Selasa, 17 April 2018

Sang Pembunuh (2)


Burung gagak melanjutkan, "Sang cantrik bertanya," Wahai guru, adakah ampunan bagi para pendosa?" Sang guru berkata," Dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim, Abu Sa'id al-Khudri, radhiyallahu 'anhu, meriwayatkan bahwa Rasulullah (ﷺ) bersabda, 'Ada seorang lelaki yang hidup jauh sebelum kalian, yang telah membunuh sembilan puluh sembilan orang, dan kemudian bertanya tentang orang terpelajar di dunia, yang dapat menunjukkan kepadanya jalan menuju keselamatan. Ia diarahkan kepada seorang abid, orang yang kuat beribadah. Ia menemuinya dan menyampaikan kepadanya bahwa ia telah membunuh sembilan puluh sembilan orang, dan ia kemudian bertanya adakah ruang baginya agar taubatnya diterima. Sang abid berkata, 'Tak ada!' Lelaki itu pun membunuh sang abid hingga genaplah sudah seratus orang yang dibunuhnya.
Kemudian ia bertanya lagi, adakah orang terpandai diatas di bumi ini, dan ia diarahkan kepada seorang alim, orang yang banyak ilmu, dan lelaki itu mengatakan kepada sang alim bahwa ia telah membunuh seratus orang dan bertanya adakah ruang baginya agar taubatnya diterima. Sang alim berkata, 'Ya; Apa yang menghalangi dirimu bertaubat?"

Sang cantrik berkata, "Wahai guru, apa maksud pernyataan ini?" Guru berkata, "Pintu taubat tetap terbuka bagi sang pembunuh, dan bukti untuk ini adalah apa yang dapat kita temukan dalam Al-Qur'an Surah An-Nisa [4]: ​​48, "Sesungguhnya Allah takkan mengampuni (dosa) karena mempersekutukan-Nya (syirik), dan Dia mengampuni apa (dosa) yang selain (syirik) itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Barangsiapa mempersekutukan Allah, maka sungguh, ia telah berbuat dosa yang besar." Jadi, apapun yang bukan karena syirik, Allah mengampuni siapapun yang dikehendaki-Nya. Ini juga kesepakatan dari para ulama.
Namun dalam riwayat atas otoritas Ibnu 'Abbas, radhiyallahu 'anhu, ia menyebutkan bahwa bagi sang pembunuh tak ada ampunan, karena Allah berfirman dalam surah An-Nisa [4]: 93, "Dan barangsiapa membunuh seorang yang beriman dengan sengaja, maka balasannya ialah neraka Jahanam, ia kekal di dalamnya. Allah murka kepadanya, dan melaknatnya serta menyediakan azab yang besar baginya."
Menurut ayat ini, bahwa sesungguhnya balasan bagi orang ini adalah api neraka. Ia mungkin dihukum dengan api neraka atau selain itu. Dan ia mungkin tak dihukum sama sekali, ia mungkin akan diampuni. Namun, jika seseorang membunuh dengan sengaja dan ia tetap meyakini bahwa diperbolehkan baginya melakukannya tanpa hak keadilan, dan ia benar-benar tahu persis, maka ia adalah seorang kafir dan telah murtad dari agamanya. Karenanya, ia akan tetap berada dalam api neraka, ini berdasarkan keputusan bulat para alim ulama.
Namun jika ia melakukan pembunuhan dan tak berpikir bahwa diperbolehkan baginya untuk melakukannya, dan ia yakin bahwa hal itu tak diperbolehkan, maka orang inilah pendosa yang telah melakukan dosa besar; Hukumannya adalah api neraka, dan ia akan tinggal di dalamnya untuk jangka waktu yang lama, namun dengan karunia Allah, Dia berfirman kepada kita bahwa setiap orang yang meninggal menyembah Allah, beriman bahwa tak ada tuhan yang patut disembah selain Allah, ia takkan menetap dalam api neraka selamanya. Muslim ini, yang telah memilih Allah dalam segala tindakan ibadahnya, dapat diampuni dan takkan pernah masuk Jahannam sama sekali, dan mungkin ia dihukum di dalam api neraka seperti orang berdosa lainnya, dan dapat diampuni setelahnya, dikeluarkan dari api neraka. - masuk ke surga.

