Jumat, 29 Juni 2018

Maka Lisanpun Dibungkam

Almond melanjutkan, "Nabi Musa dan Harun pulang, dan Firaun kembali ke istananya. Ia masuk ke istananya. Ia benar-benar terbius ketika melihat mukjizat-mukjizat itu. Ketika Nabi Musa hilang dari pandangannya, emosinya berubah dari rasa kagum dan takut menjadi geram. Ia sempat bergaduh dengan para menteri dan pengawalnya, mencaci maki mereka tanpa alasan yang jelas, dan memerintahkan mereka pergi. Selagi sendirian, ia berusaha berpikir lebih tenang. Ia meminum beberapa cangkir anggur, namun amarahnya tak reda.
Kemudian, ia memanggil seluruh nayaka, hulubalang, dan para pembesar lainnya, menghadap dalam sebuah rapat yang serius. Firaun memasuki pertemuan dengan wajah yang kaku. Tampak jelas bahwa ia takkan pernah menyerah dengan mudah. Ia telah mendirikan sebuah kerajaan dengan dasar bahwa dirinya sebagai yang disembah oleh orang Qibthiy. Sekarang, Nabi Musa datang untuk menghancurkan apa yang telah dibangunnya. Nabi Musa mengatakan bahwa tiada tuhan yang ada selain Allah. Ini berarti bahwa Firaun seorang pembohong. Firaun membuka rapat dengan tiba-tiba melemparkan pertanyaan kepada Haman, "Pembohongkah aku ini, wahai Haman?" Haman jatuh berlutut dengan takjub dan bertanya, "Siapa yang berani menuduh Firaun berbohong?" Firaun berkata, "Bukankah Musa telah mengatakan bahwa ada Tuhan di langit?" Haman menjawab, "Musa berbohong." Seraya memutar wajahnya ke sisi lain, Firaun menegaskan dengan tidak sabar, "Aku tahu, ia pembohong." Kemudian ia melihat ke arah Haman seraya berteriak, “Wahai Haman! Buatkanlah untukku sebuah bangunan yang tinggi agar aku sampai ke pintu-pintu langit, agar aku dapat melihat Tuhannya Musa, tetapi aku tetap memandangnya seorang pendusta.” Dan demikianlah dijadikan terasa indah bagi Fir‘aun perbuatan buruknya itu, dan ia tertutup dari jalan yang benar; dan tipu daya Fir‘aun itu, tak lain hanyalah membawa kerugian.

Firaun mengeluarkan titahnya agar mendirikan menara yang tinggi, yang tingginya mencapai langit. Perintah Firaun itu, bergantung secara fundamental pada peradaban Mesir dan kesukaannya membangun apa yang diinginkan. Namun, ia mengabaikan aturan teknis. Terlepas dari ini, Haman, dengan wajah kemunafikan, menyatakan setuju, ia tahu bahwa takkan mungkin mendirikan menara semacam itu. Ia mengatakan bahwa akan segera mengeluarkan perintah untuk membangunnya. "Namun, baginda, perkenankan aku, untuk kali ini saja, membantah. Engkau takkan pernah menemukan siapapun di langit. Tidak ada tuhan selain dirimu." Firaun mendengarkan fakta yang mantap. Lalu ia menyatakan, “Wahai para pembesar kaumku! Aku tak mengetahui ada Tuhan bagimu selain aku. Maka bakarlah tanah liat untukku wahai Haman, kemudian buatkanlah bangunan yang tinggi untukku agar aku dapat naik melihat Tuhannya Musa, dan aku yakin bahwa ia termasuk pendusta.”
Dalam pertemuan itu, Firaun memanggil mereka yang bertanggung jawab atas para pasukan, laskar dan, apa yang kita sebut hari ini sebagai komandan intelijen. Ia juga memanggil para bendahara kerajaan, pangeran, dan para pendeta. Ia memanggil siapapun yang punya pengaruh kuat pada arah kejadian. Firaun bertanya kepada komandan intelijennya, "Apa pandangan masyarakat?" Ia berkata, "Bawahanku telah menyebarkan khabar di antara mereka, bahwa Musa memenangkan perlombaan itu untuk melakukan makar dan ada seorang penyihir besar telah bergabung dengannya dalam rencana ini. Rencana makar itu telah terungkap, dan kami yakin bahwa ada pihak yang tak dikenal, yang membiayainya." Firaun bertanya kepada pejabatnya, "Bagaimana dengan mayat para penyihir?" Ia berkata, "Bawahanku menggantung mereka di alun-alun dan pasar untuk menakut-nakuti masyarakat. Kami akan menyebar desas-desus bahwa Firaun akan membunuh siapapun yang ada hubungannya dengan rencana makar itu." Kemudian Firaun bertanya kepada komandan laskar, "Apa harapan para laskar?" Ia berkata, "Para laskar berharap bahwa perintah akan dikeluarkan untuk bergerak ke arah apapun yang diinginkan Firaun." Firaun berkata, "Peran para laskar belum tiba. Nanti akan ada peran untuk para laskar."

