Jumat, 16 Februari 2018

Nasihat (2)

Kea berkata, "Kabarkan pada kami tentang nasihat kepada rakyat jelata kaum Muslimin, wahai orang bijak!" Serak-Jawa berkata, "Mengerjakan nasihat bagi rakyat jelata kaum Muslim mencakup: mengarahkan mereka ke arah yang baik bagi mereka, dalam kehidupan ini maupun akhirat kelak, tak merugikan mereka, mengajarkan tentang agama mereka dan hal-hal lain yang belum mereka ketahui, membantu mereka, menutup aib mereka, mengajak kepada yang ma'ruf dan memberantas kemungkaran di antara mereka. Ini juga mencakup kasih-sayang terhadap kawula muda dan mengormati para tetua..Seseorang juga akan merasa senang saat mereka bersukacita dan merasa sedih saat mereka berduka. Imam An-Nawawi menunjukkan bahwa para pendahulu shaleh saling bekerjasama dan saling menasihati sehingga mereka bahkan mengorbankan kepentingan duniawi mereka sendiri daripada kebutuhan saudara-saudari mereka.
Ketika seorang Muslim memegang kekuasaan atas ummat Muslim lainnya, penting agar ia bersikap tulus terhadap mereka dan melaksanakan apa yang menjadi kepentingan terbaik mereka sesuai dengan sraiah Islam. Kewajiban bersikap tulus oleh penguasa terhadap masyarakat, termasuk penunjukan para pejabat pemerintahan berdasarkan kemampuan dan kualifikasi mereka.
Seorang Muslim tak boleh mementingkan diri sendiri dan tak peduli dengan apa yang terjadi pada Muslim lainnya. Sebaliknya, adalah kewajibannya mengerjakan nasihat bagi ummat Muslim lainnya. Ini berarti, ia mengharapkan yang terbaik bagi mereka, dan memberikan yang terbaik bagi mereka jika berkemampuan melakukannya."

Kea berkata, "Kabarkan pada kami tentang tatakrama mengerjakan nasihat." Serak-Jawa berkata, "Nasihat adalah senjata yang ampuh, namun seperti kebanyakan senjata, jika penggunanya tak tahu bagaimana menggunakannya dengan benar, akan lebih banyak bahayanya dibanding kebaikannya. Salah satu alasan utama mengapa umat Islam tak memperhatikan nasihat ini karena kita telah lupa atau kita belum tahu cara yang tepat mengerjakan Nasihat.
Sekarang mari kita amati beberapa tatakrama yang baik, yang harus dimiliki seorang Muslim dalam mengerjakan nasihat. Yang pertama dan utama, seseorang mengerjakan nasihat untuk mencari ridha Allah. Hanya niat seperti itu yang pantas memperoleh pahala dari Allah dan penerimaan dari hamba-hamba-Nya. Jika niatnya bertentangan dengan ini, maka orang tersebut berhak atas kemarahan dan kemurkaan Allah serta kebencian dan penolakan orang lain - termasuk yang dinasihati.
Tatakrama berikutnya adalah, tak memfitnah orang yang dinasihati. Inilah derita yang menimpa banyak kaum Muslimin. Seringkali, setelah melihat lebih dekat, kita menemukan bahwa orang yang mengerjakan nasihat sebenarnya hanya ingin memfitnah orang yang ia nasihati karena ketidaksukaan pribadi. Ini tak layak dengan orang yang dinasihati dan dapat menyebabkan situasi yang lebih buruk tanpa hasil dari nasihat itu. Bagian terpenting dari nasihat adalah saling mengingatkan dan saling mengoreksi tindakan masing-masing. Membicarakan tentang sesuatu yang tak ingin disebutkannya kepada orang lain adalah hal yang lumrah, baik dalam perbuatan terpuji menasihati orang lain, maupun, dalam perbuatan tercela, meremehkan dan mempermalukan orang lain. Sesungguhnya, salah seorang ulama awal mengatakan, "Engkau tak sungguh-sungguh menasihatiku hingga mengatakan langsung padaku apa yang tak engkau sukai." Penting menyadari perbedaan antara kedua perbuatan ini untuk memenuhi kewajiban menasihati seseorang sambil tetap jauh dari perbuatan dosa mempermalukan orang tersebut.
Seyogyanya dipahami bahwa tak diperbolehkan menyebutkan kesalahan atau dosa Muslim lain hanya untuk disalahkan, ditertawakan atau dipermalukan. Namun, jika ada manfaat utama dalam menyebutkan kesalahan tersebut, maka dianjurkan atau wajib menyebutkannya. Misalnya, ada ulama hadits yang terpaksa menyebutkan kekurangan perawi tertentu. Tindakan ini adalah bagian dari nasihat mereka ke masyarakat Muslim secara keseluruhan, agar secara akurat memelihara hadis Nabi (ﷺ). Contoh lainnya adalah, menolak terhadap salah tafsir Al-Qur'an atau sunnah, yang mungkin disebarkan oleh beberapa orang dalam masyarakat Muslim. Ini suatu keharusan untuk menolak kejahatan itu, bahkan jika itu dilakukan dihadapan umum, selama tujuannya bukan untuk mempermalukan mereka, melainkan untuk memperbaiki kesalahan mereka dan menghentikan kejahatan mereka.

