Selasa, 29 Mei 2018

Ketika yang Salah Dibenarkan (2)

Nabi Luth, alaihissalam, punya dua anak perempuan, yang tertua bernama Raitsa dan yang lebih muda bernama Zaghrata. Mereka berkata kepadanya, "Wahai anak gadis!Adakah tempat singgah di dekat sini?" Ia berkata, "Ada, namun tetaplah di tempatmu berada, dan janganlah masuk ke kota sampai aku kembali lagi padamu." Ia takut akan apa yang mungkin dilakukan kaumnya terhadap mereka, maka ia menemui ayahnya dan berkata, "Wahai ayahku! Ada beberapa pemuda ingin berjumpa denganmu di gerbang kota. Aku belum pernah melihat wajah setampan mereka. Jangan biarkan kaummu mengganggu dan mempermalukan mereka." Kaum Nabi Luth, telah melarangnya menerima tamu, siapapun, mereka berkata, "Serahkan saja kepada kami. Kamilah yang akan melayani tetamu lelaki." Maka, Nabi Luth pun membawa mereka ke rumahnya secara diam-diam, dan tak seorangpun kecuali keluarganya yang tahu mereka ada di sana. Akan tetapi, istri Nabi Luth keluar, mengabarkan kepada kaumnya, ia berkata, "Di rumah Luth ada beberapa pemuda yang belum pernah kulihat sebelumnya, dan aku juga belum pernah melihat wajah-wajah setampan itu, berkulit paling indah dan beraroma harum." Maka kaumnya bergegas datang ke rumah Nabi Luth.
Nabi Luth membanting pintu. Mereka berusaha membujuknya agar membiarkan mereka masuk, Nabi Luth berkata, "Wahai kaumku! Takutlah kepada Allah dan jangan mempermalukan tamuku. Tak adakah orang yang benar di antara kalian? Ini anak-anakku. Mereka lebih suci bagimu". Apa yang dimaksud Nabi Luth, bahwa itu lebih bermoral daripada apa yang mereka inginkan. Selain itu, posisi seorang Nabi bagi umatnya, ibarat seorang ayah bagi anak-anaknya. Allah berfirman dalam Al-Qur'an Surat Al-Ahzab [33}, ayat 6, "Nabi itu lebih utama bagi orang-orang mukmin dibandingkan diri mereka sendiri dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka. Orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris-mewarisi) di dalam Kitab Allah daripada orang-orang mukmin dan orang-orang Muhajirin, kecuali kalau kamu hendak berbuat baik kepada saudara-saudaramu (seagama). Demikianlah telah tertulis dalam Kitab (Allah)."

Mereka berkata, "Tidakkah kami telah melarangmu menerima tetamu lelaki? Engkau tahu dengan baik bahwa kami tak berhasrat terhadap putrimu, dan engkau tentu tahu apa yang kami inginkan." Ketika kaumnya tak menerima apapun yang ia tawarkan, ia berkata, "Seandainya aku mempunyai kekuatan untuk menolakmu atau kalau aku dapat berlindung kepada keluarga yang kuat, tentu aku lakukan.” la sangat berharap sekiranya memiliki kekuatan atau pembela atau anggota keluarga yang menolongnya atas perbuatan kaumnya, niscaya ia akan menimpakan azab yang sesuai dengan apa yang mereka ucapkan. Malaikat Jibril memohon agar dapat menghukum mereka dan Allah mengabulkannya. Jibril membuka sayapnya dan mencungkil mata mereka. Mereka saling menginjak-injak, buta, berkata, "Tolong! Tolong! Di rumah Luth ada tukang sihir yang paling hebat sedunia!"Dan mereka menghabiskan malam terburuk yang pernah mereka habiskan.
Para malaikat berkata kepada Nabi Luth, "Kami adalah utusan Rabb-mu; mereka takkan bisa menyentuhmu. Pergilah bersama keluargamu di malam hari, dan berjalanlah di belakang untuk memastikan bahwa tak ada di antaramu yang berbalik." Nabi Luth berkata, "Hancurkan mereka segera!" Namun mereka berkata, "Kami hanya diperintahkan melakukannya pada pagi hari. Bukankah pagi hari telah mendekat?"

Saat kaum Nabi Luth bangun di pagi hari, malaikat Jibril menurunkan sayapnya sedalam lapis ketujuh bumi, mencabut kota itu, kemudian ia menyisipkan ke bagian bawah sayapnya dan membawanya ke atas, kemudian ia mengangkatnya lebih tinggi lagi sampai ke langit terendah. sehingga penduduk langit mendengar lolongan anjing dan suara kokok ayam jantan mereka. Kemudian, malaikat Jibril membaliknya dan membunuh mereka. Dan bagi kaum yang tak mati saat negeri itu dihempaskan, Allah menghujani batu-batu yang menimpa mereka saat tiba di atas bumi, dan juga atas penduduk kota yang masih menyebar di bumi. Kemudian azab menyusul mereka ke kota sekitarnya. Jika ada kaum Luth yang sedang asyik bercengkerama, bukan tak mungkin tertimpa sebuah batu dan membunuhnya. Allah Subhanahu wa Ta'ala menyebut kota yang dijungkirbalikkan itu Al-Mu'tafikah, dan Allah menghancurkannya bersama Mu'tafikah sekitarnya, ada lima kota, Sab'ah, Sarah, 'Amarah, Duma, dan Sodom, yang terakhir merupakan kota terbesar. Dan Allah menyelamatkan Nabi Luth dan kerabat yang bersamanya, kecuali istrinya yang dibinasakan bersama yang lain. Ia mendengar suara gemuruh dan berbalik, lalu berkata, "Duhai kaumku!" dan sebuah batu pun menghunjamnya ketika ia terpisah dari keluarganya.
Buku untuk kaum Luth telah ditutup. Kota dan nama mereka telah dihapus dari muka bumi. Hilanglah nama mereka dari ingatan, namun tidak dengan perbuatan mereka. Kaum Nabi Luth telah membenarkan apa yang salah dan menyalahkan apa yang seharusnya benar. Satu buku telah ditutup diantara buku-buku kerusakan. Nabi Luth, alaihissalam, melanjutkan perjalanan menemui Nabi Ibrahim, alaihissalam. Ia mengunjunginya, dan ketika ia mengisahkan tentang kaumnya, ia terkejut karena Nabi Ibrahim telah mengetahuinya. Lalu, Nabi Luth terus berdakwah, seperti yang dilakukan Nabi Ibrahim, orang sabar yang selalu memohon ampunan-Nya, dan keduanya tetap istiqamah dalam misi mereka."
Sang musafir bertanya, "Adakah hukuman bagi pelaku homoseksual yang keji itu?" Sang prajurit berkata, "Wahai anak muda, kejahatan homoseksual adalah salah satu kejahatan terbesar, dosa terburuk dan perbuatan yang paling keji, dan Allah menghukum mereka yang melakukannya dengan cara yang tak sama dengan menghukum kaum lain. Inilah pelanggaran fitrah, amat-sangat sesat, pelemahan intelektual dan kurangnya komitmen agama, dan juga tanda kiamat serta perampasan kasih-sayang Allah. Kita memohon semoga Allah selalu melindungi kita.
Ibnu 'Abbas, radhiyallahu 'anhu, berkata, "Rasulullah (ﷺ) bersabda, "Barangsiapa yang menemukan orang yang melakukan perbuatan kaum Luth, maka bunuhlah orang yang melakukannya dan orang yang kepadanya itu dilakukan.” Hadits ini dicatat oleh at-Tirmidzi, Abu Dawud dan Ibnu Majah, hadits shahih.
Para ulama berbeda pandangan tentang lebih-beratkah hukumannya dibanding zinah, atau lebih-beratkah zinah, atau samakah hukumannya. Ada tiga sudut pandang, pertama,  Abu Bakar as-Siddiq, 'Ali bin Abi Thalib, Khalid bin al-Walid,' Abdullah bin az-Zubair, 'Abdullah bin 'Abbas, Imam Malik, Ishaq bin Rahawaih, Imam Ahmad menurut salah satu riwayatnya, dan Imam As-Syafi'i dari salah satu pendapatnya, memandang bahwa hukuman bagi pelaku homoseksual harus lebih berat daripada hukuman zina, dan hukumannya adalah eksekusi mati, baik orang itu sudah menikah atau belum. Kedua, Imam As-Syafi'i, menurut pandangan yang dikenal dalam madzhabnya, dan Imam Ahmad menurut laporan lain yang diriwayatkan, memandang bahwa hukuman bagi pelaku homoseksual seyogyanya sama dengan hukuman bagi pezinah. Ketiga, Imam Abu Hanifah berpandangan bahwa hukuman bagi pelaku homoseksual lebih ringan daripada hukuman bagi pezinah, dan hukuman itu harus ditentukan oleh hakim.
Mayoritas umat, mendukung pandangan pertama, dan lebih dari satu ulama meriwayatkan bahwa ada kesepakatan di antara para Sahabat, radhiyallahu 'anhum, mengenai hal ini, yang mengatakan bahwa tiada dosa yang membawa pengaruh selain perilaku homoseksual, dan ini di urutan kedua setelah akibat buruk dari kekufuran, dan bahkan sangat mungkin, pengaruhnya lebih buruk daripada  pembunuhan."

Sang prajurit lalu berkata, "Wahai anak muda, tentulah, saat qalbu tak mau merenungkan Jannah dan Jahannam, berharap pada yang pertama dan melarikan diri dari yang terakhir, qalbu takluk pada kelemahan, tekadnya memudar dan semangatnya melembam. Setiap kali qalbu termotivasi kuat dalam mengejar Jannah dan dalam mengerjakan amalannya, tekad seseorang menjadi lebih kuat, kegembiraannya semakin kuat dan dedikasinya semakin besar. Ketahuilah bahwa keterlibatan yang berlebihan dalam urusan keduniawian ini, mudah, namun memisahkan diri darinya, teramatlah sulit. Segera setelah itu, kematian akan mendekat dan mengakhiri segala jenis kesenangan dan kegembiraan. Seberat-beratnya kematian, lebih ringan daripada keseraman yang menyertainya.
Kehidupan dunia ini singkat, dan yang paling kaya didalamnya, masih merasa miskin. Kematian akan menyerangmu dan membawa aroma angin keterasingan, bahkan sebelum engkau meninggalkan dunia ini, dan mengabarkan bahwa keturunanmu akan segera menjadi yatim-piatu. Karena itu, bangunlah dari tidur ketidakpedulian dan kelalaianmu, dan hilangkanlah kecintaan duniawi dari benakmu. Tentunya, ketika seorang hamba menutup matanya dan lenyap, ia akan berharap bahwa ia diberi waktu, namun asanya itu akan ditolak.

Setiap saat, kehidupan ini akan berakhir dan akhirat akan dimulai, dan apa yang tampak jauh akan tiba-tiba jadi dekat. Apa yang dulu engkau lihat sebagai masa lalu, akan menjadi dirimu di mata orang-orang yang tetap hidup setelahmu. Engkau mungkin mati tiba-tiba atau setelah mengalami sakit. Engkau kemudian akan dibawa ke liang-lahatmu; inilah pengingat dan jenis kematian yang menyerangmu. Namun, engkau tetap dalam tidurmu dan bersukacita dalam kelalaianmu.
Wahai anak muda, sadarilah bahwa anak panah kematian telah diarahkan kepadamu, maka waspadalah. Namun, di sini engkau sedang memasang cangkul yang panjang dihadapanmu, maka waspadalah juga. Godaan dan ujian kehidupan mengelilingimu dari segala arah, maka buatlah penghalang antara dirimu dengannya. Jangan tertipu oleh nikmatnya dunia, karena pasti akan sirna, keberadaannya akan habis saat kepergian, dan benang ikatannya akan ditarik mundur dan menjadi pendek. Oleh karena itu, mereka yang mempertimbangkan akan kritisnya konsekuensi dari kehidupan ini, akan sungguh-sungguh memperhatikan dan mempersiapkan diri mereka. Tentunya, mereka yang mewaspadai waktu perjalanan mereka, akan mempersiapkan bekal perjalanan yang memadai. Wallahu a'lam."
"Dan sungguh, telah Kami mudahkan Al-Qur'an untuk peringatan, maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran?" - [QS.54:40]
[Bagian 1]
Referensi :
- Ibn Kathir, Stories of the Prophet, Darussalam
- The History of Al-Tabari Volume II : Prophets and Patriarchs, translated and annotated by William M. Brinner, SUNY Press
- Abdul Malik bin Muhammad, Life is a Fading Shadows, Darussalam
- Syaikh Safiurrahman Al-Mubarakpuri, Tafsir Ibn Kathir (Abridged) Volume VII, Darussalam
- Maulana Hifzur Rahman Soeharwy, Qasasul Ambiyaa, Idara Impex
- Shaykh Muhammad ibn Saalih al-’Uthaymeen, The Ill-Effects of Sins, Al-Hidaayah

Jumat, 25 Mei 2018

Ketika yang Salah Dibenarkan (1)

Kemudian, sang prajurit pun berkata, "Wahai anak muda, untuk mengajak pada kebaikan dan mencegah kemungkaran, merupakan tugas yang sangat penting dan misi para Nabi, alaihimussalam, untuk menunaikan tanggung jawab ini. Bila tak ada nabi lagi yang hidup, tugas itu jatuh ke pundak para 'Ulama. Oleh karenanya, Al-Qur'an dan Hadis, sangat menekankan pada tugas ini, menjanjikan pahala yang banyak bagi mereka yang menjalankannya, dan memperingatkan agar tak menyianyiakan atau mengabaikannya. Al-Qur'an mengisahkan peran 'Ulama dalam kisah Ashabus-Sabat." Sang musafir muda berkata, "Sampaikanlah padaku tentangnya!" Sang prajurit berkata, "Beberapa waktu setelah zaman Nabi Musa, alaihissalam, sekelompok Bani Israil pindah menetap di pantai Laut Merah. Di sana, mereka mencari nafkah dengan menangkap ikan yang ada di sana, dan menjualnya. Mereka menangkap ikan selama enam hari dalam seminggu dan pada hari ketujuh, hari Sabtu atau hari Sabat, mereka menghabiskan hari itu untuk menyembah Allah.
Sebenarnya, Nabi Ibrahim, alaihissalam, telah menetapkan satu hari tertentu dalam seminggu, khususnya untuk menyembah Allah dalam tujuh hari, ia, alaihissalam, menetapkan hari Jumat. Selama masa Nabi Musa, alaihissalam, Bani Israil, dengan sifat keras-kepala mereka, menuntut bahwa hari untuk ibadah itu, harus diubah menjadi hari Sabtu. Mereka bersikeras, dan akhirnya, Allah berfirman kepada Nabi Musa, alaihissalam, melalui wahyu bahwa Dia, Subhanahu wa Ta'ala, telah mengabulkan permintaan mereka dan hari Sabtu menjadi hari beribadah. Oleh karenanya, mereka sekarang harus menghormati dan menghargai hari yang ditetapkan itu, serta juga, harus menjaga kesuciannya. Selanjutnya, akan terlarang bagi mereka, aktivitas jual-beli, menggarap lahan, berdagang dan berburu pada hari yang disucikan itu."