Firaun terdiam. Haman, sang patih kerajaan, beringsut dan mengangkat tangannya, minta berbicara. Firaun membolehkan, dan Haman bertanya, "Akankah kita membiarkan Musa dan kaumnya merusak penghuni bumi sehingga mereka tak mau menyembahmu lagi?" Firaun berkata, "Engkau pandai membaca pikiranku, wahai Haman. Kita akan membunuh anak-anak lelaki mereka, mencemari kaum wanitanya, dan menaklukkan mereka." Firaun segera mengeluarkan mandat, dan laskar-laskar Firaun seketika membunuh anak-anak lelaki, mencabuli kaum wanitanya, dan memenjarakan siapapun yang melawan tindakan-tindakan ini.
Nabi Musa berdiri, memperhatikan apa yang sedang terjadi. Ia tak mampu berbuat apa-apa, juga tak punya kekuatan menghalangi perlakuan seperti ini. Yang bisa ia lakukan, hanyalah menasihati kaumnya agar bersabar. Ia meminta mereka agar berdoa kepada Allah atas malapetaka ini. Ia menunjukkan teladan para penyihir yang bertahan karena Allah, tanpa mengeluh. Ia membantu mereka agar memahami bahwa laskar Firaun bertingkah di atas bumi ini seolah-olah merekalah pemiliknya. Teror Firaun menciutkan mental Bani Israil.

