Selasa, 22 Mei 2018

Maka Meledaklah Bendungan itu

Kemudian sang darji berkata, "Wahai anak muda, Allah telah menciptakan manusia itu, lemah, dan manusia perlu bekerjasama secara berkelanjutan dengan orang lain sepanjang hidupnya. Umat Islam saling membutuhkan, baik itu dalam urusan duniawi, maupun agama, maka saling bekerjasama di antara umat Islam adalah sesuatu yang penting, yang telah diperintahkan Allah, dan Dia telah menjadikan saling bekerjasama sebagai basis bagi kesejahteraan agama dan duniawi. Jika umat Islam telah mencapai tingkat saling bekerja sama, mereka digambarkan sebagai struktur yang kuat dan terintegrasi, dan sebagai sebuah tubuh. Semua ini menegaskan bahwa saling bekerjasama dan saling mendukung di antara mereka adalah sesuatu yang penting. Saling bekerjasama dan saling mendukung itu, diterapkan ke dalam berbagai aspek kehidupan umat Islam.
Kita telah mengetahui dengan baik bahwa interaksi manusia tak dapat menjadi kuat, dan kepentingan mereka tak dapat dicapai, serta mereka tak dapat dipersatukan dan musuh-musuh mereka tak dapat merasa kagum terhadap mereka, kecuali dengan cara persaudaraan Islam, perwujudan dari saling bekerjasama dalam kebajikan dan keshalihan, dan saling mendukung, cinta, tulus, dan saling menyokong untuk mengikuti kebenaran dan kesabaran, serta istiqamah. Tak diragukan lagi, inilah salah satu tugas dan kewajiban umat Islam yang paling penting.
Persaudaraan seiman di antara umat Islam, baik itu individu, komunitas, pemerintah maupun masyarakat, adalah salah satu tema yang sangat penting, dan juga, salah satun tugas yang penting untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat, kesehatan urusan agama, kesegaran interaksi mereka, dan menyatukan mereka melawan musuh bersama. Persaudaraan Islam berarti saling membantu, bahu-membahu, mendukung dan saling menasihati, dan frasa lain yang semacamnya. Termasuk juga amar ma'ruf dan nahiy mungkar, berdakwah ke jalan Allah, dan membimbing manusia menuju sesuatu yang mengarah pada kebahagiaan dan keselamatan mereka, di dunia ini dan di akhirat kelak. Juga termasuk mengajarkan orang-orang yang belum tahu, membantu orang miskin, menolong orang yang terzhalimi, menghentikan orang yang menindas orang lain, menegakkan hukum Allah, menjaga keamanan, menghentikan penjahat dan pembuat kenakalan, memelihara jalan, menyediakan sarana transportasi melalui darat, laut dan udara, dan menyediakan sarana komunikasi baik yang berbasis darat maupun nirkabel, sehingga kepentingan duniawi dan agama mereka yang sama, dapat dicapai, dan untuk memfasilitasi kerjasama antara sesama Muslim dalam segala hal, yang dapat melindungi kebenaran, menegakkan keadilan, menyebarkan perdamaian dan keamanan di seluruh wilayah. Saling mendukung juga termasuk pengharmonisan di antara sesama umat Islam, menyelesaikan konflik bersenjata di antara mereka, dan melawan pihak yang melanggar, hingga sesuai dengan perintah Allah.


Tiliklah selalu ke dalam Kitabullah, dan Sunnah Nabi kita (ﷺ), dan renungkanlah keduanya secara menyeluruh, karena sesungguhnya, yang terkandung dalam keduanya, adalah kebajikan yang berlimpah. Ketahuilah, bahwa persyaratan yang sangat penting, dan kewajiban yang paling wajib, adalah Tauhid. Maka jadikanlah Tauhid itu pusat perhatianmu, jadi, belajarlah dengan Ilmu, dan perbuatan atau amal, kemudian serukanlah, karena, memang itulah pusat perhatian Dakwah dari manusia terbaik yang kita teladani, Nabi kita tercinta (ﷺ).
Dan ambillah selalu pesan moral dari Al-Quran dan Sunnah. Tak ada kalimat terbaik melainkan kalimat Allah, dan tak ada tuntunan terbaik melainkan Sunnah Rasulullah (ﷺ). Ingatlah selalu, seburuk-buruk manusia yang menipu Allah, adalah manusia yang dijadikan kera, seperti Ashabus-Sabat. Seburuk-buruk kaum yang mencari pembenaran demi hasrat syahwatnya, akan dihancurkan Allah, seperti kaum Nabi Luth. Dan seburuk-buruk peradaban penduduk yang mendustakan nikmat Allah, akan terusir dari negerinya, seperti kaum Saba'."

