Senin, 30 April 2018

Hujan Batu Kerikil (2)

Nabi Hud, alaihissalam, menjelaskan bahwa tuhan-tuhan yang mereka sembah akan menjadi penyebab kehancuran mereka, bahwa hanya Allah-lah Yang bisa menyelamatkan manusia, dan bahwa tiada kekuatan lain di bumi yang dapat menguntungkan atau mengancam yang lain. Perselisihan antara Nabi Hud dan kaumnya terus berlanjut. Tahun-tahun berlalu, dan mereka bertambah congkak dan keras kepala, dan lebih menindas serta menentang risalah nabi mereka. Selanjutnya, mereka mulai menuduh Nabi Hud sebagai orang gila. Suatu hari mereka berkata kepadanya, "Kami sekarang mengerti rahasia kegilaanmu, engkau telah menghina tuhan-tuhan kami dan mereka menyakitimu, karenanya engkau menjadi gila."
Allah berfirman dalam Surah Hud [11]:53-57, "Mereka (kaum ‘Aad) berkata, 'Wahai Hud! Engkau tidak mendatangkan suatu bukti yang nyata kepada kami, dan kami tidak akan meninggalkan sesembahan kami karena perkataanmu dan kami tidak akan mempercayaimu, kami hanya mengatakan bahwa sebagian sesembahan kami telah menimpakan penyakit gila atas dirimu.' Ia (Hud) menjawab, 'Sesungguhnya aku bersaksi kepada Allah dan saksikanlah bahwa aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan dengan yang lain, sebab itu jalankanlah semua tipu dayamu terhadapku dan jangan kamu tunda lagi. Sesungguhnya aku bertawakal kepada Allah Tuhanku dan Tuhanmu. Tidak satu pun makhluk bergerak yang bernyawa melainkan Dialah yang memegang ubun-ubunnya (menguasainya). Sungguh, Tuhanku di jalan yang lurus (adil). Maka jika kamu berpaling, maka sungguh, aku telah menyampaikan kepadamu apa yang menjadi tugasku sebagai rasul kepadamu. Dan Tuhanku akan mengganti kamu dengan kaum yang lain, sedang kamu tidak dapat mendatangkan mudarat kepada-Nya sedikit pun. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pemelihara segala sesuatu.'"

Kemudian, Nabi Hud membiarkan mereka dan tuhan-tuhan mereka, serta menegaskan ketergantungannya pada Allah yang telah menciptakan dirinya. Nabi Hud menyadari bahwa adzab akan ditimpakan pada orang-orang yang tak beriman di antara kaumnya. Inilah salah satu hukum kehidupan. Allah, mengadzab orang-orang yang tak beriman, tak peduli betapa kaya, tiran atau hebatnya mereka. Nabi Hud dan pengikutnya menunggu janji Allah. Kekeringan menyebar ke seluruh daratan, karena langit tak lagi mau menurunkan hujannya. Matahari membakar pasir gurun kering, tampak laksana cakram api yang hinggap di kepala. Allah menahan hujan selama tiga tahun, dan mereka mulai menderita karenanya.
Kaum Nabi Hud bergegas menemuinya dan bertanya, "Kekeringan apa itu Hud?" Nabi Hud menjawab, "Allah murka kepada kalian, jika kalian beriman kepada-Nya, Dia akan menerimamu dan hujan akan turun, serta kekuatan kalian akan bertambah." Mereka mengejeknya dan bahkan lebih keras kepala, berucap kasar dan mempertahankan sikap durhaka mereka. Kekeringan semakin menjadi, pepohonan menguning, dan tanaman pun mati. Suatu hari tiba, ketika mereka melihat langit yang penuh dengan awan. Kaum Nabi Hud bergembira saat mereka keluar dari kemah sambil berteriak, "Awan, yang akan memberi kami hujan!" Seketika, cuaca berubah, dari panas yang kering dan membakar, menjadi dingin yang menyengat, disertai angin yang mengguncang segalanya; pepohonan, tanaman, kemah-kemah, lelaki dan wanita.
Angin bertambah gemuruh dari hari ke hari dan malam demi malam. Kaum Nabi Hud mulai melarikan diri. Mereka berlari ke kemah untuk bersembunyi, badai malah mengamuk, merobohkan kemah dari pancangnya. Mereka bersembunyi di balik selimut, namun badai seakan geram, dan mencabik-cabik selimut mereka. Badai memangkas pakaian dan kulit mereka. Badai menembus setiap rongga tubuh mereka dan menghancurkannya. Badai liar itu takkan menyentuh apapun sebelum menghancurkan atau membunuh. Menghisap intisarinya hingga terburai dan membusuk. Badai berkecamuk selama delapan hari tujuh malam. Badai tak kunjung berhenti hingga seluruh wilayah itu hancur menjadi puing-puing dan orang-orang jahatnya luluh-lantak, tertelan pasir gurun. Hanya Nabi Hud, alaihissalam, dan pengikutnya tetap tak tersentuh. Mereka pindah ke Hadramaut dan tinggal di sana dengan damai, menyembah Allah, Tuhan sejati mereka."

Sang pemikir berkata, "Wahai anak muda, akibat dari perbuatan dosa adalah terhalangnya kesuksesan, pandangan yang salah, tak adanya kebenaran, rusaknya kalbu, lalai memuliakan Allah, banyak waktu terbuang, ciptaan lain terabaikan, adanya hijab antara hamba dan Tuhannya, doa tak terjawab, sempitnya kalbu, hilangnya berkah dalam kehidupan dan usia, terhalang memperoleh ilmu, terhina, ternista oleh musuh, sesaknya dada, kawan jahat yang akan merusak kalbu dan waktu terbuang, duka dan nestapa, hidup yang serba sukar, dan kekecewaan. Semua itu muncul karena perbuatan dosa dan lalai memuliakan Allah, laksana tanaman yang tumbuh oleh siraman, namun habis terlalap api. Kebalikan dari semua itu, adalah konsekuensi ketaatan kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
Kalimat 'La ilaha illallah' adalah sesuatu yang Allah beli. Harganya adalah surga, dan Rasulullah (ﷺ) adalah pengantarnya, dan engkau akan dengan senang hati berpisah dengan sebagian kecil kehidupan duniawi ini untuk mendapatkannya. Bagian yang hilang darimu adalah bagian terkecil dari sesuatu yang secara keseluruhan tak sebanding dengan sayap nyamuk. Maka, keluarkan dirimu dari dunia penyakit yang terbatas ini, masuklah ke dunia akhirat yang berbeda, yang memiliki apa yang tak pernah terlihat mata. Tiada yang mustahil di sana, dan cinta takkan pernah luntur. Wahai orang-orang yang menjual diri demi sesuatu yang akan menyebabkanmu menderita dan merasa sakit, dan yang juga akan kehilangan keindahannya, engkau menjual barang yang paling berharga dengan harga termurah, seolah-olah engkau tak tahu nilai barang atau kepicikan harganya. Tunggulah sampai tiba hari dimana setiap orang akan saling beradu untung-rugi dan engkau akan menemukan ketidakadilan perjanjian ini.


Wahai anak muda, bersyukurlah atas apapun yang Allah berikan kepadamu dari kehidupan duniawi ini. Berjalan dalam kehidupan duniawi ini, laksana berjalan di atas tanah yang penuh dengan satwa liar, dan airnya yang penuh dengan rombongan buaya. Hal yang menyebabkan suka-cita, berubah menjadi sumber nestapa. Kepedihan ada di tengah kenikmatan, dan kelezatan bersumber dari penderitaan. Bagai seekor burung melihat gandum, demikian juga pandangan seseorang tentang syirik, selagi kesia-siaan membuat penganutnya buta. Nafsu diberikan dalam kelimpahan kepada manusia, namun mereka yang beriman pada yang ghaib akan berpaling darinya, sementara orang-orang yang menuruti hawa nafsunya, akan menyesalinya.
Bila orang-orang sukses menyadari kenyataan kehidupan duniawi ini, mereka akan yakin betapa rendah derajatnya, mereka melepaskan hasrat mereka demi akhirat. Mereka terbangun dari ketidakpedulian untuk mengingat apa yang musuh mereka ambil selama masa kemalasan mereka. Kapan pun mereka melihat perjalanan jauh yang harus mereka jalani, mereka mengingat tujuan mereka, sehingga tampak mudah bagi mereka. Kapanpun saat hidup serasa pahit, mereka mengingat ayat ini, di mana Allah berfirman, dalam surah Al-Anbiya [21]: 103, 'Inilah harimu yang telah dijanjikan kepadamu.'"

Kemudian sang pemikir berkata, "Wahai anak muda, kembalilah kepada Allah dan carilah Dia melalui mata, telinga, hati, dan lidahmu, dan jangan lupa mencari Dia melalui keempat cara ini. Sesiapa yang mematuhi-Nya, mereka melakukannya dalam empat cara ini, dan sesiapa yang tak melakukannya, juga melakukannya dengan empat cara ini. Yang beruntung adalah mereka yang mendengar, melihat, berucap, dan menyergap saat mencari ridha Allah, dan yang merugi adalah orang yang melakukannya hanya untuk mencari kesenangan dan keinginannya sendiri.
Betapa indahnya mengenal Allah Subhanahu Wa Ta'ala! Namun, bagaimana mungkin seseorang mengenal-Nya tapi tak menyayangi-Nya? Bagaimana mungkin seseorang bisa mendengar pemanggil namun tak mau menjawabnya? Bagaimana mungkin kita bisa mengetahui keuntungan yang bisa didapat dalam berurusan dengan-Nya, tetapi masih lebih memilih yang lain? Bagaimana mungkin seseorang bisa merasakan kepahitan karena tak menaati-Nya, namun tetap menjauhkan diri dari keinginan untuk mematuhi-Nya? Bagaimana mungkin seseorang bisa merasakan peliknya percakapan biasa, namun gagal membuka kalbumu untuk mengingat-Nya? Bagaimana mungkin seseorang bisa disiksa karena bergantung pada yang lain, namun tak bergegas kembali kepada-Nya dalam indahnya taubat?
Mungkin, akan sangat mengejutkan jika mengetahui bahwa selagi engkau membutuhkan Dia, engkau masih enggan bergerak ke arah-Nya, karena engkau menyeru yang lain. Tiada yang dapat memanjakan diri dalam keharaman, kecuali dua alasan, yang pertama tak beriman kepada Allah, terlepas dari kenyataan bahwa jika seseorang mematuhi-Nya, pastilah ia mendapat keuntungan yang terbaik dari hal-hal yang halal. Kedua, mengetahui bahwa siapapun yang mengorbankan apapun karena Allah, pastilah Dia akan memberinya sesuatu yang lebih baik daripada yang telah dikorbankannya itu. Sayangnya, keinginannya yang sia-sia melampaui kesabarannya, dan hasratnya menguasai pikirannya. Orang yang pertama itu, berilmu dangkal, dan orang yang kedua itu, berwawasan sempit.
Orang yang mendekati Allah akan menemukan kebahagiaan sejati. Inilah orang yang sama, yang mengakui bahwa ia bodoh, bahwa amalnya tak sempurna, dan bahwa ia sendiri tak pantas, dan bahwa ia terus-menerus gagal memberikan hak Allah sesuai dengan yang sepantasnya dipersembahkan kepada-Nya. Jika Allah menghukumnya karena dosa-dosanya, ia sadar bahwa itulah keadilan, dan jika orang tersebut berbuat baik, ia akan melihatnya sebagai berkah Allah, dan jika Allah menerimanya, itu rahmat dari-Nya, dan jika Dia tak mengabulkannya, itu karena tak pantas disampaikan kepada-Nya. Jika ia berbuat jahat, ia akan melihat itu sebagai akibat ditinggalkan oleh Allah, dan bahwa Allah telah melepaskan perlindungan untuknya, dan karena ia berbuat dosa, dan inilah keadilan. Ia mengakui kebutuhannya kepada Allah dan tahu bahwa ia tak bisa adil terhadap dirinya sendiri. Jika Allah mengampuninya, itu karena nikmat dari-Nya. Seluruh masalah bergantung pada melihat Allah sebagai Yang Maha Baik dan melihat dirinya sebagai pendosa dan lalim. Ketika sesuatu menyenangkannya, ia melihatnya sebagai pertolongan dari Allah dan bahwa Dialah yang memberikan itu kepadanya, dan setiap kali ada sesuatu yang tak menyenangkannya, ia tahu bahwa itu karena dosanya, dan bahwa Allah berlaku adil padanya dalam segala hal.
Saat rumah para pencinta hancur, mereka memohon kepada Allah agar penghuninya bisa kembali dan menemukan kedamaian serta kebaikan. Bila seseorang yang mencintai Allah telah menetap di bawah debu selama bertahun-tahun, ia akan teringat pada ketaatannya kepada Allah dalam kehidupan duniawi ini, dan akan menemukan kebaikan yang dihasilkannya. Wallahu a'lam."
"Dan sungguh, akan Kami isi neraka Jahanam banyak dari kalangan jin dan manusia. Mereka memiliki hati, namun tak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka memiliki mata (tetapi) tak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tak dipergunakannya untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka bagai hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lengah." - [QS.7:179]
(Bagian 1)
Referensi :
- Ibn Kathir, Stories of the Prophet, Darussalam
- The History of Al-Tabari Volume II : Prophets and Patriarchs, translated and annotated by William M. Brinner, SUNY Press
- Ibn Al-Qayyim, Al-Fawaid, Umm Al-Qura

Jumat, 27 April 2018

Hujan Batu Kerikil (1)

Sang pemikir berkata, "Wahai anak muda, waspadalah terhadap hal-hal yang akan mengalihkanmu kepada sesuatu yang tak terampunkan. Engkau hanya disibukkan dengan sesuatu yang lain. Jika pengalihan ini disengaja, maka engkau akan mengabaikan ibadah yang diwajibkan kepadamu, dan jika itu tak disengaja, dengan rahmat-Nya, pelakunya dapat dimaafkan dan dianggap sebagai suatu bentuk kealpaan. Jiwa dapat tergoda dan raga ini mudah disalahgunakan, dan karenanya, mereka dipersatukan. Itulah mengapa Allah berfirman dalam Surah At-Takatsur [ 102]: 1-8, "Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. Sekali-kali tidak! Kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), kemudian sekali-kali tidak! Kelak kamu akan mengetahui. Sekali-kali tidak! Sekiranya kamu mengetahui dengan pasti, niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahim, kemudian kamu benar-benar akan melihatnya dengan mata kepala sendiri, kemudian kamu benar-benar akan ditanya pada hari itu tentang kenikmatan (yang megah di dunia itu)."

