"Pohon Fir—tumbuhan konifer atau runjung, berwujud mirip pohon pinus dan dapat meninggi hingga 60 m—koar-koar di hadapan semak beronak, 'Ellu, kagak ada gunanyah, liyat nih gue, dimana-mana bakalan dipake buat bahan konstruksi.' 'Iya deeh, gue ngalah!' tanggap semak beronak, 'taapiii, sebelum di pake buat bahan bangunan, loe pan kudu di tebang dulu qallee. Coba deh loe mikir, boleh jadi, loe bakalan pingin jadi semak duri ajjah kek gue,' Aloe berkelakar saat jumpa dengan Wulandari, sebelum podcast malam sang Rembulan dimulai.
"Hai, hellow, and welcome back to my channel!" Wulandari kemudian memulai podcastnya, dan tentu, usai menyapa dengan Basmalah dan Salam. “Sebenernya sih, aku hendak mengundang Kekti [kaktus], namun ia berhalangan hadir, dan qadarullah, aku bertemu dengan Aloe [dibaca A-low], yang masih kerabat Kekti, mereka dari keluarga Kaktus dan Sukulen. Nah, sebelum ngobrol 'dikit dengan Aloe, mari kita berkenalan dengan keluarga Kaktus dan Sukulen."
Sambil membetulkan letak headphonenya—eh kebayang gak, seperti apa sang Rembulan saat memakai headphone—Wulandari meneruskan, "Sulit, bahkan tak mungkin, membayangkan kelompok tanaman mana pun yang punya keserbagunaan, yang sebanding dengan Kaktus dan Sukulen. Kelompok tanaman apa lagi yang amat banyak, bercorak menarik dan berbunga mekar semarak, namun tetap bersifat carefree, tangguh, dan hampir tak pernah merasa dahaga? Dari tanaman hias berbentuk mencolok laksana barel berputar yang berduri tajam hingga yang tampak bagai bunga Ros bergerombol menyelimuti permukaan tanah dan merambat, sukulen-kaktus dan kerabatnya yang 'kenyal bak empal', serta menyimpan air di dalam sariranya—dapat dengan mudah masuk ke hampir semua lingkungan taman. Dan banyak kaktus yang punya 'added plus' lantaran mudah beradaptasi dengan keadaan tanaman dalam ruangan.
'Survival of the fittest'-nya Darwin, tak ditunjukkan dengan lebih akurat selain melalui perubahan-perubahan yang terjadi di aras sukulen. Seiring dengan evolusi bumi, surutnya sungai dan lautan, menyebabkan sebagian besar kehidupan flora, melemah dan pada akhirnya, mati. Namun ada beberapa yang selamat. Senyampang, mereka berhasil bertahan hidup di lahan mengering terlantar, beradaptasi dan melindungi diri dengan cara yang amat cerdik.
Sudah sepantasnya, setiap obrolan tentang Sukulen, dimulai dengan keluarga Kaktus, tak semata lantaran ia salah satu yang terbesar dan paling ternama, namun karena ia menggambarkan evolusi seluruh tanaman Sukulen dengan cara yang sangat mencengangkan.
Jika bukan karena peristiwa yang gharib, kita mungkin takkan pernah tahu bagaimana sukulen berevolusi dari rimba Eosen hingga cara hidup mereka saat ini. Gurun, tak seperti rawa atau danau, tak terlalu mendukung pelestarian fosil tumbuhan. Maka tak mengherankan jika cikal-bakal Sukulen purba, menghilang tanpa jejak jutaan tahun yang lalu. Akan tetapi, seolah mengimbangi kurangnya bukti fosil, alam telah memberi kita sesuatu yang jauh lebih menarik. Dalam keluarga Kaktus saat ini, terdapat serangkaian bentuk kehidupan yang sangat lengkap, yang menggambarkan langkah demi langkah bagaimana kelompok tumbuhan ini, berevolusi dari tetumbuhan jenggala berdaun primitif, menjadi tetumbuhan penghuni gurun yang amat istimewa.
