Jumat, 20 April 2018

Berhala-berhala (1)

Sang musafir muda bertanya, "Kapankah kekufuran itu dimulai?" Sang pemikir berkata, "Menurut riwayat yang disampaikan atas otoritas sejumlah ulama awal, ada sepuluh generasi antara Nabi Adam dan Nabi Nuh, alaihissalam, yang semuanya adalah penganut Islam. Kekufuran baru terjadi pada generasi dimana Nabi Nuh, alaihissalam, diutus. Menurut at-Tabari, Ibnu Abbas, radhiyallahu 'anhu, berkata, "Ada sepuluh generasi antara Nabi Nuh dan Nabi Adam, semuanya penganut Islam. Kemudian mereka berbeda pendapat, dan Allah mengutus para nabi sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan." Diriwayatkan bahwa Nabi Nuh adalah nabi pertama yang diutus Allah sebagai Rasul kepada ummatnya untuk memperingatkan mereka dan mengajak mereka mengakui keesaan Allah. Ia adalah Nuh bin Lamik bin Mutawatsilakh bin Akhnukh-yakni Nabi Idris- bin Yazid bin Malayil bin Qanin bin Anusy bin Syits bin Adam, alaihissalam, bapak umat manusia. Ada yang mengatakan bahwa kaum Nabi Nuh telah melakukan apa yang tak diridhai Allah, berupa kejahatan, minum minuman keras, dan berasyik-masyuk dengan alat musik yang mengalihkan mereka dari ketaatan kepada Allah. Yang lain mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang taat kepada Bewarasib, yang merupakan orang pertama yang menganut pandangan kaum Sabian. Bahwa kepada Banu Rasib inilah Nabi Nuh diutus.

Menurut Ibnu Katsir, rahimahullah, selama beberapa generasi, kaum Nabi Nuh telah menyembah patung-patung yang mereka sebut tuhan. Mereka percaya bahwa tuhan-tuhan ini akan membawa kebaikan bagi mereka, melindungi mereka dari kejahatan dan memberikan segala kebutuhan mereka. Mereka menamakan berhala mereka, seperti Wadd, Suwa', Yaghut, Ya'uq, dan Nasr, masing-masing berhala ini mewakili keberanian; sesuatu yang mudah berubah, keindahan; kekuatan, kecepatan, penglihatan yang tajam, sesuai dengan kekuatan yang mereka anggap dimiliki oleh tuhan-tuhan ini. Allah Subhanahu Wa Ta'ala mewahyukan dalam Surah Nuh [71]: 23, "Dan mereka berkata, 'Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwa‘, Yagµt, Ya‘uq dan Nasr." Awalnya, semua nama itu, orang-orang shaleh yang pernah hidup di antara mereka. Setelah kematian mereka, patung-patungnya dipajang untuk mempertahankan knangan terhadap mereka. Setelah beberapa lama, orang mulai menyembah patung-patung ini. Generasi selanjutnya, bahkan tak tahu mengapa patung-patung itu didirikan, mereka hanya tahu orang tua mereka berdoa kepada mereka. Begitulah penyembahan berhala berkembang karena mereka tak memahami tentang Allah Subhanahu Wa Ta'ala Yang akan menghukum mereka atas kejahatan mereka, mereka kejam dan tak bermoral. At-Tabari meriwayatkan, "Ada orang-orang shaleh yang hidup di antara Nabi Adam dan Nabi Nuh, dan pengikut mereka menjadikan mereka sebagai panutan. Setelah kematian mereka, teman-teman mereka yang berusaha menandingi mereka berkata, 'Jika kita membuat patung mereka, akan lebih menyenangkan dalam ibadah kita, dan akan mengingatkan kita akan mereka.' Jadi mereka membangun patung-patung itu, dan setelah mereka meninggal, yang lain mengikutinya. Iblis merangkak masuk ke dalam pikiran mereka dengan berkata, 'Nenek moyangmu biasa menyembah mereka, dan melalui penyembahan itu, mereka mendapat hujan.' Maka merekapun menyembah patung-patung itu."