Atas otoritas Ibnu 'Abbas, radiallahu anhu, penjelasan tentang penafsiran firman Allah ini, 'Bermegah-megahan telah melalaikan kamu,' menurutnya: 'Saling bersaing dalam hal status dan garis keturunanmu telah mengalihkan perhatianmu. 'Sampai kamu masuk ke dalam kubur,' ini karena Bani Sahm dan Bani Abdul Manaf saling bersaing tentang suku mana yang terbaik, seperti jumlah penduduknya, dan menemukan bahwa Bani Abdul Manaf lebih banyak jumlahnya. Banu Sahm mengatakan pada saat itu, "Kami berakar dari ketidakadilan di zaman penyembah berhala; hitunglah yang masih hidup dan yang telah mati dari kaum kami, dan orang-orang yang masih hidup dan yang telah mati dari kaum kalian.' Ketika mereka melakukannya, mereka menemukan bahwa Bani Sahm lebih banyak jumlahnya. Oleh karena itu, ayat-ayat ini diwahyukan. Membangga-banggakan status dan garis keturunan akan mengalihkan perhatianmu sampai engkau mengunjungi kuburan untuk menghitung orang mati; Dikatakan juga bahwa ini berarti: bertambahnya harta dan anak-anak mengalihkan perhatianmu sampai engkau mati dan dimasukkan ke dalam liang lahat.
'Sekali-kali tidak'; ini adalah balasan dan ancaman bagi mereka. 'Kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu)', maksudnya apa yang akan engkau alami di alam kubur!
'kemudian sekali-kali tidak! Kelak kamu akan mengetahui. Sekali-kali tidak! Sekiranya kamu mengetahui dengan pasti, niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahim, kemudian kamu benar-benar akan melihatnya dengan mata kepala sendiri, kemudian kamu benar-benar akan ditanya pada hari itu tentang kenikmatan (yang megah di dunia itu),' maksudnya, engkau akan tahu, apa yang akan dilakukan terhadapmu pada Hari Kiamat, dengan pengetahuan yang pasti! Apa yang engkau banggakan dalam kehidupan dunia ini. Kemudian, pada hari itu, pada Hari Kiamat, engkau akan ditanya tentang kenikmatan, engkau akan ditanya, bersyukurkah engkau atas semua karunia yang engkau nikmati ini, makanan, minuman, pakaian, dll .

Seorang pekerja menggunakan tubuhnya untuk bekerja, namun qalbunya tak terlalaikan oleh aktivitasnya itu. Allah tak menyebutkan secara umum objek dari persaingan mereka. Tak ada persaingan diantara hamba-hamba-Nya kecuali dalam menaati Allah dan Rasul-Nya (ﷺ), dan segala hal yang akan berguna baginya pada Hari Dibangkitkan, harus termasuk dalam persaingan ini. Persaingan juga bisa berupa uang, kekuasaan, jabatan, wanita, ucapan, atau ilmu. Hal ini terutama berlaku bila orang tersebut membutuhkan objek ini. Ini bisa mencakup hal-hal yang tak perlu, bagaikan buku yang berjilid-jilid dan pertanyaan yang tak perlu dan cabang-cabangnya. Persaingan itu mencul ketika manusia berusaha memperoleh lebih dari yang lain, dan ini tak terkecuali jika itu untuk sesuatu yang akan mendekatkan diri kepada Allah. Persaingan termasuk bersaing dalam melakukan perbuatan baik. Muslim mencatat bahwa Abdullah bin Asy-Syikhkhir, radiallahu anhu, meriwayatkan, 'Aku datang ke Rasulullah (ﷺ) saat ia sedang mengucapkan surah, 'Kamu telah diperlalaikan oleh bermegah-megahan....' Ia (ﷺ) berkata, 'Anak-anak Adam menggugat, 'Hartaku, hartaku.' Dan ia (ﷺ) bersabda, 'Wahai anak Adam! Adakah sesuatu itu yang benar-benar menjadi milikmu, kecuali apa yang engkau makan, yang engkau pergunakan, atau yang engkau kenakan, dan kemudian menjadi usang atau engkau berikan sebagai sedekah dan memindahkannya untuk dirimu sendiri?" 

Sang pemikir berhenti sejenak, ia mengernyitkan kening seakan mengingat sesuatu. Lalu ia berkata, "Wahai anak muda, ketahuilah bahwa kaum 'Aad binasa disebabkan oleh Hasib, hujan batu kerikil. Allah mengadzab mereka karena kepongahannya." Sang musafir bertanya, "Apa yang terjadi dengan kaum 'Aad?" Sang pemikir berkata, "Kita sebelumnya telah membicarakan tentang apa yang terjadi terhadap kaum Nabi Nuh, alaihissalam. Setelah Nabi Nuh wafat, anak-anaknya mendiami bumi ini dimana mereka berbaring. Terdapat kaum yang menjadi penindas dan durhaka kepada  Allah dan Nabi Nuh.. Allah mengirim utusan kepada mereka, tetapi , mereka tak beriman, dan mereka tetap bertahan dalam kelalaian mereka, maka Allah membinasakan mereka. Itulah dua kaum yang diturunkan dari Iram bin Sam bin Nuh, salah satunya adalah 'Aad bin Aush bin Iram bin Sam bin Nuh, yang juga disebut 'Aad, dan selanjutnya adalah Tsamud bin Abir bin Iram bin Sam bin Nuh, mereka adalah orang Arab Aribah." Sang musafir bertanya, "Apa orang Arab Aribah itu?' Sang pemikir berkata, "Dalam kitab Sahih lbnu Hibban dari Abu Dzar yang berhubungan dengan sebuah hadis yang sangat panjang tentang Para Nabi dan Rasul. Dalam hadits tersebut, Rasulullah (ﷺ) bersabda, "Di antara mereka ada empat nabi yang berasal dari orang Arab (yaitu): Hud, Salih, Syu'aib dan Nabi-mu, wahai Abu Dzar."
Orang-orang Arab yang ada sebelum Nabi Ismail, alaihissalam, diberi nama Arab Aribah. Mereka terdiri dari berbagai suku, termasuk: 'Aad, Tsamud, Jurhum, Tsams, Yudais, Amim, Madin,' Umlaq, 'Abid, Jasim, Qahtan, Bani Yaqthan, dan seterusnya. Sementara orang Arab Musta'ribah adalah keturunan Ismail bin Ibrahim al-Khalil. Nabi Ismail adalah orang bukan-Arab pertama yang fasih berbahasa Arab. Nabi Ismail belajar bahasa Arab dari suku Jurhum yang berhenti di tempat ibunya saat mereka akan bermigrasi. Allah Subhanahu Wa Ta'ala mengajarkan kepadanya bahasa Arab dalam kefasihan dan kejernihan seperti bahasa yang diucapkan oleh Rasulullah (ﷺ).

Menurut Ibnu Katsir, kaum 'Aad tinggal bertahun-tahun di daerah perbukitan yang berangin di antara Yaman dan Oman. Mereka tumbuh dengan baik secara fisik dan terkenal karena keahlian mereka terutama dalam hal pembangunan gedung-gedung tinggi dengan menara-menara tinggi. Mereka bangsa yang luar biasa diantara segala bangsa, yang memiliki kekuasaan dan kekayaan, yang sayangnya, membuat mereka sombong dan congkak. Kekuatan politik mereka berada di tangan penguasa yang tak adil, siapun tak ada yang berani menghardiknya. Mereka mengetahui keberadaan Allah, dan mereka juga menyembah-Nya. Namun mereka tak mau hanya menyembah Allah. Mereka menyembah tuhan yang lain, juga, termasuk berhala. Inilah dosa besar yang takkan diampuni Allah.
Menurut At-Tabari, Allah mengutus Hud bin 'Abdallah bin Ribah bin al-Khalud bin 'Ad bin Aush bin Iram bin Sam bin Nuh, kepada mereka. Ada genealog mengklaim bahwa Nabi Hud, alaihissalam, adalah Eber bin Selah bin Arpakhsyah bin Sam bin Nuh. Kaum Aad menyembah tiga berhala, yang satu disebut Sada, yang lain disebut Samud, dan satunya lagi, al-Haba.'

Nabi Hud, alaihissalam, mengutuk penyembahan berhala itu dan menegur kaumnya. "Wahai kaum-Ku, apa gunanya batu-batu yang kalian ukir dengan tanganmu ini, lalu kalian sembah? Sesungguhnya, inilah penghinaan terhadap akal-budi. Hanya ada satu tuhan yang patut disembah dan Dialah Allah. Sembahlah Dia dan hanya Dia saja, itu wajib bagimu. Dia menciptakanmu, Dia menyediakan segala sesuatu untukmu dan Dialah tempat kembalimu. Dia memberimu fisik yang indah dan memberkahimu dalam banyak hal. Maka berimanlah kepada-Nya dan janganlah buta terhadap nikmat-Nya, atau nasib yang sama, yang menghancurkan kaum Nuh, akan menyusulmu." Dengan pertimbangan seperti itu, Nabi Hud berharap menanamkan iman kepada mereka, namun mereka menolak menerima risalahnya. Kaumnya bertanya kepadanya, "Inginkah engkau menjadi pemimpin dengan seruanmu itu? Bayaran apa yang engkau inginkan?" Nabi Hud berusaha menjelaskan kepada mereka agar memahami bahwa ia akan menerima pahala dari Allah; ia, alaihissalam, tak menuntut apapun dari mereka kecuali bahwa mereka membiarkan cahaya kebenaran menyentuh akal dan qalbu mereka.
Allah berfirman dalam Al-Qur'an Surah Hud [11]: 50-52, "Dan kepada kaum ‘Aad (Kami utus) saudara mereka, Hud. Ia berkata, 'Wahai kaumku! Sembahlah Allah, tidak ada tuhan bagimu selain Dia. (Selama ini) kamu hanyalah mengada-ada. Wahai kaumku! Aku tidak meminta imbalan kepadamu atas (seruanku) ini. Imbalanku hanyalah dari Allah yang telah menciptakanku. Tidakkah kamu mengerti?' Dan (Hud berkata), 'Wahai kaumku! Mohonlah ampunan kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras, Dia akan menambahkan kekuatan di atas kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling menjadi orang yang berdosa.'
(Bagian 2)  

Senin, 23 April 2018

Berhala-berhala (2)

Nabi Nuh, alaihissalam, memilih tempat di luar kota, jauh dari laut. Ia mulai bekerja siang dan malam membangun bahtera itu. Kaumnya terus mengolok-olok, "Wahai Nuh, lebih menarikkah bidang pertukangan bagimu daripada kenabian? Mengapa engkau membangun sebuah bahtera di tempat yang jauh dari laut? Akankah engkau menyeretnya ke air atau anginkah yang akan membawanya untukmu? " Dalam Surah Hud [11]: 38-39, Allah beerfirman, "Dan mulailah ia (Nuh) membuat kapal. Setiap kali pemimpin kaumnya berjalan melewatinya, mereka mengejeknya. Ia (Nuh) berkata, 'Jika kamu mengejek kami, maka kami (pun) akan mengejekmu sebagaimana kamu mengejek (kami). Maka kelak kamu akan mengetahui siapa yang akan ditimpa azab yang menghinakan dan (siapa) yang akan ditimpa azab yang kekal.'”
Bahtera telah terbangun, dan Nabi Nuh duduk menunggu perintah Allah. Allah mewahyukan kepadanya, bahwa jika air telah keluar dari tanur yang ada di rumah Nabi Nuh, itu akan menjadi tanda awal kemunculan Air Bah, dan tanda kepada Nabi Nuh agar segera bertindak. Tanur itu, tungku batu milik Hawa dan akhirnya menjadi milik Nabi Nuh.

Maka, tibalah hari yang mengerikan itu saat tanur di rumah Nabi Nuh terluap air. Nabi Nuh bergegas membuka bahtera dan memanggil orang-orang mukmin. Ia juga membawa serta sepasang margasatwa, jantan dan betina, dari setiap jenis satwa, unggas dan serangga. Melihat ia membawa makhluk-makhluk ini ke bahtera, kaumnya tertawa terbahak-bahak: "Nuh pasti telah hilang akal! Apa yang akan ia lakukan dengan hewan-hewan itu?" Firman Allah dalam Surah Hud [11]: 40, "Hingga apabila perintah Kami datang dan tanur (dapur) telah memancarkan air, Kami berfirman, “Muatkanlah ke dalamnya (kapal itu) dari masing-masing (hewan) sepasang (jantan dan betina), dan (juga) keluargamu kecuali orang yang telah terkena ketetapan terdahulu dan (muatkan pula) orang yang beriman.” Ternyata orang-orang beriman yang bersama dengan Nuh hanya sedikit.
Air naik dari celah-celah permukaan bumi; Tak ada celah yang airnya tak naik. Hujan laksana tertuang dari langit, dalam jumlah yang tak pernah terlihat sebelumnya di bumi. Air terus mengalir dari langit, yang naik dari celah-celah bumi; detik demi detik, ketinggiannya terus bertambah. Lautan dan ombak menyerbu daratan. Bagian dalam bumi bergerak dengan cara yang aneh, dan lantai-lantai samudera tiba-tiba terkuak, membanjiri lahan kering. Bumi, untuk pertama kalinya tenggelam.

At-Tabari meriwayatkan dari Ummul Mukminin, Aisyah, radhiyallahu 'anha, berkata, "Rasulullah (ﷺ) bersabda, 'Jika saja Allah menunjukkan belas kasihan kepada siapapun di antara kaum Nabi Nuh, maka itulah ibu dari seorang bayi.' Rasulullah bersabda, 'Nuh telah hidup bersama kaumnya selama 950 tahun, menyeru mereka kepada Allah. Kemudian pada waktunya, ia menanam sebuah pohon yang tumbuh dan bercabang ke segala arah. Ia kemudian menebangnya dan mulai membangun sebuah bahtera. Orang-orang yang lewat bertanya kepadanya apa yang sedang dilakukannya. Ia menjawab, 'Aku sedang membangun sebuah bahtera!' Mereka mengolok-oloknya dan berkata, 'Engkau sedang membangun sebuah bahtera di atas lahan kering? Bisakah mengambang?' Ia menjawab, 'Lihatlah nanti.' Ketika ia menyelesaikan bahtera itu dan 'tanurnya telah berasap,' dan semakin banyak air di jalanan, seorang ibu yang sangat mencintai bayinya merasa khawatir. Ia pergi ke gunung dan naik setinggi sepertiga darinya. Air menggapainya, ia naik setinggi dua pertiganya, air menggapainya lagi, ia lalu naik ke puncak. Ketika air sampai ke lehernya, ia mengangkat bayinya dengan kedua tangannya hingga air menghanyutkannya, sekiranya Allah menunjukkan rahmat kepada siapapun dari mereka, pastilah ibu dari sang bayi."