Tampaknya Firaun takkan percaya pada Risalah Nabi Musa, juga takkan menghentikan penyiksaan terhadap Bani Israil. Oleh karena itu, Nabi Musa dan Harun berdoa kepada Rabb-nya, “Wahai Rabb kami, Engkau telah memberikan kepada Fir‘aun dan para pemuka kaumnya perhiasan dan harta kekayaan dalam kehidupan dunia. Wahai Rabb kami, mereka menyesatkan manusia dari jalan-Mu. Wahai Rabb kami, binasakanlah harta mereka, dan kuncilah hati mereka, sehingga mereka tak beriman sampai mereka melihat azab yang pedih.” Allah berfirman, “Sungguh, telah diperkenankan permohonan kamu berdua, sebab itu tetaplah kamu berdua pada jalan yang lurus dan jangan sekali-kali kamu mengikuti jalan orang yang tak mengetahui.”
Allah berkehendak mengakhiri kejahatan Firaun setelah Dia memberi beberapa kesempatan. Allah memerintahkan Nabi Musa segera berangkat, “Pergilah pada malam hari dengan membawa hamba-hamba-Ku (Bani Israil), sebab pasti kamu akan dikejar.” Nabi Musa menyampaikan kepada Bani Israil tentang apa yang Allah perintahkan kepadanya, "Bawalah barang-barang, perhiasan, dan pakaian, dan akan kuberikan harta mereka sebagai barang rampasan untukmu bersama kehancuran mereka." Allah juga memerintahkan membawa jenazah Nabi Yusuf untuk di makamkan di Tanah Kanaan. Maka Nabi Musa bertanya tentang siapa saja yang mungkin tahu makam Nabi Yusuf, namun ia hanya menemukan seorang wanita Bani Israil tua yang berkata. "Wahai Nabi Allah! Aku tahu tempatnya. Jika engkau membawaku keluar bersamamu dan tak meninggalkanku di negeri Mesir, aku akan mengantarkanmu ke sana." Nabi Musa berkata, "Tentu saja, aku akan melakukannya." Nabi Musa telah berjanji kepada Bani Israil bahwa ia akan berangkat bersama mereka saat fajar menyingsing, tetapi ia berdoa kepada Rabb-nya agar menunda keberangkatannya sehingga ia dapat mempersiapkan jenazah Nabi Yusuf. Allah memperkenankan, dan wanita tua itu keluar bersama Nabi Musa sampai ia menunjukkan makam itu kepadanya, di bagian bawah Sungai Nil. Nabi Musa menarik peti marmernya keluar dan membawanya pergi.
Dalam kegelapan malam, Nabi Musa memimpin kaumnya menuju Laut Merah, dan di pagi hari mereka mencapai pantai. Pada saat itu, Firaun tersadar akan kepergian mereka, maka ia mengerahkan laskar-laskarnya agar dapat mengejar mereka. Firaun berkata, "Sesungguhnya mereka (Bani Israil) hanya sekelompok kecil, dan sesungguhnya mereka telah berbuat hal-hal yang menimbulkan amarah kita, dan sesungguhnya kita semua tanpa kecuali harus selalu waspada.” Firaun mengejar Nabi Musa dengan tujuh puluh ribu kuda hitam, selain dari yang abu-abu, yang langsung dibawah komandonya.
Nabi Musa meneruskan perjalanan hingga laut ada di hadapannya dan tak ada lagi jalan keluar. Firaun mengejar bersama pasukannya di belakang mereka. Maka ketika kedua golongan itu saling menatap, berkatalah pengikut-pengikut Nabi Musa, “Kita benar-benar akan tersusul.” Nabi Musa berkata, “Sekali-kali takkan tersusul; sesungguhnya Rabbku bersamaku, Dia akan memberi petunjuk kepadaku.” Kemudian Allah berfirman kepada Nabi Musa, "Pukullah laut itu dengan tongkatmu!" dan Nabi Musa memukulnya. Pada tongkat itu ada kekuatan Allah, yang telah dianugerahkan-Nya kepada Nabi Musa. Laut terbelah, dan setiap belahan laksana gunung yang besar. Allah berkata kepada Nabi Musa, "Buatlah untuk mereka jalan yang kering di laut itu, engkau tak perlu takut akan tersusul dan tak perlu khawatir akan tenggelam.” Ketika laut membuka baginya jalan kering yang lurus, Nabi Musa segera menyeberang bersama Bani Israel, sementara Firaun mengikuti bersama laskar-laskarnya.

Firaun menunggangi kuda jantannya dan mendekat sampai ia berada di tepi laut, tak henti-hentinya menghentakkan kakinya sedangkan kuda itu, takut maju. Kemudian malaikat Jibril, alaihissalam, menampakkan dirinya dengan menunggangi kuda betina yang menggoda. Jibril membawa kuda betina itu mendekat ke kuda Firaun, dan kuda jantan itu mengendus aroma kuda betina. Ketika kuda jantan itu mengendus aromanya, Jibril memacu kuda betinanya, dan kuda jantan itu mengejar membawa Firaun di punggungnya. Ketika laskar Firaun melihat sang raja telah masuk ke belahan laut itu, mereka mengikutinya, sementara Jibril berada di depan mereka semua. Mereka mengikuti Firaun, dan malaikat Mikail, alaihissalam, berada di atas kuda di belakang para laskar itu, menghela mereka seraya berkata, "Kejarlah sahabatmu! " Ketika Jibril keluar dari laut, tanpa seorang pun di depannya dan Mikail tetap berdiri di sisi yang lain tanpa seorangpun di belakangnya, lalu air lautpun menimpa mereka. Tak ada yng selamat, termasuk sang patih, Haman. Sedangkan Firaun, ia memekik saat melihat akibat dari perbuatannya melawan kekuatan dan kekuasaan Allah, dan mengakui penghinaannya. Nyawanya sudah dikerongkongan, dan ia berseru, “Aku percaya bahwa tiada Illah melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan aku termasuk orang-orang Muslim (berserah diri).”
Mengapa baru sekarang Firaun beriman? Padahal sesungguhnya ia telah durhaka sejak dahulu, dan ia termasuk orang yang berbuat kerusakan. Allah takkan berkenan mendengarnya lagi, selamanya. Lagipula, Jibril menjejalkan lumpur berlendir ke dalam mulut Firaun karena khawatir bahwa rahmat akan datang kepadanya."

