Sabtu, 02 November 2024

Konsep Tawakal (2)

Melati menjawab, "Tawakal dan Tauhid merupakan konsep dasar dalam Islam, tetapi keduanya punya tujuan yang berbeda dan mewujudkan aspek yang berbeda dari keimanan seorang Muslim. Memahami perbedaan keduanya sangat penting guna memahami pandangan dunia Islam yang lebih luas.
Tauhid mengacu pada keesaan dan keunikan Allah. Keyakinan ini mendasar dalam Islam yang menegaskan bahwa tiada Tuhan selain Allah, yang menekankan keesaan-Nya dalam esensi, atribut, dan ibadah. Tauhid merupakan inti dari keimanan seorang Muslim dan sering dipandang sebagai aspek terpenting dari teologi Islam. Tauhid mencakup tiga kategori: Tauhid al-Rububiyyah (Mengesakan Tuhan); Tauhid al-Uluhiyyah (Mengesakan Allah dalam beribadah); Tauhid al-Asma wa-Sifat (Keesaan dalam Nama-nama dan Sifat atau Atribut Allah).
Sebaliknya, tawakal bermakna berserah-diri sepenuhnya kepada Allah setelah berusaha mencapai tujuan. Tawakkal menandakan sikap orang beriman yang berserah diri kepada kehendak Allah sambil secara aktif melaksanakan tanggungjawabnya. Tawakkal menekankan keseimbangan antara usaha manusia dan kendali Ilahi atas hasilnya.
Tujuan utama tauhid ialah membangun pemahaman yang jelas tentang monoteisme, yang merupakan hakikat keimanan Islam. Tauhid berfungsi sebagai dasar bagi segala tindakan ibadah dan perilaku etis dalam Islam. Beriman pada tauhid membentuk seluruh praktik keagamaan seorang Muslim, membimbing mereka menyembah Allah semata dan menolak segala bentuk politeisme (syirik).
Tawakal memberi manfaat psikologis dan spiritual dengan mendorong orang beriman agar tetap beriman kepada hikmah Allah saat menghadapi tantangan hidup. Tawakal menumbuhkan ketahanan, ketenangan pikiran, dan kestabilan emosi selama menghadapi cobaan, sehingga memungkinkan individu bertindak tegas sambil mengandalkan Allah untuk hasilnya.
Meskipun tauhid sendiri tak secara langsung melibatkan usaha manusia, tauhid mengharuskan umat Islam melakukan ibadah dengan tulus yang ditujukan kepada Allah semata. Pengakuan tauhid mengharuskan umat beriman agar bertindak sesuai dengan ajaran Islam, yang meliputi melaksanakan shalat, bersedekah, dan ibadah-ibadah lainnya.
Tawakal secara eksplisit melibatkan usaha manusia yang dipadukan dengan keyakinan kepada Allah. Tawakal mengajarkan bahwa meskipun individu hendaklah berusaha keras mencapai tujuannya—baik melalui pekerjaan, pendidikan, atau pengembangan pribadi—pada akhirnya mereka seyogyanya menyerahkan hasilnya ke tangan Allah. Dualitas ini menyoroti bahwa baik tindakan maupun ketergantungan pada kehendak Ilahi merupakan bagian integral dari kehidupan seorang mukmin.
Tauhid berakar kuat dalam teologi Islam sebab menentukan hakikat Tuhan dan menetapkan parameterr dalam beribadah. Tauhid membentuk pemahaman seorang Muslim tentang hubungan mereka dengan Allah dan menggarisbawahi pentingnya monoteisme sebagai aspek keimanan yang tak dapat dinegosiasikan.
Tawakal mencerminkan pemahaman orang beriman akan Kemahakuasaan dan Kemurahan-hati Allah. Tawakal menekankan bahwa meskipun manusia berhak untuk bertindak, mereka hendaknya menyadari bahwa kendali utama berada di tangan Allah. Pemahaman ini menumbuhkan kerendahan hati dan rasa syukur di antara orang beriman."

"Mengapa penetapan Baitulmaqdis kepada Bani Israil dicabut kembali oleh Allah? Apakah mereka kurang tawakal?" tanya Anturium.
Asoka menjawab, "Penunjukan Baitulmaqdis untuk Bani Israel dibatalkan karena beberapa faktor yang terkait dengan ketidakpatuhan, pelanggaran moral dan spiritual, serta pelanggaran perjanjian. Perspektif ini berasal dari ayat-ayat dalam Al-Qur'an dan komentar dari para ulama, yang sering merujuk pada contoh-contoh dalam sejarah Bani Israel yang mencerminkan tema-tema ini.