Para ulama punya pandangan berbeda mengenai jumlah orang yang bersama Nabi Nuh di atas bahtera itu. Ibnu Abbas menyatakan bahwa ada 80 orang mukmin, Nabi Nuh membawa di dalam bahtera itu, anak-anaknya, Sem, Ham, dan Yafet, dan menantu perempuannya, istri dari anak-anaknya, dan juga tujuh puluh tiga keturunan Nabi Syits yang meyakininya. Jadi, ada delapan puluh orang di dalam bahtera itu. Kaab al-Ahbar berpendapat bahwa ada 72 orang mukmin. Yang lain mengklaim bahwa ada 10 orang mukmin bersama Nabi Nuh. Istri Nabi Nuh, tak beriman, sehingga ia tak ikut dengannya; demikian pula anak Nabi Nuh, yang diam-diam menjadi kafir namun berpura-pura beriman di hadapan Nabi Nuh. Juga sebagian besar kaum Nabi Nuh adalah orang-orang yang tak beriman, sehingga tak ikut masuk ke dalam bahtera. Allah berfirman tentang anak Nabi Nuh dalam Surah Hud [11]: 41-47, "Dan ia (Nuh) berkata, ”Naiklah kamu semua ke dalamnya (kapal) dengan (menyebut) nama Allah pada waktu berlayar dan berlabuhnya. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun, Maha Penyayang.” Dan kapal itu berlayar membawa mereka ke dalam gelombang laksana gunung-gunung. Dan Nuh memanggil anaknya, ketika dia (anak itu) berada di tempat yang jauh terpencil, “Wahai anakku! Naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah engkau bersama orang-orang kafir.” Ia (anaknya) menjawab, “Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat menghindarkan aku dari air bah!” (Nuh) berkata, “Tidak ada yang melindungi dari siksaan Allah pada hari ini selain Allah yang Maha Penyayang.” Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka ia (anak itu) termasuk orang yang ditenggelamkan. Dan difirmankan, “Wahai bumi! Telanlah airmu dan wahai langit (hujan) berhentilah!” Dan air pun disurutkan, dan perintah pun diselesaikan dan kapal itupun berlabuh di atas gunung Judi, dan dikatakan, ”Binasalah orang-orang zhalim.” Dan Nuh memohon kepada Tuhannya sambil berkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku adalah termasuk keluargaku, dan janji-Mu itu pasti benar. Engkau adalah hakim yang paling adil.” Dia (Allah) berfirman, “Wahai Nuh! Sesungguhnya ia bukanlah termasuk keluargamu, karena perbuatannya sungguh tidak baik, sebab itu jangan engkau memohon kepada-Ku sesuatu yang tidak engkau ketahui (hakikatnya). Aku menasihatimu agar (engkau) tidak termasuk orang yang bodoh.” Ia (Nuh) berkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu untuk memohon kepada-Mu sesuatu yang aku tidak mengetahui (hakikatnya). Kalau Engkau tidak mengampuniku, dan (tidak) menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku termasuk orang yang rugi."

Menurut Ibnu 'Abbas, radhiyallahu 'anhu, Allah menurunkan hujan selama empat puluh hari empat puluh malam. Saat hujan menimpa mereka, satwa liar, binatang piaraan, dan burung-burung, seluruhnya bergabung bersama Nabi Nuh yang nantinya akan berkembang-biak. Sesuai yang diperintahkan Allah, ia membawa sepasang, dua dari masing-masing jenis. Ia juga membawa jenazah Nabi Adam, alaihissalam, menjadikannya hijab antara wanita dan pria. Mereka naik ke bahtera pada hari ke sepuluh bulan Rajab, dan turun dari bahtera pada Hari Asyura (hari kesepuluh bulan Muharram); oleh karena itu, orang-orang berpuasa pada Hari Asyura.
Bahtera membawa mereka berlayar ke seluruh penjuru bumi dalam enam bulan. Bahtera itu tak berhenti walau telah sampai ke Wilayah Suci Mekah dan Madinah. Namun, bahtera itu tak memasuki Wilayah Suci, namun mengitarinya selama seminggu. Rumah Suci yang dibangun oleh Nabi Adam, terangkat. Setelah bahtera itu mengelilingi Wilayah Suci, bahtera itu menjelajahi bumi bersama orang-orang di atasnya dan akhirnya, sampai di bukit al-Judi, sebuah bukit yang kakinya berada di negeri Mosul, dimana bahtera itu berlabuh setelah enam bulan pada penggenapan tujuh malam, atau, menurut pendapat lain, setelah genap enam bulan.

Setelah bersandar di atas bukit al-Judi, dalam Surah Hud [11]: 48, "Difirmankan, 'Wahai Nuh! Turunlah dengan selamat sejahtera dan penuh keberkahan dari Kami, bagimu dan bagi semua umat (mukmin) yang bersamamu. Dan ada umat-umat yang Kami beri kesenangan (dalam kehidupan dunia), kemudian mereka akan ditimpa azab Kami yang pedih.'"
Air yang berasal dari dalam tanah, terserap oleh bumi. Air yang turun dari langit, menjadi lautan yang terlihat di bumi saat ini. Sisa-sisa terakhir Air Bah di bumi ada di Hisma. Air itu tetap berada di bumi selama empat puluh tahun setelah peristiwa Air Bah, dan kemudian menghilang.
Dengan adanya perintah Ilahi ini, bumi kembali tenang, banjir mulai surut, dan tanah kering kembali bersinar di bawah cahaya matahari. Banjir telah membersihkan bumi dari orang-orang kafir dan orang musyrik. Nabi Nuh melepaskan burung-burung, dan ketukan nadi bumi ini mulai menghantar. Setelah itu, turunlah orang-orang mukmin. Nabi Nuh meletakkan dahinya ke atas tanah dalam sujud. Yang selamat menyalakan api dan duduk di sekitarnya. Menyalakan api di dalam bahtera tak diperbolehkan karena akan membakarnya. Tak seorangpun dari mereka makan makanan yang dipanaskan selama berada di atas lantai bahtera itu. Setelah bongkar muatan, ada puasa sehari untuk bersyukur kepada Allah.

Al-Qur'an telah menutup tirai kisah Nabi Nuh, alaihissalam. Kita tak tahu pasti bagaimana kejadian selanjutnya. Yang kita tahu atau bisa kita pastikan, bahwa di ranjang kematiannya, Nabi Nuh meminta anak-anaknya agar hanya menyembah Allah, Nabi Nuh pun wafat. Direkam oleh Ahmad dan at-Thabrani, Abdullah Ibnu Amr Ibnu 'Ash meriwayatkan bahwa Rasulullah (ﷺ) bersabda, "Ketika kematian Nuh mendekat, ia menegur anak-anaknya, 'Sesungguhnya, aku akan memberi kalian nasihat yang jauh ke depan, mengajak kalian agar mengerjakan dua hal, dan juga memperingatkan kalian agar tak melakukan dua hal. Aku meminta agar kalian mengimani bahwa tiada tuhan selain Allah, dan bahwa bila tujuh langit dan tujuh bumi diletakkan di satu sisi Mizan, dan kalimat "La ilaha illallah" diletakkan di sisi lain, yang terakhir akan lebih berat dari yang pertama. Aku peringatkan kalian agar tak menyekutukan Allah dan lawanlah keangkuhan.'"

Sang pemikir diam sejenak, lalu berkata, "Wahai anak muda, kita membutuhkan orang yang beraqidah, bukan orang yang berfalsafah. Kita membutuhkan orang-orang yang dapat mengatasi penyakit dan masalah ummat ini, dan para filsuf takkan sanggup mengerjakannya. Sekedar pendapat atau opini, secara emosional hanyalah kesuraman dan tak bersemangat. Jika pendapatnya terbukti benar, ia hanya senyum kecut, dan jika pendapatnya terbukti salah, tak masalah, karena ia telah mempersiapkan tindakan pencegahan untuk mencatat bahwa pendapatnya mungkin saja salah, walau ia yakin benar, dan pendapat orang lain, yang menurutnya salah, mungkin benar adanya.
Tetapi, orang yang beraqidah, hangat dan antusias, dan tak merasa puas kecuali bila aqidahnya sempurna. Orang yang berfalsafah, dapat dengan mudah mengubah pikirannya dan menganut gagasan baru, karena ia hanya mengikuti bukti, atau kepentingannya sendiri saat semuanya muncul dalam bentuk bukti. Orang yang beraqidah, berkeyakinan pasti dan tetap; tak ada keraguan bagnya dan ia tak sekedar berspekulasi. Aqidahnya benar dan tak berubah, dan di hari esok, masih akan tetap benar. Ia tak lagi bergantung pada bukti-bukti. Baginya, tak ada keraguan dan dugaan.
Opini belaka ibarat bangkai; yang tak bernyawa kecuali jika dihembuskan dengan ruh aqidah. Opini belaka bagai gua yang gelap, yang tetap gelap kecuali aqidah menyinarkan sinar ke dalamnya. Opini belaka bagai genangan air, dimana nyamuk-nyamuk bertelur. Di sisi lain, aqidah itu laksana samudera raya dimana serangga-serangga yang tak penting, takkan bisa berkembang-biak. Opini belaka bagai nebula yang tak berbentuk, sementara aqidah laksana bintang gemerlap. Opini belaka menimbulkan masalah dan hambatan, mementingkan hasrat ragawi, menimbulkan keraguan dan menumbuhkan keseganan, sementara aqidah, tak pedulikan bahaya, menyebabkan pegunungan bergetar, mengubah catatan sejarah, menghapus keraguan dan keseganan, dan menimbulkan kekuatan dan kepastian; ia tak mementingkan apapun kecuali pencapaian tujuan jiwa ini. Wallahu a'lam."
"Allah, tiada tuhan selain Dia. Yang Mahahidup, Yang terus menerus mengurus (makhluk-Nya), tak mengantuk dan tidak tidur. Milik-Nya apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi-Nya tanpa izin-Nya. Dia mengetahui apa yang di hadapan mereka dan apa yang di belakang mereka, dan mereka tak mengetahui sesuatu apa pun tentang ilmu-Nya melainkan apa yang Dia kehendaki. Kursi-Nya meliputi langit dan bumi. Dan Dia tak merasa berat memelihara keduanya, dan Dia Mahatinggi, Mahabesar." - [QS.2:255]
(Bagian 1)
Referensi :
- Ibn Kathiir, Stories of The Prophets, Darussalam
- The History of at-Tabari, Volume I, General Introduction and From the Creation to the Flood, translated by Franz Rosenthal, SUNY Press.
- 'Umar S. al-Ashqar, Belief in Allah - In the Light of the Qur'an and Sunnah, IIPH  

Jumat, 20 April 2018

Berhala-berhala (1)

Sang musafir muda bertanya, "Kapankah kekufuran itu dimulai?" Sang pemikir berkata, "Menurut riwayat yang disampaikan atas otoritas sejumlah ulama awal, ada sepuluh generasi antara Nabi Adam dan Nabi Nuh, alaihissalam, yang semuanya adalah penganut Islam. Kekufuran baru terjadi pada generasi dimana Nabi Nuh, alaihissalam, diutus. Menurut at-Tabari, Ibnu Abbas, radhiyallahu 'anhu, berkata, "Ada sepuluh generasi antara Nabi Nuh dan Nabi Adam, semuanya penganut Islam. Kemudian mereka berbeda pendapat, dan Allah mengutus para nabi sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan." Diriwayatkan bahwa Nabi Nuh adalah nabi pertama yang diutus Allah sebagai Rasul kepada ummatnya untuk memperingatkan mereka dan mengajak mereka mengakui keesaan Allah. Ia adalah Nuh bin Lamik bin Mutawatsilakh bin Akhnukh-yakni Nabi Idris- bin Yazid bin Malayil bin Qanin bin Anusy bin Syits bin Adam, alaihissalam, bapak umat manusia. Ada yang mengatakan bahwa kaum Nabi Nuh telah melakukan apa yang tak diridhai Allah, berupa kejahatan, minum minuman keras, dan berasyik-masyuk dengan alat musik yang mengalihkan mereka dari ketaatan kepada Allah. Yang lain mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang taat kepada Bewarasib, yang merupakan orang pertama yang menganut pandangan kaum Sabian. Bahwa kepada Banu Rasib inilah Nabi Nuh diutus.

Menurut Ibnu Katsir, rahimahullah, selama beberapa generasi, kaum Nabi Nuh telah menyembah patung-patung yang mereka sebut tuhan. Mereka percaya bahwa tuhan-tuhan ini akan membawa kebaikan bagi mereka, melindungi mereka dari kejahatan dan memberikan segala kebutuhan mereka. Mereka menamakan berhala mereka, seperti Wadd, Suwa', Yaghut, Ya'uq, dan Nasr, masing-masing berhala ini mewakili keberanian; sesuatu yang mudah berubah, keindahan; kekuatan, kecepatan, penglihatan yang tajam, sesuai dengan kekuatan yang mereka anggap dimiliki oleh tuhan-tuhan ini. Allah Subhanahu Wa Ta'ala mewahyukan dalam Surah Nuh [71]: 23, "Dan mereka berkata, 'Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwa‘, Yagµt, Ya‘uq dan Nasr." Awalnya, semua nama itu, orang-orang shaleh yang pernah hidup di antara mereka. Setelah kematian mereka, patung-patungnya dipajang untuk mempertahankan knangan terhadap mereka. Setelah beberapa lama, orang mulai menyembah patung-patung ini. Generasi selanjutnya, bahkan tak tahu mengapa patung-patung itu didirikan, mereka hanya tahu orang tua mereka berdoa kepada mereka. Begitulah penyembahan berhala berkembang karena mereka tak memahami tentang Allah Subhanahu Wa Ta'ala Yang akan menghukum mereka atas kejahatan mereka, mereka kejam dan tak bermoral. At-Tabari meriwayatkan, "Ada orang-orang shaleh yang hidup di antara Nabi Adam dan Nabi Nuh, dan pengikut mereka menjadikan mereka sebagai panutan. Setelah kematian mereka, teman-teman mereka yang berusaha menandingi mereka berkata, 'Jika kita membuat patung mereka, akan lebih menyenangkan dalam ibadah kita, dan akan mengingatkan kita akan mereka.' Jadi mereka membangun patung-patung itu, dan setelah mereka meninggal, yang lain mengikutinya. Iblis merangkak masuk ke dalam pikiran mereka dengan berkata, 'Nenek moyangmu biasa menyembah mereka, dan melalui penyembahan itu, mereka mendapat hujan.' Maka merekapun menyembah patung-patung itu."

