Nasihat (1)
Burung Serak-Jawa berkata,"Wahai saudara-saudariku, sesungguhnya, manusia selalu lupa, mereka berbuat dosa jika mereka melupakan Alah Subhanahu wa Ta'ala. Maka, Allah mengutus para nabi dari kaum mereka sendiri untuk menasihati mereka." Para unggas bertanya, "Kabarkan pada kami apa nasihat itu, wahai Serak yang bijak?" Serak-Jawa berkata, "Nasihat berasal dari kata Arab yang biasanya diterjemahkan menjadi "ketulusan" atau "anjuran yang baik", namun sebenarnya, kata ini mewujudkan setiap jenis kebajikan. Nasihat biasanya diterjemahkan sebagai "ketulusan" karena salah satu konotasi pentingnya adalah menolak tipu-daya atau kecurangan. Ini salah satu penafsirannya. Namun, di sini sengaja dbiarkan dalam bentuk transliterasi. Kata nasihat memiliki dua makna dasar bahasa: pertama, membersihkan, membeningkan atau memperbaiki sesuatu dari segala elemen yang tak diinginkan, seperti dalam membeningkan madu dari bahan yang tak diinginkan; dan kedua, menyatukan atau menggabungkan sesuatu yang telah tersebar atau terpisah, seperti dalam menjahit pakaian. Ibnu Utsaimin mengatakan bahwa nasihat itu menyiratkan seseorang menyukai yang terbaik bagi saudaranya, mengajaknya, menjelaskan kepadanya, dan mendorong agar melakukan apa yang baik itu. Inilah bagian yang tak terpisahkan dari agama Islam yang benar. Inilah jalan sejati orang-orang beriman. Saat itulah orang-orang beriman menunaikan sejenis persyaratan sehingga mereka menetapi uraian orang-orang mukmin yang digambarkan di dalam al-Quran Surah al-Hujurat [49]:10, "Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat." Jadi, persaudaraan itulah hasil dari nasihat yang baik dan benar.
Nasihat menyiratkan bahwa seseorang menganjurkan dan membimbing orang lain ke arah apa yang terbaik bagi mereka dalam kehidupan ini dan akhirat kelak. Inilah pekerjaan utama dan terpenting dari para Nabi. Sesungguhnya, menjadi ciri utama orang berimanlah pentingnya karakteristik dalam mengerjakan nasihat. Berasal dari orang-orang Nasih atau yang memiliki ciri khas 'Nasih' adalah sesuatu yang telah diperintahkan Allah. Ini juga salah satu karakteristik penting yang dimiliki para nabi. Urusan nasihat ini adalah sesuatu yang mendasar dan merupakan ciri yang paling penting bagi setiap Muslim. Oleh karena itu, ketika seseorang memenuhi kewajiban nasihat kepada sesama umat Islam, ia sebenarnya memenuhi peran yang juga merupakan kewajiban atas ciptaan yang paling mulia, utusan Allah."
Serak-Jawa diam sejenak, lalu berkata, "Ada sebuah hadits tentang nasihat, dalam sahih Muslim, atas otoritas Abu Ruqayyah Tamim ibnu Aus, radhyiallahu 'anhu, Rasulullah (ﷺ) berkata, "Ad-dinu nasihah." Para sahabat berkata," Kepada siapa? " Rasulullah (ﷺ) menjawab, "Kepada Allah dan Kitab-Nya, dan Rasul-Nya, dan kepada para pemimpin umat Islam, serta kepada rakyat jelata kaum Muslimin."
Inilah pernyataan yang mendalam. Jika seseorang mempelajari makna nasihat dengan seksama dan melihat keseluruhan makna hadis ini, ia kemudian dapat mengerti mengapa Rasulullah (ﷺ) memberi pernyataan semacam itu. Dapat dikatakan bahwa tak ada yang benar-benar ada dalam agama Islam melebihi apa yang terliput oleh nasihat dengan obyek yang disebutkan dalam hadis ini. Dalam kalimat singkat ini, Rasulullah (ﷺ) telah menggambarkan esensi Islam. Implikasinya adalah salah satu dari semua inklusivitas. Salah satu penafsirannya adalah bahwa agama seseorang tak dapat sempurna kecuali jika ia mengerjakan nasihat itu kepada Allah, Kitab-Nya dan yang lainnya, yang disebutkan dalam hadis ini. Maknanya bukanlah nasihat yang ada pada Islam. Tapi maknanya adalah nasihat yang membentuk bagian terbesar dan pilar paling penting dari agama ini. Ini mencakup Islam, iman dan ihsan. Dan Allah lebih mengetahui.