Almond kemudian berkata, "Wahai saudara-saudariku, Firaun telah membungkam lisan mereka yang telah menggaungkan suara kebenaran, maka mendekati ajalnya, mulutnyapun tersumpal oleh lumpur sehingga lisannya tak dapat mengucapkan kebenaran. Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menetapkan bahwa Fir’aun termasuk bagian dari penghuni Jahannam agar merasakan azab yang sangat pedih. Disiramkan air yang mendidih ke atas kepalanya. Kemudian dikatakan kepadanya sebagai bentuk pencelaan dan penghinaan atas dirinya, karena ia adalah seorang yang tercela dan hina, 'Rasakanlah, sesungguhnya kamu benar-benar orang yang perkasa lagi mulia.'
Pertarungan antara Nabi Musa dan Firaun, adalah pertarungan antara kebenaran dan kebohongan, dan merupakan salah satu pertarungan terbesar yang pernah ada. Di satu sisi, ada kesombongan dan keangkuhan, tirani dan ketidakadilan, kekuatan yang brutal dan keegoisan, serta pelecehan, dan di sisi lain, ada orang-orang yang teraniaya, menyembah kepada Allah, sabar dan istiqamah, serta kemenangan fenomenal dari orang-orang yang terzhalimi. Wallahu a'lam."
"Dan Musa berkata, 'Wahai kaumku! Apabila kamu beriman kepada Allah, maka bertawakallah kepada-Nya, jika kamu benar-benar orang Muslim (berserah diri).' Lalu mereka berkata, 'Kepada Allah-lah kami bertawakal. Wahai Rabb kami, janganlah Engkau jadikan kami (sasaran) fitnah bagi kaum yang zhalim'." - [QS.10:84-85]
Referensi :
- The History of al-Tabari, The Children of Israel, Volume III, Translated by William M. Brinner, SUNY Press.
- Ibn Kathir, Stories of The Prophets, Darussalam
- Maulana Hifzur Rahman Soeharwy, Qasasul Ambiyaa, Idara Impex