Menurut Ibnu Abi Hatim, "Wadd adalah orang shaleh yang dicintai oleh kaumnya. Ketika ia meninggal, kaumnya pindah ke makamnya di negeri Babilonia dan dirundung duka yang mendalam. Ketika Iblis melihat kesedihan mereka, yang disebabkan oleh kematiannya, ia menyamar sebagai seorang manusia yang berkata: 'Aku melihat duka diantara kalian karena kematian orang ini; bolehkah aku buatkan patung yang mirip dirinya, yang bisa diletakkan di tempat kalian berkumpul, agar kalian dapat mengenangnya?' Mereka berkata: 'Ya.' Maka, iblis pun membuat patungnya, meletakkannya di tempat mereka berkumpul sebagai kenangan untuk mereka. Ketika Iblis melihat ketertarikan mereka atas kenangan terhadap orang shaleh itu, ia berkata, 'Bolehkah aku membuatkan patung di setiap rumah kalian sehingga masing-masing kalian akan selalu mengenangnya walau berada di rumah ? ' Mereka sepakat, anak-anak mereka belajar dan melihat apa yang sedang mereka lakukan, mereka juga belajar mengenangnya, bukan mengingat Allah. Jadi yang pertama disembah selain Allah adalah berhala yang mereka sebut Wadd."
Esensinya, bahwa setiap berhala yang disebutkan sebelumnya, disembah oleh sekelompok orang tertentu. Disebutkan bahwa orang membuat gambar di pasir, seiring berlalunya waktu, mereka mewujudkan gambar-gambar ini menjadi patung, sehingga bentuknya dapat dikenali sepenuhnya; Setelah itu, yang mereka sembah bukan Allah. Menyembah selain Allah adalah tragedi yang berakibat tidak hanya pada hilangnya kebebasan; pengaruh beratnya dapat mencapai pikiran manusia dan juga menghancurkannya. Allah Subhanahu Wa Ta'ala menciptakan manusia dan pikirannya dengan tujuan untuk mencapai ilmu, yang paling penting di antaranya adalah bahwa Allah-lah Sang Pencipta dan yang lain hanyalah hamba-Nya. Oleh karena itu, kekafiran ataupun kekufuran, berakibat pada hilangnya kebebasan, kehancuran pikiran, dan tak adanya target mulia dalam hidup ini. Dengan menyembah apapun selain Allah, manusia diperbudak oleh Setan, yang hanyalah makhluk ciptaan dan terkekang oleh sumber dayanya sendiri.

Ke dalam lingkungan ini, Allah mengutus Nabi Nuh dengan risalah-Nya kepada kaumnya. Ketika Allah mengutus Nabi Nuh kepada mereka sebagai Rasul, diriwayatkan bahwa ia berusia lima puluh tahun. Nabi Nuh adalah satu-satunya intelektual diantara mereka, yang tak terjebak dalam pusaran penghancuran manusia yang disebabkan oleh politeisme. Allah dengan rahmat-Nya mengirim rasul-Nya, Nabi Nuh, untuk membimbing umatnya. Nabi Nuh adalah orang yang fasih berbicara dan orang yang sangat sabar. Ia menunjukkan kepada umatnya misteri kehidupan ini, dan keajaiban alam semesta. Ia menunjukkan bagaimana malam itu secara teratur diikuti oleh siang, dan bahwa keseimbangan timbal-balik ini dirancang oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala bagi kebaikan kita. Malam hari memberi kesejukan dan istirahat, sementara siang hari memberi kehangatan dan membangkitkan aktivitas. Matahari mendorong pertumbuhan, menjaga semua tanaman dan hewan agar tetap hidup, sementara bulan dan bintang, membantu perhitungan waktu, arah dan musim.
Ia menunjukkan bahwa kepemilikan langit dan bumi hanya milik Sang Ilahi. Karena itu, ia menjelaskan kepada kaumnya, tak mungkin ada lebih dari satu tuhan. Ia menjelaskan kepada mereka bagaimana iblis telah menipu mereka begitu lama, dan bahwa sudah saatnya tipu-daya ini berakhir. Nabi Nuh menjelaskan kepada mereka bagaimana Allah memuliakan manusia, bagaimana Dia menciptakannya dan membernya rezeki dan berkah akal. Ia mengabarkan kepada mereka bahwa menyembah berhala adalah ketidakadilan yang menyesakkan pikiran. Ia memperingatkan mereka agar tak menyembah siapapun atau apapun selain Allah, dan menggambarkan azab yang mengerikan, yang akan Allah turunkan jika mereka terus melakukan kebatilan. 

Kaumnya mendengarkannya dalam diam. Kata-katanya sangat mengejutkan pikiran mereka yang stagnan, bagai mengejutkan seseorang yang tertidur di bawah tembok yang akan jatuh, dan sesiapa yang sehat dan kuat, akan terbangun. Orang-orang ini mungkin khawatir dan bahkan mungkin marah, walau tujuannya untuk menyelamatkannya. Kaum Nabi Nuh terbelah menjadi dua kelompok setelah peringatannya. Kata-katanya menyentuh hati orang-orang yang lemah, miskin, dan sengsara, serta menyembuhkan luka mereka dengan rahmat-Nya. Adapun orang-orang kaya, kuat, kuat dan berkuasa, mereka memandang peringatan dengan ketiyakinan yang suram. Mereka lebih percaya bahwa mereka akan lebih baik jika keadaan tetap seperti apa adanya. Oleh karena itu mereka memulai peperangan melawan kata-kata Nabi Nuh.
Pertama, mereka menuduh Nabi Nuh hanya manusia biasa seperti mereka. Allah berfirman di dalam Surah Hud [11]: 27, "Maka berkatalah para pemuka yang kafir dari kaumnya, 'Kami tidak melihat engkau, melainkan hanyalah seorang manusia (biasa) seperti kami, dan kami tidak melihat orang yang mengikuti engkau, melainkan orang yang hina dina di antara kami yang lekas percaya. Kami tidak melihat kamu memiliki suatu kelebihan apa pun atas kami, bahkan kami menganggap kamu adalah orang pendusta." Nabi Nuh tak pernah mengucapkan hal lain selain hal itu. Ia menegaskan bahwa sesungguhnya ia hanyalah manusia biasa, Allah telah mengutus manusia karena bumi dihuni oleh manusia. Jika dihuni oleh malaikat, maka Allah akan mengirim utusan malaikat. Persaingan antara orang-orang musyrik dan Nabi Nuh berlanjut, para penguasa pada awalnya mengira bahwa seruan Nabi Nuh akan segera pudar dengan sendirinya. Saat mereka menemukan bahwa seruannya menarik orang miskin, orang-orang yang tak berdaya, dan buruh biasa, mereka mulai menyerang secara lisan dan mengejeknya, 'Engkau hanya diikuti oleh orang miskin, orang yang lemah dan tak berdaya.

Konflik antara Nuh dan pemimpin kaumnya semakin intensif. Orang-orang yang tak beriman mengusahakan tawar-menawar, "Dengarkanlah Nuh, jika engkau ingin kami mempercayaimu, maka abaikanlah orang-orang yang beriman itu, mereka lemah dan miskin, sementara kami adalah kaum elit dan kaya, tak ada iman yang dapat mempersatukan kita." Nuh mendengarkan orang-orang kafir dalam kaumnya dan menyadari bahwa sikap mereka keras kepala. Namun, dengan lembut ia menjawab mereka. Ia menjelaskan kepada kaumnya bahwa ia tak bisa begitu saja mengabaikan orang-orang yang telah beriman, karena mereka bukan tamunya, melainkan milik Allah. Dalam Surah Hud [11]: 29-31, Nabi Nuh menghimbau mereka, "Dan wahai kaumku! Aku tidak meminta harta kepada kamu (sebagai imbalan) atas seruanku. Imbalanku hanyalah dari Allah dan aku sekali-kali tidak akan mengusir orang yang telah beriman. Sungguh, mereka akan bertemu dengan Tuhannya, dan sebaliknya aku memandangmu sebagai kaum yang bodoh. Dan wahai kaumku! Siapakah yang akan menolongku dari (azab) Allah jika aku mengusir mereka. Tidakkah kamu mengambil pelajaran? Dan aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa aku mempunyai gudang-gudang rezeki dan kekayaan dari Allah, dan aku tidak mengetahui yang gaib, dan tidak (pula) mengatakan bahwa sesungguhnya aku adalah malaikat, dan aku tidak (juga) mengatakan kepada orang yang dipandang hina oleh penglihatanmu, “Bahwa Allah tidak akan memberikan kebaikan kepada mereka. Allah lebih mengetahui apa yang ada pada diri mereka. Sungguh, jika demikian aku benar-benar termasuk orang-orang yang zhalim." Nabi Nuh membantah alasan orang-orang kafir dengan ilmu yang mulia dari para nabi. Inilah logika intelek yang menghilangkan keangkuhan dan kepentingan pribadi.
Para penguasa bosan dengan sanggahan Nabi Nuh. Dalam Surah Hud [11]: 32-34, "Mereka berkata, “Wahai Nuh! Sungguh, engkau telah berbantah dengan kami, dan engkau telah memperpanjang bantahanmu terhadap kami, maka datangkanlah kepada kami azab yang engkau ancamkan, jika kamu termasuk orang yang benar. Ia (Nuh) menjawab, “Hanya Allah yang akan mendatangkan azab kepadamu jika Dia menghendaki, dan kamu tidak akan dapat melepaskan diri. Dan nasihatku tidak akan bermanfaat bagimu sekalipun aku ingin memberi nasihat kepadamu, kalau Allah hendak menyesatkan kamu. Dia adalah Tuhanmu, dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan."

Pertarungan berlanjut; sanggah-menyanggah antara orang-orang kafir dan Nabi Nuh semakin berkepanjangan. Ketika segala penolakan orang-orang kafir itu ambruk dan mereka telah kehabisan kata-kata, muncullah perlakuan kasar dan penghinaan kepada Rasul Allah, dalam Surah Al-A'raf[7]: 60-63, "Pemuka-pemuka kaumnya berkata, 'Sesungguhnya kami memandang kamu benar-benar berada dalam kesesatan yang nyata.' Ia (Nuh) menjawab, 'Wahai kaumku! Aku tidak sesat; tetapi aku ini seorang Rasul dari Tuhan seluruh alam. Aku menyampaikan kepadamu amanat Tuhanku, memberi nasihat kepadamu, dan aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu ketahui. Dan herankah kamu bahwa ada peringatan yang datang dari Tuhanmu melalui seorang laki-laki dari kalanganmu sendiri, untuk memberi peringatan kepadamu dan agar kamu bertakwa, sehingga kamu mendapat rahmat?'"
Nabi Nuh terus mengajak umatnya beriman kepada Allah selama sembilan ratus lima puluh tahun. Ini terjadi karena setiap generasi yang lewat, mengingatkan penerusnya agar tak mempercayai Nabi Nuh dan siap berperang melawannya. Setiap ayah mengajarkan anaknya tentang masalah antara dirinya dan Nabi Nuh, dan menasihati anak-anaknya agar menolak ajakannya bila ia telah mencapai usia dewasa. Sifat alami mereka menolak beriman dan mengikuti kebenaran. Nuh melihat bahwa jumlah orang beriman tidak bertambah, sementara kekufuran semakin menjadi. Ia sedih melihat kaumnya, namun ia tak pernah sampah kehilangan asa.
Datanglah hari ketika Allah mewahyukan kepada Nabi Nuh bahwa takkan ada lagi yang akan beriman. Allah mewahyukan agar ia tak bersedih hati kepada mereka, dan puncaknya, Nabi Nuh berdoa agar orang-orang kafir ini dihancurkan. Ia berdoa, dalam Surah Nuh [71]: 27, "Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka hanya akan melahirkan anak-anak yang jahat dan tidak tahu bersyukur." Allah menerima doa Nabi Nuh. Selesailah perkara, dan Dia menjatuhkan keputusan-Nya atas orang-orang kafir itu berupa Air Bah. Allah Yang Maha Agung memerintahkan hamba-Nya, Nabi Nuh, membangun sebuah bahtera dengan ilmu dan petunjuk-Nya, dan dengan bantuan malaikat-malaikat. Allah berfriman dalam Surah Hud [11]: 37, "Dan buatlah kapal itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami, dan janganlah engkau bicarakan dengan Aku tentang orang-orang yang zhalim. Sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan."

Menurut at-Tabari, Allah memerintahkan Nabi Nuh menanam pohon, dan Nabi Nuh melaksanakannya. Pohon itu tumbuh dan menyebar ke segala arah. Empat puluh tahun setelah Nabi Nuh menanamnya, Allah memerintahkan agar ia memotongnya, dan menggunakannya membangun sebuah bahtera. Nabi Nuh mengerjakan bahtera itu dengan wahyu Allah dan di bawah petunjuk-Nya. Bahtera itu panjangnya 300 hasta, dan lebarnya lima puluh hasta, dan menjulang ke langit tiga puluh hasta. Pintu masuknya berada di sisi yang lebar. Menurut Ibnu Abbas, "Nabi Nuh menggunakan ilmu pertukangan untuk membuat bahtera di Gunung Nudh, tempat akan munculnya Air Bah. Bahtera itu panjangnya 300 hasta - ukuran hastanya, seukuran kakek ayah Nabi Nuh, dan lebarnya lima puluh hasta. Menjulang ke langit tiga puluh hasta, enam hasta akan terbenam ke dalam air. Ada sejumlah tempat penyimpanan. Ia membuat tiga pintu masuk, yang satu berada di bawah yang lain."
(Bagian 2)

Selasa, 17 April 2018

Sang Pembunuh (2)


Burung gagak melanjutkan, "Sang cantrik bertanya," Wahai guru, adakah ampunan bagi para pendosa?" Sang guru berkata," Dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim, Abu Sa'id al-Khudri, radhiyallahu 'anhu, meriwayatkan bahwa Rasulullah (ﷺ) bersabda, 'Ada seorang lelaki yang hidup jauh sebelum kalian, yang telah membunuh sembilan puluh sembilan orang, dan kemudian bertanya tentang orang terpelajar di dunia, yang dapat menunjukkan kepadanya jalan menuju keselamatan. Ia diarahkan kepada seorang abid, orang yang kuat beribadah. Ia menemuinya dan menyampaikan kepadanya bahwa ia telah membunuh sembilan puluh sembilan orang, dan ia kemudian bertanya adakah ruang baginya agar taubatnya diterima. Sang abid berkata, 'Tak ada!' Lelaki itu pun membunuh sang abid hingga genaplah sudah seratus orang yang dibunuhnya.
Kemudian ia bertanya lagi, adakah orang terpandai diatas di bumi ini, dan ia diarahkan kepada seorang alim, orang yang banyak ilmu, dan lelaki itu mengatakan kepada sang alim bahwa ia telah membunuh seratus orang dan bertanya adakah ruang baginya agar taubatnya diterima. Sang alim berkata, 'Ya; Apa yang menghalangi dirimu bertaubat?"