Sang musafir muda bertanya, "Lalu, bagaimana dengan para nelayan Bani Israil itu?" Sang prajurit berkata, "Selama enam hari itu, ikan sulit didapat karena bersembunyi, dan pada hari ketujuh, ikan-ikan itu nampak berenang bebas. Dengan cara inilah, Allah menguji Bani Israil itu, juga menguji kekuatan iman mereka, serta ketaatan mereka. Bahkan, semakin sulit mendapatkan ikan pada enam hari biasa, sebaliknya, pada hari ketujuh, ikan-ikan semakin banyak terlihat.
Selama beberapa hari, para nelayan Bani Israil ini bisa bersabar, melihat-lihat keadaan. Namun segera, beberapa dari mereka merasa tak tahan lagi dan mulai berencana untuk menghindari larangan memancing pada hari Sabat. Beberapa orang dari mereka menggali lubang besar di dekat laut dan juga membuat saluran yang mengarah ke lubang-lubang ini. Ini dilakukan pada hari Jumat dan ketika ikan muncul pada hari Sabat, dengan naiknya air laut, maka akan mencapai lubang-lubang itu melalui saluran-saluran yang dibuat. Dengan cara itu, ikan-ikan masuk ke lubang, yang kemudian akan dikeluarkan keesokan harinya, yakni pada hari Minggu.

Ada di antara mereka bahkan menebarkan jaring dan kail mereka ke dalam air. Mula-mula ikan akan terjaring dan kemudian dikeluarkan pada hari Minggu setelah hari Sabat berakhir. Mereka cukup puas dengan rencana ini. Ketika 'Ulama mereka, orang-orang shalih dan selalu takut kepada Alllah, melarang mereka melakukan perbuatan ini, mereka hanya mengatakan bahwa Allah melarang memancing pada hari Sabat dan bahwa mereka tak sedang memancing pada hari itu melainkan pada hari Minggu. Walau qalbu dan benak mereka berbisik bahwa itu salah, namun karena sifat bajingan mereka, berkata pada diri sendiri bahwa rencana ini baik-baik saja dengan Allah.
Pada kenyataannya, mereka sebenarnya tak bertindak sesuai syari'at. Inilah rencana tipuan yang dirancang agar mengelabui perintah Allah. Inilah rencana penipuan dan kecurangan yang dengan sendirinya akan menyesatkan mereka, juga menyesatkan orang lain. Yang lainnya, mengikuti mereka dan begitulah yang terjadi, kelompok yang lebih besar, berbuat melawan syari'at hari Sabat. Melihat hal ini, sekelompok jiwa yang takut akan Rabb-nya, memberanikan diri dan berusaha sekuat tenaga agar mereka berhenti dengan tindakan-tindakan ini. Namun mereka tak mengindahkan. Kemudian kelompok ini terbagi menjadi dua kelompok, satu kelompok berpendapat bahwa tak ada gunanya berusaha menghentikan mereka. Mereka tak mau mendengarkan. Jika mereka menganggap itu dosa, masih ada kesempatan untuk meluruskan mereka. Namun melihat tanda-tanda bahwa mereka menjadikan sesuatu yang terlarang menjadi sesuatu yang halal, dapat dipastikan bahwa azab Allah akan mendekat.

Kelompok lain, merasa bahwa kewajiban merekalah menasihati orang yang berbuat mungkar agar berhenti melakukannya. Namun mereka tak menghiraukan dan kelompok ini masih tak kehilangan harapan sama sekali. Masih ada kemungkinan bahwa mereka akan menerima pertolongan Allah dan mengakhiri perbuatan buruk mereka. Al-Qur'an merekam percakapan mereka dalam surat an-Nisa [7], ayat 164, Allah berfirman, "Dan (ingatlah) ketika suatu umat di antara mereka berkata, “Mengapa kamu menasihati kaum yang akan dibinasakan atau diazab Allah dengan azab yang sangat keras?” Mereka menjawab, “Agar kami mempunyai alasan (lepas tanggung jawab) kepada Tuhanmu, dan agar mereka bertakwa.”
Mereka yang melanggar kesucian hari Sabat melalui rencana penipuan mereka, terus melakukannya, tak mengindahkan kata-kata nasihat yang diberikan kepada mereka. Awalnya, Allah memberi mereka kesempatan untuk memperbaiki jalan mereka, namun akhirnya hukuman Allah turun atas mereka. Dengan cara yang sama, yang mereka lakukan melalui rencana mereka yang mengubah perintah Allah, maka Dia, Subhanahu wa Ta'ala, mengubah pula tampilan lahiriah mereka dan hanya dengan perintah sederhana, "Kun" Maka berubahlah mereka menjadi qirada, yakni kera. Seketika itu pula, hilanglah kehormatan mereka sebagai manusia, menjadi teguran dan pelajaran serta peringatan bagi para kaum setelahnya.

Ketika kelompok yang selalu mendakwahkan mereka agar berhenti dari perbuatan yang dilarang itu, melihat bahwa orang yang keras kepala dan tidak taat, tak mau menghentikan perbuatan mereka, merekapun lalu memutus hubungan dengan mereka, menghentikan semua kontak sosial dengan mereka, seperti makan dan minum bersama mereka, dan menjauh, menutup pintu mereka untuk menghindari segala jenis kontak dengan mereka. Maka ketika azab Allah dijatuhkan pada mereka, kelompok ini selama beberapa jam, tak mengetahuinya. Namun setelah beberapa lama mereka tak melihatnya, kelompok inipun keluar mencari khabar, dan bukannya menemukan manusia, mereka menemukan kera. Mereka berkata kepada mereka, ''Tidakkah telah kami peringatkan kalian tentang hukuman yang mengerikan ini? " Layaknya binatang, mereka menganggukkan kepala, mengakui, seraya air mata mengalir dari mata mereka dalam kesedihan. Mayoritas 'Ulama meyakini bahwa transformasi ini, nyata secara fisik. Transformasi itu membawa perubahan-perubahan dalam tubuh dan pembawaan mereka, sehingga mereka takkan dapat bertahan hidup dan mati segera."
Sang musafir bertanya, "Aku ingin tahu, berasal dari manusiakah, kera yang sekarang ini?" Sang prajurit berkata, "Ada sebuah hadits dalam Shahih Muslim dan Musnad Ahmad, seorang lelaki bertanya kepada Rasulullah (ﷺ) pertanyaan yang mirip denganmu, dan Rasulullah (ﷺ) bersabda, 'Sesungguhnya, Allah tak menyebabkan ras orang-orang yang menderita transformasi itu, berkembang, atau mereka tak dapat bertahan hidup lama. Kera dan babi telah ada sebelumnya.'" Wallahu a'lam."
Sang prajurit lalu berkata, "Wahai anak muda, apapun malapetaka dan penderitaan yang telah menimpa, dalam hal kekayaan atau keamanan, bagi individu ataupun masyarakat, itu karena dosa-dosa mereka dan mereka telah mengabaikan perintah Allah dan hukum-hukum yang ditentukan, dan mereka mencari pembenaran di antara masyarakat selain dari yang ditentukan oleh hukum Allah, Dialah Yang menciptakan semua ciptaan dan lebih Penyayang dibanding ayah dan ibu mereka, dan Dia-lah yang tahu lebih baik dari diri mereka sendiri, apa yang paling bermanfaat bagi mereka. Kejahatan apa pun yang menimpa kita, baik itu kelaparan ataupun ketakutan, atau apapun yang menyebabkan bahaya, maka itu karena diri kita sendiri, kitalah orang-orang yang telah menganiaya diri kita sendiri dan membawa diri pada kehancuran. Banyak orang mengaitkan malapetaka yang menimpa mereka, baik yang berkaitan dengan kekayaan dan ekonomi, atau keamanan dan urusan politik semata-mata penyebab materialistis, hingga penyebab politik, alasan ekonomi, atau masalah karena keterbatasan. Ada beberapa orang yang meragukan dan berusaha untuk menimbulkan keraguan bahwa dosa adalah penyebab malapetaka, seperti kaum Nabi Luth."

Sang musafir muda berkata, "Sampaikan padaku tentang kaum Nabi Luth!" Sang prajurit berkata, "Aku akan memulai kisahnya ketika Allah mengutus malaikat Jibril bersama dua malaikat lainnya, Mikail dan Israfil, alaihimussalam. Mereka tiba, berjalan, dalam rupa lelaki muda. Para malaikat itu diperintahkan agar mengunjungi Nabi Ibrahim, alaihissalam, dan memberitakan padanya Sarah tentang kelahiran Nabi Ishak dan juga Nabi Yakub, alahimussalam, yang akan datang setelahnya. Ketika para malaikat itu mengunjungi Nabi Ibrahim, tak ada satupun tamu yang mengunjungi Nabi Ibrahim  selama dua minggu, dan hal itu tak tertahankan baginya. Nabi Ibrahim sering menjamu siapapun yang datang mengunjunginya, karena Allah telah memberinya kemakmuran dan memberinya rezeki, kekayaan, dan hamba, yang berlimpah. Maka ketika ia melihat para malaikat itu, ia bersukacita. Ia memperhatikan tamunya itu, yang memiliki kebaikan dan keindahan lebih dibanding tetamu yang pernah ia terima sebelumnya, dan ia berkata, "Tak seorang pun kecuali aku sendiri yang akan melayani orang-orang ini, dengan tanganku sendiri." Para malaikat menyapa, "Salaman!" Nabi Ibrahim menjawab, "Salamun!" Maka, iapun bergegas mendatangi pelayan-pelayan rumahnya dan membawa daging anak lembu tambun yang telah ia panggang hingga matang, menawarkannya kepada mereka, namun mereka tak menjangkaunya untuk dimakan. Ketika melihat ini, Nabi Ibrahim memandang aneh perbuatan mereka dan merasa takut terhadap mereka, karena mereka tak memakan makanannya. Mereka berkata, "Jangan takut! Kami diutus untuk kaum Luth." Sarah berdiri di dekatnya, dan ketika ia mendengar perintah Allah itu, ia tertawa, ia mengetahui tentang kaum Luth. Kemudian mereka mengabarkan tentang kelahiran Nabi Ishak dan, setelah Nabi Ishak, Nabi Yakub, alaihimussalam, mereka mengabarkan bahwa ia akan punya putra dan cucu. Sarah menepis wajahnya, terkejut dan berkata, "Celaka aku! Bagaimana bisa aku punya anak, sedangkan aku seorang perempuan tua yang mandul?" Sarah berusia sembilan puluh tahun pada saat itu dan Nabi Ibrahim berumur seratus dua puluh tahun. Ketika rasa takut Nabi Ibrahim mereda, dan mendengar berita tentang Nabi Ishak dan Yakub, alaihimussalam, serta keturunannya melalui Nabi Ishak, ketakutannya menguap dan ia merasa aman. Ia berkata, "Segala puji bagi Allah yang telah mengabulkan, meski aku telah berusia, Ismail dan Ishak. Sesungguhnya Rabb-ku, Dialah Yang mendengarkan doa!"

Para malaikat itu lalu berkata kepadanya, "Kami akan menghancurkan penduduk kota itu, karena mereka orang-orang yang zhalim." Nabi Ibrahim berkata kepada mereka, "Menurut kalian, adakah lima puluh orang mukmin di antara penduduk Sodom?" Mereka berkata, "Jika ada lima puluh di antara mereka, kami takkan mengazab mereka." Ia berkata, "Dan empat puluh?" Mereka berkata, "Atau jika ada empat puluh." Ia berkata, "Dan tiga puluh?" Mereka berkata, "Atau jika ada tiga puluh." Sampai ia mencapai sepuluh, dan mereka berkata, "Dan bahkan jika ada sepuluh." Ia berkata, "Tiadakah kaum yang tak memiliki sepuluh orang mukmin di dalamnya." Ketika para malaikat memberi tahu Nabi Ibrahim tentang keadaan kaum Nabi Luth, ia berkata kepada mereka, "Luth ada di sana." Dan para utusan berkata, “Kami paling tahu siapa yang ada di sana. Kami hendak membawanya dan keluarganya, semua kecuali istrinya, yang akan ditinggalkan.“

Sang musafir muda bertanya, "Lalu, siapakah Luth?" Sang prajurit berkata, "Luth bin Haran bin Tarih, adalah putera saudara lelaki Nabi Ibrahim. Ia juga seorang nabi. Nabi Luth, alaihissalam, berkelana dari tanah Babilonia bersama paman dari pihak ayahnya, Nabi Ibrahim, Al-Khalil, mempercayai dan mengikuti agamanya. Mereka pergi ke Suriah sebagai buronan, dan ikut pula bersama mereka, Sarah binti Nahor. Ayah Nabi Ibrahim, Tarih, ikut bersama mereka, masih menentang agama Nabi Ibrahim dan tetap tak beriman. Ketika mereka sampai di Haran, Tarih meninggal, dalam keadaan tak beriman. Nabi Ibrahim, Nabi Luth, alaihimussalam, dan Sarah, pergi ke Syria dan kemudian ke Mesir, yang diperintah oleh seorang Firaun. Disebutkan bahwa Fir'aun ini adalah Sinan bin 'Alwan bin Ubaid bin 'Uwayj bin 'Imlaq bin Lud bin Sam bin Nuh. Juga dikatakan bahwa ia adalah saudara ad-Dahhak, yang telah mengangkatnya sebagai gubernur Mesir.
Sarah adalah salah seorang manusia terbaik yang pernah ada. Ia tak pernah mengkhianati Nabi Ibrahim dengan cara apa pun, sehingga Allah memuliakannya. Ketika kebaikan dan kecantikannya sampai kepada Firaun, ia mengirim pesan kepada Nabi Ibrahim, bertanya, "Siapakah wanita yang bersamamu itu?" Ia menjawab, "Ia adalah saudariku." Ia khawatir, jika Firaun mengetahui bahwa Sarah adalah istrinya, ia akan membunuhnya agar dapat memilikinya. Firaun berkata kepada Nabi Ibrahim, "Dandanilah dan utuslah kepadaku agar aku bisa melihatnya."  Nabi Ibrahim pulang menemui Sarah dan berkata, "Raja tiran ini bertanya padaku tentangmu, dan aku mengatakan bahwa engkau adalah adikku. Jadi jangan beritahu apapun saat engkau bertemu dengannya. Engkau adalah saudariku seiman, karena di seluruh negeri ini, tak ada lagi Muslim selain kita."
Nabi Ibrahim membawa Sarah ke raja tiran itu, kemudian shalat. Ketika Sarah berhadapan dengan sang tiran, raja itu hendak menyentuhnya, namun tiba-tiba ia menjadi lumpuh. Ia berkata, "Berdoalah kepada Tuhanmu dan aku takkan menyakitimu." Maka, Sarahpun berdoa, dan sang tiran kembali dapat bergerak. Kemudian, sang tiran mengulurkan tangannya lagi, dan sekali lagi, ia lumpuh. Dan ia berkata, "Berdoalah kepada Tuhanmu dan aku takkan menyakitimu." Sarah kembali berdoa, dan sang tiran dapat bergerak lagi. Kemudian ia melakukan hal yang sama lagi, dan sekali lagi ia lumpuh. Dan ia meminta Sarah agar berdoa lagi dan iapun dapat bergerak lagi. Sang tiran kemudian memanggil pengurus rumah-tangga raja dan berkata, "Kamu tak membawakan manusia, kamu membawakan setan. Bawa ia pergi dan berikan Hajar padanya." Sarah dibawa keluar dan diberi Hajar, dan iapun turut bersamanya. Ketika Nabi Ibrahim melihat Sarah pulang, ia menyela shalatnya dan berkata, "Ada apa?" Sarah menjawab, "Allah telah melindungiku dari orang yang tak beriman dan telah memberiku Hajar sebagai sahaya." Hajar adalah puteri seorang raja yang ditawan oleh Firaun. Ia seorang wanita yang berpenampilan baik dan Sarah memberikannya kepada Nabi Ibrahim seraya berkata, "Aku menganggapnya wanita yang suci, maka ambillah ia. Mungkin Allah akan memberimu seorang putra darinya." Karena Sarah mandul dan sudah tua tanpa memiliki putra bagi Nabi Ibrahim. Nabi Ibrahim telah berdoa memohon kepada Allah agar memberinya seorang putra yang shalih, namun doanya belum terjawab hingga ia  tua dan Sarah mandul. Kelak, Hajar melahirkan Nabi Ismail, alaihissalam.