Apa yang telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas dapat ditafsirkan bahwa tak ada ampunan bagi pembunuhnya sehubungan dengan orang yang telah dibunuh. Karena tindakan sang pembunuh terhubung dengan tiga hak. Hak pertama, untuk Allah. Sehubungan dengan hak Allah, tak ada keraguan bahwa Allah akan memberikan ampunan bagi orang yang memohon ampunan kepada-Nya, sesuai firman-Nya dalam Surah Az-Zumar [39]: 10, "Katakanlah (Muhammad), “Wahai hamba-hamba-Ku yang beriman! Bertakwalah kepada Tuhanmu.” Bagi orang-orang yang berbuat baik di dunia ini akan memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu luas. Hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa batas."
Juga, dalam Surah Al-Furqan[25]:68-70, "Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan Allah dengan sembahan lain dan tidak membunuh orang yang diharamkan Allah kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina; dan barangsiapa melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat hukuman yang berat, (yakni) akan dilipatgandakan azab untuknya pada hari Kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertobat dan beriman dan mengerjakan kebajikan; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebaikan. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang."
Sehubungan dengan hak orang yang terbunuh, ampunan bagi sang pembunuh tak bermanfaat baginya dan tak memenuhi haknya, karena ia telah meninggal dunia. Sang pembunuh tak mungkin mencari penebusan dari pembunuhannya, atau membebaskan dirinya dari darahnya. Oleh karena itu, sang pembunuh tetap berada dalam keadaan ini memenuhi haknya, terlepas dari tindakannya untuk memohon ampunan. Dan pada hari kiamat Allah akan menilai di antara mereka.
Sehubungan dengan hak wali dari orang yang terbunuh, ampunan bagi sang pembunuh tak diaktualisasikan sampai ia menyerahkan dirinya kepada wali individu terbunuh itu, mengakui tindakan pembunuhannya, menyatakan: akulah yang membunuh dan aku ada di hadapanmu. Jika engkau mau, bunuhlah aku. Jika engkau mau, terimalah uang darahnya. Jika engkau mau, maafkanlah aku.'

Sang cantrik berkata, "Bagaimana bunyi hadits itu selanjutnya, guru?" Sang guru berkata, "Selanjutnya, hadits tersebut menyatakan, sang alim berkata, 'Sebaiknya engkau pergi ke negeri fulan, disana ada orang yang shalat dan beribadah, dan engkau juga beribadahlah bersama mereka, dan janganlah kembali ke negeri lamamu, karena negeri itu buruk bagimu.' Maka pergilah sang pembunuh, dan ia hampir menempuh separuh dari jarak menuju negeri itu ketika kematian menjemputnya, dan ada perselisihan antara malaikat rahmat dan malaikat azab. Malaikat rahmat berkata, "Orang ini telah datang sebagai orang yang bertobat dan menyesali perbuatannya kepada Allah." Dan malaikat azab berkata, "Ia sama sekali belum berbuat kebaikan."
Kemudian datanglah malaikat lain dalam bentuk manusia untuk memutuskan di antara mereka. Ia berkata, "Kalian ukurlah jarak yang telah ditempuhnya, lebih dekat ke negeri manakah jarak yang telah ditempuhnya itu. Dan akhirnya ditemukan bahwa ia lebih dekat ke negeri di mana ia bermaksud mengerjakan kebaikan, dan malaikat rahmat pun membawanya. Qatada berkata bahwa Hasan menyampaikan kepadanya bahwa disebutkan, saat kematian mendekatinya, ia merangkak dan berhasil menyelinap ke negeri yang di rahmati.'
Dalam riwayat lain: 'Ia ditemukan lebih dekat ke negeri dimana orang-orang saleh hidup sejauh sejengkal, dan ia termasuk di antara mereka.'
Dan dalam riwayat lain: 'Allah memerintahkan bumi (darimana) ia ingin keluar agar menjauh dan ke bumi yang lain (ke mana ia tuju) agar mendekat.' 

Para ulama mengatakan bahwa inilah indikasi yang sangat dianjurkannya bagi seseorang yang telah bertobat dari dosa tertentu, agar meninggalkan tempat dimana mereka melakukan dosa, meninggalkan teman-teman yang membantu kejahatannya tersebut, dan agar menjauhi sahabat yang mendukung kejahatan selama mereka masih dalam keadaan seperti itu. Dan juga sangat dianjurkan bagi orang yang telah bertobat agar menggantikan sahabat lamanya yang pendosa, dengan yang saleh dan mulia, seperti orang-orang alim, penegak ibadah, dan orang lain yang harus diikuti dan mendatangkan manfaat. Dengan langkah-langkah ini, taubatnya akan menjadi kukuh.
Adapun malaikat yang mengukur jarak antara dua kota dan malaikat yang diadili di antara mereka, maka dapat dipahami bahwa Allah memerintahkan salah satu dari mereka yang menjadi penengah di antara mereka, saat mereka berbeda pendapat tentang orang yang mati itu dan bingung karenanya. Jadi malaikat mendatangi mereka dalam bentuk manusia, dan kemudian ia mengambil keputusan.

Dalam hadis ini, ada klarifikasi bagi orang yang ingin berdakwah, menyerukan Islam dan Kebenaran, dirinya perlu mencari ilmu tentang hukum-hukum Islam dalam berdakwah, jika ia tak memiliki ilmu ini, maka kerugian yang ia timbulkan akan lebih besar daripada manfaatnya. Orang yang bodoh adalah musuh bagi dirinya sendiri. Sang abid menunjukkan ini; ia memiliki ilmu yang sangat sedikit, yang menyebabkan kematiannya sendiri. Sang alim, membimbing dengan cahaya kebenaran dan ilmu. Ia telah mendapatkan kesuksesan dari Allah untuk berjalan di atas jalan yang lurus; Dengan demikian ia menguntungkan dirinya sendiri dan orang lain. Adalah penting bagi alim-ulama dan orang yang menyeru kembali ke Allah, untuk memberi kabar gembira kepada manusia, dan bukan mengusirnya.