Sang cantrik berkata, "Wahai guru, apa maksud pernyataan ini?" Guru berkata, "Pintu taubat tetap terbuka bagi sang pembunuh, dan bukti untuk ini adalah apa yang dapat kita temukan dalam Al-Qur'an Surah An-Nisa [4]: ​​48, "Sesungguhnya Allah takkan mengampuni (dosa) karena mempersekutukan-Nya (syirik), dan Dia mengampuni apa (dosa) yang selain (syirik) itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Barangsiapa mempersekutukan Allah, maka sungguh, ia telah berbuat dosa yang besar." Jadi, apapun yang bukan karena syirik, Allah mengampuni siapapun yang dikehendaki-Nya. Ini juga kesepakatan dari para ulama.
Namun dalam riwayat atas otoritas Ibnu 'Abbas, radhiyallahu 'anhu, ia menyebutkan bahwa bagi sang pembunuh tak ada ampunan, karena Allah berfirman dalam surah An-Nisa [4]: 93, "Dan barangsiapa membunuh seorang yang beriman dengan sengaja, maka balasannya ialah neraka Jahanam, ia kekal di dalamnya. Allah murka kepadanya, dan melaknatnya serta menyediakan azab yang besar baginya."
Menurut ayat ini, bahwa sesungguhnya balasan bagi orang ini adalah api neraka. Ia mungkin dihukum dengan api neraka atau selain itu. Dan ia mungkin tak dihukum sama sekali, ia mungkin akan diampuni. Namun, jika seseorang membunuh dengan sengaja dan ia tetap meyakini bahwa diperbolehkan baginya melakukannya tanpa hak keadilan, dan ia benar-benar tahu persis, maka ia adalah seorang kafir dan telah murtad dari agamanya. Karenanya, ia akan tetap berada dalam api neraka, ini berdasarkan keputusan bulat para alim ulama.
Namun jika ia melakukan pembunuhan dan tak berpikir bahwa diperbolehkan baginya untuk melakukannya, dan ia yakin bahwa hal itu tak diperbolehkan, maka orang inilah pendosa yang telah melakukan dosa besar; Hukumannya adalah api neraka, dan ia akan tinggal di dalamnya untuk jangka waktu yang lama, namun dengan karunia Allah, Dia berfirman kepada kita bahwa setiap orang yang meninggal menyembah Allah, beriman bahwa tak ada tuhan yang patut disembah selain Allah, ia takkan menetap dalam api neraka selamanya. Muslim ini, yang telah memilih Allah dalam segala tindakan ibadahnya, dapat diampuni dan takkan pernah masuk Jahannam sama sekali, dan mungkin ia dihukum di dalam api neraka seperti orang berdosa lainnya, dan dapat diampuni setelahnya, dikeluarkan dari api neraka. - masuk ke surga.

Apa yang telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas dapat ditafsirkan bahwa tak ada ampunan bagi pembunuhnya sehubungan dengan orang yang telah dibunuh. Karena tindakan sang pembunuh terhubung dengan tiga hak. Hak pertama, untuk Allah. Sehubungan dengan hak Allah, tak ada keraguan bahwa Allah akan memberikan ampunan bagi orang yang memohon ampunan kepada-Nya, sesuai firman-Nya dalam Surah Az-Zumar [39]: 10, "Katakanlah (Muhammad), “Wahai hamba-hamba-Ku yang beriman! Bertakwalah kepada Tuhanmu.” Bagi orang-orang yang berbuat baik di dunia ini akan memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu luas. Hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa batas."
Juga, dalam Surah Al-Furqan[25]:68-70, "Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan Allah dengan sembahan lain dan tidak membunuh orang yang diharamkan Allah kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina; dan barangsiapa melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat hukuman yang berat, (yakni) akan dilipatgandakan azab untuknya pada hari Kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertobat dan beriman dan mengerjakan kebajikan; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebaikan. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang."
Sehubungan dengan hak orang yang terbunuh, ampunan bagi sang pembunuh tak bermanfaat baginya dan tak memenuhi haknya, karena ia telah meninggal dunia. Sang pembunuh tak mungkin mencari penebusan dari pembunuhannya, atau membebaskan dirinya dari darahnya. Oleh karena itu, sang pembunuh tetap berada dalam keadaan ini memenuhi haknya, terlepas dari tindakannya untuk memohon ampunan. Dan pada hari kiamat Allah akan menilai di antara mereka.
Sehubungan dengan hak wali dari orang yang terbunuh, ampunan bagi sang pembunuh tak diaktualisasikan sampai ia menyerahkan dirinya kepada wali individu terbunuh itu, mengakui tindakan pembunuhannya, menyatakan: akulah yang membunuh dan aku ada di hadapanmu. Jika engkau mau, bunuhlah aku. Jika engkau mau, terimalah uang darahnya. Jika engkau mau, maafkanlah aku.'

Sang cantrik berkata, "Bagaimana bunyi hadits itu selanjutnya, guru?" Sang guru berkata, "Selanjutnya, hadits tersebut menyatakan, sang alim berkata, 'Sebaiknya engkau pergi ke negeri fulan, disana ada orang yang shalat dan beribadah, dan engkau juga beribadahlah bersama mereka, dan janganlah kembali ke negeri lamamu, karena negeri itu buruk bagimu.' Maka pergilah sang pembunuh, dan ia hampir menempuh separuh dari jarak menuju negeri itu ketika kematian menjemputnya, dan ada perselisihan antara malaikat rahmat dan malaikat azab. Malaikat rahmat berkata, "Orang ini telah datang sebagai orang yang bertobat dan menyesali perbuatannya kepada Allah." Dan malaikat azab berkata, "Ia sama sekali belum berbuat kebaikan."
Kemudian datanglah malaikat lain dalam bentuk manusia untuk memutuskan di antara mereka. Ia berkata, "Kalian ukurlah jarak yang telah ditempuhnya, lebih dekat ke negeri manakah jarak yang telah ditempuhnya itu. Dan akhirnya ditemukan bahwa ia lebih dekat ke negeri di mana ia bermaksud mengerjakan kebaikan, dan malaikat rahmat pun membawanya. Qatada berkata bahwa Hasan menyampaikan kepadanya bahwa disebutkan, saat kematian mendekatinya, ia merangkak dan berhasil menyelinap ke negeri yang di rahmati.'
Dalam riwayat lain: 'Ia ditemukan lebih dekat ke negeri dimana orang-orang saleh hidup sejauh sejengkal, dan ia termasuk di antara mereka.'
Dan dalam riwayat lain: 'Allah memerintahkan bumi (darimana) ia ingin keluar agar menjauh dan ke bumi yang lain (ke mana ia tuju) agar mendekat.' 

Para ulama mengatakan bahwa inilah indikasi yang sangat dianjurkannya bagi seseorang yang telah bertobat dari dosa tertentu, agar meninggalkan tempat dimana mereka melakukan dosa, meninggalkan teman-teman yang membantu kejahatannya tersebut, dan agar menjauhi sahabat yang mendukung kejahatan selama mereka masih dalam keadaan seperti itu. Dan juga sangat dianjurkan bagi orang yang telah bertobat agar menggantikan sahabat lamanya yang pendosa, dengan yang saleh dan mulia, seperti orang-orang alim, penegak ibadah, dan orang lain yang harus diikuti dan mendatangkan manfaat. Dengan langkah-langkah ini, taubatnya akan menjadi kukuh.
Adapun malaikat yang mengukur jarak antara dua kota dan malaikat yang diadili di antara mereka, maka dapat dipahami bahwa Allah memerintahkan salah satu dari mereka yang menjadi penengah di antara mereka, saat mereka berbeda pendapat tentang orang yang mati itu dan bingung karenanya. Jadi malaikat mendatangi mereka dalam bentuk manusia, dan kemudian ia mengambil keputusan.

Dalam hadis ini, ada klarifikasi bagi orang yang ingin berdakwah, menyerukan Islam dan Kebenaran, dirinya perlu mencari ilmu tentang hukum-hukum Islam dalam berdakwah, jika ia tak memiliki ilmu ini, maka kerugian yang ia timbulkan akan lebih besar daripada manfaatnya. Orang yang bodoh adalah musuh bagi dirinya sendiri. Sang abid menunjukkan ini; ia memiliki ilmu yang sangat sedikit, yang menyebabkan kematiannya sendiri. Sang alim, membimbing dengan cahaya kebenaran dan ilmu. Ia telah mendapatkan kesuksesan dari Allah untuk berjalan di atas jalan yang lurus; Dengan demikian ia menguntungkan dirinya sendiri dan orang lain. Adalah penting bagi alim-ulama dan orang yang menyeru kembali ke Allah, untuk memberi kabar gembira kepada manusia, dan bukan mengusirnya.

Pintu ampunan selalu terbuka, baik itu dosa besar maupun kecil. Allah akan menerima siapapun yang kembali kepada-Nya dengan taubat yang tulus, selama ia tak menyekutukan Allah. Karenanya, manusia janganlah cepat putus asa dari rahmat Allah, yang lebih luas dari segalanya.
Para ulama menyebutkan: kewajiban memohon ampunan dari segala tindakan ketidaktaatan. Jika tindakan ketidaktaatan terjadi antara hamba dan Allah yang Maha Tinggi, dan tidak terkait dengan pelanggaran hak asasi manusia, ada tiga syarat:
Syarat pertama: orang itu harus menghentikan tindakan ketidaktaatan itu. Syarat kedua: orang itu menyesali tindakannya. Syarat ketiga: orang itu memutuskan tidak kembali melakukan perbuatannya. Jika salah satu dari tiga syarat ini dilanggar, bertaubat kepada Allah tidak teraktualisasikan.
Jika tindakan ketidaktaatan terhubung dengan pelanggaran hak asasi manusia, ada syarat keempat: orang itu diwajibkan melepaskan dirinya dari hak korban.
Syarat keempat ini adalah bahwa orang yang telah melanggar hak mengembalikan kepada mereka yang berhak, entah itu uang atau bentuk lainnya, atau orang tersebut meringankan mereka berdasarkan pernyataan Rasulullah (ﷺ) yang diriwayatkan oleh al- Bukhari dan Ahmad, "Barangsiapa telah menzhalimi orang lain karena reputasinya atau apapun, ia harus meminta maaf padanya sebelum Hari Kiamat ketika tak ada uang (untuk menebus perbuatan yang salah), tetapi jika ia memiliki perbuatan baik, perbuatan baik itu akan diambil darinya sesuai dengan kezhaliman yang telah dilakukannya, dan jika ia tak memiliki perbuatan baik, dosa orang yang terzhalimi itu akan dibebankan kepadanya. "
Jika perbuatan buruk menyangkut kekayaan atau masalah yang sebanding dengan itu, orang itu berkewajiban mengembalikannya. Jika perbuatan buruk tersebut menyangkut pelanggaran hukum penghinaan atau masalah yang serupa dengan itu, ia tunduk pada hukuman, atau meminta maaf pada korban. Jika perbuatan buruk itu menyangkut fitnah, maka orang yang bersangkutan meminta maaf kepada korban. Adalah kewajiban seseorang agar memohon ampunan atas jumlah total kesalahannya. Jika seseorang memohon ampunan dari sebagian darinya, taubatnya dianggap benar sesuai dengan kebenaran atas kesalahan-kesalahan tertentu saja. Namun yang tersisa, tetap tinggal bersama-Nya."

Sang guru kemudian berkata, "Wahai anak muda, jiwa manusia menginginkan sesuatu yang baik, ia rusak hanya karena kejahatan merasukinya. Jika ia bertemu seseorang yang mengingatkannya dengan baik maka bersiaplah untuk tetap teguh pada jalan tuntunan. Adalah wajib bagi setiap Muslim untuk waspada terhadap syirik (menyekutukan Allah), dan apa yang menyebabkannya. Juga, setiap Muslim harus berhati-hati melakukan dosa dan jalan yang membawanya kesana, karena itu mungkin bahwa seseorang dapat diuji dengan dosa dan tak dapat bertobat. Akan membantu seseorang bila ia mewaspadai segala sesuatu yang telah Allah haramkan dan bahwa ia memohon ampunan Rabbnya dari hal-hal itu. Seyogyanya seorang Muslim tak menganggap remeh Setan, yang menyebabkan ia memulai sebuah dosa dengan maksud untuk bertobat sesudahnya. Tak dinyana lagi bahwa dari tipuan Setan, dan apa yang dibuatnya tampak indah, agar seseorang melakukan dosa dengan anggapan tersebut. Bahwa mereka akan bertobat setelah melakukannya. Mungkin saja seorang hamba bisa terhalangi untuk bertobat kepada Allah, dan pada akhirnya ia akan sangat menyesal. Dan penyesalan ini akan tumbuh lebih besar lagi bila pada waktunya, penyesalan itu tak bermanfaat lagi."
"Kecuali mereka yang telah bertobat, mengadakan perbaikan dan menjelaskan(nya), mereka itulah yang Aku terima tobatnya dan Akulah Yang Maha Penerima tobat, Maha Penyayang." - [2:160]
(Bagian 1)

Referensi :
- Ibn Kathir, Stories of The Qur'an, Dar al-Manarah
- The History of at-Tabari, Volume I, General Introduction and From the Creation to the Flood, translated by Franz Rosenthal, SUNY Press.
- Al-Allaamah Muhammad bin Salih al-Uthaymeen & Sheikh Salim al-Hilaalee, The Explanation of the Hadith of The Man Who Killed Ninety-Nine Men By al-Imam an-Nawawi, Riwayah Publishing

Jumat, 13 April 2018

Sang Pembunuh (1)

Burung Gagak berkata, "Waktu mengubah segalanya. Rambut manusia menjadi putih saat ia tumbuh lebih tua, tapi satu hal yang selalu tetap sama, bulu burung gagak tak pernah berubah warna. Jika ada yang mengalami apa yang kami, burung gagak, alami, rambutnya takkan pernah memutih. Sebagai makhluk, kakek-moyangku adalah satu-satunya saksi mata atas pembunuhan pertama yang dilakukan di bumi. Kakek-moyangku menyaksikan tetesan pertama darah manusia yang ditumpahkan dengan kejam. Aku juga tahu bahwa Allah menyaksikan itu semuanya.
Dan aku tahu kisah tentang pembunuhan pertama ini, ketika aku mendengar seorang guru menyampaikan kepada cantriknya tentang kisah itu. Mereka duduk di bawah pohon saat aku bertengger di dahan pohonnya. Sang guru berkata, "Wahai anak muda, ketahuilah bahwa Nabi Adam, alaihissalam, adalah Bapak umat manusia. Ia diciptakan oleh Tangan Allah, Yang menghembuskan nafas roh-Nya ke dalam dirinya, Yang memerintahkan para malaikat sujud di hadapan-Nya, Yang mengajarinya nama-nama segalanya, dan Yang membuatnya tinggal di surga-Nya yang megah itu.
Abu Dzar pernah bertanya kepada Rasulullah (ﷺ) tentang berapa banyak nabi Allah, beliau (ﷺ) bersabda, 'Seratus dua puluh empat ribu'. Abu Dzar kemudian bertanya, 'Wahai Rasulullah! Berapa banyak rasul di antara mereka? ' Beliau (ﷺ) bersabda, 'Tiga ratus tiga belas, jumlah yang cukup banyak!' Abu Dzar bertanya, 'Wahai Rasulullah! Siapa yang pertama di antara mereka? ' Beliau (ﷺ) bersabda, 'Adam.' Abu Dzar berkata: 'Wahai Rasulullah! Iakah seorang Nabi yang diutus dengan sebuah pesan? ' Beliau (ﷺ) bersabda, 'Ya, Allah Yang Mahakuasa telah menciptakannya dengan tangan-Nya, lalu, menghembuskan roh-Nya kepadanya, lalu Dia membentuknya dengan cara yang paling baik."