Keluarga Kaktus tak jelas saling berkerabat, kendati ada yang berpendapat bahwa mereka punya hubungan kekerabatan dengan para portulaca, mesembryanthemum, myrtles, atau bahkan mawar. Berisi lebih dari dua ribu spesies, hampir semuanya sukulen batang penuh. Meski sangat berbeda dalam bentuk, ukuran, dan habitat, seluruh anggotanya dapat dikenali dari lima ciri umum. Pertama-tama, seluruh Kekti berstruktur unik bagai bantalan pada batang dan cabangnya yang disebut areole [e'-re-ol]. Tiap areola punya dua titik tumbuh, atau kuncup, yang di bagian bawahnya biasa menghasilkan duri dan yang bagian atasnya, menghasilkan cabang atau bunga baru. Kedua, Kekti bersifat abadi: maknanya, memerlukan lebih dari satu musim agar tumbuh dewasa, dan tak mati usai berbunga. Ketiga, bunga kekti biasanya berbentuk roda atau cerobong dengan jumlah sepal [separatus petalum] dan kelopak yang tak terbatas, dan putik atau buah selalu terbentuk di bawah bunga. Keempat, buah kaktus merupakan buah beri bersel satu yang bijinya tersebar begitu saja. Kelima, semua kekti termasuk dalam kelas tumbuhan berbunga yang disebut dicotyledons [dai-kot'-i-li'-den]. Benih-benihnya selalu menghasilkan dua daun embrio, atau kotiledon, saat berkecambah. Tanaman apa pun yang memiliki semua ciri-ciri ini adalah kaktus. Jika ia kekurangan meski satu saja, maka itu sesuatu yang lain.
Lantas, dari mana datangnya Kekti? Keluarga Kaktus semata berasal dari benua Amerika, mulai dari Lingkaran Arktik hingga Patagonia. Namun rumah aslinya terletak di suatu tempat di tengah hamparan luas, di wilayah Barat Daya Amerika dan Meksiko Utara. Di sini, Kekti merupakan ciri yang mengagumkan dari gurun besar dan tanah terlantar di California, Arizona, New Mexico, Texas, dan Sonora. Kala kita bergerak ke Selatan, jumlah dan variasi Kekti menurun, hingga di Amerika Tengah tropis dan Karibia, spesies gurun digantikan oleh Kekti penghuni pohon. Di bawah daerah tropis, di Amerika Selatan, jumlah spesies gurun meningkat lagi di Brasil, Bolivia, Paraguay, Uruguay, dan Argentina, namun tak pernah dalam variasi yang membingungkan seperti di Meksiko dan wilayah Barat Daya. Di seberang Andes, gurun Chili dan Peru menawarkan populasi kaktus yang besar dan tak biasa.
Kekti tak dikenal di Eropa sebelum ditemukannya Amerika. Tatkala penjelajah awal Spanyol dan Portugis mendarat di Dunia Baru itu, mereka takjub menemukan tanaman aneh ini, sebab tanaman ini tak semata merupakan fitur mempesona dari lanskap tersebut, namun pula dibudidayakan oleh penduduk asli sebagai makanan, kayu, obat-obatan, dan minuman.
Tak mengherankan bila mereka membawa tanaman ini, khususnya Prickly Pears [Opuntia] yang bisa dimakan, pertama-tama ke Kepulauan Canaries, Azores, dan Madeira; lalu Portugal, Spanyol, dan seluruh Mediterania. Dari sana, Prickly Pears menyebar ke Mesir, India, dan wilayah lain di Asia Selatan, menjadi makanan berguna di banyak wilayah, menjadi hama yang gawat di beberapa wilayah, dan menimbulkan kekepoan yang ajib di wilayah lain.
Kaktus pertama yang mencapai Eropa pastilah terlihat seperti tanaman dari dunia lain. Tanggal kemunculannya tak diketahui, walau penjelajah Coronado menyebutkannya dalam catatan tentang Dunia Baru pada tahun 1540. Linnaeus pada tahun 1753 kemudian mencantumkan dua belas tanaman ini di Spesies Plantarumnya, ia mengelompokkan semuanya dengan nama Cactus, berasal dari bahasa Yunani kaktos, yang merupakan nama kuno bagi Lhistle atau cardoon yang berduri. Oleh karenanya, kerabat tetumbuhan ini disebut Cactaceae (kek-tei'-si-i), bila hanya satu disebut Cactus (kek'-tes), bila lebih dari satu disebut cacti (kek'-tay), ketimbang Kektes. [Kini, satu atau banyak disebut Cactee atau Kekti bila memakai sebutan lidah kita].
