Nabi Luth, alaihissalam, punya dua anak perempuan, yang tertua bernama Raitsa dan yang lebih muda bernama Zaghrata. Mereka berkata kepadanya, "Wahai anak gadis!Adakah tempat singgah di dekat sini?" Ia berkata, "Ada, namun tetaplah di tempatmu berada, dan janganlah masuk ke kota sampai aku kembali lagi padamu." Ia takut akan apa yang mungkin dilakukan kaumnya terhadap mereka, maka ia menemui ayahnya dan berkata, "Wahai ayahku! Ada beberapa pemuda ingin berjumpa denganmu di gerbang kota. Aku belum pernah melihat wajah setampan mereka. Jangan biarkan kaummu mengganggu dan mempermalukan mereka." Kaum Nabi Luth, telah melarangnya menerima tamu, siapapun, mereka berkata, "Serahkan saja kepada kami. Kamilah yang akan melayani tetamu lelaki." Maka, Nabi Luth pun membawa mereka ke rumahnya secara diam-diam, dan tak seorangpun kecuali keluarganya yang tahu mereka ada di sana. Akan tetapi, istri Nabi Luth keluar, mengabarkan kepada kaumnya, ia berkata, "Di rumah Luth ada beberapa pemuda yang belum pernah kulihat sebelumnya, dan aku juga belum pernah melihat wajah-wajah setampan itu, berkulit paling indah dan beraroma harum." Maka kaumnya bergegas datang ke rumah Nabi Luth.
Nabi Luth membanting pintu. Mereka berusaha membujuknya agar membiarkan mereka masuk, Nabi Luth berkata, "Wahai kaumku! Takutlah kepada Allah dan jangan mempermalukan tamuku. Tak adakah orang yang benar di antara kalian? Ini anak-anakku. Mereka lebih suci bagimu". Apa yang dimaksud Nabi Luth, bahwa itu lebih bermoral daripada apa yang mereka inginkan. Selain itu, posisi seorang Nabi bagi umatnya, ibarat seorang ayah bagi anak-anaknya. Allah berfirman dalam Al-Qur'an Surat Al-Ahzab [33}, ayat 6, "Nabi itu lebih utama bagi orang-orang mukmin dibandingkan diri mereka sendiri dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka. Orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris-mewarisi) di dalam Kitab Allah daripada orang-orang mukmin dan orang-orang Muhajirin, kecuali kalau kamu hendak berbuat baik kepada saudara-saudaramu (seagama). Demikianlah telah tertulis dalam Kitab (Allah)."
Mereka berkata, "Tidakkah kami telah melarangmu menerima tetamu lelaki? Engkau tahu dengan baik bahwa kami tak berhasrat terhadap putrimu, dan engkau tentu tahu apa yang kami inginkan." Ketika kaumnya tak menerima apapun yang ia tawarkan, ia berkata, "Seandainya aku mempunyai kekuatan untuk menolakmu atau kalau aku dapat berlindung kepada keluarga yang kuat, tentu aku lakukan.” la sangat berharap sekiranya memiliki kekuatan atau pembela atau anggota keluarga yang menolongnya atas perbuatan kaumnya, niscaya ia akan menimpakan azab yang sesuai dengan apa yang mereka ucapkan. Malaikat Jibril memohon agar dapat menghukum mereka dan Allah mengabulkannya. Jibril membuka sayapnya dan mencungkil mata mereka. Mereka saling menginjak-injak, buta, berkata, "Tolong! Tolong! Di rumah Luth ada tukang sihir yang paling hebat sedunia!"Dan mereka menghabiskan malam terburuk yang pernah mereka habiskan.
Para malaikat berkata kepada Nabi Luth, "Kami adalah utusan Rabb-mu; mereka takkan bisa menyentuhmu. Pergilah bersama keluargamu di malam hari, dan berjalanlah di belakang untuk memastikan bahwa tak ada di antaramu yang berbalik." Nabi Luth berkata, "Hancurkan mereka segera!" Namun mereka berkata, "Kami hanya diperintahkan melakukannya pada pagi hari. Bukankah pagi hari telah mendekat?"