Selasa, 26 Juni 2018

Ketika Janji-janji Diingkari

Bulbul bertanya, "Wahai Almond, mohon jelaskanlah kepada kami tentang perumpamaan dari orang yang perbuatannya seperti fatamorgana atau tenggelam di lautan yang dalam." Almond berkata, "Wahai Bulbul, mereka yang berpaling dari petunjuk dan kebenaran, ada dua tipe, pertama, orang yang keliru mengira ia berada diatas pondasi yang kuat - dan ketika kebenaran akhirnya menampakkan diri kepadanya, jelas baginya bahwa itu bertentangan dengan apa yang selama ini ia yakini. Keadaan ini berkaitan dengan orang-orang yang tak mengetahui, dan mereka yang memperturutkan keinginannya, yang mengira bahwa mereka berada di jalan petunjuk dan ilmu, kemudian setelah realitas sesuatu itu terbukti, akhirnya jelas bagi mereka bahwa mereka tak punya landasan yang kuat sama sekali. Dan bahwa keyakinan dan perbuatan mereka, yang didasarkan pada keyakinan dan hasrat yang salah arah, bagaikan fatamorgana di tanah yang datar, yang terlihat mata dari kejauhan, ada kolam air, namun ternyata, tak ada sama sekali. Hal serupa adalah perbuatan yang dilakukan selain karena Allah Subhanahu wa Ta'ala, dan tak sesuai dengan perintah-Nya; pelaku perbuatan ini menganggap ada pahalanya, namun sebenarnya tidak sama sekali, karena menjadi debu yang beterbangan.
Fatamorgana di tanah yang datar, yakni tanah yang tandus dan tanpa bangunan, pohon, tetumbuhan dan manusia, karena lokasi fatamorgana itu berada di padang tandus yang tak mengandung apa-apa. Dan fatamorgana itu sendiri, tak memiliki realita, oleh karenanya, ini sesuai dengan keadaan amal orang-orang yang tak mengetahui dan qalbu mereka tak berisi iman dan petunjuk.
Tipe yang kedua, ibarat kegelapan yang berlapis-lapis, dan merekalah orang-orang yang mengetahui adanya kebenaran dan petunjuk, namun lebih menyukai kebatilan dan kesesatan. Jadi, terhadap mereka, ada kegelapan yang berlapis-lapis - kegelapan watak dan jiwa mereka; kegelapan ketidaktahuan mereka, serta kegelapan mengikuti penyimpangan dan syahwat mereka. Ini dikarenakan mereka tak sungguh-sungguh memahami kebenaran meskipun mengetahuinya, sehingga mereka tak tahu apa-apa. Keadaan mereka seperti orang yang berada di laut yang dalam tanpa ada garis pantai, dan ia menghadapi gelombang yang di atasnya ada gelombang, yang di atasnya lagi, ada awan yang gelap, jadi ia dikelilingi oleh kegelapan laut dan kegelapan gelombang, serta awan yang gelap, kegelapan seperti ini, berkaitan dengan keadaan dimana ia berada, dimana Allah tak mengeluarkannya dari keadaan itu, menuju ke arah cahaya iman. Fatamorgana yang dianggap kolam air, adalah unsur kehidupan; dan kegelapan, adalah kebalikan langsung dari cahaya. Orang beriman, berbagi kehidupan dan cahaya. Orang-orang munafik, berbagi kegelapan, yang merupakan kebalikan dari cahaya, dan kematian, yang merupakan kebalikan dari kehidupan."

Pelatuk berkata, "Wahai Almond, lanjutkanlah kisah Nabi Musa, alaihissalam!" Almond berkata, "Maafkan, aku hampir terlupa. Mari kita lanjutkan kisahnya." Almond berdehem, lalu berkata, "Dan demikianlah, Firaun mengingkari mukjizat-mukjizat Allah. Maka Allah menumpahkan air bah ke atas kaumnya, hujan lebat; segala yang mereka miliki, tenggelam. Orang-orang Qibthiy mendatangi Nabi Musa dan berseru, "Wahai Musa! Berdoalah kepada Rabb-mu agar membebaskan kami, dan kami akan beriman kepadamu, dan kami akan membebaskan Bani Israel bersamamu." Nabi Musa berdoa kepada Rabb-nya dan semua kerusakan akibat banjir, menjadi pulih kembali. Air surut dan terserap oleh tanah, dan lahanpun menjadi subur. Namun ketika Nabi Musa mengingatkan janji mereka agar membebaskan Bani Israil, mereka tak menanggapi.
Kemudian Allah mengirimkan hama belalang yang memakan tanaman apapun yang telah mereka tanam. Masyarakat bergegas menemui Nabi Musa, memintanya agar memohon kepada Allah untuk menghilangkan kesengsaraan ini dan kali ini, berjanji akan membebaskan Bani Israel. Para belalang pergi, namun mereka, mengingkari janji.
Kemudian datang lagi peringatan yang lain, kutu, yang menyebar di antara orang Qibthiy, penyakitpun mewabah. Mereka meminta perlindungan kepada Nabi Musa dan janji-janjipun diumbar. Nabi Musa kembali berdoa kepada Allah dan, seperti biasa, merekapun ingkar janji.
Turun lagi peringatan Ilahi. Negeri itu tiba-tiba dipenuhi dengan katak, yang melompat-lompat ke atas makanan orang-orang Qibthiy, ke seluruh rumah mereka, dan membuat mereka tertekan. Sekali lagi, mereka mencari Nabi Musa, berjanji lagi membebaskan Bani Israil. Nabi Musa berdoa kepada Rabb-nya, dan Allah membebaskan mereka dari cengkeraman para katak, namun janjipun tinggal janji.
Peringatan terakhir pun diturunkan, banjir darah. Air sungai Nil berubah menjadi darah. Ketika Nabi Musa dan kaumnya meminum air, bagi mereka, air biasa saja. Namun jika ada orang Qibthiy yang mengisi bejananya dengan air, bejana itu akan penuh dengan darah. Seperti biasa, mereka berlenggang menemui Nabi Musa, namun segera setelah semuanya kembali normal, mereka berpaling dari Allah.