Dan bagaimana dengan sukulen? Sukulen tak termasuk dalam famili tumbuhan mana pun. Namanya diambil dari bahasa Latin succulentus, yang maknanya berair atau berdaging, lantaran semuanya merupakan tanaman tahan kering, yang secara khusus beradaptasi menyerap dan menyimpan air dalam jumlah besar di daun, batang, atau cabangnya yang tebal.
Ada satu atau lebih spesies sukulen di hampir tiga puluh kerabat tumbuhan. Walaupun kaktus mungkin merupakan keluarga sukulen yang paling masyhur, penting diingat bahwa semua sukulen bukanlah kaktus. Tanaman sukulen terdapat pada famili Lily dan Amaryllis, famili Geranium marga Daisy dan Milkweed. Banyak tanaman umum di rumah kita—bahkan di rumah dan kebun punya hubungan kerabat sukulen yang membuat kepo di seluruh dunia. Namun kisah sukulen tak diceritakan dengan batasan yang sederhana.
Kisah sukulen dimulai hampir dari lima puluh juta tahun yang lalu pada era yang disebut zaman Eosen, sepertinya jauh lebih lama dari zaman Kolobendu. Sebuah jalur air besar membentang dari Teluk Meksiko hingga Arktik. Mediterania terletak jauh di Asia. Seratus lautan tanpa nama menutupi gurun dan pegunungan kita yang luas. Di sepanjang pantainya terdapat jenggala luas yang dipenuhi dengan flora dan fauna modern. Di mana-mana iklimnya subtropis, lembab, dan berlimpah. Hidup itu, dulunya mudah.
Lalu, lambat laun bumi mulai berubah. Lautan purba perlahan-lahan menyusut, memperlihatkan daratan baru yang luas. Getaran yang dalam mengguncang ladang dan hutan, mendorong penghalang gunung yang besar: Pegunungan Rocky, Sierra Nevada, Cascades—Pegunungan Alpen, Carpathians, dan Pyrenees. Seratus gunung berapi membentuk Andes. Dunia baru mulai terbentuk, dunia yang berbeda, dunia modern yang kini kita kenal.
Seiring dengan berubahnya permukaan bumi, iklim pun turut berubah. Kehangatan dan hujan sepanjang tahun di rimba Eosen berangsur-angsur menghilang. Sebagai gantinya, musim dan zona iklim yang ditandai dengan jelas, berkembang. Sekarang ada musim semi dan musim panas, musim gugur dan musim dingin. Ada Arktik dan Antartika, daerah Tropis dan Zona beriklim sedang. Dulunya, hanya ada hutan beruap tak berujung di sebagian besar dunia, kini terdapat pegunungan yang tinggi, dataran yang subur, dan gurun yang tak berujung.
Tatkala gunung-gunung menjulang tinggi di banyak wilayah dunia, gunung-gunung tersebut perlahan-lahan memotong aliran udara yang mengandung uap air yang masuk dari pantai-pantai. Dan di saat awan hujan tak bisa lagi melintasi penghalang gunung, daratan di luar jangkauan terbakar di siang hari dan membeku di malam hari. Sedikit hujan yang mereka dapatkan berasal dari angin yang datang dari rute lain, atau dalam waktu singkat hujan petir di musim panas, yang terbentuk dari udara panas, yang naik dari dasar gurun.
Pada saat ini pula, terbentuklah sabuk permanen bertekanan atmosfer tinggi yang memanjang sekitar tiga puluh atau tiga puluh lima derajat di setiap sisi khatulistiwa. Di sabuk ini, angin yang tak menentu dan sering mereda, mencegah banyak hujan terbentuk atau turun. Dan dari kurangnya curah hujan inilah, dunia gurun berkembang—sebuah dunia yang sangat istimewa, dengan geografi dan iklimnya sendiri, flora dan faunanya sendiri, ritme dan cara hidupnya sendiri. Dengan cara ini, terbentuklah Cekungan Besar Amerika Utara; gurun di Meksiko, Peru, Chili, dan Argentina; daerah pedalaman yang luas di Asia dan Afrika. Berangsur-angsur, sebagian besar dunia Eosen menjadi gurun.
