Burung Pelatuk tampil ke depan dan berkata, "Wahai saudara-saudariku, seluruh ummat manusia adalah para musafir dalam kehidupan duniawi ini, dan setiap musafir berarak menuju tujuannya dan akan berhenti di tempat yang menyenangkan baginya. Siapapun yang bertujuan mencari Allah dan Hari Akhir adalah seorang musafir, dan tujuan dalam perjalanannya adalah menggapai ridha Allah, dan inilah tujuan, niat dan takdirnya.
Aku sering bertanya-tanya ada atau tidakkah alasan bagi kegagalan dan keberhasilan, ataukah itu hanyalah sebuah hasrat belaka. Kebenarannya adalah bahwa alasannya didasarkan pada tingkat rasa syukur seorang hamba. Agar seorang hamba pantas menerima karunia Allah, ia harus tahu nilainya, dan potensi bahayanya, memuliakan Dia yang mengaruniakan itu padanya, bersyukur pada-Nya, dan ia tahu bahwa itulah rahmat dari Allah tanpa menghubungkannya dengan yang lain atau merasa pantas mendapatkannya. Seorang hamba hendaknya mengakui keesaan Allah, menggunakan berkah ini untuk memuliakan-Nya, mengakui bahwa semua ini karena rahmat-Nya, dan kemudian ia menyadari kesalahan dan kekurangannya saat ia tahu, ia tak pernah bisa memuliakan Allah dengan benar. Seorang hamba seyogyanya tahu bahwa jika Allah terus memberinya berkah ini, itu karena rahmat, kasih-sayang, dan ridha dari-Nya, dan jika Dia memilih mengambilnya kembali darinya, ia semestinya mengikhlaskannya.
Semakin banyak berkah yang Allah berikan kepada hamba-Nya, seyogyanya, semakin rendah hati, tunduk, memuji, dan takut kepada Allah yang dimiliki seorang hamba, dan jika diambil darinya, hal itu karena ia tak memuliakan Dia sebagaimana layaknya Dia dimuliakan. Yang Maha Kuasa dapat menarik kembali berkah-Nya dari siapapun yang tak mengakui atau menjaga berkah itu sebagaimana layaknya. Jika seorang hamba tak memuliakan Allah sebagaimana mestinya dan menyalahgunakan berkah ini, niscaya Allah akan mengambilnya kembali. Mereka yang mengetahui nilai dari berkah-berkah ini, akan menerima, mencintai, dan memuji siapapun yang memberinya, dan mencintai dan bersyukur kepada-Nya. Penyebab di balik kegagalan adalah ketidaksesuaian tempat, ketidaknyamanan, dan kekurangmampuan untuk menerima berkah; jika ia mendapat berkah, ia berkata, "Ini hakku dan aku mendapatkannya karena aku pantas mendapatkannya."
Ketika Nabi Sulaiman, alaihissalam, dianugerahi berkah dan harta yang dimilikinya, ia berkata, "Ini karena rahmat Tuhanku untuk mengujiku, bersyukur atau tidakkah aku!" Ia tak mengatakan: "Ini karena kehormatanku!" Nabi Sulaiman, alaihissalam, menyadari bahwa apapun yang ia dapatkan berasal dari Allah dan rahmat-Nya dan bahwa ia dirundung karenanya. Sebaliknya, ada seorang lelaki yang mendapat anugerah dari Allah, namun ia berkata, "Ini hakku, karena pahalaku."
Burung Punai bertanya, "Wahai saudaraku Pelatuk, siapakah lelaki itu?" Pelatuk berkata, "Inginkah engkau mendengarkan kisah tentangnya?" Punai menjawab, "Ya, sampaikanlah kepada kami!"
Lalu, Pelatuk berkata, "Alkisah seorang lelaki, yang hidup semasa Nabi Musa, alaihissalam, bernama Korah ibnu Izhar, yang dikenal sebagai Qarun. Menurut Malik bin Dinar, Musa bin Amram adalah saudara sepupu Korah, yang oleh Allah telah diberikan kekayaan yang berlimpah. Menurut Khaitamah, dikatakan bahwa kunci-kunci gudangnya diangkat oleh sekelompok orang yang kuat. Dikatakan juga bahwa ketika Korah keluar istana, kunci-kuncinya dibawa oleh enam puluh begal dengan muka dan kaki berwarna putih. Tak ada kunci yang panjangnya lebih besar dari sejari, dan masing-masing terhubung dengan setiap tempat hartanya. Abu Salih mengatakan bahwa kunci gudangnya dibawa oleh empat puluh begal. Dan hanya Allah Yang lebih mengetahui!