Pintu ampunan selalu terbuka, baik itu dosa besar maupun kecil. Allah akan menerima siapapun yang kembali kepada-Nya dengan taubat yang tulus, selama ia tak menyekutukan Allah. Karenanya, manusia janganlah cepat putus asa dari rahmat Allah, yang lebih luas dari segalanya.
Para ulama menyebutkan: kewajiban memohon ampunan dari segala tindakan ketidaktaatan. Jika tindakan ketidaktaatan terjadi antara hamba dan Allah yang Maha Tinggi, dan tidak terkait dengan pelanggaran hak asasi manusia, ada tiga syarat:
Syarat pertama: orang itu harus menghentikan tindakan ketidaktaatan itu. Syarat kedua: orang itu menyesali tindakannya. Syarat ketiga: orang itu memutuskan tidak kembali melakukan perbuatannya. Jika salah satu dari tiga syarat ini dilanggar, bertaubat kepada Allah tidak teraktualisasikan.
Jika tindakan ketidaktaatan terhubung dengan pelanggaran hak asasi manusia, ada syarat keempat: orang itu diwajibkan melepaskan dirinya dari hak korban.
Syarat keempat ini adalah bahwa orang yang telah melanggar hak mengembalikan kepada mereka yang berhak, entah itu uang atau bentuk lainnya, atau orang tersebut meringankan mereka berdasarkan pernyataan Rasulullah (ﷺ) yang diriwayatkan oleh al- Bukhari dan Ahmad, "Barangsiapa telah menzhalimi orang lain karena reputasinya atau apapun, ia harus meminta maaf padanya sebelum Hari Kiamat ketika tak ada uang (untuk menebus perbuatan yang salah), tetapi jika ia memiliki perbuatan baik, perbuatan baik itu akan diambil darinya sesuai dengan kezhaliman yang telah dilakukannya, dan jika ia tak memiliki perbuatan baik, dosa orang yang terzhalimi itu akan dibebankan kepadanya. "
Jika perbuatan buruk menyangkut kekayaan atau masalah yang sebanding dengan itu, orang itu berkewajiban mengembalikannya. Jika perbuatan buruk tersebut menyangkut pelanggaran hukum penghinaan atau masalah yang serupa dengan itu, ia tunduk pada hukuman, atau meminta maaf pada korban. Jika perbuatan buruk itu menyangkut fitnah, maka orang yang bersangkutan meminta maaf kepada korban. Adalah kewajiban seseorang agar memohon ampunan atas jumlah total kesalahannya. Jika seseorang memohon ampunan dari sebagian darinya, taubatnya dianggap benar sesuai dengan kebenaran atas kesalahan-kesalahan tertentu saja. Namun yang tersisa, tetap tinggal bersama-Nya."

Sang guru kemudian berkata, "Wahai anak muda, jiwa manusia menginginkan sesuatu yang baik, ia rusak hanya karena kejahatan merasukinya. Jika ia bertemu seseorang yang mengingatkannya dengan baik maka bersiaplah untuk tetap teguh pada jalan tuntunan. Adalah wajib bagi setiap Muslim untuk waspada terhadap syirik (menyekutukan Allah), dan apa yang menyebabkannya. Juga, setiap Muslim harus berhati-hati melakukan dosa dan jalan yang membawanya kesana, karena itu mungkin bahwa seseorang dapat diuji dengan dosa dan tak dapat bertobat. Akan membantu seseorang bila ia mewaspadai segala sesuatu yang telah Allah haramkan dan bahwa ia memohon ampunan Rabbnya dari hal-hal itu. Seyogyanya seorang Muslim tak menganggap remeh Setan, yang menyebabkan ia memulai sebuah dosa dengan maksud untuk bertobat sesudahnya. Tak dinyana lagi bahwa dari tipuan Setan, dan apa yang dibuatnya tampak indah, agar seseorang melakukan dosa dengan anggapan tersebut. Bahwa mereka akan bertobat setelah melakukannya. Mungkin saja seorang hamba bisa terhalangi untuk bertobat kepada Allah, dan pada akhirnya ia akan sangat menyesal. Dan penyesalan ini akan tumbuh lebih besar lagi bila pada waktunya, penyesalan itu tak bermanfaat lagi."
"Kecuali mereka yang telah bertobat, mengadakan perbaikan dan menjelaskan(nya), mereka itulah yang Aku terima tobatnya dan Akulah Yang Maha Penerima tobat, Maha Penyayang." - [2:160]
(Bagian 1)

Referensi :
- Ibn Kathir, Stories of The Qur'an, Dar al-Manarah
- The History of at-Tabari, Volume I, General Introduction and From the Creation to the Flood, translated by Franz Rosenthal, SUNY Press.
- Al-Allaamah Muhammad bin Salih al-Uthaymeen & Sheikh Salim al-Hilaalee, The Explanation of the Hadith of The Man Who Killed Ninety-Nine Men By al-Imam an-Nawawi, Riwayah Publishing