Saat kaum Nabi Luth bangun di pagi hari, malaikat Jibril menurunkan sayapnya sedalam lapis ketujuh bumi, mencabut kota itu, kemudian ia menyisipkan ke bagian bawah sayapnya dan membawanya ke atas, kemudian ia mengangkatnya lebih tinggi lagi sampai ke langit terendah. sehingga penduduk langit mendengar lolongan anjing dan suara kokok ayam jantan mereka. Kemudian, malaikat Jibril membaliknya dan membunuh mereka. Dan bagi kaum yang tak mati saat negeri itu dihempaskan, Allah menghujani batu-batu yang menimpa mereka saat tiba di atas bumi, dan juga atas penduduk kota yang masih menyebar di bumi. Kemudian azab menyusul mereka ke kota sekitarnya. Jika ada kaum Luth yang sedang asyik bercengkerama, bukan tak mungkin tertimpa sebuah batu dan membunuhnya. Allah Subhanahu wa Ta'ala menyebut kota yang dijungkirbalikkan itu Al-Mu'tafikah, dan Allah menghancurkannya bersama Mu'tafikah sekitarnya, ada lima kota, Sab'ah, Sarah, 'Amarah, Duma, dan Sodom, yang terakhir merupakan kota terbesar. Dan Allah menyelamatkan Nabi Luth dan kerabat yang bersamanya, kecuali istrinya yang dibinasakan bersama yang lain. Ia mendengar suara gemuruh dan berbalik, lalu berkata, "Duhai kaumku!" dan sebuah batu pun menghunjamnya ketika ia terpisah dari keluarganya.
Buku untuk kaum Luth telah ditutup. Kota dan nama mereka telah dihapus dari muka bumi. Hilanglah nama mereka dari ingatan, namun tidak dengan perbuatan mereka. Kaum Nabi Luth telah membenarkan apa yang salah dan menyalahkan apa yang seharusnya benar. Satu buku telah ditutup diantara buku-buku kerusakan. Nabi Luth, alaihissalam, melanjutkan perjalanan menemui Nabi Ibrahim, alaihissalam. Ia mengunjunginya, dan ketika ia mengisahkan tentang kaumnya, ia terkejut karena Nabi Ibrahim telah mengetahuinya. Lalu, Nabi Luth terus berdakwah, seperti yang dilakukan Nabi Ibrahim, orang sabar yang selalu memohon ampunan-Nya, dan keduanya tetap istiqamah dalam misi mereka."
Sang musafir bertanya, "Adakah hukuman bagi pelaku homoseksual yang keji itu?" Sang prajurit berkata, "Wahai anak muda, kejahatan homoseksual adalah salah satu kejahatan terbesar, dosa terburuk dan perbuatan yang paling keji, dan Allah menghukum mereka yang melakukannya dengan cara yang tak sama dengan menghukum kaum lain. Inilah pelanggaran fitrah, amat-sangat sesat, pelemahan intelektual dan kurangnya komitmen agama, dan juga tanda kiamat serta perampasan kasih-sayang Allah. Kita memohon semoga Allah selalu melindungi kita.[Bagian 1]
Ibnu 'Abbas, radhiyallahu 'anhu, berkata, "Rasulullah (ﷺ) bersabda, "Barangsiapa yang menemukan orang yang melakukan perbuatan kaum Luth, maka bunuhlah orang yang melakukannya dan orang yang kepadanya itu dilakukan.” Hadits ini dicatat oleh at-Tirmidzi, Abu Dawud dan Ibnu Majah, hadits shahih.
Para ulama berbeda pandangan tentang lebih-beratkah hukumannya dibanding zinah, atau lebih-beratkah zinah, atau samakah hukumannya. Ada tiga sudut pandang, pertama, Abu Bakar as-Siddiq, 'Ali bin Abi Thalib, Khalid bin al-Walid,' Abdullah bin az-Zubair, 'Abdullah bin 'Abbas, Imam Malik, Ishaq bin Rahawaih, Imam Ahmad menurut salah satu riwayatnya, dan Imam As-Syafi'i dari salah satu pendapatnya, memandang bahwa hukuman bagi pelaku homoseksual harus lebih berat daripada hukuman zina, dan hukumannya adalah eksekusi mati, baik orang itu sudah menikah atau belum. Kedua, Imam As-Syafi'i, menurut pandangan yang dikenal dalam madzhabnya, dan Imam Ahmad menurut laporan lain yang diriwayatkan, memandang bahwa hukuman bagi pelaku homoseksual seyogyanya sama dengan hukuman bagi pezinah. Ketiga, Imam Abu Hanifah berpandangan bahwa hukuman bagi pelaku homoseksual lebih ringan daripada hukuman bagi pezinah, dan hukuman itu harus ditentukan oleh hakim.