Ketiga, nasihat sebaiknya diberikan secara tertutup. Nasihat akan menghasilkan buah terbaiknya bila diberikan kepada seseorang saat ia sendirian, karena dalam situasi seperti ini, orang tersebut cenderung tak terganggu oleh pemikiran orang lain. Penasihat yang tulus seharusnya tak membantu Iblis atas saudaranya dengan terang-terangan memarahinya dan membiarkan setan mempermalukan saudaranya agar tak mengambil nasihatnya. Ini menutup pintu kebaikan dan mengurangi kemungkinan diterimanya sebuah nasihat.
Keempat, nasihat seyogyanya diberikan dengan kesantunan, keramahan dan kelembutan. Penasihat yang tulus sebaiknya bersikap ramah, lembut dan santun dalam mengerjakan nasihat kepada orang lain, karena hal ini memungkin adanya tanggapan yang baik, yang diinginkan dari yang dinasihati. Seseorang seyogyanya memahami bahwa menerima nasihat itu ibarat membuka pintu, dan pintunya takkan terbuka tanpa kunci yang tepat. Orang yang diberi nasihat memiliki kalbu yang telah terkunci dalam beberapa hal, mungkin karena ia telah meninggalkan sesuatu yang telah Allah perintahkan padanya, atau telah melanggar sesuatu yang telah dilarang Allah baginya. Tak ada kunci yang lebih baik untuk membuka kalbu selain kesantunan dalam memberi nasihat, kelembutan dan keramahan dalam mengerjakan nasihat, seperti, dalam Sahih Muslim, Rasulullah (ﷺ) sampaikan, "Keramahan tak dapat ditemukan dalam hal apapun melainkan menambah keindahannya, dan apapun yang dikeluarkan darinya melainkan akan merusaknya."
Cinta adalah kekuatan pendorong penting di balik nasihat. Jika seseorang memiliki cinta yang kuat kepada Allah, Rasul-Nya, kitab-Nya dan sebagainya, perilakunya yang berhubungan dengan mereka, akan lebih tulus. Al-Fudhail ibnu Iyaadh berkata, "Cinta itu lebih baik dari pada rasa takut, tidakkah engkau perhatikan, jika engkau mempunyai dua hamba sahaya, dan seorang dari mereka mencintaimu selagi yang lain merasa takut padamu, orang yang mencintaimu akan tulus kepadamu saat engkau ada maupun tak ada, karena cintanya padamu. Namun, orang yang takut padamu, mungkin tulus kepadamu saat engkau ada, dan ia takut padamu, namun ia akan memperdayaimu dan takkan tulus kepadamu saat engkau tak ada." 

Kelima, janganlah memaksa orang lain mengikuti nasihatmu: Adalah wajib bagi penasehat agar memberikan nasihat yang tulus kepada orang lain, tetapi bukan haknya memaksa orang lain mengikuti nasihatnya. Itu hanyalah hak penguasa Muslim atas rakyatnya, atau seorang Qadhi (Hakim) di wilayah yurisdiksinya. Penasihat yang tulus adalah orang yang membimbing menuju kebaikan, namun ia tak mengharuskan orang lain agar bertindak atasnya. Ibnu Hazm menulis bahwa seseorang seharusnya tak mengerjakan nasihat dengan syarat harus diterima, jika tidak, ia malah menindas, bukan menasihati, dan hanya bermaksud ditaati dan mengendalikan orang lain.
Keenam, memilih waktu yang tepat memberi nasihat. Yang memberi nasihat seyogyanya memilih waktu yang tepat untuk memberikan nasihatnya, karena seseorang takkan selalu siap menerima nasihat. Seseorang mungkin marah pada sesuatu, merasa geram karena tak mendapatkan apa yang ia inginkan, sedih atas kehilangan sesuatu, atau mungkin ada alasan lain yang dapat menghalanginya menerima nasihat.
Abdul Hamid Bilali menulis, "Memilih waktu dan tempat yang tepat adalah salah satu penyebab terbesar diterimanya nasihat dan pemberantasan kejahatan", dan seperti yang dikatakan Abdullah bin Mas'ud, "Kalbu ini terkadang merindukan sesuatu, dan juga penuh keterbukaan, namun kalbu ini juga terkadang merasa enggan dan menolak makanan..Maka dekatilah saat ia dalam keadaan merindu dan penuh keterbukaan, dan tinggalkanlah saat ia merasa enggan dan menolak makanan."