Menurut Ibnu Abi Hatim, "Wadd adalah orang shaleh yang dicintai oleh kaumnya. Ketika ia meninggal, kaumnya pindah ke makamnya di negeri Babilonia dan dirundung duka yang mendalam. Ketika Iblis melihat kesedihan mereka, yang disebabkan oleh kematiannya, ia menyamar sebagai seorang manusia yang berkata: 'Aku melihat duka diantara kalian karena kematian orang ini; bolehkah aku buatkan patung yang mirip dirinya, yang bisa diletakkan di tempat kalian berkumpul, agar kalian dapat mengenangnya?' Mereka berkata: 'Ya.' Maka, iblis pun membuat patungnya, meletakkannya di tempat mereka berkumpul sebagai kenangan untuk mereka. Ketika Iblis melihat ketertarikan mereka atas kenangan terhadap orang shaleh itu, ia berkata, 'Bolehkah aku membuatkan patung di setiap rumah kalian sehingga masing-masing kalian akan selalu mengenangnya walau berada di rumah ? ' Mereka sepakat, anak-anak mereka belajar dan melihat apa yang sedang mereka lakukan, mereka juga belajar mengenangnya, bukan mengingat Allah. Jadi yang pertama disembah selain Allah adalah berhala yang mereka sebut Wadd."
Esensinya, bahwa setiap berhala yang disebutkan sebelumnya, disembah oleh sekelompok orang tertentu. Disebutkan bahwa orang membuat gambar di pasir, seiring berlalunya waktu, mereka mewujudkan gambar-gambar ini menjadi patung, sehingga bentuknya dapat dikenali sepenuhnya; Setelah itu, yang mereka sembah bukan Allah. Menyembah selain Allah adalah tragedi yang berakibat tidak hanya pada hilangnya kebebasan; pengaruh beratnya dapat mencapai pikiran manusia dan juga menghancurkannya. Allah Subhanahu Wa Ta'ala menciptakan manusia dan pikirannya dengan tujuan untuk mencapai ilmu, yang paling penting di antaranya adalah bahwa Allah-lah Sang Pencipta dan yang lain hanyalah hamba-Nya. Oleh karena itu, kekafiran ataupun kekufuran, berakibat pada hilangnya kebebasan, kehancuran pikiran, dan tak adanya target mulia dalam hidup ini. Dengan menyembah apapun selain Allah, manusia diperbudak oleh Setan, yang hanyalah makhluk ciptaan dan terkekang oleh sumber dayanya sendiri.

Ke dalam lingkungan ini, Allah mengutus Nabi Nuh dengan risalah-Nya kepada kaumnya. Ketika Allah mengutus Nabi Nuh kepada mereka sebagai Rasul, diriwayatkan bahwa ia berusia lima puluh tahun. Nabi Nuh adalah satu-satunya intelektual diantara mereka, yang tak terjebak dalam pusaran penghancuran manusia yang disebabkan oleh politeisme. Allah dengan rahmat-Nya mengirim rasul-Nya, Nabi Nuh, untuk membimbing umatnya. Nabi Nuh adalah orang yang fasih berbicara dan orang yang sangat sabar. Ia menunjukkan kepada umatnya misteri kehidupan ini, dan keajaiban alam semesta. Ia menunjukkan bagaimana malam itu secara teratur diikuti oleh siang, dan bahwa keseimbangan timbal-balik ini dirancang oleh Allah Subhanahu Wa Ta'ala bagi kebaikan kita. Malam hari memberi kesejukan dan istirahat, sementara siang hari memberi kehangatan dan membangkitkan aktivitas. Matahari mendorong pertumbuhan, menjaga semua tanaman dan hewan agar tetap hidup, sementara bulan dan bintang, membantu perhitungan waktu, arah dan musim.
Ia menunjukkan bahwa kepemilikan langit dan bumi hanya milik Sang Ilahi. Karena itu, ia menjelaskan kepada kaumnya, tak mungkin ada lebih dari satu tuhan. Ia menjelaskan kepada mereka bagaimana iblis telah menipu mereka begitu lama, dan bahwa sudah saatnya tipu-daya ini berakhir. Nabi Nuh menjelaskan kepada mereka bagaimana Allah memuliakan manusia, bagaimana Dia menciptakannya dan membernya rezeki dan berkah akal. Ia mengabarkan kepada mereka bahwa menyembah berhala adalah ketidakadilan yang menyesakkan pikiran. Ia memperingatkan mereka agar tak menyembah siapapun atau apapun selain Allah, dan menggambarkan azab yang mengerikan, yang akan Allah turunkan jika mereka terus melakukan kebatilan. 