Qatadah mengatakan bahwa masyarakat memanggilnya "cahaya" karena suaranya merdu saat membaca Taurat, namun ia menjadi orang munafik. Syahr bin Hawsyab meriwayatkan bahwa musuh Allah memberontak karena nasib buruk dan cobaan yang dikehendaki Allah melalui hartanya yang berlimpah. Dikatakan bahwa Korah berbuat zhalim karena bermegah-megah dengan pakaian mewah. Masyarakat memperingatkan Korah tentang kezhalimannya itu, mencegah ia melakukannya, dan meminta ia agar mengeluarkan apa yang Allah berikan kepadanya untuk kepentingan-Nya serta menggunakannya untuk menaati-Nya, mereka berkata kepada Korah, "Janganlah berfoya-foya! Allah tak menyukai orang yang berfoya-foya. Tetapi kejarlah tempat tinggal di Akhirat dengan apa yang telah Allah berikan kepadamu. Jangan mengabaikan bagianmu dari dunia ini, dan bermurah-hatilah karena Allah telah bermurah-hati kepadamu. Jangan menjadi perusak di atas bumi ini; Allah tak menyukai para perusak.''
Tanggapan Korah menunjukkan ketidaktahuan dan ketidakpeduliannya akan kesabaran Allah terhadapnya, dimana Korah berkata kepada mereka, 'Aku telah diberi apa yang telah kuberikan di dunia ini hanya karena ilmu yang kumiliki.' Ada yang mengatakan bahwa yang dimaksudkan Korah adalah, "Jika Allah tak senang denganku dan tak mengetahui kesempurnaanku, Dia takkan memberiku semua ini." Namun Allah membantah pernyataannya itu, Dia berfirman, "Tidakkah ia tahu bahwa Allah telah menghancurkan generasi sebelumnya, orang-orang yang lebih kuat dari padanya dalam kekuatan dan lebih besar dalam hal mengumpulkan kekayaan. Jika Allah memberikan kekayaan dan dunia ini hanya kepada orang-orang yang menyenangkan-Nya dan memiliki kesempurnaan dengan-Nya, maka Dia takkan menghancurkan orang-orang yang memiliki kekayaan besar di hadapan-Nya yang tak dihancurkan-Nya, terlepas dari jumlah yang telah diberikan-Nya kepada mereka."
Tak satupun peringatan dari mereka yang memperingatkannya, maupun pengingat kepadanya yang mengingatkannya kepada Allah dan nasihat baik-Nya, mengubah Korah kembali dari ketidaktahuan dan kezhalimannya melalui penggunaan kekayaannya yang banyak itu. Sebagai gantinya, ia bertahan dalam jalan yang keliru dan sesat. Ia ke luar mengenakan perhiasannya, naik kuda putih dengan pelana ungu, dan mengenakan pakaian berwarna kuning. Ia membawa serta tiga ratus budak perempuan dengan pakaian serupa, dengan hiasan yang sama, serta empat ribu kawan-karibnya. Ada yang mengatakan bahwa para karibnya, yang ia bawa bersama dengan pakaian dan perhiasan yang sama, berjumlah tujuh puluh ribu.
Mujahid mengatakan bahwa orang-orang yang telah tersesat, yang dihadapan mereka Korah menampakkan kemegahannya, menginginkan seperti apa yang telah diberikan kepadanya dan berkata, "Aduhai, akankah kita peroleh apa yang telah diberikan kepada Korah! Lihat! Ia bernasih sangat baik!"