Ketika angin dan air mengikis gunung-gunung yang menjulang tinggi, lembah-lembah di bawahnya dipenuhi tanah dan batu. Gurun membentang dari dataran tinggi pegunungan hingga dataran berpasir.
Saat angin bertiup kencang, pasir yang bergerak mengukir bentuk-bentuk fantastis di bebatuan atau menumpuk tinggi di bukit pasir yang berbukit-bukit. Saat kadang-kadang turun hujan, airnya melarutkan bumi yang kaya mineral, meninggalkan danau garam nan luas.
Lalu, sungai-sungai baru yang mengalir melewati gurun, memasuki lahan kering tepat ketika sungai tersebut terangkat dari dasar sungai purba. Dipenuhi dengan pasir dan batu, aliran deras yang kencang membelah bumi, membentuk ngarai-ngarai yang dalam, karena tiadanya hujan di sini, yang bisa membasahi celah-celah tersebut—memperlebarnya hingga menjadi lembah-lembah sungai yang luas. Tebing ngarai yang terjal, danau garam yang luas, bukit pasir, kaktus—kekeringan menyebabkan semuanya terjadi.
Sebelum kekeringan datang, ladang dan hutan Eosen dipenuhi tanaman—tanaman yang sangat modern, lengkap dengan akar, batang, daun, bunga, dan biji. Semuanya berasal dari banyak keluarga yang berbeda, cikal-bakal bunga lili dan ek, labu, dan palem. Di iklim yang hangat dan lembab, mereka merajalela.
Lalu datanglah perubahan. Hal ini tak terjadi dalam satu hari atau satu tahun: terjadi secara bertahap. Ada yang bilang butuh waktu dua puluh juta tahun. Pada awalnya, kehangatan sepanjang tahun dan hujan hanya terhenti sebentar. Tumbuhan di ladang dan hutan mengambil-alih, sama seperti yang terjadi di kebun kita saat ini. Pertumbuhannya melambat, ranting-rantingnya agak layu, beberapa daun layu dan gugur. Tak lama kemudian, 'masa buruk' itu berakhir dan tanaman-tanaman itu tumbuh kembali dengan kekuatan yang sama seperti sebelumnya. Namun ketika air mulai surut di danau-danau dan laut-laut purba, kala bukit-bukit yang menanjak menjadi hamparan luas, yang menghalangi kelembapan dari pantai—tanaman-tanaman yang semakin menyusut, berjuang mati-matian bertahan hidup, berusaha menjalani kekeringan selama beberapa minggu, lalu beberapa bulan, lalu satu tahun. Sebelum hujan turun lagi, sebagian besar dari mereka mati. Cuma sedikit yang selamat. Dengan sebuah mukjizat, mereka mengimbangi laju kekeringan, merubah diri mereka sendiri tanpa henti, meratap dengan sabar, dan pada akhirnya, mewarisi tanah terlantar di dunia.
Secara kelompok, tumbuhan ini disebut xerophytes (ze'-ro-faits), dari kata Yunani yang berarti 'tanaman kering'. Tak semata mencakup penghuni gurun yang beradaptasi dengan rasa ingin tahu seperti yucca, ocotillo, palo verde, mesquite, dan sagebrush; melainkan pula kelompok tanaman ajib yang kita sebut Sukulen.
Sukulen ditemukan hampir dimana saja di dunia saat ini, dimana tanaman mengalami kesulitan mendapatkan dan menyimpan air. Secara spesifik ada empat wilayah geografis yang menjadi habitat alami sukulen. Yakni antara lain gurun, pegunungan alpen, hutan, dan garis pantai. Liliaceae—keluarga besar Lily, yang telah memberi kita begitu banyak tanaman berharga, mulai dari bawang bombay dan asparagus hingga tulip dan lili, juga seharusnya memberi kita kelompok sukulen yang menakjubkan. Terdiri dari tiga genera populer, semuanya sukulen daun dan semuanya asli Afrika: Aloe, Gasteria, dan Haworthia. Next time, aku berencana mengundang salah satu genus Howarthia di podcastku, Howarthia Retusa, Insya Allah.