Kaumnya mendengarkannya dalam diam. Kata-katanya sangat mengejutkan pikiran mereka yang stagnan, bagai mengejutkan seseorang yang tertidur di bawah tembok yang akan jatuh, dan sesiapa yang sehat dan kuat, akan terbangun. Orang-orang ini mungkin khawatir dan bahkan mungkin marah, walau tujuannya untuk menyelamatkannya. Kaum Nabi Nuh terbelah menjadi dua kelompok setelah peringatannya. Kata-katanya menyentuh hati orang-orang yang lemah, miskin, dan sengsara, serta menyembuhkan luka mereka dengan rahmat-Nya. Adapun orang-orang kaya, kuat, kuat dan berkuasa, mereka memandang peringatan dengan ketiyakinan yang suram. Mereka lebih percaya bahwa mereka akan lebih baik jika keadaan tetap seperti apa adanya. Oleh karena itu mereka memulai peperangan melawan kata-kata Nabi Nuh.
Pertama, mereka menuduh Nabi Nuh hanya manusia biasa seperti mereka. Allah berfirman di dalam Surah Hud [11]: 27, "Maka berkatalah para pemuka yang kafir dari kaumnya, 'Kami tidak melihat engkau, melainkan hanyalah seorang manusia (biasa) seperti kami, dan kami tidak melihat orang yang mengikuti engkau, melainkan orang yang hina dina di antara kami yang lekas percaya. Kami tidak melihat kamu memiliki suatu kelebihan apa pun atas kami, bahkan kami menganggap kamu adalah orang pendusta." Nabi Nuh tak pernah mengucapkan hal lain selain hal itu. Ia menegaskan bahwa sesungguhnya ia hanyalah manusia biasa, Allah telah mengutus manusia karena bumi dihuni oleh manusia. Jika dihuni oleh malaikat, maka Allah akan mengirim utusan malaikat. Persaingan antara orang-orang musyrik dan Nabi Nuh berlanjut, para penguasa pada awalnya mengira bahwa seruan Nabi Nuh akan segera pudar dengan sendirinya. Saat mereka menemukan bahwa seruannya menarik orang miskin, orang-orang yang tak berdaya, dan buruh biasa, mereka mulai menyerang secara lisan dan mengejeknya, 'Engkau hanya diikuti oleh orang miskin, orang yang lemah dan tak berdaya.

Konflik antara Nuh dan pemimpin kaumnya semakin intensif. Orang-orang yang tak beriman mengusahakan tawar-menawar, "Dengarkanlah Nuh, jika engkau ingin kami mempercayaimu, maka abaikanlah orang-orang yang beriman itu, mereka lemah dan miskin, sementara kami adalah kaum elit dan kaya, tak ada iman yang dapat mempersatukan kita." Nuh mendengarkan orang-orang kafir dalam kaumnya dan menyadari bahwa sikap mereka keras kepala. Namun, dengan lembut ia menjawab mereka. Ia menjelaskan kepada kaumnya bahwa ia tak bisa begitu saja mengabaikan orang-orang yang telah beriman, karena mereka bukan tamunya, melainkan milik Allah. Dalam Surah Hud [11]: 29-31, Nabi Nuh menghimbau mereka, "Dan wahai kaumku! Aku tidak meminta harta kepada kamu (sebagai imbalan) atas seruanku. Imbalanku hanyalah dari Allah dan aku sekali-kali tidak akan mengusir orang yang telah beriman. Sungguh, mereka akan bertemu dengan Tuhannya, dan sebaliknya aku memandangmu sebagai kaum yang bodoh. Dan wahai kaumku! Siapakah yang akan menolongku dari (azab) Allah jika aku mengusir mereka. Tidakkah kamu mengambil pelajaran? Dan aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa aku mempunyai gudang-gudang rezeki dan kekayaan dari Allah, dan aku tidak mengetahui yang gaib, dan tidak (pula) mengatakan bahwa sesungguhnya aku adalah malaikat, dan aku tidak (juga) mengatakan kepada orang yang dipandang hina oleh penglihatanmu, “Bahwa Allah tidak akan memberikan kebaikan kepada mereka. Allah lebih mengetahui apa yang ada pada diri mereka. Sungguh, jika demikian aku benar-benar termasuk orang-orang yang zhalim." Nabi Nuh membantah alasan orang-orang kafir dengan ilmu yang mulia dari para nabi. Inilah logika intelek yang menghilangkan keangkuhan dan kepentingan pribadi.
Para penguasa bosan dengan sanggahan Nabi Nuh. Dalam Surah Hud [11]: 32-34, "Mereka berkata, “Wahai Nuh! Sungguh, engkau telah berbantah dengan kami, dan engkau telah memperpanjang bantahanmu terhadap kami, maka datangkanlah kepada kami azab yang engkau ancamkan, jika kamu termasuk orang yang benar. Ia (Nuh) menjawab, “Hanya Allah yang akan mendatangkan azab kepadamu jika Dia menghendaki, dan kamu tidak akan dapat melepaskan diri. Dan nasihatku tidak akan bermanfaat bagimu sekalipun aku ingin memberi nasihat kepadamu, kalau Allah hendak menyesatkan kamu. Dia adalah Tuhanmu, dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan."