Sang cantrik berkata, "Wahai guru, sampaikan padaku tentang Nabi Adam, alaihissalam, apa yang terjadi di masa Nabi Adam, setelah ia diturunkan ke bumi?" Sang guru berkata, "Perisitiwa pertama adalah pembunuhan oleh Qabil terhadap saudaranya Habil. Kisah Qabil dan Habil diwahyukan Allah kepada Nabi kita (ﷺ) dalam Al-Qur'an Surah Al-Ma'idah [5]: 27, "Dan ceritakanlah (Muhammad) yang sebenarnya kepada mereka tentang kisah kedua putra Adam, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka (kurban) salah seorang dari mereka berdua (Habil) diterima dan dari yang lain (Qabil) tidak diterima. Dia (Qabil) berkata, “Sungguh, aku pasti membunuhmu!” Dia (Habil) berkata, “Sesungguhnya Allah hanya menerima (amal) dari orang yang bertakwa."
Menurut Ibnu Mas'ud dan beberapa sahabat lainnya, radhiyallahu 'anhum, setiap anak laki-laki yang lahir dari Nabi Adam, lahir bersama dengan seorang anak perempuan. Adam biasa menikahkan anak lelaki dari satu kehamilan ke gadis lain, dan sebaliknya. Menurut Ibnu Ishaq, jumlah anak yang dilahirkan Hawa berjumlah empat puluh; artinya, anak laki-laki dan perempuan lahir dari dua puluh kehamilan. Beberapa nama dari lima belas anak laki-laki dan empat anak perempuan, di antaranya Qabil dan saudara kembarnya Qalima, Habil dan saudari kembarnya Labudha, putri Adam Ashuth dan saudara kembarnya, Seth dan saudari kembarnya, Hazurah dan saudara kembarnya, lahir ketika Adam berumur seratus tiga puluh tahun, putra Adam Ayad dan saudari kembarnya, anak lelaki Adam, Balagh dan saudari kembarnya, anak lelaki Adam, Athati dan saudari kembarnya, anak lelakinya, Tawim dan saudari kembarnya, putra Adam Banan dan saudari kembarnya, anak lelaki Adam, Shabubah dan saudari kembarnya, anak lelaki Adam, Hayan dan saudari kembarnya, anak lelaki Adam, Darabis dan saudari kembarnya, anak lelaki Adam, Hadaz dan saudari kembarnya, putra Adam, Yahud dan saudari kembarnya, anak lelaki Adam, Sandal dan saudari kembarnya, dan putra Adam Baraq dan saudari kembarnya - setiap anak lelaki dari mereka lahir bersama dengan anak perempuan sebagai anak kembar. Namun, tak ada yang tahu pasti nama atau berapa banyak jumlah mereka. Hanya Allah yang tahu persis dan tak ada manusia yang dapat mengetahui jumlah pastinya!
Dua anak lelaki, yang disebut Qabil dan Habil, lahir bagi Nabi Adam. Qabil adalah seorang petani dan Habil seorang penggembala. Qabil lebih tua dari keduanya. Ia memiliki saudara perempuan yang lebih cantik dari pada adik Habil. Habil berusaha menikahi adik perempuan Qabil, namun Qabil menolak dan berkata, 'Ia adalah saudara perempuanku yang lahir bersamaku, dan ia lebih cantik dibanding saudara perempuanmu. Akulah yang pantas menikahinya.' 
Ayahnya memerintahkan Qabil menikahkan adiknya dengan Habil, namun ia menolak. Kemudian, Nabi Adam memerintahkan Qabil dan Habil mempersembahkan qurban kepada Allah.

Qabil dan Habil mempersembahkan qurban kepada Allah untuk mengetahui siapa yang lebih pantas untuk gadis itu. Pada hari itu, Nabi Adam tidak ada, karena ia pergi ke Mekkah. Allah telah berfirman kepada Nabi Adam, 'Adam, tahukah engkau bahwa aku mempunyai sebuah Rumah di bumi?' Nabi Adam menjawab, 'Sesungguhnya, aku tak tahu.' Allah berfirman, 'Aku memiliki sebuah Rumah di Mekkah. Pergilah ke sana! '
Nabi Adam berkata kepada langit, 'Jagalah kedua anakku dengan aman!' Tapi langit menolak. Ia berkata kepada bumi dengan permintaan yang sama, namun bumi menolak. Ia berkata dengan pegunungan, dan mereka juga menolak. Ia kemudian berkata dengan Qabil, yang menjawab, 'Ya! Pergilah, dan saat ayah kembali, ayah akan senang melihat keadaan keluarga ayah. '
Saat Adam pergi, Qabil dan Habil mempersembahkan qurban. Qabil selalu membual karena merasa lebih baik daripada Habil, ia berkata, 'Aku lebih pantas darinya, karena ia saudara perempuanku, aku lebih tua darimu, dan akulah penerima wasiat ayah."
Untuk qurban mereka, Habil mempersembahkan binatang gembalaannya yang terbaik dan paling gemuk, dan Qabil mempersembahkan beberapa hasil pertaniannya. Allah menurunkan api putih yang memakan qurban Habil, tak menyentuh qurban Qabil. Dengan cara ini, pertanda penerimaan persembahan kepada Allah. Ketika Allah menerima persembahan Habil, menunjukkan keputusan bahwa adik Qabil ditujukan bagi Habil. Qabil menjadi marah. Kecongkakan menjadi lebih baik baginya, dan Setan berhasil menguasai dirinya.

Qabil seketika marah dan berkata, 'Aku akan membunuhmu untuk menghalangimu menikahi adik perempuanku.' Habil berkata, 'Sesungguhnya Allah hanya menerima amal dari orang yang bertakwa. Sungguh, jika engkau menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Aku takut kepada Allah, Tuhan seluruh alam. Sesungguhnya aku ingin agar engkau kembali dengan (membawa) dosa (membunuh)ku dan dosamu sendiri, maka engkau akan menjadi penghuni neraka; dan itulah balasan bagi orang yang zhalim." Dikatakan bahwa Habil lebih kuat dari pada Qabil, namun ia tak berniat melawan saudaranya meskipun ia jauh lebih kuat dan lebih tangguh daripada saudaranya. Ia menolak menggerakkan tangannya melawan saudaranya karena kesalehannya dan takut kepada Tuhan. Ini menunjukkan moral dan etika yang baik, taqwa, dan kesalehan sempurna bahwa ia tak mau menyakiti saudaranya, berbeda dengan perbuatan najis yang diniatkan oleh saudaranya, Qabil.
Qabil mencari Habil untuk membunuhnya, dan Habil berusaha melarikan diri darinya di puncak gunung. Namun suatu hari, Qabil menemukannya saat ia menggembalakan ternak kecilnya di atas gunung dan tertidur. Qabil mengangkat sebuah batu besar dan menghancurkan kepala Habil dengan benda itu. Maka Habil pun tewas seketika. Qabil membiarkannya terbaring telanjang, tak tahu bagaimana cara menguburkannya.

Allah kemudian mengirim dua gagak yang bersaudara, dan mereka bertengkar satu sama lain. Ketika yang satu membunuh yang lain, gagak itu menggali lubang untuk saudaranya, dan menutupinya dengan tanah. Ketika Qabil melihat hal itu, ia berkata: "Oh, celaka aku! Mengapa aku tak mampu berbuat seperti burung gagak ini, sehingga aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini?" Kemudian, ia menguburkan mayat saudara laki-lakinya yang telah meninggal itu, dan menutupinya dengan tanah. Peristiwa ini dijelaskan dalam Al-Qur'an Surah al-Mai'dah [5]: 30-31, "Maka nafsu (Qabil) mendorongnya untuk membunuh saudaranya, kemudian ia pun (benar-benar) membunuhnya, maka jadilah ia termasuk orang yang rugi. Kemudian Allah mengutus seekor burung gagak menggali tanah untuk diperlihatkan kepadanya (Qabil). Bagaimana ia seharusnya menguburkan mayat saudaranya. Qabil berkata, “Oh, celaka aku! Mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, sehingga aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini?” Maka jadilah ia termasuk orang yang menyesal."
Nabi Adam merasa gundah dan sangat berduka atas putranya yang telah meninggal, Habil. Menurut Mujahid, Qabil seketika mendapat hukuman setelah kejadian itu. Pada hari yang sama ia membunuh saudaranya, Habil, kakinya terikat ke tulang pahanya dan wajahnya terarahkan secara paksa ke matahari. Wajahnya akan selalu mengikuti arah kemana matahari pergi sebagai azab dan siksa, imbalan atas apa yang telah dilakukannya terhadap saudaranya sendiri."

Kemudian burung gagak berkata, "Aku tahu bahwa anak-anak Qabil, pembunuh pertama itu, akan memenuhi bumi. Aku tahu bahwa perselisihan diantara mereka dan anak-anak syahid Habil yang shalih takkan pernah berhenti. Mungkin tragedi sang ayah akan terulang. Dengan semua ini, yang aku tahu bahwa aku tak mengerti apa-apa tentang hikmah di balik ini. Bukan urusanku untuk mengetahuinya, bukan tugasku mencari tahu mengapa, tetapi mungkin, manusialah yang tahu."
(Bagian 2)

Selasa, 03 April 2018

Semesta, Sebuah Renungan (2)

Renungkan sekarang pada berbagai gerakan bintang dan planet, dan semua keajaiban menakjubkan yang tersirat didalamnya. Lihatlah bagaimana ada bintang-bintang yang tak pernah melintas kecuali bersama dengan yang lain, tak pernah melewati jalur tersendiri; ia selalu berkembang bersama yang lain; ada juga yang melintas sendiri dengan cepat, lepas dari ikatan yang lain. Bahkan jika mereka secara kebetulan bertemu dengan yang lain, mereka bergabung hanya untuk semalam dan kemudian memisahkan diri pada malam berikutnya - mereka tampaknya berteman intim selama satu malam, tapi kemudian berpisah lagi bagai orang asing. Setiap bintang memiliki dua gerakan yang benar-benar berbeda dan sangat berbeda, gerakan umum yang diikuti seluruh rasi, dan gerakan khusus yang diikuti bintang tunggal di sepanjang orbitnya. Ini dianalogikan dengan seekor semut yang bergerak ke kiri di sepanjang batu gerinda yang berputar ke kanan: Semut dalam hal ini bergerak dalam dua arah yang berbeda, yang satu menurut kehendaknya, dan yang lain, yang memaksanya, terikat pada batu gerinda yang menarik semut ke arah selain kehendaknya sendiri. Ibarat semut itu, sebuah bintang berjalan dari satu interval ke interval lain dalam satu arah, sementara seluruh bidang pergerakannyaa berjalan ke arah yang berbeda.
Perhatikanlah dengan seksama, alamkah yang menentukan itu? Adakah kekuatan astrologi yang mendiktenya? Mengapa tak semua bintang mengikuti rute yang identik, maju menurut satu sistem, satu rencana, satu gerakan dan satu rute? Bukankah ini semua karya Dia Yang hikmahnya melampaui akal manusia; yang buatan dan ciptaan-Nya menjadi saksi bagi-Nya sebagai Sang Pencipta, Yang Maha Memulai, Yang Maha Membentuk Rupa, tak ada yang lain selain Dia; Dia Yang melakukan segala sesuatu dengan hati-hati, Yang unggul dalam segala hal yang Dia ciptakan; Yang Mahatahu, Yang Maha Bijaksana, Yang menghidupkan dan mematikan; Yang yang mentakdirkan, Yang memperi petunjuk. Semua ini adalah salah satu tanda-tanda yang menunjukkan keberadaan-Nya, sebuah karya-Nya yang menakjubkan, yang merupakan pesan jelas dalam benak orang yang berakal, yang akan memberi petunjuk mereka yang melakukan perjalanan ke arah-Nya; Sebuah tanda bahwa semua yang ada di alam semesta adalah sebuah ciptaan, terkontrol dan dikelola dengan baik.

Lalu, pikirkan juga hikmah Allah Yang Maha Kuasa dalam ciptaan-Nya atas bintang-bintang, dalam keberlimpahan dan kualitasnya yang luar biasa, itulah hiasan langit, lampu petunjuk bagi orang-orang di darat dan laut; Kita bisa melihat cahaya dan kilauannya, meski jaraknya sangat jauh. Tanpanya, kita tak punya petunjuk arah, dan kita takkan bisa melakukan perhitungan jarak dan waktu.Pertimbangkan, kemudian, bintang-bintang itu mematuhi perintah-perintah Tuhan mereka, Allah Subhanahu wa Ta'ala, karena mereka mengikuti sistem yang sama, yang Dia tentukan bahwa mereka tak boleh menyimpang darinya. Dia mengatur konstelasi, orbitnya; bintang-bintang itu bergerak bebas; yang besar, kecil, sedang, yang berwarna merah muda keputih-putihan, kemerahan; ada yang bersembunyi dari pengamatan peneliti. Mereka yang memiliki orbit terbagi menjadi dua kelompok, yang tinggi dan yang rendah, dan semua ditentukan mengikuti sistem yang sama. Matahari, bulan dan bintang-bintang yang bergerak, diletakkan di tempat yang sesuai dalam seluruh kelompok ini; bulan, menyelesaikan siklusnya dalam satu bulan; ada yang menyelesaikannya dalam satu tahun, dan ada yang dalam beberapa tahun; Semua untuk perenungan yang mendalam. Dia menahbiskan bahwa semua kejadian tersebut harus dilekatkan pada kejadian di bumi, sehingga manusia dapat memprediksi kejadian dari mengamati bintang-bintang. Dengan mengamati naiknya planet-planet, misalnya, mereka tahu kejadian apa yang akan terjadi bersamaan dengan kenaikan itu, dan dengan juga saat tenggelamnya. Begitu juga dengan bintang dan kelompok dan posisi lainnya. Renungkan juga bagaimana Allah menentukan Ursa Minor dan Ursa Major dan bintang yang berdekatan adalah fenomena yang aneh, sehingga tak ditentukan karena kedekatannya dengan pusat; Sebuah fenomena yang membawa refleksi untuk meneliti kearifan ilahi yang disiratkannya - gugusan bintang tersebut seperti tengara yang digunakan orang untuk menemukan jalan mereka dengan cara yang tak terinjak di darat dan laut; Mereka melihat kelompok itu, di Makara dan dua bintang terang Ursa Minor setiap saat, kapan pun mereka suka, dan merujuk mereka untuk mendapatkan panduan arah.

