, menggeleng, 'Aih! Kapan aku bisa berubah?' Lalu, ia berjalan limbung, terhuyung-huyung, berlalu seraya bersenandung,
Sweet dreams are made of this
[Mimpi-mimpi indah itu, terbuat dari ini]
Who am I to disagree?
[Siapa aku yang menyangkalnya?]
I've traveled the World and the Seven Seas
[T'lah kuarungi Dunia dan Tujuh Samudera]
Everybody's lookin' for something
[Setiap orang tengah mencari sesuatu]
Some of them want to use you
[Diantara mereka hendak memanfaatkanmu]
Some of them want to get used by you
[Diantara mereka hendak dimanfaatkan olehmu]
Some of them want to abuse you
[Diantara mereka hendak menyalahgunakanmu]
Some of them want to be abused *)
[Diantara mereka hendak disalahgunakan]
Sekali lagi, Rembulan menghela nafas, "Dengan menggunakan diri kita demi praktik buruk apapun, bagaimana kita membiarkannya tumbuh menjadi kebiasaan, sehingga kita takkan pernah bisa melepaskan diri dari, 'Ya! Orang itu harus menelan kepala musuh-musuhnya agar dapat mencuri otak mereka!' Tiada kejahatan yang menguasai kewarasan kita, atau lebih tak dapat disembuhkan, selain mabuk: ia berakar secara bertahap, dan akhirnya, melalui obat dan rasa malu. Kebiasaan mabuk membuat indera mati, orang yang memilihnya, menderita penyakit, dan menjadikan mereka, tak mampu berbisnis, ia memotong benang kehidupan, atau menyebabkan kerentaan, di samping kerusakan yang terjadi pada keluarga dan urusan seorang anak-manusia, dan skandal yang ditimbulkannya, pada dirinya sendiri: lantaran seorang pemabuk itu, sosok karakter yang paling hina dan menjijikkan dalam hidup ini. Ia menghancurkan kemampuan bernalarnya, dan dengan demikian, menunjukkan kedurhakaan kepada Dia Yang Menganugerahkannya.
Sekarang, hal itu membuatku mulai berpikir, 'Perlukah, sekali lagi, Reformasi Radikal?' Wallahu a'lam.”
Kutipan & Rujukan:
- Thomas Bewick, Bewick's Select Fables, Bickers & Sons
- Samuel Croxall, D.D., Fables of Aesop and Others, Simon Probasco
*) "Sweet Dreams" karya Robert Haynes, Gerd Saraf, Mehmet Soenmez, Melanie Thornton, Peter Joyner, Jack Hill, Robert Beavers & Dennis Taylor