Pertarungan berlanjut; sanggah-menyanggah antara orang-orang kafir dan Nabi Nuh semakin berkepanjangan. Ketika segala penolakan orang-orang kafir itu ambruk dan mereka telah kehabisan kata-kata, muncullah perlakuan kasar dan penghinaan kepada Rasul Allah, dalam Surah Al-A'raf[7]: 60-63, "Pemuka-pemuka kaumnya berkata, 'Sesungguhnya kami memandang kamu benar-benar berada dalam kesesatan yang nyata.' Ia (Nuh) menjawab, 'Wahai kaumku! Aku tidak sesat; tetapi aku ini seorang Rasul dari Tuhan seluruh alam. Aku menyampaikan kepadamu amanat Tuhanku, memberi nasihat kepadamu, dan aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu ketahui. Dan herankah kamu bahwa ada peringatan yang datang dari Tuhanmu melalui seorang laki-laki dari kalanganmu sendiri, untuk memberi peringatan kepadamu dan agar kamu bertakwa, sehingga kamu mendapat rahmat?'"
Nabi Nuh terus mengajak umatnya beriman kepada Allah selama sembilan ratus lima puluh tahun. Ini terjadi karena setiap generasi yang lewat, mengingatkan penerusnya agar tak mempercayai Nabi Nuh dan siap berperang melawannya. Setiap ayah mengajarkan anaknya tentang masalah antara dirinya dan Nabi Nuh, dan menasihati anak-anaknya agar menolak ajakannya bila ia telah mencapai usia dewasa. Sifat alami mereka menolak beriman dan mengikuti kebenaran. Nuh melihat bahwa jumlah orang beriman tidak bertambah, sementara kekufuran semakin menjadi. Ia sedih melihat kaumnya, namun ia tak pernah sampah kehilangan asa.
Datanglah hari ketika Allah mewahyukan kepada Nabi Nuh bahwa takkan ada lagi yang akan beriman. Allah mewahyukan agar ia tak bersedih hati kepada mereka, dan puncaknya, Nabi Nuh berdoa agar orang-orang kafir ini dihancurkan. Ia berdoa, dalam Surah Nuh [71]: 27, "Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka hanya akan melahirkan anak-anak yang jahat dan tidak tahu bersyukur." Allah menerima doa Nabi Nuh. Selesailah perkara, dan Dia menjatuhkan keputusan-Nya atas orang-orang kafir itu berupa Air Bah. Allah Yang Maha Agung memerintahkan hamba-Nya, Nabi Nuh, membangun sebuah bahtera dengan ilmu dan petunjuk-Nya, dan dengan bantuan malaikat-malaikat. Allah berfriman dalam Surah Hud [11]: 37, "Dan buatlah kapal itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami, dan janganlah engkau bicarakan dengan Aku tentang orang-orang yang zhalim. Sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan."

Menurut at-Tabari, Allah memerintahkan Nabi Nuh menanam pohon, dan Nabi Nuh melaksanakannya. Pohon itu tumbuh dan menyebar ke segala arah. Empat puluh tahun setelah Nabi Nuh menanamnya, Allah memerintahkan agar ia memotongnya, dan menggunakannya membangun sebuah bahtera. Nabi Nuh mengerjakan bahtera itu dengan wahyu Allah dan di bawah petunjuk-Nya. Bahtera itu panjangnya 300 hasta, dan lebarnya lima puluh hasta, dan menjulang ke langit tiga puluh hasta. Pintu masuknya berada di sisi yang lebar. Menurut Ibnu Abbas, "Nabi Nuh menggunakan ilmu pertukangan untuk membuat bahtera di Gunung Nudh, tempat akan munculnya Air Bah. Bahtera itu panjangnya 300 hasta - ukuran hastanya, seukuran kakek ayah Nabi Nuh, dan lebarnya lima puluh hasta. Menjulang ke langit tiga puluh hasta, enam hasta akan terbenam ke dalam air. Ada sejumlah tempat penyimpanan. Ia membuat tiga pintu masuk, yang satu berada di bawah yang lain."
(Bagian 2)