Pikirkan juga, cahaya bulan dan bintang di kegelapan malam, dan hikmah yang mereka implikasikan. atas kehendak Allah, dalam hikmah-Nya, untuk menciptakan kegelapan bagi satwa yang beristirahat, dan sebagai pendingin udara yang menyentuh alam tetumbuhan dan satwa, untuk mengimbangi panasnya matahari, sehingga memungkinkan flora dan fauna bertahan. Karena memang demikian, Allah berkeinginan untuk meringankan kegelapan malam dengan sedikit cahaya, sehingga malam itu bukanlah gelap yang hitam, malam hitam yang pekat tanpa penerangan apapun; karena jika demikian, satwa takkan bisa melakukan gerakan atau aktivitas apapun. Margasatwa sering perlu melakukan aktivitas, seperti bergerak atau berjalan, di malam hari daripada di siang hari, karena kekeringan, atau panas yang berlebihan, atau, dalam banyak masalah dalam margasatwa, karena ketakutan. Oleh karena itu, Dia menahbiskan bahwa semestinya di malam hari ada cahaya dari bulan dan bintang yang memungkinkan banyak hal dilakukan, seperti bepergian dan berladang, dan pekerjaan pengolahan tanah dan berladang lainnya. Sinar matahari malam telah disediakan untuk membantu margasatwa untuk melakukan aktivitas. Di sisi lain, cahaya malam tak berkesinambungan dan tak secerah siang hari, jika malam itu seperti siang, akan menghilangkan hikmah perbedaan antara keduanya yang ditakdirkan oleh Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.Pikirkan, kemudian, penentuan yang mendalam dan perhitungan yang menakjubkan, yang menahbiskan apa yang membantu margasatwa mengatasi kesulitan kegelapan dengan bantuan dari ranah cahaya. Wilayah gelap, malam, tak dibiarkan memerintah sepenuhnya, tapi telah dilunakkan dengan sedikit rahmat dan karunia Allah. Maka, kemuliaan bagi Dia Yang menjaga dengan baik segala yang Dia buat dan menyempurnakan segala yang Dia ciptakan.

Renungkan hikmah yang tersirat dalam terbitnya matahari di atas dunia, bagaimana ia dirancang oleh Yang Maha Mengetahui. Jika telah sampai di tempat tertentu di langit, tetap berada di sana, sinarnya takkan menjangkau begitu banyak daerah, karena bayangan dunia akan menghalangi jangkauannya; Ini akan menjadi malam yang abadi di daerah-daerah itu, dan ini akan menjadi siang hari yang abadi di daerah-daerah yang terpapar sinar matahari; Penduduk di kedua bagian itu akan merasa kehidupan mereka benar-benar terganggu. Tapi Allah, dalam pemeliharaan dan rahmat-Nya yang agung, telah berkenan bahwa matahari harus terbit untuk memulai hari di Timur, terbenam di cakrawala Barat yang berlawanan; Maka harus terus berjalan sepanjang rute melengkung, bersinar di wilayah demi wilayah, sampai mencapai Barat, di mana ia harus bersinar di daerah yang tak dapat diakses pada awal hari. Dengan cara ini, orang-orang di daerah tersebut akan mengalami pergantian siang dan malam, yang sangat penting untuk melakukan aktivitas mereka.Perhatikan matahari dan bulan, apa yang mereka bawa dari cahaya dan kilauannya; pikirkan bagaimana Allah menghendaki agar mereka bertahap dan berfase, bergeser dari satu fase ke fase yang lain, sesuatu yang merealisasikan perkembangan satu tahun penuh, dan merealisasikan keuntungan yang tak dapat mereka lakukan tanpa keberlangsungannya. Dengan cara ini, muncullah perhitungan jangka waktu; jangka waktu hutang, jangka waktu sewa, transaksi, rekening dan sejenisnya. Jika bukan karena pergeseran matahari dan bulan dari fase ke fase, semua ini tak mungkin dilakukan.

Renungkan terbit dan terbenamnya matahari dan bulan untuk menentukan pergantian siang dan malam. Tanpa terbitnya, kehidupan takkan mungkin terjadi - bagaimana bisa manusia mencari nafkah, menjaga kepentingan mereka, jika dunia berada dalam gelap? Bagaimana bisa mereka menikmati hidup tanpa cahaya? Pikirkan juga hikmah yang tersirat dalam terbenamnya matahari dan bulan: tanpanya, manusia takkan bisa beristirahat dan menyelesaikan kebutuhan mendesak untuk tidur, dan untuk mengistirahatkan indera, mengaktifkan alih-kendali kekuatan internal saat tidur agar memudahkan pencernaan. Makanan dan distribusi nutrisi ke organ tubuh. Tanpa terbenamnya matahari, bumi akan menjadi sangat panas karena kontinuitas pancaran sinar matahari dan sengatan panasnya, hingga setiap satwa atau tumbuhan hidup bisa hangus terbakar. Karenanya, matahari terbit laksana sebuah lentera yang dinyalakan bagi penghuni rumah untuk mengerjakan pekerjaan mereka, lalu dipadamkan, sehingga manusia dapat berdiam diri dan rileks. Cahaya siang dan kegelapan malam, dengan panas yang kemudian berganti dengan dingin, dikoordinasikan dan diintegrasikan, dengan cara agar mereka dapat merealisasikan kepentingan dunia ini.

Renungkanlah langit, lihatlah dari waktu ke waktu. engkau dapat melihat bagaimana ia sebagai salah satu tanda terbesar dalam ketinggian, elevasi, kelapangan dan stabilitasnya; Ia tak membesar seperti api, juga tak bergelambir seperti tubuh yang tambun. Ia tak memiliki alat penyagga untuk menanggungnya, atau pasak untuk menahannya dari atas: ia dipegang oleh kuasa Allah, yang memegang langit dan bumi agar mereka tak lenyap. Renungkan juga pada kelembutan dan kehalusannya, karena tak bercelah, tak ada retak atau koyak, tak acak-acak atau berkerut. Pikirkan juga warna yang ditakdirkan untuknya, yang merupakan warna yang terbaik dan paling disesuaikan dengan mata, dan paling menyehatkan; Seseorang yang menderita gangguan penglihatannya, disarankan memandang warna hijau dan hijau gelap. Para ahli pengobatan mengatakan: Salah satu cara untuk mengatasi kelemahan penglihatan adalah dengan menatap mangkuk hijau yang penuh dengan air. Perhatikan bagaimana warna langit terbuat dari warna ini, sehingga orang bisa melihat sepanjang hamparannya yang luas, dan tak habis setelah lama menatapnya. Ini hanyalah beberapa keuntungan dari warnanya, namun hanya sebagian kecil dari keseluruhan hikmah yang ada di dalamnya.

Dua dari tanda-tanda Yang Mahakuasa adalah siang dan malam; Mereka termasuk di antara banyak keajaiban dan tanda-tanda megah di antara karya-Nya. Itulah sebabnya Dia menyebutkannya berkali-kali dalam Al Qur'an. Dua keajaiban ini, merupakan implikasi dan indikasi yang menunjuk pada Ketuhanan Allah, rahmat dan hikmah-Nya, bagaimana Dia membuat malam untuk beristirahat dan sebagai mantel; menutupi dunia sehingga pergerakannya melambat, dan margasatwa berlindung di tempat tinggal mereka, unggas di sarang mereka; para makhluk bersantai dan beristirahat dari jerih payah dan usaha mereka; dan kemudian, begitu para makhluk telah beristirahat dan tidur, serta sangat ingin mencari makanan dan kebutuhan mereka, Sang Pemecah fajar, Yang Maha Kuasa, mengantarkan siang, mengerahkan pasukannya, dengan hingar-bingar sang fajar; yang menundukkan gelapnya malam, melenyapkannya, menyapunya dari dunia; Dan lihatlah! Semua orang dapat melihat: margasatwa menyebar, berkeliaran mencari hijauan dan mencari kepentingan mereka; Burung meninggalkan sarangnya. Inilah kebangkitan dan penciptaan kembali, yang menunjuk pada kekuatan Allah Subhanahu wa Ta'ala, menghidupkan kembali makhluk pada hari perhitungan besar. Namun karena pemandangan ini terlihat oleh manusia dari hari ke hari, mereka terbiasa dan menjadi kebiasaannya, sampai mereka tak menyadari betapa pentingnya hal ini, dan mereka tak melihat di dalamnya sebuah pengingat akan kebangkitan lainnya, ketika makhluk hidup dibangkitkan dari kematian. Tak ada jejak kelemahan dalam kekuatan Yang Maha Kuasa, tak ada indikasi kekurangan dalam Kebijaksanaan-Nya atau Ilmu-Nya yang menyiratkan tak terjadinya kebangkitan itu; Tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki, dan menyesatkan orang-orang yang Dia kehendaki. Ini juga merupakan tanda kekuatan yang sangat menyolok mata, bahwa Dia menutup bagi siapapun yang Dia kehendaki dari antara makhluk-Nya, untuk memahami tanda-tanda yang menarik ini, sehingga mereka buta terhadapnya dan sama sekali tak memahaminya. Mereka bagai orang yang terbenam dalam air hingga ke rahangnya, namun berteriak agar diselamatkan dari kehausan, dan ia menyangkal adanya air. Dengan pertimbangan yang sama, seseorang akan didekatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, agar ia bersyukur kepada-Nya, memuliakan-Nya, memohon kepada-Nya, dan berdoa kepada-Nya.

Kemudian, sang peneliti berkata, "Wahai anak muda, ketahuilah bahwa kita hanyalah sebuah titik di atas selembar kertas yang tak bertepi. Alam semesta inilah ciptaan Allah, Yang Maha Besar, Yang Maha Bijaksana, Yang Maha Kuasa dan Yang Maha Mengetahui, Yang telah mengaturnya dengan baik, juga membuktikan bahwa pencipta itu pasti hanya satu, tak mungkin ada dua. Tiada illah selain Allah, jika ada tuhan selain Dia di langit dan bumi, maka sistem dunia akan hancur. Ibarat sebuah tubuh, tak mungkin mau dikendalikan oleh dua jiwa yang setara dan sama kuatnya. Wallahu a'lam."
"Lalu diciptakan-Nya tujuh langit dalam dua masa dan pada setiap langit Dia mewahyukan urusan masing-masing. Kemudian langit yang dekat (dengan bumi), Kami hiasi dengan bintang-bintang, dan (Kami ciptakan itu) untuk memelihara. Demikianlah ketentuan (Allah) Yang Mahaperkasa, Maha Mengetahui." - [QS.41:12]
(Bagian 1)

Referensi :
- Capt. Anas Abdul-Hameed Al-Qoz, Men and The Universe - Reflections of Ibn Al-Qayyem, Darussalam
- Sh. Al-‘Allamah Muhammad Amaan al-Jaami, The Keys to Happiness (Imam Ibn Al-Qayyim), Hikmah Publications 
- Ibn Katheer, Early Days, Darussalam

Minggu, 01 April 2018

Semesta, Sebuah Renungan (1)

"Aku akan melanjutkan perjalananku, wahai anak muda, engkau baik-baik saja?" kata sang kusir saat mereka sampai di halaman sebuah observatorium. Sang musafir muda menjawab, "Ya, saudaraku, terima kasih telah mengantarku ke tempat ini!"
Seorang lelaki keluar dari pintu observatorium, rupanya ia seorang peneliti. Sang kusir berkata, "Sampai bertemu lagi, anak muda!" Lalu ia berdecak keras, dengan perlahan kereta mulai bergerak.
Lelaki, yang sebenarnya seorang peneliti di observatorium itu, berkata, "Selamat datang, anak muda, akhirnya engkau sampai juga!" Sang musafir muda tersenyum, "Apa kabar, paman?" Sang peneliti berkata, "Alhamdulillah, paman sehat, masuklah, paman akan mengajakmu berkeliling melihat-lihat."

Beberapa saat kemudian, "Wahai anak muda, langit lebih indah dalam hal strukturnya dan dalam seluk-beluk bangunannya dibanding tubuh manusia; semua keajaiban di bumi ini, masih kecil dibandingkan dengan alam langit," kata sang sang peneliti. Ia berkata, "Tahukah engkau! Al-Qur'an sering menyebutkan planet, matahari, bulan, dan keajaiban keajaiban ciptaan, yang mana manusia dapat membedakan sebagian kecilnya. Berulang-ulang, Al-Qur'an bersumpah dengan benda-benda langit ini, seperti dalam Surah Asy-Syams [91]: 1-2, "Demi matahari dan sinarnya pada pagi hari, demi bulan apabila mengiringinya."Allah menggunakan beberapa ciptaan-Nya sebagai petanda yang berbicara tentang Ketuhanan dan Keesaan-Nya. Ketika Allah Subhanahu wa Ta'ala bersumpah dengan ciptaan-Nya, Dia melakukan itu karena signifikansi dan keajaiban benda itu, yang menunjuk pada kekuasaan-Nya. Semakin luar biasa dan menarik sebagai petanda, semakin banyak ciptaan tertentu yang digunakan sebagai objek sumpah dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Kata-kata sumpahnya juga, akan lebih tegas..
Allah memuji, dalam Kitab-Nya, mereka yang merenungkan penciptaan langit dan bumi, sebaliknya, Dia mencela orang-orang yang tak mau melakukannya. Sekarang, mari kita pikirkan hasil karya Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam menciptakan langit, kebesaran, kebulatan, dan keluasannya; Keunggulan strukturnya; keajaiban matahari, bulan, dan planet; dimensi dan bentuknya; saat terbit dan terbenamnya. Tak ada atom yang memisahkan dari massa tanpa ada hikmah di dalamnya. Langit lebih indah dalam strukturnya, dan dalam kelembutan bangunannya dibanding tubuh manusia; Semua keajaiban di bumi masih kecil dibandingkan dengan langit."