Nabi Ibrahim, Nabi Luth, dan Sarah kembali ke Suriah. Nabi Ibrahim menetap di Palestina dan menempatkan Nabi Luth, keponakannya, di Yordania, dan bahwa Allah mengutus Nabi Luth kepada kaum Sodom. Penduduk kota Sodom adalah orang-orang kafir, dan juga tak bermoral, seperti firman Allah dalam Al-Qur'an, Surah Al-Ankabut [29], ayat 28-29, "Dan (ingatlah) ketika Luth berkata kepada kaumnya, 'Kamu benar-benar melakukan perbuatan yang sangat keji (homoseksual) yang belum pernah dilakukan oleh seorang pun dari umat-umat sebelum kamu. Pantaskah kamu mendatangi laki-laki, menyamun dan melakukan kemungkaran di tempat-tempat pertemuanmu?' Maka jawaban kaumnya tak lain hanya mengatakan, 'Datangkanlah kepada kami azab Allah, jika engkau termasuk orang-orang yang benar.'
Nabi Luth mengajak mereka menyembah Allah. Dengan perintah Allah, ia berusaha mencegah mereka melakukan hal-hal yang tak disukai Allah seperti perampokan, berbuat cabul, dan memasuki lelaki melalui duburnya. Karena mereka terus melakukan perbuatan itu dan menolak bertobat, Nabi Luth menyampaikan ancaman malapetaka yang menyakitkan terhadap kaumnya itu. Namun ancamannya tak menyadarkan mereka, dan nasihatnya hanya menambah sifat keras-hati, kekurangajaran, dan menantang azab Allah. Mereka menolak tegurannya, berkata kepadanya, 'Datangkanlah kepada kami azab Allah, jika engkau termasuk orang-orang yang benar.' Akhirnya, Nabi Luth memohon pertolongan Rabb-nya, karena masalah itu terus berlanjut, mereka terus-menerus berbuat zhalim. Kemudian Allah mengutus malaikat Jibril, alaihissalam, dan dua malaikat lainnya, mereka datang dalam rupa lelaki muda.
Setelah menemui Nabi Ibrahim, kemudian para malaikat itu bergerak ke arah Sodom, kota kaum Nabi Luth. Ketika sampai di sana, mereka bertemu dengan putri Nabi Luth yang sedang menimba air.
[Bagian 1]

Selasa, 22 Mei 2018

Maka Meledaklah Bendungan itu

Kemudian sang darji berkata, "Wahai anak muda, Allah telah menciptakan manusia itu, lemah, dan manusia perlu bekerjasama secara berkelanjutan dengan orang lain sepanjang hidupnya. Umat Islam saling membutuhkan, baik itu dalam urusan duniawi, maupun agama, maka saling bekerjasama di antara umat Islam adalah sesuatu yang penting, yang telah diperintahkan Allah, dan Dia telah menjadikan saling bekerjasama sebagai basis bagi kesejahteraan agama dan duniawi. Jika umat Islam telah mencapai tingkat saling bekerja sama, mereka digambarkan sebagai struktur yang kuat dan terintegrasi, dan sebagai sebuah tubuh. Semua ini menegaskan bahwa saling bekerjasama dan saling mendukung di antara mereka adalah sesuatu yang penting. Saling bekerjasama dan saling mendukung itu, diterapkan ke dalam berbagai aspek kehidupan umat Islam.
Kita telah mengetahui dengan baik bahwa interaksi manusia tak dapat menjadi kuat, dan kepentingan mereka tak dapat dicapai, serta mereka tak dapat dipersatukan dan musuh-musuh mereka tak dapat merasa kagum terhadap mereka, kecuali dengan cara persaudaraan Islam, perwujudan dari saling bekerjasama dalam kebajikan dan keshalihan, dan saling mendukung, cinta, tulus, dan saling menyokong untuk mengikuti kebenaran dan kesabaran, serta istiqamah. Tak diragukan lagi, inilah salah satu tugas dan kewajiban umat Islam yang paling penting.
Persaudaraan seiman di antara umat Islam, baik itu individu, komunitas, pemerintah maupun masyarakat, adalah salah satu tema yang sangat penting, dan juga, salah satun tugas yang penting untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat, kesehatan urusan agama, kesegaran interaksi mereka, dan menyatukan mereka melawan musuh bersama. Persaudaraan Islam berarti saling membantu, bahu-membahu, mendukung dan saling menasihati, dan frasa lain yang semacamnya. Termasuk juga amar ma'ruf dan nahiy mungkar, berdakwah ke jalan Allah, dan membimbing manusia menuju sesuatu yang mengarah pada kebahagiaan dan keselamatan mereka, di dunia ini dan di akhirat kelak. Juga termasuk mengajarkan orang-orang yang belum tahu, membantu orang miskin, menolong orang yang terzhalimi, menghentikan orang yang menindas orang lain, menegakkan hukum Allah, menjaga keamanan, menghentikan penjahat dan pembuat kenakalan, memelihara jalan, menyediakan sarana transportasi melalui darat, laut dan udara, dan menyediakan sarana komunikasi baik yang berbasis darat maupun nirkabel, sehingga kepentingan duniawi dan agama mereka yang sama, dapat dicapai, dan untuk memfasilitasi kerjasama antara sesama Muslim dalam segala hal, yang dapat melindungi kebenaran, menegakkan keadilan, menyebarkan perdamaian dan keamanan di seluruh wilayah. Saling mendukung juga termasuk pengharmonisan di antara sesama umat Islam, menyelesaikan konflik bersenjata di antara mereka, dan melawan pihak yang melanggar, hingga sesuai dengan perintah Allah.


Tiliklah selalu ke dalam Kitabullah, dan Sunnah Nabi kita (ﷺ), dan renungkanlah keduanya secara menyeluruh, karena sesungguhnya, yang terkandung dalam keduanya, adalah kebajikan yang berlimpah. Ketahuilah, bahwa persyaratan yang sangat penting, dan kewajiban yang paling wajib, adalah Tauhid. Maka jadikanlah Tauhid itu pusat perhatianmu, jadi, belajarlah dengan Ilmu, dan perbuatan atau amal, kemudian serukanlah, karena, memang itulah pusat perhatian Dakwah dari manusia terbaik yang kita teladani, Nabi kita tercinta (ﷺ).
Dan ambillah selalu pesan moral dari Al-Quran dan Sunnah. Tak ada kalimat terbaik melainkan kalimat Allah, dan tak ada tuntunan terbaik melainkan Sunnah Rasulullah (ﷺ). Ingatlah selalu, seburuk-buruk manusia yang menipu Allah, adalah manusia yang dijadikan kera, seperti Ashabus-Sabat. Seburuk-buruk kaum yang mencari pembenaran demi hasrat syahwatnya, akan dihancurkan Allah, seperti kaum Nabi Luth. Dan seburuk-buruk peradaban penduduk yang mendustakan nikmat Allah, akan terusir dari negerinya, seperti kaum Saba'."

Sang musafir muda berkata, "Sampaikan padaku tentang kisah kaum Saba'!" Sang darji berkata, "Wahai anak muda, sejarah mengajarkan kita bahwa bangsa yang hidup bahagia dan sejahtera tanpa khawatir menghabiskan hidup mereka dalam kemewahan, dan kemudian menjadi kufur kepada Allah, maka mereka akan masuk ke dalam lubang kehancuran, bukan hanya masalah kebetulan atau nasib sial, namun sebagai akibat dari pembalasan yang setimpal. Latar belakang kebangkitan dan kejatuhan bangsa-bangsa tak bergantung oleh kesempatan atau dengan cara serampangan belaka, namun sesuatu yang tunduk pada prinsip-prinsip Ilahi. Terkadang, penyebab suatu bangsa, bangkit atau jatuhnya, tampak begitu jelas, bahkan setiap orang yang tak berpengalamanpun, dapat mengenalinya dengan mudah, dan kadang-kadang, penyebab ini tak dapat diterima secara umum, melainkan didasarkan pada ketaatan atau ketidakpatuhan terhadap Sunnatullah.
Saba' adalah salah satu suku bangsa Qahtani yang terkenal. Para genealogis, mengatakan bahwa Saba' Abd Syams bin Yasyjub bin Ya'rub bin Qahtaan, adalah orang Arab pertama Saba' dan itulah mengapa mereka disebut kaum Saba'. Ia adalah orang pertama yang menjadi raja dan juga disebut al-Ra'ish ("sang filantropis"), karena ia bersedekah dari kekayaannya sendiri. Dikatakan bahwa istana kerajaan di Ghamadan adalah karya rekayasa terbesar. Istana ini terdiri dari dua puluh lantai dan lantai atas terbuat dari gelas kristal yang mahal. Ada bangunan besar lain yang unik. Dan sepanjang keberadaan kerajaan Saba, ada tambang emas yang menghasilkan emas. Terlebih lagi, daerah Hadramaut dan Yaman juga terkenal karena menghasilkan parfum dan mutiara Oman dan Bahrain, yang dianggap tiada duanya di dunia. Wilayah pesisir negeri Yaman adalah pasar untuk seluruh wilayah, dan perdagangan dilakukan dengan Suriah, Mesir, Eropa, India dan Cina.

Kaum Saba' membangun lebih dari seratus bendungan, yang bertujuan menampung dan menahan air untuk mengairi lahan dan kebun mereka, serta menjaga kesuburan tanah di seluruh negeri Yaman. Dengan cara ini, seluruh negeri menjadi subur, hijau dan makmur. Dari semua bendungan ini, bendungan terbesar adalah bendungan Ma'arib yang dibangun di ibukota Ma'aarib. Para pendiri Saba' sungguh mengenal seni rekayasa dan konstruksi. Menuju Selatan Ma'aarib, di sisi kiri kanan, ada dua gunung yang dikenal sebagai Gunung Ablaq. Di antara dua gunung ini, ada lembah yang sangat panjang dan lebar, yang dikenal sebagai Waadi Itzniyah. Ketika hujan turun di daerah ini, atau ketika air mengalir keluar dari sumber air, lembah ini menjadi seperti sungai. Kaum Saba memperhatikannya, dan sekitar tahun 800 SM. mereka membangun tembok di seberang lembah dan membangun sebuah bendungan. Untuk waktu yang cukup lama, mereka tetap sibuk membangun tembok bendungan ini.
Bendungan itu sendiri berukuran dua mil persegi. Panjangnya 150 kaki dan lebar 50 kaki, yang mana bagian utamanya, pada waktu itu telah rusak dan hancur. Sepertiga darinya masih tetap ada sampai hari ini. Tanah yang diairi seluas 300 mil persegi untuk menyirami kebun kurma, kebun buah-buahan dan sayuran, lahan bunga-bunga yang harum, serta pohon dan taman yang harum. Maka, subur dan sedaplah semua ini, karena dunia di sekitarnya menjadi kebun surga.

Karena Yaman adalah negeri yang penuh dengan aroma wangi, buah-buahan dan bunga-bunga, dan karena diberi kekayaan besar dalam sumber daya mineral emas, perak dan mineral lainnya, mereka memiliki kekayaan dan perdagangan yang berlimpah-ruah. Semua ini membuat kaum Saba' cukup makmur dan hidup dalam kenyamanan dan kemudahan, serta kebahagiaan yang berkelanjutan, seraya mereka terus menikmati karunia dan nikmat Allah. Selain itu, lingkungan mereka seperti taman surga, iklim yang sangat moderat, penduduknya aman tanpa adanya nyamuk, lalat dan kutu yang dapat membahayakan mereka.
Untuk beberapa waktu, kaum Saba' masih mensyukuri karunia ini sebagai nikmat Allah, mereka sangat menghargainya. Mereka terus menjalankan perintah Allah. Namun, seiring berlalunya waktu, dengan kedudukan dan kemakmuran mereka yang meruah, serta kemewahan dan kenyamanan, mulailah terbentuk di dalam diri mereka, karakteristik buruk seperti keangkuhan dan kecongkakan. Pergantian yang buruk ini merosot sampai mereka menyingkirkan agama yang benar dan berpaling ke arah kekufuran dan kemusyrikan. Kaum Saba', mula-mula Muslim, namun perlahan dan bertahap mereka mulai memeluk kekufuran. Di jajaran mereka yang lebih tinggi, kaum Saba' adalah penyembah matahari. Pada tingkat yang lebih rendah, mereka menjadi penyembah berhala yang merupakan agama nasional.
Allah tak segera menghukum mereka, namun memberi mereka waktu selagi utusan Allah berusaha memanggil mereka kembali ke jalan kebenaran. Selama waktu itu, Allah telah mengutus 13 Nabi kepada mereka. Para nabi berusaha menyadarkan mereka bahwa nikmat Allah tak dimaksudkan menjadikan mereka mabuk kepayang dengan kesenangan dan meninggalkan perilaku dan akhlaq mulia, bukan pula untuk mengingkari Allah. Jika itu yang mereka lakukan, maka itulah jalan yang mereka pilih bagi diri mereka sendiri. Pada akhirnya, sejarah berulang dengan sendirinya, dan mereka menghadapi hasil yang sama, yang dialami oleh kaum sebelumnya.
Allah menjatuhkan atas mereka dua bentuk hukuman, yang mengakibatkan surga-dunia mereka seperti taman dan kebun, luluh-lantak, dan di tempat yang bergurun-pasir itu, mulailah tumbuh pohon onak dan semak-belukar, seakan menjadi saksi bahwa inilah hasil akhir dari mereka yang memberontak melawan Allah dengan ketidaktaatan.

