[Sesi 4]“’Mbah kung,’ tanya seorang bocil sepulang dari les privat Sejarah, lantaran mata pelajaran Sejarah di sekolah, bakalan ditiadakan, ‘apa mbah kung, mbah putri, bapak, simbok, pakpuh, bupuh, paklik, bulik, ada di Bahtera Nuh? ''Yo mesti wae enggak to le!,' tukas sang kakek rada-rada sebel.'Lha kok, gak pada tenggelam ya mbah?' sanggah sang bocil kepo.""Now, let's move on!" ucap Aloe melanjutkan sesi podcast. "Lantas, adakah sisi baik dari Politik Dinasti? Sejauh ini, aku belum menemukan ada penulis yang memberikan ulasan positif mengenai topik ini.Stephen Hess menulis panjang lebar tentang sejarah politik dinasti di Amrik, mulai dari dinasti Adams, Lee, Livingston, Washburn, Muhlenberg, Roosevelt, Harrison, Breckinridge, Byard, Taft, Frelinghuysen, Tucker, Stockton, Long, Lodge, dan Kennedy.Hess, dengan satire, 'nulis gini, 'Konstitusi [di Amrik maksudnya] sangat spesifik: 'Tiada gelar kebangsawanan yang boleh diberikan oleh Amerika Serikat.' Namun, dalam hampir dua abad sejak kalimat ini ditulis, rakyat Amrik, kendati ada penolakan resmi, telah memilih bangsawan politik. Dari generasi ke generasi mereka telah menyerahkan kepemimpinan pada keluarga-keluarga tertentu. 'People's Dukes,' Stewart Alsop menyebutnya begitu.Namun, para akademisi politik, tak terlalu memperhatikan fenomena ini. Seolah-olah etos tulen—'semua manusia diciptakan sama'—melarang perhatian pada fakta bahwa ada beberapa keluarga yang punya lebih banyak kebolehan atau lebih menarik bagi para pemilih; yang, singkatnya, jauh lebih setara ketimbang orang lain di gerbang awal politik. Sebagaimana yang ditulis oleh John Fischer, salah seorang dari sedikit penulis yang mengabdikan dirinya pada titik buta kesetaraan ini, 'Gagasan bahwa orang-orang yang eksepsional semestinya beroleh perhatian yang eksepsional pula—dan bahwa kemampuan mereka mungkin diturunkan melalui keturunan—dirasa sangat tak demokratis dan gak Amrik banget.'Kemudian pada pertengahan abad ke-20, mendadak, secara mengejutkan, mengguncangkan, pergolakan politik Amerika menampakkan sebagian besar dihuni oleh keluarga-keluarga unik tersebut. Mereka ada di sekitar kita; kita hampir tak bisa menghindarinya—Kennedys, Lodges, Longs, Tafts, Roosevelts. Senat Amerika Serikat sendiri saat ini [US Senate 89th Congress], berisi delapan belas anggota yang punya hubungan dinasti tertentu.Tren ini, mungkin disebabkan oleh pelayanan publik telah menjadi tradisi keluarga, seperti yang telah lama terjadi di Inggris; atau karena politik sedang menampilkan 'a rich man's game' dan dinasti biasanya mampu memainkannya; atau orang Amerika memilih anak laki-lakinya dengan kesan bahwa mereka memilih ayah—atau kakeknya; atau lantarn kita merasa yakin bahwa 'People's Dukes' tak akan turut-serta dalam urusan kasir; atau gara-garanya, ada suatu kemampuan yang dapat diturunkan melalui gen; atau semata karena para pemilih tak-berdaya terhadap dinasti.'Hess juga menceritakan mengapa ia menyarankan penelitiannya, bahwa 'penelitian ini bersifat menarik perhatian, mencatat. Tujuannya untuk pertama kalinya menyatukan panorama dinasti politik Amerika dari masa kolonial hingga saat ini; mengkaji peran mereka dalam membentuk bangsa; dan menceritakan kehidupan sekitar dua ratus individu yang sering kali berperan, biasanya ambisius, terkadang brilian, dan terkadang tak bermoral.'Menurut Hess, sebuah Dinasti ialah 'keluarga mana pun yang punya, setidaknya empat anggota, atas nama yang sama, yang terpilih menduduki jabatan federal.' Kata 'terpilih' hendaknya ditekankan, sebab para elit ini, tak ada yang melalui 'hak ilahi' atau nepotisme. Ia telah dipilih secara bebas. Lebih lanjut, Hess mengatakan bahwa 'Dinasti politik Amerika merupakan sesuatu yang nafta, berubah-ubah. Ada yang bakal mati. Ada yang bakal lahir.' Dinasti-dinasti tersebut, tajir, tak jarang yang punya cuan dan harta berlimpah. Terlebih lagi, lantaran angka kelahiran yang tinggi merupakan ciri khas dinasti, uang mereka cenderung dihamburkan melalui penyebaran.Ya, emang bener sih bahwa keluarga-keluarga elit politik Amerika, berhasil