Dan ada hadits lain mengenai nasihat, Muslim mencatat atas otoritas Abu Huraira, radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah (ﷺ) berkata, "Hak seorang Muslim atas seorang Muslim lainnya ada enam." Ia (ﷺ) ditanya, "Apakah itu, wahai Rasulullah?" Beliau (ﷺ) menjawab, "Ketika ia bertemu dengannya, ia memberi salam, saat ia mengundangnya, ia menjawabnya, jika ia meminta nasihatnya yang tulus, ia menasihatinya, jika ia bersin dan memuji Allah, ia memohonkan kepada Allah agar merahmatinya; jika ia sakit, ia mengunjunginya, dan saat ia meninggal, ia mengiringinya (yaitu, prosesi pemakamannya)."
Burung Kea berkata, "Kabarkan pada kami tentang nasihat kepada Allah, wahai Serak yang bijak!" Serak-Jawa berkata, "Ketika ditanya kepada siapa nasihat ini, Rasulullah (ﷺ) pertama-tama menjawab," Kepada Allah." Mengerjakan nasihat kepada Allah membutuhkan pemenuhan kewajiban apa yang diwajibkan dengan sebaik-baiknya, yaitu ihsan. Mengerjakan nasihat kepada Allah tak sempurna atau lengkap tanpa ini, dan inilah yang harus menjadi tujuan setiap Muslim.Namun, hal ini tak dapat dikerjakan tanpa adanya kecintaan terhadap apa yang telah Dia perintahkan. Ini juga menyiratkan bahwa seorang Muslim harus berusaha mendekat sedekat mungkin kepada Allah. Dengan mengerjakan amal-shaleh dengan ikhlas, dan dengan melarang yang mungkar dan menghindari perbuatan yang tak disukai. Mengerjakan nasihat kepada Allah mencakup segala tindakan ibadah berikut: beriman kepadaNya, tak menyekutukan-Nya, menegaskan semua sifat-sifat-Nya yang dinyatakan dalam Al-Qur'an dan Sunnah, menaati-Nya, memenuhi perintah-Nya, berpantang dari apa yang dilarang-Nya, berusaha sebaik-baiknya agar dapat terus mengingat-Nya dalam segala keadaan, mencintai dan membenci karena Allah, berkawan dengan orang-orang yang mengikuti-Nya dan yang bekerja untuk tujuan-Nya, dan melawan orang-orang yang menentang-Nya dan yang berperang melawan tujuan-Nya, menghormati karena Allah dan marah saat hukum-hukum Allah diabaikan dan tak dihargai, mengenali berkah-berkah yang telah Dia anugerahkan dan bersyukur kepada-Nya atas berkah-berkah itu, dan seterusnya. Inilah mengerjakan nasihat kepada Allah.
Perhatikan bahwa semua hal tersebut di atas, memiliki beberapa aspek untuk menjernihkan sesuatu, seperti iman seseorang, atau menggabungkan sesuatu, seperti hubungan seseorang dengan Allah dan orang-orang mukmin. Inilah nasihat yang lengkap dan yang diinginkan, dan inilah agama lslam seperti yang Rasulullah (ﷺ) nyatakan. Nasihat kepada Allah, menyiratkan niat yang benar dalam hati untuk memenuhi hak-hak Allah, wajib dalam segala keadaan, bahkan dalam keadaan dimana tugas lain tak lagi wajib karena berada di luar kemampuan seseorang.
Tentunya, yang mendapat manfaat dari nasihat ini bukanlah Allah. Allah itu Maha Berdiri-Sendiri dan tak membutuhkan makhluk-Nya. Sebaliknya, hamba Allah sendirilah yang beroleh manfaat dari tindakan ini. Saat ia mengerjakan nasihat kepada Allah, ia menyucikan dirinya dan mendekatkan dirinya kepada Allah. Oleh karena itu, Allah telah mewajibkannya bagi setiap individu dan hanya individu itu sendirilah yang memperoleh manfaat dari tindakan ini. Itulah rahmat dan berkah dari Allah."