Infrastruktur yang hebat dan dahsyat, yang telah mereka bangun, yang mengairi area seluas 300 mil persegi dan sangat mereka banggakan karena mengubah seluruh lingkungan menjadi padang rumput dan ladang yang subur nan indah, dan membuat negeri Yaman menjadi taman-mawar yang nyata, atas perintah Allah, pecah terbuka dan airnya seketika membanjiri seluruh lembah dan menyebar ke taman-taman dan menenggelamkan segala sesuatu yang di terpanya, serta menghancurkan segalanya. Dan ketika air mengering, taman-taman di daerah antara dua gunung, berubah menjadi daerah buluh dan semak duri serta pohon-pohon gurun, yang buahnya terasa getir.
Saat hukuman ini menimpa penduduk Saba dan Ma'aarib, seluruh daya dan kekuatan mereka, tak mampu menghentikan kehancuran. Pengetahuan mereka tentang teknik dan seni konstruksi bendungan, tiada guna. Bagi mereka, tak ada jalan keluar lain selain meninggalkan negeri yang mereka cintai, kemudian menyebar ke daerah lain.

Setelah runtuhnya waduk di Ma'aarib, penduduk kota itu menyebar ke berbagai daerah. Namun, ini bukanlah akhir dari hukuman mereka. Hal ini disebabkan oleh, tak hanya angkuh dalam menunjukkan rasa-syukur atas nikmat Allah dan memilih kekufuran dan kemusyrikan, mereka juga sering melakukan perjalanan dari Yaman ke Suriah, sepanjang rute yang lancar dengan tempat beristirahat yang begitu nyaman. Hampir tak pernah merasakan rintangan dalam perjalanan. Selama perjalanan itu, mereka telah terbiasa dengan air dingin yang selalu tersedia, yang beraroma harum, serta buah-buahan manis yang telah disiapkan.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, "Dan Kami jadikan antara mereka (penduduk Saba’) dan negeri-negeri yang Kami berkahi (Syam), beberapa negeri yang berdekatan dan Kami tetapkan antara negeri-negeri itu (jarak-jarak) perjalanan. 'Berjalanlah kamu di negeri-negeri itu pada malam dan siang hari dengan aman'. Maka mereka berkata, 'Ya Tuhan kami, jauhkanlah jarak perjalanan kami,' dan (berarti mereka) menzhalimi diri mereka sendiri; maka Kami jadikan mereka bahan pembicaraan dan Kami hancurkan mereka sehancur-hancurnya. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi setiap orang yang sabar dan bersyukur."
Mereka tak mensyukuri semua kenikmatan ini. Kaum yang malang namun kufur nikmat ini, mencapai keadaan sedemikian rupa sehingga dalam keinginan dan cita-cita mereka, sebenarnya hanyalah mengundang ke atas diri mereka sendiri, murka dan azab Allah, seraya tak sungguh-sungguh menyadari hasil dari perilaku mereka.

Dalam keadaan tak tahu berterima kasih ini, Allah menurunkan lagi azab lain di sepanjang rute dari Yaman ke Suriah, semuanya menjadi lengang, seluruh kota dan desa yang saling berdekatan, sepanjang tempat kafilah berhenti dan pos perdagangan, yang digunakan untuk melayani para pelancong dalam perjalanan mereka, dan untuk menyediakan kenikmatan dalam mengatasi aral perjalanan mereka, semua tempat ini, menjadi sama sekali tak berpenghuni. Seluruh wilayah itu tertutup debu dan kosong-melompong.

Banjir 'Iram tidaklah menimpa seluruh Yaman, namun hanya secara langsung mempengaruhi ibukota Ma'aarib dan sekitarnya. Akan tetapi, kehancurannya, menyebar sejauh bermil-mil. Hanya kaum inilah yang secara langsung terkena dampak banjir, yang terpaksa meninggalkan kampung halaman mereka dan menetap di tempat lain. Namun ketika azab kedua datang, seluruh negeri Yaman terpengaruh, dan suku-suku Saba' lainnya, juga dipaksa berpencar. Inilah yang menyebabkan berakhirnya pemerintahan kaum Saba'.
Kaum Saba', menerima Dien Allah ini, sekitar tahun 950 SM. Selama berabad-abad mereka melekatkan diri pada Dien Allah, tetapi, seperti bangsa-bangsa lain sebelumnya, mereka juga berpaling dari ketaatan. Kemudian utusan-utusan Allah datang ke arah mereka atau mengirim wakil mereka untuk menyeru mereka ke jalan yang sesuai tuntunan. Namun seperti bangsa-bangsa lain, mereka juga memunggungi nikmat Allah. Itulah sebabnya, mengapa satu abad sebelum kedatangan Nabi Isa, alaihissalam, banjir 'Iram mendatangi mereka dan menghancurkan seluruh generasi Saba'.
Maimun bin Qais, menuturkan bait-bait puisi,

"Didalamnya, ada pesan moral bagi para pencari moral,
Ma'rib telah tersapu oleh semburan al-'Arim,
Marmer, dibangun untuknya oleh Himyar,
Yang tak bergeming saat gelombang mengamuk datang
Airnya mengairi lahan dan kebun
Jauh nan luas, karena telah tersuratkan
Kemudian mereka tersebar
Dan tak bisa berikan minum bayi, yang baru saja disapih."
Kemudian sang darji berkata, "Wahai anak muda, dosa-dosa akan mempengaruhi keselamatan sebuah negeri; akan mempengaruhi kenyamanan; kemakmuran, perekonomiannya; dan juga mempengaruhi qalbu rakyatnya. Dosa-dosa menyebabkan keterasingan diantara sesama manusia. Dosa-dosa menyebabkan seorang Muslim menganggap sesama saudara Muslimnya, seolah-olah ia berada dalam agama yang terpisah dari Islam. Tetapi jika kita berusaha memperbaiki diri kita, keluarga kita, tetangga kita dan orang-orang di sekitar kita, dan setiap yang dapat kita perbaiki, jika kita saling mendorong dalam kebaikan dan menghalangi kemungkaran, jika kita membantu mereka yang melakukan ini dengan hikmah dan peringatan yang bijak, maka akan menghasilkan persatuan dan keharmonisan.
Aku mengajak diriku dan dirimu, wahai anak muda, serta saudara-saudariku, marilah bersama-sama berkumpul di bawah naungan Dien Allah; saling mendukung dalam menegakkan Syari'ah Allah; saling menasehati dengan tulus, dengan hikmah dan nasihat bijak, berdebat dengan orang-orang yang memang perlu kita berdebat, dengan cara yang sehat dan dengan memuaskan mereka dengan bukti-bukti tekstual dan bukti-bukti intelektual, dan tak meninggalkan orang-orang yang belum mengetahui, karena sesungguhnya, mereka punya hak atas kita bahwa kita hendaknya menjelaskan kebenaran kepada mereka. Kita mendorong mereka agar mengikuti kebenaran itu, dan kita menjelaskan apa yang keliru pada mereka, serta memperingatkan mereka agar tak melakukannya. Wallahu a'lam."
"Demikianlah Kami memberi balasan kepada mereka karena kekafiran mereka. Dan Kami tidak menjatuhkan azab (yang demikian itu), melainkan hanya kepada orang-orang yang tak bersyukur." - [QS.34:17]
Referensi :
- Ibn Katheer, Stories of the Quran, Dar Al-Manarah
- Syaikh Safiurrahman Al-Mubarakpuri, Tafsir Ibn Kathir (Abridged) Volume VII, Darussalam
- Maulana Hifzur Rahman Soeharwy, Qasasul Ambiyaa, Idara Impex
- Shaykh Muhammad ibn Saalih al-’Uthaymeen, The Ill-Effects of Sins, Al-Hidaayah

Jumat, 18 Mei 2018

Hanya Sekali Teriakan

"Wahai anak muda, bersyukurlah dengan rahmat Allah atas apa yang akan engkau dengar. Wahai umat Muhammad (ﷺ), engkaulah umat terbaik dan termulia. Allah takkan menghukum umat ini karena ketidaktaatan dan dosa-dosanya dengan cara yang sama Dia menghukum umat-umat terdahulu. Dia, Subhanahu wa Ta'ala takkan menyebabkan kehancuran dengan satu hukuman yang sangat berat seperti yang terjadi pada kaum 'Aad, ketika mereka dihancurkan oleh angin badai yang Dia lepaskan pada mereka selama tujuh malam dan delapan hari berturut-turut hingga mereka bergelimpangan bagai batang pohon kurma yang lapuk - bukankah telah engkau lihat puingpuingnya? Dia takkan menghancurkan umat ini sama seperti azab yang dijatuhkan atas kaum Tsamud yang terperangkap oleh teriakan yang mengerikan dan gempa bumi sehingga mereka menjadi gelimpangan mayat yang bersujud di rumah mereka. Dan Dia takkan menghancurkan umat seperti azab kaum Nabi Luth, yang Allah hempaskan angin-beliung dan batu dari langit serta membolak-balikkan negeri mereka," berkata sang darji kepada sang musafir muda.

Lalu ia melanjutkan, "Wahai anak muda, dengan hikmah dan rahmat-Nya, Allah akan mengazab umat ini karena dosa-dosa dan ketidaktaatannya, bila mereka berpecah-belah dan berkelompok-kelompok hingga mereka saling menghancurkan dan saling menyandera. Dari Khabbaab ibnu al-Aratt, radhiyallahu 'anhu, meriwayatkan dari ayahnya, "Pada suatu malam aku memperhatikan Rasulullah (ﷺ) shalat sepanjang malam, hingga waktu Subuh hampir tiba, Rasulullah (ﷺ) mengakkhiri shalatnya dengan taslim. Kemudian Khabbab menemui beliau dan berkata, "Wahai Rasulullah, demi bapak dan ibuku sebagai tebusanmu, sungguh aku tak pernah sebelumnya melihatmu shalat seperti shalatmu di malam ini!" Rasulullah (ﷺ) kemudian menjawab "Benar, itulah shalatnya orang yang yang penuh harap dan cemas. Aku bermohon kepada Rabbku, Tabaraka wa Ta'ala, tiga hal, lalu Allah mengabulkan dua dan menolak satu. Aku memohon kepada Rabbku, Tabaraka wa Ta'ala, agar ummatku tak dibinasakan sebagaimana umat-umat terdahulu, lalu Allah mengabulkannya. Aku memohon kepada Rabbku, Tabaraka wa Ta'ala, agar musuh tak menang atas umatku, lalu Allah mengabulkannya. Kemudian aku memohon kepada Rabbku, Tabaraka wa Ta'ala, agar tak menjadikan umatku terpecah berkelompok-kelompok, namun Allah tak mengabulkannya." Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad, an-Nasa'i dan at-Tirmidzi, terdapat juga dalam Sahih Muslim, diriwayatkan oleh 'Amr ibnu Sa'd.

Dalam Al-Qur'an Mulia, Allah berfirman kepada kita tentang umat-umat yang mengabaikan nabi-nabi mereka, dan bagaimana Dia menghancurkan mereka dan mengirimkan beragam hukuman dan pembalasan. Kaum ‘Aad, umat Nabi Hud, yang dulu tinggal di bukit pasir lembah Ahqaf, dekat Hadramaut, di Yaman. Kaum Tsamud, umat Nabi Salih, yang tinggal di Al-Hijr, dekat Wadi Al-Qura. Orang-orang Arab mengenal tempat tinggal mereka dengan sangat baik, dan mereka sering melewatinya. Qarun, pemilik kekayaan terbesar beserta kunci-kuncinya. Fir'aun, raja Mesir pada masa Nabi Musa, alaihissalam, serta menterinya Haman, kedua orang Qibthiy ini tak beriman kepada Allah dan rasul-Nya," berkata sang darji kepada sang musafir muda. Kemudian ia berkata,"Tahukah engkau, ada negeri yang luluh lantak oleh azab Allah? Sebelum masa Nabi Musa, alaihissalam, di antara kaum yang diluluhkan Allah adalah kaum 'Aad, Tsamud, Madyan dan Aikah, kaum ar-Rass, ashabul Qaryah, kaum Nabi Luth, kaum Tubba', Ashabul Sabat, dan banyak generasi di antara mereka. Al-Quran Mulia tak berhubungan dengan fakta sejarah yang hanya untuk menuturkan sebuah kisah yang bernilai sejarah. Tujuan utamanya dalam menghubungkan sebuah peristiwa, adalah untuk menarik perhatian pada hasil akhirnya, menarik kesimpulan dan deduksi dari kejadian-kejadian ini, sehingga menjadi petunjuk bagi manusia dan terbukti menjadi ibrah bagi mereka, yang menjadi daya tarik bagi pemikiran dan emosi mereka bahwa dari peristiwa-peristiwa sejarah ini, akan diperoleh pelajaran. Pelajaran-pelajaran ini, hendaknya meyakinkan mereka bahwa keberadaan Allah adalah fakta yang tak terbantahkan dan bahwa Tangan Perkasa-Nya memainkan peran utama dalam urusan manusia. Hal ini juga harus menjadi perhatian mereka bahwa dengan mengikuti aturan-aturan dari Dien-Nya, akan membawa kesuksesan dan keselamatan, serta merupakan jalan menuju kemajuan. Inilah cakupan tentang Islam."

Sang musafir berkata, "Sampaikan padaku tentang Ashabul Rass!" Sang darji berkata, "Kata 'Rass' mengacu pada sumur kuno, dan dengan demikian Ashabul Rass adalah mereka yang tinggal di sekitar sumur kuno. Al-Qur'an mengisahkan dan menunjukkan ketidaktaatan kaum ini, dan azab yang dijatuhkan kepada mereka dalam bentuk kehancuran. Ashabul Rass disebutkan dalam Al-Qur'an, di antara orang-orang yang menolak utusan Allah dan mencemooh mereka dan sebagai hasilnya, menghadapi kehancuran." Sang musafir muda bertanya, "Mengapa mereka disebut Ashabul Rass?" Sang darji berkata, "Imam Ibnu Katsir, rahimahullah, menyatakan bahwa beberapa Mufassir berpendapat bahwa di daerah Azarbaijan, ada sumur kuno bernama Rass. Orang-orang yang tinggal di lembah itu disebut Ashabul Rass.
Penduduk Rass memiliki sumur darimana mereka menampung air guna kebutuhan mereka dan juga mengairi lahan mereka.Kaum ini pernah punya raja yang adil dan baik. Ketika sang raja wafat, mereka sangat berduka atas kematiannya dan berkabung dalam waktu yang lama. Setelah beberapa hari, setan mendekati mereka, menyaru sebagai raja dan berkata, “Aku belum berpulang melainkan menghilang, karenanya aku dapat menyaksikan apa yang kalian lakukan setelah kepergianku.” Kaum itu merasa senang. Setan kemudian memerintahkan agar mereka memasang tirai antara ia dan kaum Rass dan berpesan bahwa ia takkan pernah mati. Sebagian besar dari kaum ini mempercayainya, dan kemudian muncullah fitan bagi mereka.