Al-Qur'an menuturkan bahwa Bani Israel berulangkali diberi perintah dan perjanjian oleh Allah, tetapi mereka sering tak mampu menegakkan perjanjian ini. Misalnya, dalam Surah Al-Ma'idah (5:12-13), Allah mengingatkan Bani Israel tentang perjanjian yang mereka buat untuk menyembah-Nya saja, mendirikan shalat, membayar zakat, dan beriman kepada para rasul. Namun, mereka berulang kali tak mau mematuhi perintah-perintah Ilahi ini dan perlakuan buruk mereka terhadap para nabi dipandang sebagai alasan mencabut nikmat Ilahi, termasuk kekuasaan mereka atas Baitulmaqdis. Allah berfirman,
فَبِمَا نَقْضِهِمْ مِّيْثَاقَهُمْ لَعَنّٰهُمْ وَجَعَلْنَا قُلُوْبَهُمْ قٰسِيَةً ۚ يُحَرِّفُوْنَ الْكَلِمَ عَنْ مَّوَاضِعِهٖۙ وَنَسُوْا حَظًّا مِّمَّا ذُكِّرُوْا بِهٖۚ وَلَا تَزَالُ تَطَّلِعُ عَلٰى خَاۤىِٕنَةٍ مِّنْهُمْ اِلَّا قَلِيْلًا مِّنْهُمْ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاصْفَحْ ۗاِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَ
"(Namun,) karena mereka melanggar janjinya, Kami melaknat mereka dan Kami menjadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka mengubah firman-firman (Allah) dari tempat-tempatnya [maksudnya, mengubah teks ayat dengan cara mendahulukan, mengakhirkan, menambahkan, atau mengurangi, dan memalingkan makna kalimat dari pemahaman yang sesungguhnya] dan mereka (sengaja) melupakan sebagian pesan yang telah diperingatkan kepada mereka. Engkau (Muhammad) senantiasa akan melihat pengkhianatan dari mereka, kecuali sekelompok kecil di antara mereka (yang tak berkhianat). Maka, maafkanlah mereka dan biarkanlah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang muhsin." [QS. Al-Ma'idah (5):13]
Al-Qur'an memaparkan dalam Surah Al-Ma'idah (5:20-26) bahwa Nabi Musa memerintahkan Bani Israel agar memasuki Baitulmaqdis yang telah ditetapkan Allah bagi mereka. Namun, karena takut dan tak mau menghadapi tantangan yang ada, mereka tidak taat dan menolak masuk. Peristiwa ini, menurut para ulama, merupakan penolakan kritis terhadap perintah Allah dan menyebabkan mereka mengembara di padang gurun selama 40 tahun sebagai hukuman.
Para nabi Bani Israel seringkali menyerukan mereka agar berstandar moral yang lebih tinggi, memperingatkan mereka terhadap pengrusakan, materialisme, dan ketidakadilan. Akan tetapi, karena mereka terus-menerus melakukan pelanggaran, terutama yang berkaitan dengan keadilan dan tauhid, hak-hak istimewa mereka perlahan-lahan dicabut. Surah Al-Baqarah (2:61) menyoroti contoh-contoh sikap tidak bersyukur dan berpaling dari petunjuk Ilahi sebagai faktor-faktor yang berkontribusi terhadap penghakiman Allah terhadap mereka. Allah berfirman,
وَاِذْ قُلْتُمْ يٰمُوْسٰى لَنْ نَّصْبِرَ عَلٰى طَعَامٍ وَّاحِدٍ فَادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُخْرِجْ لَنَا مِمَّا تُنْۢبِتُ الْاَرْضُ مِنْۢ بَقْلِهَا وَقِثَّاۤىِٕهَا وَفُوْمِهَا وَعَدَسِهَا وَبَصَلِهَا ۗ قَالَ اَتَسْتَبْدِلُوْنَ الَّذِيْ هُوَ اَدْنٰى بِالَّذِيْ هُوَ خَيْرٌ ۗ اِهْبِطُوْا مِصْرًا فَاِنَّ لَكُمْ مَّا سَاَلْتُمْ ۗ وَضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ وَالْمَسْكَنَةُ وَبَاۤءُوْ بِغَضَبٍ مِّنَ اللّٰهِ ۗ ذٰلِكَ بِاَنَّهُمْ كَانُوْا يَكْفُرُوْنَ بِاٰيٰتِ اللّٰهِ وَيَقْتُلُوْنَ النَّبِيّٖنَ بِغَيْرِ الْحَقِّ ۗ ذٰلِكَ بِمَا عَصَوْا وَّكَانُوْا يَعْتَدُوْنَ ࣖ