Sang musafir muda berkata, "Sampaikan padaku tentang kisah kaum Saba'!" Sang darji berkata, "Wahai anak muda, sejarah mengajarkan kita bahwa bangsa yang hidup bahagia dan sejahtera tanpa khawatir menghabiskan hidup mereka dalam kemewahan, dan kemudian menjadi kufur kepada Allah, maka mereka akan masuk ke dalam lubang kehancuran, bukan hanya masalah kebetulan atau nasib sial, namun sebagai akibat dari pembalasan yang setimpal. Latar belakang kebangkitan dan kejatuhan bangsa-bangsa tak bergantung oleh kesempatan atau dengan cara serampangan belaka, namun sesuatu yang tunduk pada prinsip-prinsip Ilahi. Terkadang, penyebab suatu bangsa, bangkit atau jatuhnya, tampak begitu jelas, bahkan setiap orang yang tak berpengalamanpun, dapat mengenalinya dengan mudah, dan kadang-kadang, penyebab ini tak dapat diterima secara umum, melainkan didasarkan pada ketaatan atau ketidakpatuhan terhadap Sunnatullah.
Saba' adalah salah satu suku bangsa Qahtani yang terkenal. Para genealogis, mengatakan bahwa Saba' Abd Syams bin Yasyjub bin Ya'rub bin Qahtaan, adalah orang Arab pertama Saba' dan itulah mengapa mereka disebut kaum Saba'. Ia adalah orang pertama yang menjadi raja dan juga disebut al-Ra'ish ("sang filantropis"), karena ia bersedekah dari kekayaannya sendiri. Dikatakan bahwa istana kerajaan di Ghamadan adalah karya rekayasa terbesar. Istana ini terdiri dari dua puluh lantai dan lantai atas terbuat dari gelas kristal yang mahal. Ada bangunan besar lain yang unik. Dan sepanjang keberadaan kerajaan Saba, ada tambang emas yang menghasilkan emas. Terlebih lagi, daerah Hadramaut dan Yaman juga terkenal karena menghasilkan parfum dan mutiara Oman dan Bahrain, yang dianggap tiada duanya di dunia. Wilayah pesisir negeri Yaman adalah pasar untuk seluruh wilayah, dan perdagangan dilakukan dengan Suriah, Mesir, Eropa, India dan Cina.

Kaum Saba' membangun lebih dari seratus bendungan, yang bertujuan menampung dan menahan air untuk mengairi lahan dan kebun mereka, serta menjaga kesuburan tanah di seluruh negeri Yaman. Dengan cara ini, seluruh negeri menjadi subur, hijau dan makmur. Dari semua bendungan ini, bendungan terbesar adalah bendungan Ma'arib yang dibangun di ibukota Ma'aarib. Para pendiri Saba' sungguh mengenal seni rekayasa dan konstruksi. Menuju Selatan Ma'aarib, di sisi kiri kanan, ada dua gunung yang dikenal sebagai Gunung Ablaq. Di antara dua gunung ini, ada lembah yang sangat panjang dan lebar, yang dikenal sebagai Waadi Itzniyah. Ketika hujan turun di daerah ini, atau ketika air mengalir keluar dari sumber air, lembah ini menjadi seperti sungai. Kaum Saba memperhatikannya, dan sekitar tahun 800 SM. mereka membangun tembok di seberang lembah dan membangun sebuah bendungan. Untuk waktu yang cukup lama, mereka tetap sibuk membangun tembok bendungan ini.
Bendungan itu sendiri berukuran dua mil persegi. Panjangnya 150 kaki dan lebar 50 kaki, yang mana bagian utamanya, pada waktu itu telah rusak dan hancur. Sepertiga darinya masih tetap ada sampai hari ini. Tanah yang diairi seluas 300 mil persegi untuk menyirami kebun kurma, kebun buah-buahan dan sayuran, lahan bunga-bunga yang harum, serta pohon dan taman yang harum. Maka, subur dan sedaplah semua ini, karena dunia di sekitarnya menjadi kebun surga.