Tetapi orang-orang yang mengetahui tentang Allah, tak setuju dengan mereka yang mengatakan itu, dan mereka menjawab, "Celakalah kalian! Kalian menginginkan apa yang telah diberikan kepada Korah! Berharaplah kepada Allah. Lakukan apa yang telah Allah perintahkan kepadamu, dan hentikan apa yang telah dilarang-Nya. Karena sesungguhnya pahala dan upah Allah bagi orang-orang yang taat kepada-Nya lebih baik bagi orang-orang yang beriman kepada-Nya dan rasul-rasul-Nya serta orang-orang yang mengerjakan amal-shalih, sesuai dengan apa yang telah Dia perintahkan. Mereka yang istiqamah dalam menghindari kemegahan hidup di dunia ini, dan yang lebih memilih pahala besar Allah atas amal shalih dibanding kesenangan dunia ini dan hawa nafsu dan yang bertindak untuk mendapatkannya sesuai kebutuhan itu."
Ketika pelaku kejahatan berlagak sombong dan melanjutkan jalannya yang keliru, meremehkan ridha Allah, Allah menguji Korah, dari petunjuk-Nya mengenai kekayaan dan hak-Nya yang diwajibkan kepadanya, dengan ketamakan yang ditunjukkan kepadanya, menjadi siksa yang paling menyakitkan dari siksaan-Nya, yang dengannya akan menjadi peringatan bagi mereka yang telah meninggalkan dunia ini, dan sebuah nasihat kepada orang-orang yang ditinggalkan.
Diriwayatkan oleh Abdullah bin al-Haritz, Korah memperlakukan Nabi Musa, alaihissalam, sebagai musuh dan menganiayanya, sementara Nabi Musa memaafkan dan mengampuni Korah karena kekerabatan mereka. Hubungan ini terus berlanjut sampai Korah membangun sebuah rumah, membuat pintu emasnya dan menempelkan lembaran emas di dindingnya. Kepala suku Bani Israel mengunjunginya di pagi dan sore hari, dan ia menawarkan makanan kepada mereka, dan mereka bercakap-cakap dengannya dan membuatnya tertawa. Allah tak menimpakan kesusahan dan kemalangan kepada Korah hingga ia memanggil seorang wanita Israel yang dikenal dengan kata-kata yang tak senonoh dan terkenal karena penghinaannya. Wanita itu datang, dan Korah berkata kepadanya, "Inginkah engkau kujadikan orang yang kaya raya, kuberikan hadiah, dan berteman dengan istri-istriku? Dengan syarat bahwa saat pemimpin Bani Israil berada disini, engkau datang dan berkata, 'Wahai Korah, maukah engkau menjauhkan Musa dariku?' Wanita itu berkata," Tentu saja. " Maka, ketika Korah duduk bersama dengan pemimpin Bani Israil, ia memanggil wanita tersebut. Wanita itu datang dan berdiri di hadapannya, tapi Allah mengalihkan hatinya, menyebabkan ia bertobat. Ia berkata pada dirinya sendiri, "Aku tak melihat jalan taubat sekarang ini melainkan dengan tak melukai utusan Allah dan menghukum musuh Allah."
Lalu iapun berkata, "Sesungguhnya Korah berkata kepadaku, 'Inginkah engkau kujadikan orang yang kaya raya, kuberikan hadiah, dan berteman dengan istri-istriku? Dengan syarat bahwa saat pemimpin Bani Israil berada disini, engkau akan datang dan berkata, 'Wahai Korah, maukah engkau menjauhkan Musa dariku?'' Tapi aku tak melihat jalan taubat yang lebih baik melainkan dengan tak melukai utusan Allah dan menghukum musuh Allah." Saat wanita itu mengucapkan kata-kata ini, Korah merasa malu, menundukkan kepalanya, dan terdiam di antara para pemimpin Bani Israil, menyadari bahwa ia telah terjerembab ke dalam azabnya. Perbincangan itu menyebar di kalangan masyarakat hingga terdengar oleh Nabi Musa, alaihissalam. Ketika Nabi Musa mendengar kabar tersebut, amarahnya berkobar. Ia, alaihissalam, membersihkan dirinya dengan air, lalu berdoa dan menangis, ia berkata, "Wahai Rabb-ku, musuhmu telah menyakitiku, ia mencari-cari kemalangan dan aibku, wahai Rabb, beri aku kuasa atasnya!" Allah mewahyukan padanya, "Perintahkan bumi melakukan apapun yang engkau kehendaki, ia akan menaatimu." Nabi Musa menemui Korah, dan ketika ia bertemu dengannya, Korah melihat amarah di wajah Nabi Musa ke arahnya, dan ia berkata, "Wahai Musa kasihanilah aku!" Musa berkata, "Wahai bumi! Cengkamlah mereka!"