"(Ingatlah) ketika kamu berkata, “Wahai Musa, kami tidak tahan hanya (makan) dengan satu macam makanan. Maka, mohonkanlah kepada Rabbmu untuk kami agar Dia memberi kami apa yang ditumbuhkan bumi, seperti sayur-mayur, mentimun, bawang putih, kacang adas, dan bawang merah.” Ia (Musa) menjawab, “Akankah engkau meminta sesuatu yang buruk sebagai ganti dari sesuatu yang baik? Pergilah ke suatu kota. Pasti engkau akan memperoleh apa yang engkau minta.” Kemudian, mereka ditimpa kenistaan dan kemiskinan, dan mereka (kembali) mendapat kemurkaan dari Allah. Hal itu (terjadi) karena sesungguhnya mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa hak (alasan yang benar). Yang demikian itu ditimpakan karena mereka durhaka dan selalu melampaui batas." [QS. Al-Baqarah (2):61]
Ajaran Islam menyatakan bahwa nikmat Allah dapat berpindah dari satu kaum ke kaum lain jika kaum tersebut tak mampu melaksanakan tanggungjawabnya. Sebagaimana dirujuk dalam Surah Muhammad (47:38),
هٰٓاَنْتُمْ هٰٓؤُلَاۤءِ تُدْعَوْنَ لِتُنْفِقُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِۚ فَمِنْكُمْ مَّنْ يَّبْخَلُ ۚوَمَنْ يَّبْخَلْ فَاِنَّمَا يَبْخَلُ عَنْ نَّفْسِهٖ ۗوَاللّٰهُ الْغَنِيُّ وَاَنْتُمُ الْفُقَرَاۤءُ ۗوَاِنْ تَتَوَلَّوْا يَسْتَبْدِلْ قَوْمًا غَيْرَكُمْۙ ثُمَّ لَا يَكُوْنُوْٓا اَمْثَالَكُمْ ࣖ
"Ingatlah bahwa kamulah orang-orang yang diajak menginfakkan (hartamu) di jalan Allah. Lalu, di antaramu ada orang yang kikir. Padahal, siapa yang kikir sesungguhnya, ia kikir terhadap dirinya sendiri. Allahlah Yang Maha Kaya dan kamulah yang fakir. Jika kamu berpaling (dari jalan yang benar), Dia akan menggantikanmu dengan kaum yang lain dan mereka takkan (durhaka) sepertimu."
Para ulama kerap memandang pencabutan tersebut sebagai bagian dari hikmah dan keadilan Allah, yang berfungsi sebagai hukuman atas ketidaktaatan dan sarana membimbing orang lain. Transisi dari penunjukan Bani Israel atas Baitulmaqdis ke masyarakat lain dipandang sebagai peringatan dan pengingat akan pentingnya menegakkan perintah-perintah Ilahi dan kehidupan yang shalih.
Ulama Islam menunjuk pada kombinasi antara pelanggaran perjanjian, ketidaktaatan, dan ketidakberhasilan spiritual sebagai alasan pencabutan penunjukan Bani Israel atas Baitulmaqdis. Pandangan ini menekankan bahwa kebaikan Ilahi bersifat bersyarat dan berfungsi sebagai pengingat akan akuntabilitas dan pentingnya menjaga komitmen seseorang kepada Allah."

"Apa peran Tawakal dalam mengatasi tantangan pribadi?" tanya Anturium. Asoka menjawab, "Tawakal memainkan peran penting dalam mengatasi tantangan pribadi. Tawakal menumbuhkan pola pikir penerimaan dan kesabaran, yang memungkinkan individu bangkit kembali dari kemunduran. Keyakinan kepada Allah ini memberikan kekuatan selama masa-masa sulit, membantu menghadapi tantangan dengan keanggunan dan ketekunan.
Dengan menyerahkan kendali dan percaya pada rencana Allah, tawakal meredakan kecemasan dan stres. Orang-orang beriman menemukan kedamaian dalam mengetahui bahwa segala sesuatu terjadi sesuai dengan hikmah Ilahi, yang membantu menjaga stabilitas emosional.
Tawakal mendorong orang-orang beriman membuat keputusan yang tepat sekaligus melepaskan kecemasan tentang hasilnya. Keseimbangan ini memungkinkan tindakan yang lebih percaya diri dan tegas, dengan mengetahui bahwa hasil akhirnya ada di tangan Allah.
Mempraktikkan tawakal memperdalam iman dan hubungan seseorang dengan Allah, memperkuat keyakinan bahwa Dialah perencana utama. Ikatan spiritual ini memberikan kenyamanan dan bimbingan selama ketidakpastian hidup.