Merekapun mulai menyembahnya. Maka Allah mengutus seorang Nabi yang memperingatkan mereka bahwa orang yang berbicara dari balik tirai itu sebenarnya, setan. Ia melarang mereka menyembahnya dan memerintahkan mereka agar hanya menyembah Allah, tak ada sekutu bagi-Nya. Nabi tersebut biasanya menerima wahyu selagi ia tidur dan namanya adalah Handzalah ibnu Syafwân. Namun, penduduk memusuhinya dan kemudian membunuhnya, kemudian melemparkannya ke dalam sumur. Air sumur itu kemudian mengering, akibatnya, kaum itu kekurangan air untuk minum dan mengairi lahan mereka. Perlahan-lahan kota mereka mulai berantakan, sedemikian rupa sehingga setelah beberapa waktu, hancur sepenuhnya, semuanya mati tanpa ada yang tersisa.
Ibnu Asakir menyebutkan di awal kitab sejarahnya, sepanjang penyebutan bangunan di Damaskus, bahwa Allah mengutus Nabi kepada kaum Rass yang bernama Handzalah ibnu Syafwân. Kaum itu mendustakan dan membunuhnya. Karenanya, 'Aad bin Aush bin Iram bin Saam bin Nuh, bersama putranya, meninggalkan ar-Rass dan menetap di al-Ahqâf. Setelah itu, Allah menghancurkan kaum Rass dan mereka tersebar di seluruh Yaman dan bagian lain bumi. Bahkan Jabrun bin Sa’d bin 'Aad bin Aush bin Iram bin Saam bin Nuh menetap di Damaskus dan membangun kota tersebut. Kemudian menamainya dengan sebutan kota Jabrun, yaitu kota Iram yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi. Tak ada tiang yang terbuat dari batu yang jumlahnya melebihi yang ada di kota Damaskus. Lalu Allah mengutus Hud bin Abdullah bin Rabah bin Khalid bin al Khaluud bin Aad, yaitu dari anak keturunan 'Aad. Namun penduduk tersebut mendustakannya. Maka Allah membinasakan mereka. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk Rass ada sebelum 'Aad dalam rentang waktu berabad-abad.
Dari kejadian ini, kita tahu bahwa barangsiapa, yang dengan mata, melihat peringatan dan dengan telinga, mendengarkan peringatan, cukuplah mengetahui bahwa siapa saja yang mengabaikan perintah Allah dan menentang perintah-Nya, melakukan perbuatan dosa dan ketidaktaatan, setelah diberi waktu untuk memperbaiki-diri dan bertobat, namun masih juga bertahan dengan cara pemberontakan mereka, maka datanglah azab Allah yang menghancurkan mereka. Wallahu a'lam."
Sang musafir bertanya, "Sampaikan padaku tentang Ashabul Qaryah!" Sang darji berkata, "Saat engkau membaca Al-Quran, Surah Ya-sin [36], kisah ini disebutkan dalam, ayat 13-29. Ada sebuah kota, di mana ada seorang raja, yang disebut Antikhus, putra Antikhus, yang menyembah berhala." Kemudian Allah mengutus untuknya dan kaumnya, tiga utusan, yang namanya Shadiq, Mashduq dan Syalum, dan kaum itu mendustakan mereka. Awalnya, Allah mengutus dua utusan, mereka mengingkari keduanya. Kemudian Allah menyokong dan menguatkan mereka dengan utusan ketiga, dan mereka berkata kepada penduduk kota itu, "Sungguh, kami adalah utusan dari Rabb-mu yang telah menciptakanmu dan yang memerintahkanmu untuk menyembah-Nya, tampa menyekutukan-Nya" Namun penduduk kota itu berkata, "Kalian hanyalah manusia seperti kami, bagaimana mungkin kalian bisa menerima wahyu, sedangkan kalian hanyalah manusia biasa dan kamipun manusia biasa, lalu mengapa kami tak menerima wahyu seperti kalian? Andai kalian itu utusan-Nya, seharusnya, kalian itu malaikat." Para utusan berkata, "Allah mengetahui bahwa kamilah utusan-Nya untuk kalian. Jika kami berbohong, Dia akan mengazab kami, namun Dia akan memenagkan kami atas kalian, dan kalian akan tahu siapa yang akan berakhir bahagia di akhirat. Tugas kami hanyalah menyampaikan kepada kalian, risalah yang sedang kami sampaikan; jika kalian mengimaninya, maka kebahagiaan akan menjadi milik kalian di dunia dan akhirat, namun jika kalian mengingkarinya, maka kalian akan segera tahu akibatnya."
Penduduk itu berkata, "Sesungguhnya, kalian membawa nasib buruk untuk kami. Jika kalian tak menghentikan dakwah kalian, kami pasti merajam kalian, dan pastilah hukuman dari kami akan menyakitkan." Para utusan berkata, "Nasib buruk itu hanyalah prasangka kalian sendiri. Mungkinkah itu terjadi bila kalian diperingatkan? Sebaliknya, kalianlah orang yang melampaui batas."

Penduduk kota itu memutuskan membunuh para utusan itu, lalu seorang lelaki datang berlari dari jauh di sudut kota, untu membantu utusan-utusan melawan kaumnya. Namanya, Habib An-Najjar, dan ia tukang pembuat tali. Ia seorang yang sakit-sakitan, penderita kusta, dan ia sangat dermawan, mengeluarkan setengah dari penghasilannya untuk sedekah. Ia membujuk kaumnya agar mengikuti para utusan yang datang kepada mereka. Ia berkata, "Wahai kaumku, ikutilah para pembawa risalah itu. Ikutilah mereka yang tak meminta ayaran apapun atas pesan yang mereka sampaikan kepadamu, dan mereka dibimbing dengan benar dalam apa yang mereka serukan kepadamu, maka sembahlah Allah, tanpa sekutu. Pada Hari Kiamat, ketika Dia akan membalas perbuatanmu: jika amalmu baik maka engkau akan diberi pahala dan jika amalmu buruk maka engkau akan disiksa. Mengapa aku akan menyembah tuhan-tuhan selain-Nya? Berhala-berhala yang engkau sembah itu takkan takkan berguna sama sekali jika Allah menghendaki terjadi bencana pada diriku. Berhala-berhala itu, tak dapat menyebabkan kerusakan apapun atau membawa manfaat apapun, dan mereka tak dapat menyelamatkanku dari kesulitan yang aku hadapi. Maka sesungguhnya, aku harus berada di pihak yang benar. Sesungguhnya, pasti aku berada dalam kesesatan yang nyata. jika menjadikan mereka sebagai sekutu-sekutu Allah."
Saat penduduk kota mulai merajamnya, ia berkata, 'Ya Allah, tuntunlah kaumku karena mereka tak tahu!' namun penduduk kota terus melemparinya hingga ajal menjemputnya, dan ia masih terus berdoa dan tak seorangpun yang sudi menolongnya. Mereka menginjaknya sampai ususnya keluar dari bagian punggungnya.

Dikatakan kepadanya, "Masuklah ke surga." Maka, iapun masuk ke surga dengan segala keberlimpahannya, seraya Allah melepas segala duka, lara, dan keletihannya di dunia ini. Saat ia melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Allah memuliakannya, ia berkata, "Alangkah baiknya sekiranya kaumku mengetahui bagaimana Rabb-ku telah memaafkanku dan menempatkanku di antaraorang-orang yang dimuliakan." Ia berharap, kaumnya dapat mengetahui apa yang telah dilihatnya dengan mata sendiri dari kemuliaan Allah. Jika mereka dapat melihat pahala besar dan berkah yang kekal, yang telah ia capai, akan menuntun mereka agar mengikuti para utusan itu. Semoga Allah mengampuninya dan ridha dengannya, karena ia sangat menginginkan agar kaumnya mendapat petunjuk.
Kemudian, Allah menghancurkan sang raja tiran, dan menghancurkan penduduknya, dan mereka pun lenyap dari muka bumi, tanpa ada jejak sama sekali. Allah berfirman, 'Kami tak menurunkan suatu pasukanpun dari langit kepada kaumnya, dan Kami tak perlu menurunkannya. Tak ada siksaan terhadap mereka melainkan dengan satu teriakan saja; maka seketika itu mereka mati.' Allah berfirman kepada kita bahwa Dia membalas kaumnya setelah mereka membunuhnya, Dia, Subhanahu wa Ta'ala, murka kepada mereka, karena mereka telah mendustakan utusan-Nya dan membunuh sahabat-Nya. Allah berfirman kepada kita bahwa Dia tak mengirim pasukan malaikat, Dia juga tak perlu mengirimkannya; faktanya akan lebih sederhana dari itu. Allah mengutus Jibril, alaihissalam, yang membuka dua daun pintu gerbang kota. Lalu hanya dengan sekali as-Sayhah, satu teriakan, dari Jibril, maka tiba-tiba mereka mati semua. Suara mengelegar tersebut menjadikan mereka membisu dan tak berkutik. Alangkah besar penyesalan terhadap hamba-hamba itu, setiap datang seorang rasul kepada mereka, mereka selalu memperolok-olokkannya."

Sang musafir muda berkata, "Bisakah engkau sampaikan padaku, apa pelajaran moral dari peristiwa ini?" Sang darji berkata, "Pertama, para pendusta berpikiran bahwa seorang utusan Allah haruslah orang yang sakti dan bukanlah manusia biasa. Keyakinan ini didasarkan pada kebodohan, karena kenyataannya, manusia hidup di bumi ini, maka akan lebih logis bila pembawa pesan itu hendaknya manusia biasa. Kedua, dimanapun jejak kejahatan dan kerusakan banyak terjadi, disanalah keshalihan dan kebajikan juga akan menunjukkan jati-dirinya dan di atas gelanggang untuk mendukung kebenaran, akan tampak keperkasaannya. Ketiga, semakin kebenaran mulai bersinar terang, kejahatan juga akan menjadi semakin lazim, dan alih-alih membawa alasan yang jelas, bahkan lebih cenderung pada perkelahian dan kekerasan, namun para mujahid takkan peduli dan siap mempertaruhkan nyawa demi kebenaran itu."

Sang darji kemudian berkata, "Maka takutlah kepada Allah, wahai anak muda! Dan perhatikanlah urusanmu dan bertobatlah di hadapan Rabb-mu serta perbaiki jalanmu ke arah-Nya. Sadarilah bahwa hukuman-hukuman yang telah datang kepadamu dan cobaan-cobaan yang telah ditimpakan kepadamu, akibat dari perbuatanmu sendiri dan dosa-dosamu. Karenanya, setiap ada deraan, bertobat dan kembalilah kepada Allah, serta mintalah perlindungan Allah, Subhanahu wa Ta'ala, dari kesengsaraan. Kesengsaraan yang berkaitan dengan seseorang: pembunuhan, penyakit dan diusir dari rumah, cobaan yang berkaitan dengan berkurangnya kekayaaan dan hilangnya harta, dan cobaan yang berkaitan dengan Dien, yakni hasrat dan keraguan yang menyerang qalbu dan menjadikan umat ini menjauh dari Dien Allah, serta menjauhkan mereka dari jalan para pendahulu kita yang shalih, para salaf, akan menyebabkan mereka menuju jalan kehancuran. Cobaan atas qalbu adalah cobaan yang terburuk dan yang terberat dari segala cobaan di dunia ini, sejak munculnya malapetaka duniawi, yang hasilnya menyebabkan kerugian di dunia ini. Cepat atau lambat, cobaan itu akan berlalu, namun fitan atas Dien itu bisa berakibat hilangnya kebahagiaan dunia dan akhirat."
"Tidak ada siksaan terhadap mereka melainkan dengan satu teriakan saja; maka seketika itu mereka mati." - [QS.36.29]
Referensi :
- Ibn Katheer, Stories of the Quran, Dar Al-Manarah
- Syaikh Safiurrahman Al-Mubarakpuri, Tafsir Ibn Kathir (Abridged) Volume VII, Darussalam
- Maulana Hifzur Rahman Soeharwy, Qasasul Ambiyaa, Idara Impex
- Shaykh Muhammad ibn Saalih al-’Uthaymeen, The Ill Effects of Sins, Al-Hidaayah

Selasa, 15 Mei 2018

Manusia dan Semesta (2)

Sang pematri melanjutkan, “Saat usia Nabi Adam, alaihissalam, telah melampaui seratus tiga puluh tahun — yaitu, lima tahun setelah Qabil membunuh Habil — Hawa 'melahirkan Nabi Syith dan saudarinya, Hazurah. Saat Hawa' melahirkannya, malaikat Jibril, alaihissalam, berkata kepadanya, "Inilah pemberian Allah untuk menggantikan Habil. Nama Syith adalah bahasa Arab, Syath dalam bahasa Syria Kuno, dan Shith dalam bahasa Ibrani. Ia adalah pewaris Nabi Adam. Ketika ajal Nabi Adam telah mendekat, ia memanggil putranya, Syith, dan menunjuknya sebagai penerus. Nabi Adam mengajarkan padanya tentang waktu-waktu malam dan siang dan menunjukkan bagaimana setiap makhluk harus beribadah di setiap waktu. Ia memberitahu pula bahwa di setiap waktu, ada jenis makhluk tertentu yang beribadah didalamnya. Lalu Nabi Adam berkata kepada Nabi Syith, "Anakku, air bah akan muncul di bumi dan akan berakhir selama tujuh tahun." Nabi Adam menulis surat wasiatnya yang terakhir, yang ditujukan kepada Nabi Syith. Diriwayatkan bahwa Nabi Syith adalah penerus Nabi Adam, jadi setelah wafatnya Nabi Adam, pengelolaan segala urusan kemudian dibebankan padanya.

Allah mewahyukan seratus empat lembaran yang bertulis atau sahifah, dan Allah menurunkan lima puluh sahifah untuk Nabi Syith. Seluruh putra-putri Adam hari ini, silsilah mereka akan terlacak kembali ke Nabi Syith. Hal ini karena keturunan seluruh anak Adam lainnya, terkecuali Nabi Syith, telah lenyap sepenuhnya, dan tak satupun dari mereka yang tersisa. Dengan demikian, silsilah seluruh umat manusia hari ini, berasal dari Nabi Syith.
Setelah menuliskan wasiat terakhirnya, Nabi Adam, alaihissalam, wafat. Para malaikat berkumpul di tempatnya, karena Nabi Adam adalah sahabat terpilih dari Yang Maha Pemurah. Allah menurunkan kain kafan dan bahan balsem dari surga. Para malaikat kemudian mengambil alih pengurusan jenazahnya dan pemakamannya, dan menyembunyikannya dari pandangan. Para malaikat memandikan jenazahnya beberapa kali dengan sidr dan air, dan memakaikan beberapa lapisan kain kafan yang terpisah. Kemudian mereka menyiapkan liang-lahat dan menguburkannya setelah di shalatkan. Mereka kemudian berkata, "Inilah yang akan menjadi Sunnah anak-anak Adam."