Rumah itu mulai bergerak dan tenggelam bersama Korah dan kawan karibnya sampai ke pergelangan kaki mereka. Korah mulai memohon, "Wahai Musa, kasihanilah aku!" Tetapi Musa berkata, "Wahai bumi, cengkam mereka!" Dan rumah itu bergerak dan tenggelam, menelan Korah dan teman-temannya sampai ke lutut, sementara ia memohon kepada Nabi Musa, "Wahai Musa, kasihanilah aku!" Musa melanjutkan, "Wahai bumi, cengkeramlah mereka!" Dan rumah itu pun tenggelam, dan Korah dan karibnya ditelan hingga ke pusar, saat itu Korah memohon kepada Nabi Musa, "Wahai Musa, kasihanilah aku!" Musa melanjutkan, "Wahai bumi, ambillah mereka!" Dan Korah, rumahnya, dan kawan-karibnya, semua ditelan bumi. Allah berfirman kepada Musa, "Wahai Musa, betapa kerasnya engkau! Namun-demi kemuliaan-Ku-seandainya saja ia menyeru-Ku, Aku akan menjawabnya."
Menurut Ibnu Abbas, ketika kewajiban bersedekah diturunkan, Korah mendatangi Nabi Musa dan setuju dengannya memberi satu dinar atas seribu dinar, dan setiap seribu dirham dengan satu dirham, dan satu artikel dari setiap seribu satuan- atau ia berkata, "Untuk setiap seribu domba, seekor domba." Kemudian Korah kembali ke rumahnya, membuat catatan tentang harta bendanya dan mendapati bahwa pajaknya akan sangat tinggi. Lalu ia mengumpulkan Bani Israel dan berkata, "Wahai Bani Israil, Musa telah memerintahkan kepadamu segala hal, dan kalian telah mematuhinya, akhirnya ia ingin mengambil barang milikmu." Mereka menjawab, "Engkau adalah sesepuh dan majikan kami, maka perintahkanlah seperti yang engkau inginkan." Ia berkata, "Aku perintahkan padamu, bawalah seorang pelacur, dan berikan upah yang disepakatinya, kemudian buat ia menuduh Musa berzinah dengannya." Maka, mereka memanggil pelacur itu, dan menetapkan upahnya, dengan syarat ia menuduh Nabi Musa berzinah dengannya. Kemudian Korah menemui Nabi Musa dan berkata, "Umatmu telah berkumpul untuk memberi perintah dan larangan kepada mereka." Maka pergilah Nabi Musa kepada mereka, sementara mereka berada di sebuah tanah lapang dan berkata, "Wahai Bani Israil, barangsiapa yang mencuri, tangannya akan dilenyapkan, barangsiapa berkata dusta, maka akan di pecut dengan delapan puluh cambukan; Dan barang siapa yang berzinah bila telah beristri, akan dicambuk sampai mati atau dirajam sampai mati."
Korah berkata, "Walaupun jika itu engkau yang lakukan?" Nabi Musa menjawab, "Ya." Korah berkata, "Sesungguhnya engkau telah melakukannya." Nabi Musa berkata, "Celakalah engkau! Dengan siapa?" Korah menjawab, "Dengan si Fulanah." Musa memanggil wanita itu dan berkata, "Aku mempersumpahkan engkau demi Dia Yang telah menurunkan Taurat, benarkah apa yang dikatakan Korah?" Ia berkata, "Ya Allah! Karena engkau telah mengangkat sumpahku, maka aku bersaksi bahwa engkau tak bersalah, bahwa engkau adalah Utusan Allah, dan bahwa musuh Allah, Korah, menawariku uang agar menuduhmu berrzinah denganku. "
Nabi Musa bangkit, lalu bersujud. Allah mewahyukan padanya: "Angkatlah kepalamu, sebab Aku telah memerintahkan bumi menaatimu." Lalu Musa berkata kepada bumi, "Telanlah mereka!" Dan bumi menelan mereka hingga tertelan sebatas pinggang. Korah berseru, "Wahai Musa!" Namun Nabi Musa berkata, "Telanlah mereka!" Dan bumi pun menelan mereka hingga tenggelam hingga ke dada mereka. Korah berseru lagi, "Wahai Musa!" Tapi Nabi Musa berkata, "Telan mereka!" Dan merekapun lenyap ditelan bumi. Allah berfirman, "Wahai Musa! Korah memohon pertolonganmu, dan engkau tak menolongnya. Andai ia memohon pertolongan dari-Ku, Aku akan menjawabnya dan akan menolongnya."