Kea berkata, "Kabarkan pada kami tentang nasihat kepada Kitab-Nya!" Serak-Jawa berkata, "Kata, 'Kitab-Nya,' mengacu pada seluruh tingkatan wahyu. Oleh karena itu, hal ini mencakup semua kitab suci yang telah diwahyukan sebelumnya, dan juga Al-Qur'an yang diwahyukan kepada Rasulullah (ﷺ). Mengerjakan nasihat kepada Kitab Allah mensyaratkan bahwa seseorang meyakini bahwa Al-Qur'an berasal dari Allah, bahwa itulah ucapan dan firman Allah yang tak diciptakan, dan bahwa ia tak seperti perkataan manusia. Selain itu, nasihat sempurna kepada kitab Allah mensyaratkan bahwa, sesuai kemampuan sesorang, membaca dan memahaminya dengan benar, menerapkannya, mempelajari peringatan, anjuran dan perumpamaannya. Mengajak orang lain agar beriman kepada kitab Allah juga merupakan bagian dari nasihat ini.
Aspek penting agar mengerjakan nasihat Al-Qur'an adalah membela dan melindunginya dari segala jenis penyimpangan atau salah tafsir. Nasihat kepada kitab Allah, mencakup mempertahankannya melawan tuduhan tak benar yang dibuat terhadapnya. Memberikan penghormatan yang layak dan memperlakukan Al-Qur'an dengan cara yang benar, juga merupakan bagian dari nasihat ini. Seorang Muslim seyogyanya tak menyentuh Al-Qur'an saat ia dalam keadaan berhadats. Sesungguhnya, lebih baik ia tak menyentuh Al-Qur'an kecuali jika ia telah bersuci. Seseorang juga seharusnya tak melakukan tindakan apapun yang dianggap menghina Al-Qur'an, seperti melemparkannya ke tanah atau meninggalkannya di tumpukan sampah. Karena nasihat adalah aspek penting dari agama, setiap muslim harus mempertimbangkan poin-poin ini dan bertanya kepada dirinya sendiri, sungguh-sungguhkah ia mengerjakan nasihat kepada Allah dan Kitabullah."
Kea berkata, "Kabarkan pada kami tentang nasihat kepada Rasul-Nya!" Serak-Jawa berkata, "Nasihat kepada Rasulullah (ﷺ) termasuk mempercayai pesannya, percaya kepada semua yang ia bawa sebagai wahyu Ilahi, menaatinya, mendukung dan membelanya, mempertahankan kehormatannya dan menghormati statusnya. Aspek nasihat yang terpenting dan yang paling penting adalah bahwa seseorang menerima Rasulullah (ﷺ) sebagai pemimpin sejati dan sebagai perkataan akhir dari manusia sehubungan dengan agama. Ia (ﷺ) adalah satu-satunya otoritas manusia sejati, dan tak ada pendapat dan pernyataan orang lain yang menggantikannya. Pendapat orang lain yang bila bertentangan dengan apa yang diucapkan Rasulullah (ﷺ), maka ia tak mengerjakan nasihat yang benar kepada Rasulullah (ﷺ). Mengerjakan nasihat kepada Rasulullah (ﷺ) juga termasuk berteman dengan mereka yang mencintainya dan memusuhi mereka yang menentangnya. Yang juga penting adalah menghidupkan kembali sunnahnya, menyebarkan, mempelajari dan mengajarkan pesannya, dan mendoakannya (ﷺ).
Mengerjakan nasihat kepada Rasulullah (ﷺ) termasuk mencintai keluarga dan sahabat-sahabatnya. Ibnu Utsaimin mencatat bahwa sangat penting seseorang mencintai dan menghormati Sahabat Rasulullah (ﷺ). Ini karena teman seseorang, pada intinya, karib dan orang kepercayaan terdekatnya. Di antara para sahabat, Rasulullah (ﷺ) memilih dekat dengan Abu Bakr, Umar, Utsman, Ali dan lainnya. Inilah pilihannya dan ia mengungkapkan cintanya kepada para sahabatnya dalam beberapa kesempatan. Ketika seseorang menghina atau merendahkan sahabat mulia semacam itu, seseorang sebenarnya menghina Rasulullah (ﷺ) karena mereka adalah orang-orang terdekat Rasulullah (ﷺ). Sesungguhnya, Ibnu Utsaimin menitikberatkan, seseorang sebenarnya menghina Allah saat menghina Sahabat Nabi (ﷺ). Allah-lah yang memilih jiwa-jiwa mulia itu untuk menjadi Sahabat Nabi (ﷺ) dan menjadi orang-orang yang akan membawa agama ini, memelihara Al-Qur'an dan meneruskan sunnah Nabi (ﷺ). Lebih jauh lagi, ketika seseorang meremehkan para Sahabat dan meragukan kesalehan mereka, seseorang meragukan agama itu sendiri karena melalui orang-orang ini, atas kehendak Allah, bahwa agama tersebut disebarkan dan diteruskan ke generasi berikutnya.