Tawakal meningkatkan kesadaran dengan mendorong individu agar fokus pada saat ini, mengurangi kekhawatiran tentang masa depan atau penyesalan tentang masa lalu. Latihan ini meningkatkan mental well-being secara keseluruhan.
Jadi, tawakal memberdayakan individu agar menghadapi tantangan pribadi dengan ketahanan, ketenangan pikiran, dan iman yang kuat pada hikmah Allah.
Tawakal memberikan kontribusi yang signifikan dalam membangun ketahanan emosional dalam beberapa cara. Dengan menyerahkan kegalauan kepada Allah, tawakkal mengurangi kecemasan dan stres. Penyerahan ini menumbuhkan rasa damai, yang memungkinkan individu menghadapi tantangan tanpa diliputi oleh rasa takut atau ketidakpastian. Tawakal mendorong perspektif dimana tantangan dipandang sebagai ujian atau peluang tumbuh, ketimbang hambatan yang tak dapat diatasi. Pergeseran kognitif ini meningkatkan kekuatan emosional dan menumbuhkan pendekatan proaktif terhadap kesulitan.
Berpasrah pada hikmah Allah menanamkan keyakinan dan harapan, yang memungkinkan individu menghadapi kesulitan dengan keberanian. Orang-orang beriman menemukan pelipur lara dalam pemahaman bahwa Allah memiliki rencana, yang meningkatkan kemampuanbya mengatasi kesulitan. Tawakal menumbuhkan kesabaran, mendorong individu agar tetap teguh selama ujian. Ketahanan ini berakar pada keyakinan bahwa waktu dan hikmah Allah adalah sempurna, membantu orang-orang beriman menanggung masa-masa sulit dengan anggun. Berlatih tawakal membekali individu dengan mekanisme penanganan yang efektif dengan menekankan ketergantungan pada dukungan Ilahi. Hubungan spiritual ini bertindak sebagai kekuatan penstabil selama masa sulit, yang meningkatkan emotional well-being. Tawakal memberdayakan individu agar membangun ketahanan emosional dengan menumbuhkan kekuatan batin, mengurangi stres, dan mendorong pola pikir positif terhadap tantangan hidup.

Tawakal dapat sangat membantu mengatasi kecemasan dan depresi. Penelitian menunjukkan bahwa keimanan dan keyakinan yang kuat kepada Allah berhubungan negatif dengan kecemasan dan depresi, yang mengarah pada kepuasan pribadi yang lebih besar. Tawakal mendorong pola pikir dimana individu percaya bahwa segala sesuatu terjadi karena suatu alasan dan pada akhirnya baik, sehingga mengurangi ruang pikiran negatif yang terkait dengan depresi. Dengan melihat tantangan sebagai ujian dari Allah, tawakal menumbuhkan kesabaran dan penerimaan, yang sangat penting bagi ketahanan emosional selama masa-masa sulit.
Percaya pada rencana Allah meringankan beban stres dan kecemasan, memungkinkan individu agar fokus pada upaya mereka sambil menyerahkan hasilnya kepada hikmah Ilahi. Tawakal berfungsi sebagai strategi penanggulangan yang efektif, memungkinkan individu menavigasi ketidakpastian hidup dengan rasa damai dan harapan, sehingga mengurangi perasaan putus asa. Mengintegrasikan tawakal ke dalam praktik terapi dapat meningkatkan hasil pengobatan kecemasan dan depresi dengan memperkuat keyakinan positif dan mendorong penerimaan kehendak Allah.
Tawakal dapat bertindak sebagai faktor pelindung terhadap gejala depresi. Penelitian menunjukkan bahwa kepercayaan yang kuat kepada Allah dapat meredam hubungan antara keterikatan cemas kepada Allah dan depresi. Ketika para individu punya tingkat tawakal yang tinggi, mereka cenderung tak mengalami gejala depresi, bahkan saat mengalami kecemasan. Efek perlindungan ini muncul karena tawakal menumbuhkan keyakinan positif dan penerimaan terhadap kehendak Allah, yang dapat melindungi individu dari kondisi emosional negatif semisal kesedihan dan keputusasaan. Sebaliknya, tingkat tawakal yang rendah dapat memperburuk perasaan depresi, terutama pada mereka yang memiliki keterikatan cemas kepada Allah."

"Adakah hubungan antara barokah, tawakkal, dan taqwa?" tanya Anggrek.
Aglonema menjawab, "Barokah atau berkah, tawakal, dan takwa merupakan konsep yang saling terkait dalam ajaran Islam, yang mencerminkan hubungan orang beriman dengan Allah dan pendekatan mereka terhadap kehidupan. Kita akan membahasnya di episode berikut, bi'idznillah."
[Konsep Barokah Bagian 1]
[Konsep Tawakal Bagian 1]