Demikianlah, ia yang ditelan bumi adalah Qarun, dan mereka yang tenggelam dalam lautan adalah Firaun, Haman dan pasukannya, karena dosa-dosa mereka. Imam Ahmad, rahimahullah, dalam Musnadnya, meriwayatkan bahwa pernah Rasulullah (ﷺ) teringat akan shalat dan berkata, "Barangsiapa mengerjakannya secara rutin dan benar, akan menjadi cahaya, bukti dan keselamatan baginya pada Hari Kiamat. Dan barangsiapa yang tak melaksanakannya secara rutin dan benar, takkan ada baginya cahaya, bukti, maupun keselamatan. Dan, pada Hari Kebangkitan, ia akan berkumpul bersama Qarun, Fir'aun, Haman dan Ubay bin Khalaf."
Kemudian Pelatuk berkata, "Wahai saudara-saudariku, orang mukmin sadar bahwa segala berkah adalah milik Allah dan nikmat dari-Nya, dan bahwa Allah memberinya berkah walau ia tak layak mendapatkannya. Inilah karunia yang terus-menerus dari-Nya bagi hamba-hamba-Nya dan Dia berhak mencabutnya dari siapapun jika Dia menghendaki. Jika Allah menghalangi seseorang menerima berkah, Dia tak pernah menghalangi mereka dari apa yang layak mereka terima. Jika seorang hamba tak menyadarinya, ia mungkin berpikir bahwa ia pantas mendapatkannya dan bersikap sombong dengan mengira bahwa ia layak mendapat berkah ini, dan menyangka bahwa ia lebih baik dari yang lain.
Penyebab kegagalan didasarkan pada keadaan jiwa dan ketaatan jiwa itu terhadap sifatnya; asal mula ciptaan. Penyebab kesuksesan bergantung pada Allah, Yang memampukan seorang hamba menerima berkah-berkah-Nya. Penyebab kesuksesan berasal dari-Nya dan dari nikmat-Nya, dan Dia menciptakan keduanya, dan bahwa saat Dia menciptakan seluruh bagian bumi; sebagian memperoleh kehidupan tanaman, dan yang sebagian tidak. Dia menciptakan pohon; ada yang tumbuh berbuah dan ada yang tidak. Dia menciptakan lebah dan memperkenankannya menghasilkan madu beragam warna, juga tabuhan, sejenis tawon penyengat besar, yang tak bisa menghasilkan madu. Dia menciptakan jiwa-jiwa yang baik, yang mampu mengingat, menghargai, berterima kasih, memuji, dan menasihati hamba-hamba-Nya, dan juga menciptakan jiwa-jiwa yang jahat, yang tak mampu melakukannya. Dia-lah Yang Maha Bijaksana dan Yang Maha Mengetahui. Wallahu a'lam."
Referensi :"(yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, melaksanakan shalat, dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka, dan mereka yang beriman kepada (Al-Qur'an) yang diturunkan kepadamu (Muhammad) dan (kitab-kitab) yang telah diturunkan sebelum engkau, dan mereka yakin akan adanya akhirat. Merekalah yang mendapat petunjuk dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang beruntung." - [QS.2:3-5]
- Imam Ibn al-Qayyim, Al-Fawaid, Umm Al-Qura
- William M. Brinner, The History of At-Tabari : The Children of Israel, Volume III, SUNY Press
- Ibn Katheer, Stories of The Qur'an, Dar Al-Manarah