Sekarang mari kita bicara tentang Genus Aloe. Tentu saja sukulen terpenting dalam keluarga Lily ditemukan dalam genus Aloe, yang sebagian besar berasal dari Afrika Selatan. Semua Aloe merupakan sukulen daun: daunnya yang tebal, berdaging, dan runcing tersusun secara spiral membentuk roset [berbentuk seperti mawar] pendek—dengan atau tanpa batang. Hal ini menyebabkan ada orang salah mengartikannya dengan agave Amerika, atau Century Plants. Meskipun ada kemiripan yang dangkal, agave termasuk dalam keluarga Amaryllis, serta berdaun keras dan berserat, yang sangat berbeda dari daun Aloe, yang lembut dan berdaging. Ini hanyalah contoh lain dari perkembangan paralel, karena Aloe di belahan bumi Timur sama dengan Agave di belahan bumi Barat.
Spesies yang paling dikenal luas adalah Aloe vera, atau 'Aloe tulen'. Disebut demikian karena dibudidayakan sebagai sumber standar berbagai keperluan farmasi. Konon, kata 'Aloe' berasal dari Bahasa Arab 'Alawwah' yang bermakna 'zat yang pahit dan mengkilat.' Selama bertahun-tahun, tanaman ini telah dikenal dengan sejumlah nama seperti 'tongkat surga', 'berkah surga' dan 'penyembuh diam'. Di Jepang, tetumbuhan ini dikenal sebagai tanaman 'layanan sepanjang hari' dan 'menjauhkan dokter'. Ia berperan tradisional yang luas dalam sistem pengobatan asli seperti di India: Ayurveda, siddha, Unani dan homoeopati. Beragam nama daerah bagi Aloe vera adalah: Sibr (Arab dan Persia), Ailwa (Urdu), Ghritra Kumari (Sansekerta), Lu Hui (China), Rokai (Jepang), dan lain-lain.
Every Aloe vera has a story. Di Indonesia, Aloe vera disebut 'Lidah Buaya'. Entah mengapa disitir begitu, bukankah buaya sejati hampir tak bisa menjulurkan lidahnya lantaran adanya membran di mulutnya, yang menahan lidahnya? Lidah sang buaya tergeletak rapi di otot rahangnya, yang nyaris tak bisa digerakkan, iya kan? Atau boleh jadi, Aloe vera punya daun berduri yang bentuknya mirip ekor buaya, who knows?
Aloe punya banyak cerita yang menunjukkan bahwa Ratu Mesir Nefertiti (1353 SM) diiklankan sebagai 'wanita tercantik yang pernah hidup' dan Ratu Cleopatra VII (69-30 SM) menggunakannya sebagai bagian dari perawatan kecantikan dan pengobatan rutinnya.
Konon, Alexander Agung pada tahun 333 SM dibujuk oleh mentornya Aristoteles agar merebut Pulau Socotra di Samudera Hindia demi mendapatkan pasokan Aloe yang terkenal, yang diperlukan untuk merawat tentaranya yang terluka. Peradaban Lembah Nil kuno Kemet ('Negeri orang kulit hitam' yang sekarang disebut Mesir kuno) menggunakan Aloe guna perawatan medis, perawatan kecantikan, dan pembalseman.
Raja Solomon (971-931 SM) sangat menghargai khasiat obat dari tanaman ini, ia bahkan menanam Aloe vera-nya sendiri. Aloe Vera telah menyebar ke Persia dan India pada tahun 600 SM oleh para pedagang Arab. Orang-orang Arab menyebut Aloe sebagai 'Lily Gurun' karena kegunaan internal dan eksternalnya. Mereka menemukan cara memisahkan gel bagian dalam dan getah dari kulit bagian luar. Dengan bertelanjang kaki, mereka meremukkan daun-daun tersebut lalu memasukkan ampasnya ke dalam kantong kulit kambing. Kantong-kantong tersebut kemudian dijemur hingga kering dan Aloe pun menjadi bubuk.