Akhirnya, mengerjakan nasihat kepada Rasulullah (ﷺ) mencakup mencintai orang-orang yang mengikuti, membela dan berusaha menghidupkan kembali sunnahnya. Mereka bekerja karena Allah dalam mendukung Rasulullah (ﷺ), maka tak ada tempat bagi siapapun yang ada kebencian didalam hatinya terhadap mereka."
Kea bertanya, "Kabarkan pada kami tentang nasihat kepada Pemimpin Muslim!" Serak-Jawa berkata, "Ada dua jenis" pemimpin "di kalangan umat Islam, yang pertama adalah pemimpin agama atau ulama, sementara yang kedua adalah pemimpin duniawi atau penguasa. Kata-kata dari hadits ini menyiratkan kedua kategori pemimpin itu. Pentingnya nasihat bagi mereka yang berkuasa dapat ditemukan dalam hadis lain. Misalnya, Imam Malik mencatat bahwa Rasulullah (ﷺ) bersabda, "Sesungguhnya, Allah ridha denganmu karena tiga hal dan tak ridha denganmu dengan tiga hal. Dia ridha denganmu karena menyembah-Nya dan tak ridha denganmu karena menyekutukan-Nya, karena berpegang erat pada tali Allah dan tak berpecah-belah, dan karena saling tulus-ikhlas dengan orang-orang yang telah Allah tetapkan dalam urusanmu... "
Tak ada orang yang bisa mengelak dari memberi atau menerima nasihat. Setiap orang sepatutnya bersikap tulus dan memberikan anjuran yang baik. Setiap orang membutuhkan nasihat dan seyogyanya diberikan kepada semua orang, tak peduli seberapa tinggi pangkat atau prestisius orang tersebut. Apa yang berhubungan dengan kepasrahan kepada Allah dan berbagi, semuanya sama. Tak ada yang luput dari hukuman dan tak ada yang tak membutuhkan nasihat. Sessungguhnya, seorang penguasa atau ulama seyogyanya menjadi orang pertama yang menerima nasihat yang tulus dari orang lain. Pada saat yang sama, merekalah yang termasuk orang pertama yang pantas menerima penghormatan dan persaudaraan yang tulus.
Mengerjakan nasihat kepada para pemimpin umat Islam mencakup: membantu mereka saat mereka menjalankan kebenaran, menaati mereka dalam hal yang benar, mengingatkan mereka jika mereka salah atau alpa, bersabar dengan mereka saat mereka melakukan hal-hal yang tak disukai orang, berjihad dengan mereka dan tak memberontak melawan otoritas mereka yang benar. Kita juga harus mendoakan agar mereka mendapat petunjuk dan keshalihan, karena petunjuk dan keshalihan mereka akan menguntungkan umat Islam secara keseluruhan. Abu Utsman Saad ibnu Ismail al-Khairi berkata, "Dengan memberikan nasihat yang tulus kepada penguasa, dan berdoa agar ia benar dan mendapat petunjuk dalam ucapan dan tindakannya, karena jika ia benar, urusan rakyat akan menjadi baik. Dan janganlah berdoa agar mereka celaka, karena hal itu akan menambah keburukan mereka dan menambah cobaan bagi kaum Muslimin."
Ibn Utsaimin menganjurkan bahwa seseorang seyogyanya menasihati mereka secara langsung bertatap-muka jika memungkinkan; jika tidak, bisa menulis surat kepada mereka atau menghubungi orang yang berhubungan langsung dengan mereka. Imam Malik berkata, "Adalah hak bagi setiap Muslim atau orang yang didalam hatinya Allah letakkan ilmu dan pemahaman agar menemui orang-orang yang berkuasa dan menyerukan amar ma'ruf nahiy mungkar, dan menasihati mereka. Hal ini karena jika orang berilmu tersebut menemui penguasa dan menyerukan amar ma'ruf nahiy mungkar, jika memang ada, inilah kebajikan yang tiada lagi kebajikan yang melebihinya."