Karena Yaman adalah negeri yang penuh dengan aroma wangi, buah-buahan dan bunga-bunga, dan karena diberi kekayaan besar dalam sumber daya mineral emas, perak dan mineral lainnya, mereka memiliki kekayaan dan perdagangan yang berlimpah-ruah. Semua ini membuat kaum Saba' cukup makmur dan hidup dalam kenyamanan dan kemudahan, serta kebahagiaan yang berkelanjutan, seraya mereka terus menikmati karunia dan nikmat Allah. Selain itu, lingkungan mereka seperti taman surga, iklim yang sangat moderat, penduduknya aman tanpa adanya nyamuk, lalat dan kutu yang dapat membahayakan mereka.
Untuk beberapa waktu, kaum Saba' masih mensyukuri karunia ini sebagai nikmat Allah, mereka sangat menghargainya. Mereka terus menjalankan perintah Allah. Namun, seiring berlalunya waktu, dengan kedudukan dan kemakmuran mereka yang meruah, serta kemewahan dan kenyamanan, mulailah terbentuk di dalam diri mereka, karakteristik buruk seperti keangkuhan dan kecongkakan. Pergantian yang buruk ini merosot sampai mereka menyingkirkan agama yang benar dan berpaling ke arah kekufuran dan kemusyrikan. Kaum Saba', mula-mula Muslim, namun perlahan dan bertahap mereka mulai memeluk kekufuran. Di jajaran mereka yang lebih tinggi, kaum Saba' adalah penyembah matahari. Pada tingkat yang lebih rendah, mereka menjadi penyembah berhala yang merupakan agama nasional.
Allah tak segera menghukum mereka, namun memberi mereka waktu selagi utusan Allah berusaha memanggil mereka kembali ke jalan kebenaran. Selama waktu itu, Allah telah mengutus 13 Nabi kepada mereka. Para nabi berusaha menyadarkan mereka bahwa nikmat Allah tak dimaksudkan menjadikan mereka mabuk kepayang dengan kesenangan dan meninggalkan perilaku dan akhlaq mulia, bukan pula untuk mengingkari Allah. Jika itu yang mereka lakukan, maka itulah jalan yang mereka pilih bagi diri mereka sendiri. Pada akhirnya, sejarah berulang dengan sendirinya, dan mereka menghadapi hasil yang sama, yang dialami oleh kaum sebelumnya.
Allah menjatuhkan atas mereka dua bentuk hukuman, yang mengakibatkan surga-dunia mereka seperti taman dan kebun, luluh-lantak, dan di tempat yang bergurun-pasir itu, mulailah tumbuh pohon onak dan semak-belukar, seakan menjadi saksi bahwa inilah hasil akhir dari mereka yang memberontak melawan Allah dengan ketidaktaatan.

Infrastruktur yang hebat dan dahsyat, yang telah mereka bangun, yang mengairi area seluas 300 mil persegi dan sangat mereka banggakan karena mengubah seluruh lingkungan menjadi padang rumput dan ladang yang subur nan indah, dan membuat negeri Yaman menjadi taman-mawar yang nyata, atas perintah Allah, pecah terbuka dan airnya seketika membanjiri seluruh lembah dan menyebar ke taman-taman dan menenggelamkan segala sesuatu yang di terpanya, serta menghancurkan segalanya. Dan ketika air mengering, taman-taman di daerah antara dua gunung, berubah menjadi daerah buluh dan semak duri serta pohon-pohon gurun, yang buahnya terasa getir.
Saat hukuman ini menimpa penduduk Saba dan Ma'aarib, seluruh daya dan kekuatan mereka, tak mampu menghentikan kehancuran. Pengetahuan mereka tentang teknik dan seni konstruksi bendungan, tiada guna. Bagi mereka, tak ada jalan keluar lain selain meninggalkan negeri yang mereka cintai, kemudian menyebar ke daerah lain.

Setelah runtuhnya waduk di Ma'aarib, penduduk kota itu menyebar ke berbagai daerah. Namun, ini bukanlah akhir dari hukuman mereka. Hal ini disebabkan oleh, tak hanya angkuh dalam menunjukkan rasa-syukur atas nikmat Allah dan memilih kekufuran dan kemusyrikan, mereka juga sering melakukan perjalanan dari Yaman ke Suriah, sepanjang rute yang lancar dengan tempat beristirahat yang begitu nyaman. Hampir tak pernah merasakan rintangan dalam perjalanan. Selama perjalanan itu, mereka telah terbiasa dengan air dingin yang selalu tersedia, yang beraroma harum, serta buah-buahan manis yang telah disiapkan.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, "Dan Kami jadikan antara mereka (penduduk Saba’) dan negeri-negeri yang Kami berkahi (Syam), beberapa negeri yang berdekatan dan Kami tetapkan antara negeri-negeri itu (jarak-jarak) perjalanan. 'Berjalanlah kamu di negeri-negeri itu pada malam dan siang hari dengan aman'. Maka mereka berkata, 'Ya Tuhan kami, jauhkanlah jarak perjalanan kami,' dan (berarti mereka) menzhalimi diri mereka sendiri; maka Kami jadikan mereka bahan pembicaraan dan Kami hancurkan mereka sehancur-hancurnya. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi setiap orang yang sabar dan bersyukur."
Mereka tak mensyukuri semua kenikmatan ini. Kaum yang malang namun kufur nikmat ini, mencapai keadaan sedemikian rupa sehingga dalam keinginan dan cita-cita mereka, sebenarnya hanyalah mengundang ke atas diri mereka sendiri, murka dan azab Allah, seraya tak sungguh-sungguh menyadari hasil dari perilaku mereka.