Nabi Syith dan saudara-saudaranya berada di wilayah Timur, di sebuah desa pertama yang ada di bumi. Matahari dan bulan mengalami gerhana selama tujuh hari tujuh malam. Ketika para malaikat berkumpul untuk memakamkan Nabi Adam, Nabi Syith mengumpulkan surat wasiat terakhir tersebut, kemudian ditempatkannya di atas tangga, tersusun bagaikan naiknya para malaikat dan ruh ke langit, yang akan menyertai generasi yang ayah kita, Nabi Adam, telah bawa dari Surga, sehingga takkan ada kelalaian dalam mengingat Allah.

Wafatnya Nabi Adam terjadi pada hari Jumat. Hawa' hidup setahun setelah kematiannya. Lalu iapun wafat. Ia dimakamkan bersama suaminya. Tempat itu tetap menjadi makam Nabi Adam dan Hawa' hingga datangnya Air Bah. Kelak, Nabi Nuh, alaihissalam, lalu mengeluarkannya, menempatkannya di peti mati, dan membawanya di dalam bahtera. Ketika bumi telah menyerap air, ia mengembalikan mereka ke tempat dimana mereka berada sebelum Air Bah didatangkan.
Nabi Syith, dalam riwayat, tinggal di Mekah, melaksanakan Haji dan Umrah sampai ia wafat. Ia menambahkan lembaran sahifah yang diwahyukan oleh Allah kepadanya, kepada ayahnya, Nabi Adam, dan berperilaku sesuai dengan isinya. Ia membangun Kabah dengan batu dan tanah liat. Saat Nabi Syith jatuh sakit, ia menunjuk putranya, Anusy sebagai penerusnya. Sepeninggal ayahnya, Nabi Syith, Anusy mengambil-alih segala urusan dan bimbingan ke bawah kendalinya menggantikan ayahnya. Anusy menurunkan Qinan dan saudara-saudarinya. Qinan adalah penerusnya. Ia menurunkan Mahlayil dan saudara-saudarinya. Mahlayil adalah penerusnya. Ia memperanakkan Yarid dan saudara-saudarinya. Yarid adalah penerusnya. Ia memperanakkan Khanukh — yaitu, Nabi Idris, alaihissalam, dan saudara-saudarinya.

Khanukh atau Nabi Idris, alaihissalam, lahir dan dibesarkan di Babilonia, mengikuti ajaran dan agama Nabi Adam dan putranya, Nabi Syith. Nabi Idris adalah generasi ke-5 dari Nabi Adam. Ia menyeru manusia agar kembali ke agama leluhurnya, tetapi hanya sedikit yang mendengarkannya, sementara sebagian besar berpaling. Nabi Idris dan pengikut-pengikutnya meninggalkan Babilonia menuju Mesir. Di sana, ia menjalankan misinya, menyerukan manusia agar berlaku adil dan menegakkan keadilan, mengajarkan mereka ibadah dan memerintahkan mereka berpuasa pada hari-hari tertentu dan memberikan sebagian dari kekayaan mereka kepada orang miskin. Nabi Idris adalah keturunan Nabi Adam, yang pertama yang diberi kenabian setelah Nabi Adam dan Nabi Syith. Diriwayatkan pula, ia adalah orang pertama yang menemukan bentuk dasar penulisan.
Nabi Idris mengajarkan umatnya tentang Allah, dan menyeru mereka agar menerapkan aturan-aturan Agama. Ia menekankan bahwa satu-satunya yang yang pantas diibadahi adalah Allah. Hampir semua orang adalah Muslim selama kehidupan Nabi Idris, hanya ada beberapa yang tak taat dalam mengikuti aturan tertentu Agama. Nabi Idris tinggal di Mesir bersama umatnya selama waktu tertentu, menyeru manusia agar mengikuti ajaran Agama. Disebutkan bahwa ia hidup selama 82 tahun di atas Bumi. Kemudian, Allah mengangkatnya ke langit keempat, lalu ia diwafatkan di sana."

Lalu sang pematri berkata, "Wahai anak muda, hidup ini bagaikan lintasan balap kuda dan pengendaranya bersaing mencapai garis penghabisan. Inilah perumpamaan manusia dalam kehidupan ini, namun mereka tak menyadari bahwa mereka berada dalam perlombaan, karena mereka lalai. Mereka melupakan semua tentang Hari Perhitungan dan tak mempersiapkan kedatangannya. Namun, masa kehidupan mereka semakin berkurang dan ajal pun semakin mendekat. Al-Hasan berkata, "Engkau ingin dapat hidup seperti Nabi Nuh, meskipun Perintah Allah, kematian, mengetuk pintu seseorang setiap malam!"
Kita sering menyaksikan mereka, yang punya banyak kepemilikan harta di dunia ini, meninggalkannya hanya disertai kafan belaka, seperti halnya dengan mereka yang tak punya apa-apa. Semuanya menjadi sama ketika mereka dimasukkan ke dalam liang-lahat dan menghilang di dalamnya. Kuburan itu lantas akan menjadi taman di surga atau lubang di neraka."

Sang musafir muda bertanya, "Hidup yang bagaimana, yang harus dihindari oleh setiap Muslim dan yang dilaknat dalam Al-Qur'an?" Sang pematri berkata, "Abu Safwan Ar-Ra'ini ditanya pertanyaan ini dan ia menjawab, 'Setiap aspek kehidupan yang engkau cintai demi kehidupan ini, dilaknat. Setiap aspek kehidupan yang engkau cintai demi Akhirat, tak termasuk dalam aspek kehidupan yang dilaknat. ”
Banyak orang bergegas mendapatkan dunia, takut kemiskinan dan ingin mengumpulkan kekayaannya, seolah-olah tinggal di dalamnya itu, kekal dan abadi. Mereka takut kemiskinan, namun tak takut takut hisab; mereka takut kelaparan, namun tak takut akan siksa and hukuman.

Al-Fudail menggambarkan perbedaan antara hari sebagai "Kemarin berlalu, hari ini sedang berlangsung dan esok sebuah harapan." Tahapan kehidupan ini terdiri dari siang dan malam dimana seseorang melakukan perjalanan secara terus menerus untuk mencapai tujuan akhir. Jika engkau mampu mengumpulkan cukup bekal yang benar bagi masing-masing tahap ini, maka lakukanlah, karena perjalanan itu pasti akan berakhir tiba-tiba. Dan mengenai hari-hari kehidupan ini, Al-Hasan berkata, “Wahai putra Adam! Hidup hanya beberapa hari, jadi jika harimu berlalu, hidupmu menjadi lebih singkat. ”
Oleh karena itu, bersegeralah mengumpulkan cukup bekal dalam perjalananmu di kehidupan ini dan sadari bahwa itu akan berakhir sebelum engkau cukup siap. Salah seorang Salaf menyurat kepada salah seorang sahabatnya, “Saudaraku, engkau mungkin berpikir bahwa engkau akan menetap, meskipun pada kenyataannya, engkau terus bepergian, didorong menuju kematian yang menyongsongmu. Sementara itu, masa hidup dipersingkat saat engkau bepergian dan apa yang engkau habiskan dalam hidupmu, takkan dikembalikan kepadamu sampai Hari At-Taghabun."
Sang musafir muda bertanya, "Apa itu Hari At-Taghabun?" Sang pematri berkata, "Hari Penghakiman, dimana ada orang yang akan kehilangan diri mereka, dan ada yang memenangkan kebahagiaan kekal mereka."

Kemudian sang pematri berkata, "Sesungguhnya, kesenangan hidup ini, jika dikumpulkan dari sumber yang halal dan dihabiskan secara sederhana di sumber yang halal, menambah indahnya hidup di dunia ini. Hal ini terutama terjadi jika seseorang menghabiskan sebagian dari kekayaannya untuk amal-shalih, membantu orang yang menderita dan menolong orang yang membutuhkan, anak yatim dan janda. Sufyan berkata, “Waspadalah terhadap kemarahan Allah berkenaan dengan tiga hal: waspadalah bahwa engkau jatuh ke dalam kegagalan tentang apa yang Dia perintahkan kepadamu. Waspadalah bahwa Dia melihatmu, sementara engkau merasa tak puas terhadap rezeki yang telah Dia berikan kepadamu. Waspadalah terhadap perasaan tawar-hati kepada Rabb-mu jika engkau berhasrat mengikuti pawai dunia ini, namun tak memperolehnya.”
Sesungguhnya, Allah membagi rezeki dalam kehidupan ini dan manusia hendaknya merasa puas dengan rezekinya, banyak ataupun sedikit, dan terlepas dari berolehkah ia kesenangan hidup atau tidak. Seseorang dituntut agar merasa puas dengan bagiannya dan tak merasa tertekan karenanya. Juga, seseorang hendaknya menghindar dari membandingkan dirinya dengan orang-orang yang lebih kaya daripada dirinya, tetapi lebih membandingkan dirinya sendiri dengan orang yang beriman dan menyembah Allah. Ada orang bijak pernah berkata, “Semua orang beriman yang mendengar tentang Surga dan Neraka, akan menghabiskan waktunya untuk menaati Allah, mengingat-Nya, berdoa kepada-Nya, membaca Al-Qur'an atau mengeluarkan sedekah.” Seorang lelaki berkata kepadanya, "Aku banyak menangis." Orang bijak itu berkata, "Lebih baik bagimu tersenyum saat mengakui kesalahanmu daripada menangis sambil merasa bangga dengan amal-shalihmu, karena perbuatan yang terakhir takkan naik lebih tinggi dari kepalanya." Lelaki itu memintanya agar memberi nasihat dan ia berkata, "Serahkan hidup ini kepada orang-orangnya, sama seperti mereka meninggalkan Akhirat kepada orang-orangnya. Jadilah seperti lebah dalam kehidupan ini, jika ia makan, ia makan makanan halal dan jika ia memberi makan, ia memberi makan makanan halal, dan jika ia terjatuh pada sesuatu, ia tak merusak atau mematahkannya. ”

Mereka yang mengingat kematian akan melirik sedikit saja pada kehidupan dunia ini dan akan melihatnya dengan jelas, karena segel yang menghalangi penglihatan mereka akan terlepas. Kehidupan dunia ini singkat, tak peduli seberapa besar harta yang engkau kumpulkan di dalamnya. Sesungguhnya, semua ini akan berakhir ketika kematian menyongsong dan mengakhiri kenikmatan dan kesenangan. Al-Hasan berkata, "Kematian telah mengungkap realitas kehidupan ini dan tak meninggalkan kesempatan bagi orang bijak untuk bersenang-senang di dalamnya."
Imam Ahmad dan At-Tirmidzi, rahimakumullah, mencatat, Abu Kabsyah meriwayatkan bahwa Nabi (ﷺ) bersabda, "Manusia terdiri dari empat jenis dalam kehidupan ini: Seorang hamba yang Allah telah berikan kekayaan dan ilmu agama, jadi ia takut akan Rabb-nya dengan apa yang ia berikan kepada kaum kerabatnya dan tahu hak-hak Allah atas kekayaannya, dan inilah nilai yang terbaik. Dan seorang hamba, yang Allah berikan ilmu tetapi bukan kekayaan, jadi niatnya tulus dan ia berkata, 'Jika aku punya uang, aku akan melakukan seperti yang si Fulan lakukan (tipe pertama),' ia akan dinilai menurut niatnya dan pahalanya sama. Dan seorang hamba, yang Allah berikan kekayaan, namun bukan ilmu, jadi ia bingung dan menghabiskan kekayaannya tanpa ilmu; ia tak takut pada Rabb-nya tentang hal itu, tak memberi kepada kaum-kerabatnya, atau mengetahui Hak-hak Allah atas kekayaannya. Inilah nilai yang terburuk. Dan seorang hamba, yang Allah tak berikan kekayaan atau ilmu, namun ia berkata, 'Jika aku punya uang, aku akan melakukan seperti orang biasa (tipe orang ketiga dan terburuk). Jadi ia akan diadili sesuai dengan niatnya dan ganjarannya akan sama. ”[Hasan-Sahih]
Oleh karenanya, kehidupan ini ibarat lahan pertanian yang ditanami dan disimpan untuk Hari Akhirat. Ia hendaknya diisi dengan ibadah dan ketaatan kepada Allah, mengumpulkan sebanyak mungkin rezeki dan bekal yang halal guna kehidupan di Akhirat kelak.

Sang pematri melanjutkan, "Wahai anak muda, merenungkan kehidupan ini hendaknya mengingatkanmu bahwa ini hanyalah sebuah perjalanan yang dimulai dari keintiman, antara sang ayah dan sang ibu, melewati hidup ini dan berakhir di liang-lahat. Setelah dikuburkan, ada lagi tempat berkumpul dan kemudian tempat tinggal permanen, semoga di hunian yang tentram, yang bebas dari segala kekurangan dan kehidupan yang abadi. Kita tersandera oleh musuh kita (setan) dan dibawa turun ke bumi. Oleh karena itu, kita harus berusaha sekuat tenaga agar membebaskan diri kita sendiri dan dengan istiqamah berbaris menuju tempat hunian kita yang lama. Ketahuilah bahwa perjalanan dalam kehidupan ini berkaitan dengan nafas seseorang, yang menuntunnya menjalani kehidupan ini, bagai sebuah kapal yang berlayar. Namun dalam hal ini, kapal kehidupan itu sedang berlayar selagi seseorang duduk diam di dalamnya, tanpa menyadari bahwa hidupnya sedang berlalu dengan sangat cepat.