Sang musafir muda berkata, "Sebentar paman, aku ingin tahu, apa yang diciptakan lebih dahulu?" Sang peneliti berkata, "Wahai anak muda, bertakwalah kepada Allah! Mengetahui bahwa engkau takkan benar-benar takut kepada Allah dan mencapai ilmu agama sampai engkau yakin akan ke-Esa-an Allah dan pada takdir yang baik dan buruk. Menurut at-Tabari, makhluk yang pertama yang diciptakan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala, adalah Kalam. Ini mengacu pada pernyataan Ibnu 'Abbas, radhiyallahu 'anhu, bahwa Allah beristiwa di atas Arasy di atas air sebelum Dia menciptakan sesuatu. Dan hal pertama yang diciptakan Allah, Subhanahu wa Ta'ala, adalah Kalam. Menurut Ibnu 'Abbas, "Makhluk pertama yang diciptakan Allah adalah Kalam. Allah berfirman kepadanya: Tulislah!, dimana Kalam bertanya: Apa yang harus kutuliskan, wahai Rabbku? Allah berfirman, 'Tulislah apa yang ditakdirkan!' Kalam lalu menulis apapun yang ditakdirkan dan akan sampai pada datangnya Hari Kiamat. Kemudian, Allah mengangkat uap air dan memisahkan langit darinya.
Menurut Ibnu Katsir, pendapat mayoritas ulama, sesuai dengan apa yang telah disampaikan oleh Al-Hafiz Abul 'Ala' Al-Hamdani dan yang lainnya, adalah bahwa Arsy diciptakan sebelumnya, dan inilah yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir at-Tabari melalui Ad-Dahhak, atas otoritas Ibnu Abbas, sebagaimana dibuktikan oleh hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dalam Sahih-nya, dimana diriwayatkan pada otoritas 'Abdullah bin 'Amr bin Al-'As, bahwa ia berkata: Aku mendengar Rasulullah (ﷺ) bersabda, "Allah menahbiskan kadar penciptaan lima puluh ribu tahun sebelum Dia menciptakan langit dan bumi - sementara Arsy-Nya berada diatas air." Mereka mengatakan bahwa taqdir inilah tulisan-Nya mengenai kadar itu dengan Pena. Hadits ini membuktikan bahwa ini terjadi setelah penciptaan Arsy, jadi dipastikan bahwa penciptaan Arsy mendahului Kalam, yang mana kadar itu dituliskan - dan inilah pendapat sebagian besar ulama.

Karenanya, hadits Kalam tadi, hendaknya dipahami bahwa makhluk yang pertama yang tercipta di dunia ini, dan ini didukung oleh riwayat Al-Bukhari, atas otoritas Imran bin Husain yang berkata: Orang-orang dari Yaman berkata kepada Rasulullah (ﷺ), "Kami datang kepadamu untuk mempelajari Agama dan menanyakan tentang awal alam semesta ini." Rasulullah (ﷺ) bersabda, "Hanya ada Allah dan tiada yang lain selain Dia." Dalam narasi lain, beliau bersabda, "Tidak ada yang lain dengan Dia ..." Dalam sebuah riwayat yang ditransmisikan di tempat lain, diriwayatkan bahwa beliau bersabda, "Arsy-Nya berada di atas air dan Dia menuliskan semuanya dalam Lauh Mahfuz: dan Dia menciptakan langit dan bumi. " Dalam terjemahan lain, diriwayatkan beliau bersabda, "Lalu Dia menciptakan langit dan bumi." Mereka bertanya kepadanya tentang permulaan ciptaan atau langit dan bumi, dan itulah sebabnya mereka berkata: "Kami datang kepadamu ... untuk bertanya tentang awal alam semesta ini." Jadi beliau (ﷺ) hanya menjawab apa yang mereka tanyakan, karena itu pula ia tak memberi tahu mereka tentang penciptaan Arsy.

Menurut Ibnu Katsir, kata 'Arsy (Arasy) dalam bahasa Arab mengacu pada singgasana seorang raja, dan karenanya, adalah tempat duduk, yang memiliki kaki yang diusung oleh para malaikat dan ia bagai sebuah kubah di seluruh alam dan langit-langit seluruh ciptaan. AI-Hafiz ibnu AI-Hafiz Muhammad ibnu 'Utsman Ibnu Abi Syaibah menulis dalam bukunya "Gambaran Arsy menurut para Salaf," Arasy diciptakan dari batu rubi merah dan jarak antara kedua sisinya membutuhkan waktu lima puluh ribu tahun untuk dilalui. "
Jarak antara Arasy dan Bumi ketujuh akan memakan waktu lima puluh ribu tahun untuk dilalui dan lebarnya juga lima puluh ribu tahun. Dalam hadits Sahih Al-Bukhari, dari Rasulullah (ﷺ) bahwa beliau bersabda, "Saat engkau memohon surga dari Allah, mintalah Al-Firdaus, karena itulah tempat tertinggi dan terbaik di surga dan diatasnya adalah Arsy Yang Maha Pengasih." 

Juga diriwayatkan dalam sebuah hadits bahwa "Penduduk Firdaus mendengarkan erangan Arsy dan itulah pemuliaan dan pemujaannya kepada Allah." Dan ini bisa berarti bahwa penduduk Firdaus berada dekat dengannya. Abu Dawud meriwayatkan dari otoritas Jabir ibnu 'Abdullah bahwa Rasulullah (ﷺ) bersabda: "Aku diizinkan berbicara tentang salah satu malaikat Allah, Yang Mahakuasa lagi Maha Perkasa, yakni pengusung Arsy dan (untuk memberitahu) bahwa jarak antara cuping telinga dan bahunya adalah perjalanan tujuh ratus tahun." Juga diriwayatkan oleh Ibnu Abi 'Asiim dengan kata-kata ini, "(Jaraknya) bagaikan burung yang terbang selama tujuh ratus tahun."
Dan diriwayatkan atas otoritas Ibnu 'Abbas dan Sa'id Ibnu Jubair bahwa mereka mengatakan tentang firman Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam Surah Al Baqarah [2]: 255, "Kursi-Nya meliputi langit dan bumi. Dan Dia tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Dia Mahatinggi, Mahabesar." Artinya, 'ilmu-Nya.' Tapi apa yang diketahui dari Ibnu Abbas adalah bahwa ia mengatakan, seperti yang diriwayatkan oleh Al-Hakim dalam Al-Mustadrak (sahih, meskipun mauquf), "Kursi adalah tumpuan kaki dan tak seorang pun dapat memperkirakan dengan tepat Arsy itu kecuali Allah, Yang Maha Kuasa, Yang Maha Perkasa. "
Dalam hadits sahih yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir At-Tabari dalam Tafsirnya, Ibnu Zaid berkata, "Ayahku mengatakan kepadaku bahwa Rasulullah (ﷺ) bersabda, "Dibandingkan dengan Kursi, langit dan bumi tak lebih dari tujuh Dirham dilemparkan ke dalam perisai."
Abu Dzar berkata, "Aku mendengar Rasulullah (ﷺ) berkata," Kursi dibandingkan dengan Arasy tak lebih dari sebuah cincin besi yang dilemparkan ke padang terbuka di atas bumi." Wallahu a'lam.
Sang musafir muda bertanya, "Wahai paman, bagaimana dengan penciptaan antara langit dan bumi?" Sang peneliti berkata, "Wahai anak muda, aku faqir tentang ilmu Allah, yang kusampaikan padamu sesuai dengan apa yang telah kudengar dan bukan untuk diperdebatkan, semua ini hendaknya mempertebal iman kita. Apa yang kusampaikan tidaklah lengkap, oleh karena itu, aku sarankan, bertanyalah kepada ulama yang berkompeten." Sang musafir muda berkata, "Sampaikanlah apa yang telah paman dengar!" Sang peneliti berkata, "Menurut Ibnu Katsir, Allah Subhanahu wa Ta 'ala berfirman dalam Surah Az-Zumar 39:62, "Allah pencipta segala sesuatu dan Dia Maha Pemelihara atas segala sesuatu." Jadi, semua yang selain Allah, diciptakan oleh-Nya, berada di bawah kekuasaan dan pemeliharaan-Nya, dan dijadikan ada, yang sebelumnya tiada. Arasy, yang merupakan langit-langit segala benda yang diciptakan, termasuk segala sesuatu yang ada di bawah Bumi dan segala yang ada di antaranya -yang bernyawa maupun yang tak bernyawa- semuanya adalah ciptaan-Nya, kerajaan-Nya, hamba-hamba-Nya dan semua berada di bawah penguasaan dan kekuasaan-Nya, dan mereka tunduk pada pemeliharaan dan kehendak-Nya. Dan Dia, Subhanahu wa Ta'ala, berfirman dalam Surah Al Hadid [57]: 4, "Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa; kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar dari dalamnya, apa yang turun dari langit dan apa yang naik ke sana. Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan." Para ulama tafsir memegang dua pendapat yang berbeda mengenai ukuran enam masa ini: Mayoritas berpendapat bahwa mereka menyukai hari-hari kita (duniawi). Diriwayatkan atas wewenang lbnu 'Abbas, Mujahid, Ad-Dahhak dan Ka'b Al-Ahbar bahwa, "Setiap hari darinya setara dengan seribu tahun perhitunganmu.
Ibnu Jarir juga meriwayatkan yang berkaitan dengan masa-masa awal. Ia meriwayatkan, atas wewenang Muhammad Ibnu Ishaq, bahwa ia berkata, "Para pengikut Taurat mengatakan bahwa Allah memulai penciptaan pada hari Minggu, sementara para pengikut Injil mengatakan bahwa Allah memulai penciptaan pada hari Sabtu sementara kita ummat Islam, menurut apa yang telah datang kepada kita dari Rasulullah (ﷺ), bahwa Allah memulai penciptaan pada hari Sabtu." Diriwayatkan dalam hadits wewenang Abu Hurairah bahwa Rasulullah (ﷺ) bersabda, "Allah menciptakan tanah (atau tanah liat) pada hari Sabtu."
Bumi diciptakan sebelum langit, karena ia ibarat struktur pondasi, Allah berfirman dalam Surah Fussilat [41]: 9-12, "Katakanlah, “Pantaskah kamu ingkar kepada Tuhan yang menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu adakan pula sekutu-sekutu bagi-Nya? Itulah Tuhan seluruh alam. Dan Dia ciptakan padanya gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dan kemudian Dia berkahi, dan Dia tentukan makanan-makanan (bagi penghuni)nya dalam empat masa, memadai untuk (memenuhi kebutuhan) mereka yang memerlukannya. Kemudian Dia menuju ke langit dan (langit) itu masih berupa asap, lalu Dia berfirman kepadanya dan kepada bumi, “Datanglah kamu berdua menurut perintah-Ku dengan patuh atau terpaksa.” Keduanya menjawab, “Kami datang dengan patuh.” Lalu diciptakan-Nya tujuh langit dalam dua masa dan pada setiap langit Dia mewahyukan urusan masing-masing. Kemudian langit yang dekat (dengan bumi), Kami hiasi dengan bintang-bintang, dan (Kami ciptakan itu) untuk memelihara. Demikianlah ketentuan (Allah) Yang Mahaperkasa, Maha Mengetahui." Dan Allah juga berfirman dalam Surah Ghafir [40]: 64, "Allah-lah yang menjadikan bumi untukmu sebagai tempat menetap dan langit sebagai atap, dan membentukmu lalu memperindah rupamu serta memberimu rezeki dari yang baik-baik. Demikianlah Allah, Tuhanmu, Mahasuci Allah, Tuhan seluruh alam." Wallahu a'alam.


Sekarang, renungkanlah atap yang terindah, langit, dan kekukuhan, kekuatan dan kekompakannya, meski hanya asap, atau uap air saja. Kemudian perhatikanlah, pada struktur agung itu, kuat dan menyeluruh, diangkat oleh Tuhan ke tempat yang begitu tinggi, dan dihiasi oleh hiasan yang paling spektakuler, dan berlimpah dengan begitu banyak keajaiban dan tanda.
Dia meletakkan untuk makhluk-Nya berbagai tengara, dan didirikan untuk mereka tanda-tanda menarik, dan membuat jelas bagi mereka petunjuk yang paling jelas, sehingga orang-orang yang ditakdirkan untuk binasa harus binasa dengan bukti yang jelas dari kedaulatan-Nya, dan mereka yang bertahan harus bertahan dengan bukti yang jelas; Karena Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Kemudian, lihatlah lagi ke langit. Lihatlah planet-planet di orbitnya, terbit dan terbenam; Matahari dan bulan, dan beragam titik kenaikan dan titik temu, kiprah yang tak kenal lelah tanpa henti, tanpa memperlambat gerakan mereka atau berbelok dari orbit mereka. Mereka meluncur di sepanjang orbit yang takdir mereka persis seperti yang dirancang untuk mereka, sampai hari yang diinginkan oleh Sang Pencipta memanggil mereka kembali. Perhatikan banyaknya bintang dan planet, dimensi dan warnanya; ada yang kemerah-merahan, ada yang keputih-putihan, dan ada yang keabu-abuan.

Lihatlah sekarang perkembangan matahari di orbitnya selama setahun, dan terbit dan terbenam setiap hari di sepanjang rute yang ditentukan Tuhannya untuknya, sehingga takkan pernah melebihi atau kurang dari itu. Seandainya bukan karena terbit dan tenggelamnya matahari, kita takkan bisa membedakan siang dari malam, juga kita tak mungkin bisa mengetahui waktu. Akan terjadi kegelapan yang permanen di seluruh dunia, atau akan ada cahaya abadi; kita tak dapat menetapkan waktu tidur dan istirahat dan waktu untuk bekerja.
Kemudian, pikirkan bulan dan keajaibannya yang menakjubkan: bagaimana Allah menunjukkannya terlebih dahulu sebagai benang yang sempit, maka cahayanya meningkat secara bertahap, dan malam demi malam, sampai menjadi bulan purnama, ketika mencapai fase maksimumnya; lalu mulai mengecil sampai mencapai tahap pertama. Dalam semua ini, ada beragam manfaat bagi manusia dalam kehidupan, ibadah dan ritual mereka; Itulah dasar menghitung bulan dan tahun. Umat ​​manusia telah menggunakannya untuk mengatur sesuatu, selain banyak manfaat lainnya yang tak ada yang selain Allah Yang dapat menghitungnya.

Secara umum, tak mungkin ada bintang atau planet diciptakan oleh Allah tanpa alasan yang baik: dimensi, warna dan lokasinya yang khas di langit, kedekatan dan keterpencilannya dari puncak langit, kedekatan atau keterpencilannya terhadap bintang atau planet di sebelahnya. Semua ditentukan untuk tujuan yang tepat. Untuk mengartikannya secara umum, bandingkan fakta langit dengan organ tubuhmu: keragaman, perbedaan struktur organ yang berdekatan, dan jarak yang jauh; bentuk, dimensi, dan berbagai manfaat dan fungsinya, membedakan semua itu dengan besarnya langit dan bintang, planet, dan tanda-tandanya! Para astronom sepakat bahwa matahari lebih dari seratus enam puluh kali lebih besar dari pada bumi, bahwa banyak bintang yang kita lihat setidaknya sama besarnya dengan bumi, yang cukup untuk membayangkan keterpencilan dan ketinggiannya.
(Bagian 2)