Mayoritas umat, mendukung pandangan pertama, dan lebih dari satu ulama meriwayatkan bahwa ada kesepakatan di antara para Sahabat, radhiyallahu 'anhum, mengenai hal ini, yang mengatakan bahwa tiada dosa yang membawa pengaruh selain perilaku homoseksual, dan ini di urutan kedua setelah akibat buruk dari kekufuran, dan bahkan sangat mungkin, pengaruhnya lebih buruk daripada pembunuhan."
Sang prajurit lalu berkata, "Wahai anak muda, tentulah, saat qalbu tak mau merenungkan Jannah dan Jahannam, berharap pada yang pertama dan melarikan diri dari yang terakhir, qalbu takluk pada kelemahan, tekadnya memudar dan semangatnya melembam. Setiap kali qalbu termotivasi kuat dalam mengejar Jannah dan dalam mengerjakan amalannya, tekad seseorang menjadi lebih kuat, kegembiraannya semakin kuat dan dedikasinya semakin besar. Ketahuilah bahwa keterlibatan yang berlebihan dalam urusan keduniawian ini, mudah, namun memisahkan diri darinya, teramatlah sulit. Segera setelah itu, kematian akan mendekat dan mengakhiri segala jenis kesenangan dan kegembiraan. Seberat-beratnya kematian, lebih ringan daripada keseraman yang menyertainya.
Kehidupan dunia ini singkat, dan yang paling kaya didalamnya, masih merasa miskin. Kematian akan menyerangmu dan membawa aroma angin keterasingan, bahkan sebelum engkau meninggalkan dunia ini, dan mengabarkan bahwa keturunanmu akan segera menjadi yatim-piatu. Karena itu, bangunlah dari tidur ketidakpedulian dan kelalaianmu, dan hilangkanlah kecintaan duniawi dari benakmu. Tentunya, ketika seorang hamba menutup matanya dan lenyap, ia akan berharap bahwa ia diberi waktu, namun asanya itu akan ditolak.
Setiap saat, kehidupan ini akan berakhir dan akhirat akan dimulai, dan apa yang tampak jauh akan tiba-tiba jadi dekat. Apa yang dulu engkau lihat sebagai masa lalu, akan menjadi dirimu di mata orang-orang yang tetap hidup setelahmu. Engkau mungkin mati tiba-tiba atau setelah mengalami sakit. Engkau kemudian akan dibawa ke liang-lahatmu; inilah pengingat dan jenis kematian yang menyerangmu. Namun, engkau tetap dalam tidurmu dan bersukacita dalam kelalaianmu.
Wahai anak muda, sadarilah bahwa anak panah kematian telah diarahkan kepadamu, maka waspadalah. Namun, di sini engkau sedang memasang cangkul yang panjang dihadapanmu, maka waspadalah juga. Godaan dan ujian kehidupan mengelilingimu dari segala arah, maka buatlah penghalang antara dirimu dengannya. Jangan tertipu oleh nikmatnya dunia, karena pasti akan sirna, keberadaannya akan habis saat kepergian, dan benang ikatannya akan ditarik mundur dan menjadi pendek. Oleh karena itu, mereka yang mempertimbangkan akan kritisnya konsekuensi dari kehidupan ini, akan sungguh-sungguh memperhatikan dan mempersiapkan diri mereka. Tentunya, mereka yang mewaspadai waktu perjalanan mereka, akan mempersiapkan bekal perjalanan yang memadai. Wallahu a'lam."
"Dan sungguh, telah Kami mudahkan Al-Qur'an untuk peringatan, maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran?" - [QS.54:40]
Referensi :
- Ibn Kathir, Stories of the Prophet, Darussalam
- The History of Al-Tabari Volume II : Prophets and Patriarchs, translated and annotated by William M. Brinner, SUNY Press
- Abdul Malik bin Muhammad, Life is a Fading Shadows, Darussalam
- Syaikh Safiurrahman Al-Mubarakpuri, Tafsir Ibn Kathir (Abridged) Volume VII, Darussalam
- Maulana Hifzur Rahman Soeharwy, Qasasul Ambiyaa, Idara Impex
- Shaykh Muhammad ibn Saalih al-’Uthaymeen, The Ill-Effects of Sins, Al-Hidaayah