pula melahirkan penyair, novelis, ilmuwan, penemu, pendeta, pendidik, dan pedagang. Walau keluarga Roosevelt sekarang dikenal karena bakat-bakat lainnya, mereka dengan bangga dapat menunjuk pada penemu organ listrik, inovator kapal uap awal, pionir konservasionis, filantropis New York, ekonom radikal, dan koneksi dengan Mother Seton. Empat dinasti lainnya juga mengklaim sebagai tokoh agama penting, namun dinasti-dinasti tersebut tak luput dari penyakit-jiwa, bunuh-diri, kecanduan minuman-keras, keterbelakangan mental, kemunduran finansial, penggelapan, dan skandal seksual.Yang paling mengejutkan adalah tingginya mobilitas dinasti-dinasti tersebut. Sebab keluarga-keluarga ini berkecukupan dan punya koneksi yang baik, dapat diasumsikan bahwa 'the sons' akan memilih tetap tinggal di rumah mereka yang terpelihara dengan baik. Namun padang rumput yang lebih hijau, tak hanya menarik bagi mereka yang rumputnya terbakar habis. Boleh jadi, mencerminkan nafsu berkelana di negaranya, dinasti politik merupakan kelompok yang tak banyak bergerak.Hess kemudian mengatakan, ada ciri-ciri tertentu yang umumnya ditemukan pada semua politisi—apa pun profesi 'bapaknya'—misalnya, ambisi, suka berteman, energik, sering kali daya tarik fisik, dan keuletan. Mengingat 'kepribadian politik', seseorang mungkin tertarik pada kehidupan publik dan publik mungkin tertarik padanya. Bisakah sifat seperti ini, diwariskan? Akankah suatu kepribadian politik, melalui gen dan kromosom, menghasilkan kepribadian politik yang lain? Penulisnya bukanlah ahli genetika atau ahli biologi dan teka-teki tentang pengasuhan alam sangatlah kompleks. Namun penelitian terbaru sepakat bahwa, kendati ciri-ciri kepribadian tak diwariskan secara absolut, potensi-potensi tertentu diwariskan. 'Warisan biologis,' tulis Profesor Kluck-hohn dan Murray, 'menyediakan hal-hal yang membentuk kepribadian dan, sebagaimana diwujudkan dalam fisik pada titik waktu tertentu, menentukan tren dan menetapkan pembatasan variasinya.' Oleh karenanya, sebuah dinasti mungkin dimulai dengan kecenderungan yang diwariskan, dan pada titik inilah, lingkungan ikut berperan. Banyak dinasti yang didirikan, atau sangat diperkuat, oleh satu kepribadian yang dominan.Di era ketika negara menghasilkan lebih banyak pemimpin yang punya keunggulan sosial, ekonomi, dan politik yang diwariskan, kata Hess, dibandingkan masa-masa sebelumnya sejak Revolusi Amerika, pertanyaan tentang kepemimpinan kelas dalam demokrasi patut dicermati dengan saksama. 'Sejarah,' kata E. EMgby Baltzell kepada kita, 'merupakan kuburan kelas-kelas yang lebih memilih hak istimewa kasta daripada kepemimpinan.' Di negara-negara dimana aristokrasi yang membusuk masih tetap memegang kendali pemerintahan, hal ini dapat menimbulkan masalah yang serius. Namun hal ini bukanlah kebiasaan orang Amerika. Alih-alih mencemari aliran darah politik, para pewaris dinasti politik yang dulunya kuat dan sadar kasta, telah terbukti tak berbahaya dan agak menyedihkan. Satu abad setelah seorang bijak dan sederhana terpilih sebagai Presiden, salah seorang keturunan lelaki terakhir Abraham Lincoln berkata dengan nada meremehkan, 'Aku tak pernah mengambil bagian dalam politik. Tak satu pun dari keluarga ini yang melakukannya.'Lebih dari setengah abad yang lalu, presiden Harvard, Charles W. Eliot, menulis, 'Jika masyarakat secara keseluruhan ingin memperoleh keuntungan melalui mobilitas dan keterbukaan struktur, maka mereka yang bangkit hendaklah tetap bertahan dalam generasi-generasi berikutnya, sehingga lapisan masyarakat yang lebih tinggi dapat terus-menerus dapat diperbesat….” Kendati ia merasa bahwa keluargalah, bukan individu, yang merupakan unit sosial yang penting, ia tak mengkhotbahkan doktrin eksklusivitas. Ia bukanlah orang yang sombong dan bukan seorang Brahmana yang apologis. Sebaliknya masyarakat idealnya membayangkan semua keluarga sebagai 'awal yang bebas', dengan aristokrasi yang berubah-ubah, yang memberikan ruang bagi 'bakat-bakat baru.'Ada yang menarik dari esai R. D. Laing tentang Keluarga, sebelum beralih ke