Hadis ini menekankan bahwa seseorang harus menunjukkan sikap yang tulus sehubungan dengan penguasa Muslim yang sah. Penguasa Muslim adalah manusia, dan mereka cenderung berbuat kesalahan. Oleh karena itu, mereka membutuhkan nasihat dan anjuran yang baik seperti muslim lainnya. Namun, karena apa yang mereka lakukan berpengaruh pada banyak orang, mengerjakan nasihat kepada mereka lebih penting lagi. Al-Qarni menyatakan bahwa itulah mengapa seseorang dapat menemukan begitu banyak hadis yang menekankan nasihat kepada para penguasa, menasihati mereka untuk melakukan yang benar dan melarang mereka dari apa yang batil.
Tujuan interaksi seseorang dengan para penguasa atau diskusi tentang penguasa haruslah benar dan membawa mereka kembali ke jalan yang benar. Oleh karena itu, berbicara kepada mereka dengan cara yang tak menunjukkan kesopanan, menunjukkan kurangnya rasa hormat kepada mereka, dan tampak hanya berusaha mempermalukan mereka, bukanlah cara yang tepat untuk mengerjakan nasihat kepada para penguasa. Sebenarnya, ketika Allah mengutus Nabi Musa dan Nabi Harun kepada Firaun, yang mereka pahami betul kejahatan dan kekerasannya, Allah memerintahkan kepada mereka, dalam Surah Taha [20]: 44, "Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya (Fir‘aun) dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia sadar atau takut."
Lebih jauh lagi, menyebarkan keburukan dari para penguasa, yang tak bermanfaat, bertentangan dengan nasihat yang harus dikerjakan seseorang terhadap para penguasa. Secara umum, hasil dari perbuatan tersebut adalah kebencian dan keburukan tanpa kebajikan yang patut. Sebaliknya, ketika mereka salah, mereka seyogyanya diingatkan bahwa mereka salah - tapi kita harus selalu berhati-hati dan memastikan bahwa langkah-langkah yang diambilnya membawa manfaat lebih besar daripada kerugiannya. Untuk alasan ini, banyak pendahulu Islam yang saleh menekankan nasihat kepada penguasa secara pribadi dan bukan di depan umum. Sesungguhnya, Al-Haakim dan Ahmad mencatat bahwa Rasulullah (ﷺ) sendiri mengemukakan hal itu, "Barangsiapa yang ingin memberi nasihat kepada seorang penguasa tentang sebuah masalah, jangan lakukan secara terbuka. Sebaliknya, ia harus menyerahkannya sendiri dan bertatap langsung dengannya membicarakan hal itu. Jika penguasa itu menerima nasehatnya (masalah selesai). Jika ia tidak (menerima nasehatnya), orang tersebut telah memenuhi (kewajiban) kepadanya."
Bagian dari nasihat kepada para penguasa juga terjadi saat penguasa menempatkan seseorang yang bertanggungjawab atas masalah apapun atau meb=nugaskannya melakukan hal itu sesuai yang diamanatkan syariah Islam, orang tersebut harus menunaikan tugasnya dengan terhormat dan jujur dan tak memperdayai atau menipu penguasa tersebut dengan cara apapun. Al-Khattaabi menyebutkan bahwa seseorang seharusnya tak menipu para penguasa dengan memberikan pujian palsu kepada mereka. Dengan kata lain, seseorang harus berurusan dengan mereka dengan cara yang diridhai Allah dan melakukannya karena Allah, dan takut akan adzab-Nya.
Para ulama adalah pemimpin dalam arti bahwa mereka membimbing masyarakat mempelajari Al-Quran dan Sunnah. Merekalah orang-orang yang memahami dan mengetahui bagaimana syariah Islam diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Posisi mereka sangat penting dalam masyarakat secara keseluruhan. Oleh karenanya, sangat penting bahwa nasihat yang tepat dikerjakan terhadap mereka.
Nasihat kepada mereka menyiratkan, misalnya, menerima ilmu yang mereka sampaikan, menerima keputusan pribadi mereka jika mereka memberi bukti yang benar terhadap keputusan mereka, berpikiran positif tentang mereka dan tak mencurigai mereka. Selanjutnya, seperti yang dikatakan Syaikh Ibnu Utsaimin, seseorang seharusnya tak berusaha mencari-cari kesalahan atau kelalaian mereka. Ulama hanyalah manusia biasa dan mereka tak luput dari kesalahan. Seseorang harus menerima kenyataan ini dan seyogyanya memperbaikinya dengan cara yang benar. Namun, mencari-cari kesalahan mereka dan memanfaatkan kesalahan mereka, tidaklah tepat. Ketika seseorang melakukannya, ia tak hanya meragukan ulama itu, tetapi intinya, ia meragukan seluruh ulama dan syariah Islam secara keseluruhan."
(Bagian 2)