Manusia membutuhkan bekal yang cukup dalam perjalanannya sepanjang hidup, namun satu-satunya bekal yang mencukupi menuju akhirat adalah Taqwa (takut akan Allah). Karena itu, seseorang hendaknya berusaha keras dan bersabar saat menjalankan Taqwa. Jika tidak, ia akan menjerit, ketika saatnya akan pergi, "Ya Rabb-ku, kirim aku kembali," namun akan dikatakan kepadanya, "Tidak." Maka orang yang lalai ini harus bangun dari perjalanannya yang malas melewati tahap kehidupan. Ini pasti terjadi, karena ketika ia melakukan perjalanan, Allah menunjukkan kepadanya tanda-tanda-Nya, Allah membawa ketakutan kepada hamba-Nya dengan tanda-tanda ini, agar mencegah mereka menyimpang dari Jalan yang lurus dan Dien yang benar. Ia yang sarana perjalanannya menyimpangkannya dari Jalan yang lurus, meskipun ia menyaksikan Tanda-Tanda Allah yang membuatnya takut, hendaknya segera kembali kepada Allah dengan meninggalkan apa yang membuatnya menyimpang dari Jalan yang lurus itu, sambil menyesali kesalahannya.
Sebaliknya, ia yang mempersiapkan Pertemuan dengan Allah dan menghabiskan waktunya melakukan apa yang akan menguntungkannya di Akhirat, pasti akan merasa bahagia pada Hari ketika kekayaan atau keturunan takkan ada lagi. Suatu hari ketika berbagai catatan perbuatan akan ditayangkan, qalbu akan terguncang ketakutan dan batin akan merasa bingung. Engkau akan melihat banyak manusia dan berpikir bahwa mereka mabuk; tiadalah mereka mabuk, melainkan siksaan Allah amatlah pedih. Tentunya, ia yang menggunakan kehidupan ini sebagai jalan untuk mengarahkannya ke Akhirat dan Surga, seluas langit dan bumi, maka jalannya adalah Jalan yang lurus. Ia akan diarahkan ke tempat hunian yang damai atas rahmat Allah Subhanahu wa Ta'ala. Sedang bagi mereka yang menginginkan kehidupan dunia ini, akan memudar saat mereka menghembuskan nafas terakhir. Selama saat-saat mengerikan ini, kehidupan dunia akan meninggalkan mereka dan melarikan diri. Perbedaan antara mereka dan tipe yang pertama adalah bahwa orang-orang yang shalih, menyukai kehidupan ini, namun lebih memilih Akhirat. Inilah mengapa Allah membuat jalan mereka menuju Akhirat menjadi mudah dan membantu mereka mengatasi segala rintangan dan halangan. Wallahu a'lam."
"Tidakkah engkau tahu bahwa siapa yang ada di langit dan siapa yang ada di bumi bersujud kepada Allah, juga matahari, bulan, bintang, gunung-gunung, pohon-pohon, hewan-hewan yang melata dan banyak di antara manusia? Tetapi banyak (manusia) yang pantas mendapatkan azab. Barangsiapa dihinakan Allah, tidak seorang pun yang akan memuliakannya. Sungguh, Allah berbuat apa saja yang Dia kehendaki." - [QS.22:18]
Referensi :
- Abdul-Malik bin Muhammad bin Abdul Rahman Al-Qasim, Life is a Fading Shadow, Darussalam - Sayyid Qutb, In The Shade of Quran, Volume XVIII, The Islamic Foundation
- Ibn Kathir, Stories of the Prophet, Darussalam

- The History of Al-Tabari Volume I : General Introduction and From the Creation of the Flood, translated by Franz Rosenthal, SUNY Press 
 - The History of Al-Tabari Volume II : Prophets and Patriarchs, translated and annotated by William M. Brinner, SUNY Press

Jumat, 11 Mei 2018

Manusia dan Semesta (1)

Kemudian sang Pematri berkata, "Wahai anak muda, ketahuilah bahwa dasar dari semua jenis kebaikan didasari oleh ilmu bahwa apa yang Allah kehendaki, terjadi, dan apa yang tak Dia kehendaki, takkan pernah terjadi. Ilmu ini hendaknya membuatmu yakin bahwa apapun amal-shalih yang dikerjakan, dapat terlaksana karena rahmat-Nya, sehingga engkau bersyukur pada-Nya dan memohon pada-Nya agar tak menghentikan rahmat-Nya darimu. Ilmu ini juga harus mengarahkanmu agar merasa yakin bahwa perbuatan dosa terjadi karena Allah takkan menolong mereka yang melakukannya, dan engkau seyogyanya memohon kepada-Nya, agar mencegahmu berbuat dosa dan tak pernah meninggalkanmu bergantung pada dirimu sendiri untuk mengerjakan amal-shalih dan meninggalkan perbuatan dosa, melainkan dengan karunia-Nya, menolongmu agar menaati-Nya dan meninggalkan apa yang dilarang-Nya.

Sekarang, mari kita berbicara tentang ia yang pertama kali diberi kewenangan dan dipertunjukkan kebaikan oleh Allah, namun tak mensyukurinya. Setelah menolak Keagungan Allah, ia berbangga-diri dan sombong terhadap Rabb-nya dan karenanya, Allah mencabut karunia-Nya dan mempermalukan serta menghinakannya.
Allah, Subhanahu wa Ta'ala, telah menciptakan Iblis yang indah. Dia telah memuliakan dan menghargainya dan, diriwayatkan, menjadikannya penguasa atas langit dan bumi. Selain itu, Allah Ta'ala juga menjadikannya salah satu penjaga Surga. Akan tetapi, ia menjadi sombong terhadap Tuhannya dan mengklaim keilahian bagi dirinya sendiri dan mengajak mereka yang di bawah kendalinya, agar menyembah dirinya. Oleh karena itu, Allah mengubahnya menjadi Setan yang dirajam. Dia, Subhanahu wa Ta'ala, mencelanya dan mencabut nikmat yang telah Dia berikan kepadanya. Dia mengutuknya dan mengeluarkannya dari surga-Nya, masuk ke dunia ini yang singkat, dan kemudian memberikan kepadanya dan para pengikutnya serta mereka yang memihaknya, Api Neraka sebagai tempat tinggal mereka di dunia berikutnya, kelak. Kita berlindung kepada Allah terhadap murka-Nya dan terhadap tindakan apapun yang membawa seseorang mendekat kepada murka-Nya dan mendapat kesulitan.

Menurut Ibnu Jarir at-Tabari, dari riwayat para Sahabat, radhiyallahu 'anhum, bahwa Iblis adalah penjaga surga. Namanya al-Harit, dalam riwayat lain, Iblis bernama 'Azazil. Allah menciptakan para malaikat pada hari Rabu. Dia menciptakan bangsa Jin pada hari Kamis, dan Dia menciptakan Nabi Adam, alaihissalam, pada hari Jumat. Iblis diberi kewenangan menguasai langit yang terendah dan juga bumi. Seluruh malaikat diciptakan dari cahaya. Jin, disebutkan dalam Al-Qur'an diciptakan "dari api yang terang (marij) - marij bermakna lidah api yang menyala. Dan Allah menciptakan manusia dari tanah liat. Yang pertama menghuni bumi adalah bangsa Jin. Dua ribu tahun sebelum penciptaan Nabi Adam, Jin telah menumpahkan darah. Mereka menyebabkan kerusakan di bumi dan saling membunuh. Allah mengutus Iblis bersama pasukannya. Iblis dan pasukannya menyebabkan pertumpahan darah di antara mereka dan akhirnya mengusir mereka ke pulau-pulau di lautan dan gunung-gunung. Kesuksesannya menjadikannya merasa bangga, dan ia berkata, "Aku telah melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan siapapun sebelumnya." Allah mengetahui apa yang ada didalam benak Iblis, namun para malaikat yang bersamanya, tak mengetahuinya.

Kemudian Allah menciptakan Nabi Adam, alaihissalam, dan episode ketidaktaatan Iblis kepada Rabbnya pun terjadi. Salah satu peristiwa yang terjadi pada saat-saat Iblis memegang kewenangannya, adalah penciptaan Nabi Adam, Bapak umat manusia. Runtunannya sebagai berikut: Karena para malaikat tak menyadari tentang kesombongan Iblis, Allah berkehendak menyadarkan mereka dan menunjukkan kepada mereka, ada yang salah dengan Iblis, inilah saat dimana kewenangan dan pemerintahan Iblis akan dicabut. Dalam hubungan ini, Allah berfirman kepada para malaikat, "Aku akan menempatkan di bumi, seorang khalifah." Mereka menjawab, "Akankah Engkau menempatkan orang yang akan menyebabkan kerusakan dan pertumpahan darah diatasnya?" Seperti yang diriwayatkan atas otoritas Ibnu 'Abbas, radhiyallahu 'anhu, bahwa para malaikat mengatakan persis seperti itu, teringat akan apa yang jin, yang penghuni bumi sebelumnya, lakukan. Ketika Rabb mereka berfirman, "Aku akan menempatkan di bumi seorang khalifah," mereka bertanya, "Akankah Engkau menempatkan di atasnya orang yang akan berperilaku seperti jin yang, ketika di bumi, menumpahkan darah di sana dan menyebabkan kerusakan dan tak menaati Engkau, sedangkan kami memuji dan memuliakan-Mu?" Rabb mereka berkata, "Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."

Menurut At-Tabari, yang dimaksudkan firman Allah tersebut, "Aku mengetahui tentang keterlibatan Iblis dengan kesungguhan yang tidak Engkau ketahui. Aku tahu bahwa ia bermaksud menentang perintah-Ku dan bahwa ia telah melakukan kesalahan dan menipu diri sendiri yang sia-sia. Aku akan menunjukkan kepada kalian, sikapnya ini, sehingga kalian bisa melihatnya dengan mata kepala sendiri." Namun, menurut Ibn Katsir, yang dimaksud ayat tersebut, Allah Ta'ala ingin menciptakan keturunan Nabi Adam yang datang silih-berganti. Allah Ta'ala menyampaikan hal ini kepada para Malaikat sebagai bentuk pemuliaan ciptaan Nabi Adam dan keturunannya, serta perkara yang agung sebelum penciptaannya.

Allah lalu mengutus malaikat Jibril, alaihissalam, ke bumi untuk mengambil tanah liat. Bumi berkata, 'Aku berlindung kepada Allah terhadap engkau, karena mengambil sesuatu dariku dan merusakku.' Maka Jibril kembali tanpa mengambil sedikitpun tanah liat dan berkata, 'Wahai Rabbku, bumi berlindung kepada-Mu, dan aku mengabulkan keinginannya.' Allah lalu mengutus Mikail, alaihissalam, dan hal yang persis sama terjadi. Kemudian Dia mengutus Malaikat-maut. Ketika bumi berlindung kepada Allah terhadapnya, ia berkata, 'Aku berlindung kepada Allah dari kembali tanpa melaksanakan perintah-Nya.' Maka Malaikat-maut pun mengambil tanah dari muka bumi dan membuat campuran. Ia tak mengambil tanah dari satu tempat, akan tetapi mengambil tanah merah, putih, dan hitam. Oleh karenanya, anak-anak Adam terlahir berbeda-beda. Ia memulai dari tanah, lalu membasahinya sehingga menjadi "tanah liat yang lengket" - lazib, yang bermakna sesuatu yang melekat pada sesuatu yang lain. Kemudian tanah yang basah itu, dibiarkan berubah dan menjadi lumpur hitam yang berbangar.

Menurut Abu Dawud, dari Sa'id bin Jubair, "Ia bernama Adam sebagaimana ia diciptakan dari kulit bumi (adim)." Menurut Abu Musa al-Asy'ari, dari Rasulullah (ﷺ), "Allah menciptakan Adam dari segenggam tanah yang diambil dari seluruh bumi. Dengan demikian, anak-anak Adam terlahir sesuai asalnya dengan bumi, dalam warna merah, hitam, putih, atau warna di antaranya, dan menjadi halus atau kasar, tak menyenangkan atau menyenangkan. Tanah liat darimana Adam dibuat menjadi lembab sampai menjadi "tanah liat lengket", kemudian dibiarkan menjadi lendir lumpur hitam berbangar, dan kemudian salsaal ("tanah liat kering" atau "tanah liat tembikar"), seperti firman Allah, "Kami menciptakan manusia dari tanah liat kering dari lumpur hitam."

Maka Allah menciptakan Nabi Adam sebagai manusia. Ia berbentuk jasad tanah liat selama empat puluh tahun sejak Hari Jumat, dalam riwayat lain, ia tetap tergeletak sebagai jasad selama empat puluh malam (perlu diperhatikan, perhitungan masa di saat penciptaan berbeda dengan perhitungan manusia). Iblis pernah mendatanginya dan menendangnya dengan kakinya, sehingga jasad itu mengeluarkan suara. Kemudian Iblis masuk ke mulut Nabi Adam dan keluar lewat posteriornya, dan ia masuk lagi ke posteriornya dan keluar melalui mulutnya. Kemudian ia berkata, 'Kamu bukan sesuatu yang bersuara. Untuk apakah kamu diciptakan? Jika aku diberikan kewenangan atasmu, aku akan menghancurkanmu, dan jika kamu diberi kewenangan atasku, aku takkan mematuhimu.'

Pada saat itu, Allah berkehendak meniupkan ruh ke tubuh Nabi Adam, Dia berfirman kepada para malaikat, 'Ketika Aku meniupkan ruh-Ku, bersujudlah kalian di hadapannya!' Ketika Allah meniupkan ruh-Nya ke dalam diri Nabi Adam, melalui kepalanya. Saat sesuatu dari ruh itu mulai bergerak didalam tubuh Nabi Adam, mulailah menjadi daging dan darah. Ketika ruh yang ditiup mencapai pusar, ia melihat tubuhnya dan senang melihat keindahannya. Ia berusaha bangun namun tak bisa. Inilah makna dimana Allah berfirman, "Manusia diciptakan dengan tergesa-gesa" yang berarti tertekan, tanpa kesabaran dan juga keberuntungan. Ketika ruh yang ditiup itu benar-benar merasuki tubuhnya, Nabi Adam bersin. Dengan ilham Ilahi, atau dalam riwayat lain, para malaikat berkata, 'Ucapkan, 'Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam,' dan Nabi Adam mengucapkannya. Karena itu Allah berfirman kepadanya, 'Semoga Rabbmu merahmatimu!' Ketika ruh memasuki matanya, ia melihat buah-buahan Firdaus, dan ketika memasuki perutnya, ia menginginkan makanan. Sehingga ia melompat sebelum ruh itu mencapai kakinya, dalam ketergesaannya untuk mendapatkan buah surga.

Akhirnya, seluruh malaikat bersujud, kecuali Iblis. Ia, laknatullah, menolak bersujud. Ia menolak dan sombong, menjadi orang yang kafir. Ketika Allah berfirman kepada Iblis, "Apakah yang menghalangimu sehingga kamu tak bersujud kepada Adam ketika Aku menyuruhmu?" Iblis berkata, 'Aku lebih baik daripada ia. Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan ia, Engkau ciptakan dari tanah.' Lalu Allah berfirman, 'Turunlah kamu dari surga; karena kamu tak sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya. Keluarlah! Sesungguhnya kamu termasuk makhluk yang hina." Iblis berkata, "Berilah aku penangguhan waktu, sampai hari mereka dibangkitkan." Allah berfirman, "Benar, kamu termasuk yang diberi penangguhan waktu." Iblis menjawab, "Karena Engkau telah menghukumku tersesat, pasti aku akan selalu menghalangi mereka dari jalan-Mu yang lurus, kemudian pasti aku akan mendatangi mereka dari depan, dari belakang, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur.” Allah berfirman, “Keluarlah kamu dari surga dalam keadaan terhina dan terusir! Sesungguhnya barangsiapa di antara mereka ada yang mengikutimu, pasti akan Aku isi neraka Jahanam dengan kamu semua.”
Iblis menolak bersujud, Allah "menghinakannya", yaitu, Dia menghilangkan harapan baginya untuk mencapai sesuatu yang baik dan membuatnya menjadi setan yang dirajam sebagai hukuman atas ketidaktaatannya. Para malaikat sadar sepenuhnya apa yang telah tersembunyi kepada mereka tentang Iblis, dan mereka menyadari bahwa di antara mereka ada orang yang tak taat kepada Allah dan menentang perintah-Nya.