Politik Keluarga. Ia menulis, 'Kita berbicara tentang keluarga seolah-olah kita semua tahu apa itu keluarga. Kita mengidentifikasi, sebagai keluarga, jaringan orang-orang yang hidup bersama selama jangka waktu tertentu, yang punya saling keterikatan perkawinan dan kekerabatan. Semakin banyak seseorang mempelajari dinamika keluarga, semakin tak jelas pula, bagaimana dinamika keluarga dibandingkan dan dikontraskan dengan dinamika kelompok lain yang tak disebut keluarga, apalagi perbedaan dalam keluarga itu sendiri. Seperti halnya dinamika, demikian pula dengan struktur (pola, lebih stabil dan bertahan lama dibandingkan yang lain): sekali lagi, perbandingan dan generalisasi hendaknya bersifat tentatif.Dinamika dan struktur yang terdapat pada kelompok yang disebut keluarga dalam masyarakat kita, mungkin tak terlihat pada kelompok yang disebut keluarga di tempat dan waktu lain. Relevansi dinamika dan struktur keluarga dengan pembentukan kepribadian, tak mungkin konstan dalam masyarakat yang berbeda, atau bahkan dalam masyarakat kita.[...] Apa fungsi 'keluarga' dalam hubungan anggota keluarga? 'Keluarga', keluarga sebagai sebuah struktur fantasi, mencakup jenis hubungan antara anggota keluarga dengan tatanan yang berbeda dari hubungan mereka yang tak saling berbagi di dalam 'keluarga' itu.'Keluarga' bukanlah sebuah objek yang diintrojeksi, melainkan serangkaian relasi yang diintrojeksi.'Keluarga', sebagai suatu sistem internal yang ada di dalam diri seseorang, mungkin tak dapat dibedakan dengan jelas dari sistem-sistem serupa lainnya, yang semata dapat diberikan dengan nama-nama yang tak memadai seperti 'rahim', 'payudara', 'tubuh ibu', dan seterusnya. . Hal ini dapat dirasakan sebagai hidup, sekarat atau mati, binatang, mesin, seringkali merupakan wadah pelindung atau perusak manusia seperti gambar rumah berwajah yang digambar anak-anak. Sekumpulan elemen inilah, dengan partisi di mana diri berada, yang didalamnya, bersama dengan orang lain yang memilikinya.Keluarga dapat dibayangkan sebagai sebuah jaring, bunga, makam, penjara, kastil. Diri mungkin lebih menyadari gambaran keluarga dibandingkan keluarga itu sendiri, dan memetakan gambaran tersebut ke dalam keluarga.Ruang dan waktu 'keluarga' mirip dengan ruang dan waktu mistis, karena ia cenderung tersusun melingkari suatu pusat dan berjalan dalam siklus yang berulang. Siapa, apa, di mana pusat keluarga?[...] Keadaan yang paling umum, yang kutemui dalam keluarga ialah ketika apa yang menurutku sedang terjadi hampir tiada kemiripan dengan apa yang dialami atau dipikirkan oleh siapa pun dalam keluarga, terlepas dari sesuaikah hal itu dengan akal-sehat atau tidak.Mungkin tiada yang tahu apa yang sedang terjadi. Namun, ada satu hal yang sering kali jelas bagi orang luar: ada penolakan keluarga mengetahui apa yang sedang terjadi, dan ada strategi rumit yang membuat semua orang tak tahu apa-apa, dan mereka tak tahu apa-apa.Kita akan mengetahui lebih banyak tentang apa yang sedang terjadi jika kita tak diperbolehkan melakukannya, dan tak diperbolehkan menyadari bahwa kita tak diperbolehkan melakukannya.Di antara kebenaran dan kebohongan, terdapat gambaran dan gagasan yang kita bayangkan dan anggap nyata, yang melumpuhkan imajinasi dan pemikiran kita dalam upaya melestarikannya.[...] Salah satu cara agar membuat seseorang melakukan apa yang diinginkannya adalah dengan memberi perintah. Agar membuat seseorang menjadi apa yang diinginkannya, atau mengira ia memang seperti itu, atau apa yang ditakutinya (entah ini yang diinginkannya atau tidak), yakni membuatnya mewujudkan proyeksinya, merupakan soal lain.[..] Apa yang kita tunjukkan, sebenarnya merupakan sebuah instruksi bagi sebuah drama: sebuah skenario.'""Okeh, aku rasa cukup untuk sesi kali ini. Topik ini akan kita lanjut pada sesi berikutnya, bi 'idznillah."Aloe hendak lanjut ke sesi selanjutnya, namun sebelumnya, ia melantunkan tembangnya Broery Marantika dan Dewi Yull,Bukankah ini ku tanyakan padamu oh kasih?Takkan kecewakah kau pada diriku?Takkan menyesalkah kau hidup denganku nanti? **)
[Sesi 2]