Penggunaan Aloe vera terhadap pengobatan telah disebutkan lebih dari 4000 tahun silam dalam koleksi tablet tanah liat Sumeria bertanggal 2100 SM. Aloe juga disebutkan sebagai obat pencahar dalam Papirus Mesir Ebers dari tahun 1552 SM. Aloe telah lama digunakan sebagai pengobatan pencahar yang kuat bagi sembelit kronis, dan masih terdaftar sebagai obat pencahar di banyak farmakope.
Aloe disebut-sebut punya aksi aliteratif, tonik, peremajaan, pencahar dan kerentanan dalam Ayurveda. Aloe diyakini pula mengencangkan ketiga konstitusi Ayurveda, Vatta, Pitta, dan Kapha. Ia digunakan dalam pengobatan tradisional India untuk sembelit, sakit perut, penyakit kulit, serangan cacing dan infeksi. Lidah buaya digunakan secara internal sebagai pencahar, antihelmintik, pengobatan wasir, dan stimulan rahim (pengatur menstruasi). Ia digunakan secara topikal, seringkali dikombinasikan dengan akar manis, guna mengobati eksim atau psoriasis.
Orang-orang China menggunakan kulit Aloe dan lapisan dalam daunnya sebagai obat flu dan pahit untuk mengatasi sembelit akibat penumpukan panas (api). Para ahli herbal Tiongkok menyadari potensi lidah buaya sebagai obat pencahar; mereka menggunakan Aloe untuk mengusir cacingan, meringankan sembelit dan menormalkan buang air besar. Sistem Pengobatan Mesir - Papirus Mesir Kuno dan Mesopotamia menggambarkan Aloe berguna dalam menyembuhkan infeksi, mengobati masalah kulit dan sebagai pencahar. Dalam pengobatan Arab, gel segarnya dioleskan ke dahi sebagai obat sakit kepala atau dioleskan ke tubuh untuk mendinginkan tubuh jika demam, pula digunakan menyembuhkan luka, menyembuhkan konjungtivitis, dan sebagai desinfektan dan pencahar.
Tanaman Aloe vera dijelaskan secara rinci dalam Herbal Yunani Dioscorides, dan penggunaannya digalakkan bagi pengobatan luka, rambut rontok, bisul kelamin dan wasir. Gel Aloe vera telah digunakan untuk banyak tujuan sejak zaman Romawi atau bahkan jauh sebelumnya. Aloe digunakan oleh Hippocrates dan dokter Arab, dan dibawa ke Belahan Barat oleh penjelajah Spanyol guna mengobati tentara yang terluka.
Tetumbuhan Aloe dapat bertahan lebih dari 7 tahun tanpa air. Ia mengambil air yang dibutuhkannya guna bertahan hidup dan tumbuh dari embun yang terkumpul di permukaan daunnya. Aloe vera mungkin berasal dari Afrika Utara dan diyakini berasal dari Sudan. Selanjutnya diperkenalkan di kawasan Mediterania dan kawasan hangat lainnya di dunia. Spesies ini diperkenalkan ke negeri China dan berbagai belahan Eropa Selatan pada abad ke-17. Banyak ditemukan di daerah beriklim sedang dan tropis di Australia, Barbados, Belize, Nigeria, Paraguay dan Amerika Serikat.
Tanaman ini ditemukan pula di India, Meksiko, negara-negara Lingkar Pasifik, Amerika Selatan, Amerika Tengah, Karibia, Australia dan Afrika. Ia telah dibudidayakan secara luas di seluruh dunia.
Aduhai, aku telah panjang dan lebar bicara tentang Kaktus dan Sukulen, hingga aku hampir melupakan Aloe sebagai tamu podcastku. Okey, seperti yang telah kusebutkan, 'every aloe vera has a story,' so, di sesi berikut ini, mari kita dengarkan apa yang bakal Aloe ceritakan pada kita, bi 'idznillah."
Sembari menunggu sesi selanjutnya, Wulandari bersenandung pendek,
Mari bicara tentang
harga-diri yang tak ada arti
Atau tentang
tanggungjawab yang kini dianggap sepi *)