Dalam keadaan tak tahu berterima kasih ini, Allah menurunkan lagi azab lain di sepanjang rute dari Yaman ke Suriah, semuanya menjadi lengang, seluruh kota dan desa yang saling berdekatan, sepanjang tempat kafilah berhenti dan pos perdagangan, yang digunakan untuk melayani para pelancong dalam perjalanan mereka, dan untuk menyediakan kenikmatan dalam mengatasi aral perjalanan mereka, semua tempat ini, menjadi sama sekali tak berpenghuni. Seluruh wilayah itu tertutup debu dan kosong-melompong.

Banjir 'Iram tidaklah menimpa seluruh Yaman, namun hanya secara langsung mempengaruhi ibukota Ma'aarib dan sekitarnya. Akan tetapi, kehancurannya, menyebar sejauh bermil-mil. Hanya kaum inilah yang secara langsung terkena dampak banjir, yang terpaksa meninggalkan kampung halaman mereka dan menetap di tempat lain. Namun ketika azab kedua datang, seluruh negeri Yaman terpengaruh, dan suku-suku Saba' lainnya, juga dipaksa berpencar. Inilah yang menyebabkan berakhirnya pemerintahan kaum Saba'.
Kaum Saba', menerima Dien Allah ini, sekitar tahun 950 SM. Selama berabad-abad mereka melekatkan diri pada Dien Allah, tetapi, seperti bangsa-bangsa lain sebelumnya, mereka juga berpaling dari ketaatan. Kemudian utusan-utusan Allah datang ke arah mereka atau mengirim wakil mereka untuk menyeru mereka ke jalan yang sesuai tuntunan. Namun seperti bangsa-bangsa lain, mereka juga memunggungi nikmat Allah. Itulah sebabnya, mengapa satu abad sebelum kedatangan Nabi Isa, alaihissalam, banjir 'Iram mendatangi mereka dan menghancurkan seluruh generasi Saba'.
Maimun bin Qais, menuturkan bait-bait puisi,

"Didalamnya, ada pesan moral bagi para pencari moral,
Ma'rib telah tersapu oleh semburan al-'Arim,
Marmer, dibangun untuknya oleh Himyar,
Yang tak bergeming saat gelombang mengamuk datang
Airnya mengairi lahan dan kebun
Jauh nan luas, karena telah tersuratkan
Kemudian mereka tersebar
Dan tak bisa berikan minum bayi, yang baru saja disapih."
Kemudian sang darji berkata, "Wahai anak muda, dosa-dosa akan mempengaruhi keselamatan sebuah negeri; akan mempengaruhi kenyamanan; kemakmuran, perekonomiannya; dan juga mempengaruhi qalbu rakyatnya. Dosa-dosa menyebabkan keterasingan diantara sesama manusia. Dosa-dosa menyebabkan seorang Muslim menganggap sesama saudara Muslimnya, seolah-olah ia berada dalam agama yang terpisah dari Islam. Tetapi jika kita berusaha memperbaiki diri kita, keluarga kita, tetangga kita dan orang-orang di sekitar kita, dan setiap yang dapat kita perbaiki, jika kita saling mendorong dalam kebaikan dan menghalangi kemungkaran, jika kita membantu mereka yang melakukan ini dengan hikmah dan peringatan yang bijak, maka akan menghasilkan persatuan dan keharmonisan.
Aku mengajak diriku dan dirimu, wahai anak muda, serta saudara-saudariku, marilah bersama-sama berkumpul di bawah naungan Dien Allah; saling mendukung dalam menegakkan Syari'ah Allah; saling menasehati dengan tulus, dengan hikmah dan nasihat bijak, berdebat dengan orang-orang yang memang perlu kita berdebat, dengan cara yang sehat dan dengan memuaskan mereka dengan bukti-bukti tekstual dan bukti-bukti intelektual, dan tak meninggalkan orang-orang yang belum mengetahui, karena sesungguhnya, mereka punya hak atas kita bahwa kita hendaknya menjelaskan kebenaran kepada mereka. Kita mendorong mereka agar mengikuti kebenaran itu, dan kita menjelaskan apa yang keliru pada mereka, serta memperingatkan mereka agar tak melakukannya. Wallahu a'lam."
"Demikianlah Kami memberi balasan kepada mereka karena kekafiran mereka. Dan Kami tidak menjatuhkan azab (yang demikian itu), melainkan hanya kepada orang-orang yang tak bersyukur." - [QS.34:17]
Referensi :
- Ibn Katheer, Stories of the Quran, Dar Al-Manarah
- Syaikh Safiurrahman Al-Mubarakpuri, Tafsir Ibn Kathir (Abridged) Volume VII, Darussalam
- Maulana Hifzur Rahman Soeharwy, Qasasul Ambiyaa, Idara Impex
- Shaykh Muhammad ibn Saalih al-’Uthaymeen, The Ill-Effects of Sins, Al-Hidaayah