Nabi Adam duduk, Rabb-Nya berkata kepadanya, "Pergilah ke kumpulan malaikat itu dan ucapkan kepada mereka, 'Salam sejahtera untukmu!' Nabi Adam bangkit dan berkata kepada mereka, 'Salam sejahtera untukmu!' dan para malaikat menjawab, 'Dan salam sejahtera serta rahmat Allah untukmu!' Nabi Adam kemudian kembali kepada Rabbnya Yang berfirman kepadanya, 'Itulah ucapan salammu dan ucapan salam bagi keturunanmu untuk digunakan di antara mereka.'
Dan Allah mengajarkan Nabi Adam nama-nama segala sesuatu, sedikit dan sedikit, nama-nama semua yang telah diciptakan Allah. Allah mengajarkan kepadanya nama segalanya, inilah kuda, inilah begal, dan unta, jin, binatang buas. Dan Nabi Adam mulai menyebut semuanya dengan namanya. Dia mengajarkan kepada Nabi Adam semua nama, 'Ini gunung, ini dan itu, dan itu seperti ini dan itu.'

Ketika Allah mengajari Nabi Adam semua nama, Allah memberikan nama-nama itu kepada para malaikat dan berfirman kepada mereka, "Katakan pada-Ku nama-nama ini, jika kamu mengatakan yang sebenarnya." Seperti disebutkan, Allah menyampaikan ini kepada para malaikat hanya karena, ketika Dia berfirman kepada mereka, "Aku akan menempatkan di bumi seorang khalifah," kata mereka "Akankah Engkau menempatkan orang yang akan menyebabkan kerusakan dan menumpahkan darah diatasnya, sedangkan kami memuji dan memuliakan-Mu?" Jadi, setelah menciptakan Adam dan telah meniupkan roh ke dalam dirinya dan setelah mengajarinya nama-nama segala sesuatu yang telah Dia ciptakan, Dia memberikannya kepada para malaikat dan berkata kepada mereka, "Katakan pada-Ku nama-nama ini, jika kamu mengatakan kebenaran," yang bermakna bahwa jika Aku menempatkan salah satu dari kamu sebagai khalifah-Ku di bumi, kamu akan mematuhi, memuji, dan memuliakan Aku dan tak menjadi orang ingkar. Jika Aku menempatkan seseorang yang bukan milikmu sebagai khalifah-Ku di atas bumi, ia akan menyebabkan kerusakan dan menumpahkan darah. Sekarang, jika kamu tak tahu nama mereka, meskipun kamu dapat mengamati dan melihatnya dengan matamu sendiri, kemungkinan besar kamu tidak akan tahu apa yang akan terjadi denganmu, jika Aku menempatkan salah satu darimu sebagai khalifah-Ku di bumi, atau dengan yang lain, jika Aku menempatkan salah satu dari mereka sebagai khalifah-Ku di bumi, ketika mereka keluar dari pandanganmu dan kamu tak melihat mereka dengan mata kepalamu sendiri, dan kamu belum diberitahu apa yang kamu atau mereka akan lakukan. Inilah apa yang dikatakan para Salaf, sebagaimana diriwayatkan atas otoritas mereka.

Iblis diusir dari surga ketika ia dikutuk, dan Nabi Adam menetap di surga. Nabi Adam biasa pergi sendirian, tak memiliki pasangan yang menemaninya. Ia tertidur, dan ketika bangun, ia menemukan duduk di dekat kepalanya seorang wanita yang telah diciptakan oleh Allah dari tulang rusuknya. Nabi Adam bertanya siapa ia, dan ia menjawab, "Wanita". Ia bertanya, untuk tujuan apa ia diciptakan, dan ia menjawab, "Bagimu, untuk menemaniku." Para malaikat, yang mencari tahu sejauh mana ilmu Adam, menanyakan namanya. ia menjawab, "Hawa". Ketika para malaikat bertanya mengapa ia dipanggil Hawa, ia menjawab, "Karena ia diciptakan dari makhluk hidup."
Allah berfirman, "Wahai Adam! Tinggallah engkau bersama istrimu dalam surga dan makanlah apa saja yang kamu berdua sukai. Tetapi janganlah kamu berdua dekati pohon yang satu ini. Apabila didekati, kamu berdua termasuk orang-orang yang zhalim."

Sekarang kita akan membahas bagaimana Allah menguji ketaatan ayah kita, Nabi Adam, alaihissalam, dan merundungnya karena gagal dalam ujian, bagaimana Nabi Adam tak taat kepada Rabbnya setelah Allah memberinya kehormatan dan kedudukan yang tinggi dan menikmati Surga Allah, dan bagaimana ia kehilangan semua itu dan turun dari kemewahan dan cara hidup yang menyenangkan serta berlimpah di Surga, kepada cara hidup yang menyedihkan dari penghuni bumi, merawat, mencangkul, dan membajak tanah.
Ketika Allah menetapkan Nabi Adam dan istrinya di Firdaus-Nya, Dia memperkenankan mereka memakan buah apa saja yang mereka inginkan, kecuali buah dari satu pohon. Inilah cobaan mereka dan penilaian Allah atas mereka serta keturunan mereka, sedang terjadi. Ketika Nabi Adam memasuki Surga dan melihat banyak kenikmatan di sana dan bagian itu diberikan kepadanya oleh Allah, ia berkata, "Bisakah kita hidup kekal!" Ketika Setan mendengarnya, ia yakin, itulah titik lemah Adam, dan iapun menggodanya dengan kehidupan kekal.

Iblis ingin menemui mereka di Firdaus, namun para penjaga Surga mencegahnya masuk. Iapun menemui ular, seekor binatang dengan empat kaki laksana seekor unta — sepertinya itulah salah satu hewan yang paling indah. Iblis berbicara dengannya, berusaha membujuknya agar membiarkannya masuk ke mulutnya, dan membawanya menemui Nabi Adam. Sang ular membiarkan Iblis melakukannya, melewati para penjaga, dan masuk tanpa sepengetahuan mereka, karena itulah rencana Allah. Sekarang, Iblis berbicara dengan Nabi Adam dari mulut sang ular, namun Nabi Adam tak memperhatikan apa yang ia ucapkan. Maka Iblis pun keluar dan berkata, "Adam, bolehkah aku menuntunmu ke pohon kekekalan dan kekuasaan yang tak pernah lekang? Akulah salah satu dari mereka yang memberimu nasihat yang baik."
Dari apa yang ia ketahui dari para malaikat, ia tahu, apa yang Nabi Adam tak ketahui, bahwa mereka memiliki bagian-bagian rahasia. Pakaian mereka adalah al-zufr. Adam menolak makan dari pohon, tetapi Hawa maju dan makan. Lalu Hawa berkata, "Makanlah, Adam! Karena aku sudah memakannya, dan tak menyakitiku." Namun saat Nabi Adam memakannya, bagian rahasia mereka terlihat jelas bagi mereka, dan mereka mulai menutupi diri dengan daun surga yang dilekatkan ke tubuh mereka."

Dalam riwayat lain, dinyatakan bahwa Iblis, musuh Allah, meminta kepada hewan-hewan di bumi untuk membawanya ke surga, sehingga ia dapat berbicara dengan Adam dan isterinya, namun semuanya menolak. Akhirnya, ia berbicara kepada ular dan berkata, "Jika kamu membawaku ke surga, aku akan melindungimu dari keturunan Adam, dan kamu akan berada di bawah perlindunganku." Ular itu menempatkannya di antara dua taringnya dan membawanya masuk. Iblis berbicara dengan Adam dan istrinya dari mulut ular. Ular itu berpakaian dan berjalan dengan empat kaki, tetapi Allah kemudian menanggalkannya dan menjadikannya berjalan di atas perutnya.
Ketika Adam dan Hawa berbuat dosa, makan dari pohon terlarang, Allah mengeluarkan mereka dari Firdaus dan mencabut kemewahan dan keberlimpahan yang telah mereka nikmati. Dia melemparkan mereka, Iblis musuh mereka, dan sang ular turun ke bumi. Allah berfirman kepada mereka, "Turunlah kamu! Kamu akan saling bermusuhan satu sama lain. Bumi adalah tempat kediaman dan kesenanganmu sampai waktu yang telah ditentukan."

Sang musafir muda bertanya, "Dimana tempat Adam dan Hawa berada ketika mereka dikeluarkan?" Sang pematri berkata, "Banyak pendapat tentang ini. Ada yang mengatakan, sebelum matahari terbenam, sejak hari Jumat dimana Allah telah menciptakan Nabi Adam. Perlu dicatat bahwa perhitungan waktu dimana Allah menyebutkan masa penciptaan berbeda dari perhitungan kita. Misalnya, menurut Ibnu Jarir at-Tabari, bahwa Nabi Adam diciptakan pada jam terakhir dari hari ke enam dari hari-hari yang masing-masing setara dengan seribu tahun perhitungan kita. Kesimpulannya adalah bahwa satu jam dari jam hari itu, adalah delapan puluh tiga tahun perhitungan kita. Durasi tinggal Nabi Adam dan Hawa di Firdaus adalah lima jam pada hari itu. Ada juga yang mengatakan, tiga jam. Beberapa mengatakan bahwa Adam diusir dari Firdaus pada jam ke sembilan atau jam kesepuluh. Jadi, engkau bisa menggandakannya sesuai pendapat Ibn Jarir agar dapat melihat perbedaannya.
Sekarang Allah menurunkan Nabi Adam dari surga bersama isterinya. Menurut para Salaf, Allah menurunkannya di India, beberapa yang mengatakan bahwa Nabi Adam diturunkan di atas gunung di India yang disebut Nudh. Yang lain berkata, "Sebaliknya, Adam diturunkan di Sarandib (Ceylon) di atas sebuah gunung yang disebut Nudh, Hawa di Juddah dari tanah Mekkah, Iblis di Maisan, dan ular di Isbahan. Juga ada yang mengatakan bahwa ular itu dibuang di padang pasir (al-barriyyah), dan Iblis di pantai laut al-Ubullah.

Menurut Ata' bin Abi Rabah, ketika Allah menurunkan Nabi Adam dari Surga, Nabi Adam merindukan puja dan puji yang telah ia dengar dari para malaikat dan merasa sangat kesepian, sehingga ia akhirnya mengeluhkan tentang hal itu kepada Allah dalam sholatnya. Karenanya, ia diperintahkan ke Mekah. Dalam perjalanan, setiap tempat dimana ia menginjakkan kaki, menjadi sebuah desa, dan jarak antara langkahnya menjadi padang pasir, sampai ia mencapai Mekah. Allah menurunkan permata atau yaqut atau batu rubi dari Surga dimana Rumah itu berada hari ini. Adam terus mengitarinya, sampai Allah menurunkan Air Bah. Permata itu terangkat, sampai Allah mengutus Nabi Ibraham, Al-Khalil, untuk membangun kembali Rumah itu dalam bentuknya yang terakhir.
Menurut Qatadah, "Ukuran tubuh Nabi Adam berkurang menjadi enam puluh hasta (30 meter). Nabi Adam sedih karena ia merindukan suara-suara dan pujian dari para malaikat, ia mengeluhkan tentang hal itu kepada Allah, dan Allah berfirman, "Adam, Aku telah mengasingkan sebuah rumah bagimu untuk berthawaf, seperti mereka yang berthawaf di Arasy-Ku, dan untuk shalat seperti mereka yang shalat di Arasy-Ku." Nabi Adam pun pergi dan langkahnya diperpanjang, dan selang waktu antara dua langkah menjadi gurun. Gurun ini terus ada. Nabi Adam tiba di Rumah itu, dan ia dan para nabi yang datang setelahnya, juga mengelilinginya.

Sang pemikir berkata, "Wahai anak muda, kehidupan ini, dimana anak-anak Adam tinggal, punya kekayaan dan kelezatan yang tampak jelas, seperti pakaian, makanan, minuman, dll. Seluruh aspek ini memberikan bekal dan nafkah yang diperlukan guna perjalanan seseorang kembali ke Allah. Manusia membutuhkan bekal ini, tetapi, hanya dalam batas yang pantas dan dengan cara yang halal; yang seperti itulah orang-orang mukmin terpuji mengambil semua ini dengan cara yang baik dan benar. Mereka yang mengambil lebih dari apa yang diperlukan, dengan keserakahan, akan mendapat teguran. Sesungguhnya, walau dengan keserakahan dapat menumpuk kekayaan, pada gilirannya, apa yang bermanfaat itu akan berubah menjadi suatu petaka yang pada hakekatnya membuat seseorang sibuk hanya mencari keuntungan dan manfaat saja. Perlu kita tegaskan bahwa seseorang diperintahkan mengambil sesuatu dari kehidupan dunia, hanya yang diperlukan guna keberlangsungan hidupnya; yang diperlukan bagi tubuh dan sarana penghidupannya untuk menopang hidupnya. Jalan yang wajar adalah cara teraman, mengumpulkan bekal yang diperlukan seseorang untuk melanjutkan perjalanan melalui kehidupan ini. Jika apa yang diambil dari kehidupan ini adalah bagian dari apa yang ia inginkan dengan cara dan dari sumber yang halal, lalu memberikan qalbu apa yang diinginkannya, dalam hal ini membantu memenuhi kebutuhan hidupnya dan menebus haknya.

Bolehlah mengumpulkan kekayaan dari sumber yang bersih dan halal, serta membelanjakannya dengan cara yang baik dan tak berlebih-lebihan; inilah suatu ibadah yang mendekatkan seorang Muslim dengan Allah. Jika seseorang mengumpulkan kekayaan dalam kehidupan ini dari sumber yang haram dan menghabiskannya dijalan yang tak benar, maka itulah bekal terburuk yang akan menyertainya ke neraka. Sesungguhnya, kehidupan dunia ini singkat, Rasulullah (ﷺ) bersabda, "Apa yang harus kulakukan dengan hidup ini? Perumpamaan diriku dengan kehidupan ini, ibarat seorang penunggang kuda yang beristirahat di bawah naungan sebuah pohon, dan kemudian pergi." Dalam Surah Ghafir [40]: 39, kehidupan ini digambarkan sebagai, "...Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal." Mereka yang menyukai kehidupan ini, dengan kenikmatannya yang hanya sebentar, dan bekerja keras untuk mengumpulkan harta, akan merasa terlalu sibuk bila akan beribadah dan menaati Allah untuk mengemban tugas dan kewajiban mereka secara sempurna dan tepat waktu. Wallahu a'lam."

Sang musafir muda berkata, "Ketika engkau mengisahkan tentang Kaum Tsamud, engkau menyebutkan tentang Kaum 'Ad. Mohon, sampaikan padaku tentang mereka!" Sebelum sang Pematri menjawab, tiba-tiba, seorang lelaki berkata, "Aku tahu kisahnya! Jika kalian mau, aku bisa menyampaikannya." Sang musafir dan Pematri berbalik, ternyata, sang Penjahit telah terjaga.
[Bagian 2]