Ketujuh, nasihat yang bertentangan dengan Islam, tak perlu diikuti. Mengerjakan nasihat adalah bagian dari syariat Islam. Karena itu, jika seseorang memberi nasihat agar meninggalkan perbuatan yang diperintahkan oleh syariat Islam, atau melakukan perbuatan tercela, maka itu bukan disebut nasihat. Yang memberi semacam itu harus berhenti melakukannya dan orang yang dituju seharusnya tak menerimanya. Misalnya, jika seseorang memintamu agar mencukur jenggotmu, memperlihatkan bagian tubuhmu dengan melepaskan hijab, berjabat tangan dengan wanita dalam wawancara kerja, berkencan dengan gadis yang engkau minati, bekerja di tempat yang menjual minuman keras, atau bekerja di bank berbasis riba, maka janganlah engkau manaatinya. Hal-hal ini tidaklah terhitung sebagai nasihat sesuai apa yang dimaksudkan Rasulullah (ﷺ) dalam bagian dari agama.
Bila nasihat diberikan dengan sopan, hasilnya biasanya sehat dan bermanfaat; Kecuali bila ada beberapa faktor yang mempengaruhi penerimaan nasihat tersebut. Salah satu faktor terpenting yang berkontribusi dalam penolakan nasihat dari sesama Muslim adalah keangkuhan. Keangkuhan mencegah seseorang menerima nasihat dan bertindak atasnya; sebaliknya, orang yang senantiasa berusaha melibas keangkuhan dari kalbunya, akan merasa lebih mudah menerima nasihat.

Sultaan menyatakan bahwa nasihat ini tak hanya terhadap umat Islam semata. Rasulullah (ﷺ) mengerjakan nasihat untuk kaumnya, suku Quraisy yang tak beriman di Makkah. Seorang Muslim seyogyanya berusaha mengerjakan nasihat kepada ummat non-Muslim. Hal ini dilakukan dengan mengajarkan mereka tentang Islam, dan berusaha menunjukkan jalan yang lurus. Saat memenuhi nasihat ini karena Allah, seseorang harus rela menanggung kesulitan karena Rasulullah (ﷺ) juga menanggung kesusahan.
Nasihat berasal dari kebenaran dan pemberi nasihat berasal dari orang lain, sementara orang yang angkuh adalah orang yang menolak kebenaran dan memandang rendah orang lain. Kesombongan dan keangkuhan mencegah orang tersebut mengikuti sebuah nasihat, walaupun ia telah melihat kebenarannya. Sebaliknya, orang yang rendah hati akan menerima nasihat dari orang lain dengan sepenuh hati, tak peduli darimana asalnya, karena ia tahu bahwa sebuah amal-shaleh yang wajib dilakukan, disampaikan kepadanya."

Kemudian Serak-Jawa berkata, "Wahai saudara-saudariku, realitas agama ini, esensi agama ini atau komponen penting dari agama ini, adalah nasihat. Nasihat kepada Allah, kitab-Nya, utusan-Nya, pemimpin umat Islam dan masyarakat umum ummat Islam adalah sesuatu yang mempengaruhi setiap detik kehidupan ummat Islam. Tak ada waktu yang terlewatkan kecuali bahwa orang tersebut harus mencontohkan kualitas nasihat ini. Oleh karena itu, jika seorang Muslim tak dapat mencirikan dirinya sendiri sebagai pemberi nasihat, maka ia seharusnya, pada kenyataannya, mempertanyakan agamanya secara keseluruhan, jika ia tak mengerjakan persyaratan minimum nasihat kepada Allah atau kitab-Nya, atau utusan-Nya, dan seterusnya, dapatkah ia menyebut dirinya seorang Muslim? Dimanakah Islam atau lmannya tanpa nasihat ini? Itulah apa yang Rasulullah (ﷺ) jelas tunjukkan saat ia berkata, "Agama ini nasihat."
Nasihat juga memainkan peran penting bagi kesehatan masyarakat Muslim secara keseluruhan. Inilah salah satu aspek kunci yang melindungi masyarakat Muslim dari penyebaran kejahatan, karena mereka yang mungkin tergelincir dan melakukan kejahatan itu, dengan rasa cinta dan rasa persaudaraan yang tulus, diajak dan dibantu agar berhenti melakukannya. Perilaku seperti itu menjalin cinta, kerja sama dan kebersamaan di kalangan umat Islam yang menghapus keegoisan dan kebencian. Wallahu a'lam."
"Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik." - [QS3:110]
(Bagian 1)

Referensi :
- Jamaal al-Din M. Zarabozo, Commentary On The Forty Hadith Of Al Nawawi Volume 1, Al-Basheer Publications
- Darussalam Research Section, Golden dvice Series : Do Not Become Angry, Darussalam