Allah mewahyukan kepada Nabi Musa dan Harun agar datang ke Firaun. Merekapun menemuinya, dan Nabi Musa berkata, "Wahai Firaun! Inginkah engkau agar aku mengakui bahwa masa mudamu takkan memudar menjadi pikun, kekuasaanmu takkan pernah tersingkirkan dariku, dan bahwa kesenangan dan menunggang kuda, dikembalikan kepadamu? Dan ketika engkau mati, engkau akan masuk Jannah? Percayalah kepadaku!" Firaun berkata, "Diamlah di tempatmu sampai Haman datang." Ketika Haman tiba, Firaun berkata kepadanya, "Orang ini datang lagi kepadaku." Haman berkata, "Siapa orang itu?" Firaun menjawab, "Musa." Haman bertanya, “Apa yang ia katakan kepadamu?” Firaun menjawab, “Ia berkata kepadaku anu-menganu.” Haman bertanya, “Dan apa yang engkau sampaikan padanya?” Firaun berkata, “Aku berkata, 'Tunggulah sampai Haman datang dan aku akan meminta nasihatnya.' Haman melihat kelemahan Firaun dan berkata, "Menurut pendapatku, engkau lebih baik daripada itu. Engkau akan menjadi budak yang melayani, setelah menjadi tuan yang dilayani."
Kemudian Firaun mengumpulkan pembesar-pembesarnya lalu berseru memanggil kaumnya seraya berkata, “Akulah tuhanmu yang paling tinggi.” Konflik antara Musa dan Firaun kembali mencapai krisis karena Firaun yakin bahwa Nabi Musa mengancam kerajaannya. Ketika para pembesar-pembesar melihat bagaimana raja mereka dikalahkan dan melihat Nabi Musa dan Harun memperlihatkan mukjizat-mukjizat itu, mereka menjadi gelisah, dan dalam kesedihan berseru, "Tanpa ragu lagi, inilah penyihir yang sangat andal. Ia telah melakukan tipu muslihat agar dapat menang atasmu dan mengusirmu keluar dari negerimu. Sekarang kita harus berpikir apa yang harus kita lakukan. "
Akhirnya, mereka memutuskan, bahwa Nabi Musa dan Harun, alaihimussalam, hendaknya diberi tangguh untuk sementara waktu. Setelah konsultasi lebih lanjut di antara mereka, diputuskan bahwa mereka harus mengumpulkan seluruh penyihir dari penjuru kerajaan ke ibu kota, sehingga mereka dapat menantang Nabi Musa. Mereka yakin bahwa Nabi Musa dapat dikalahkan, dan niatnya akan sia-sia. Firaun berkata kepada Nabi Musa, "Akankah engkau datang kepada kami, untuk mengusir kami dari negeri kami dengan sihirmu, wahai Musa? Maka kami pun pasti akan mendatangkan sihir semacam itu kepadamu, maka buatlah suatu perjanjian untuk pertemuan antara kami dan engkau yang kami takkan menyalahinya dan tak pula engkau, di suatu tempat yang terbuka.” Nabi Musa berkata, “Perjanjian waktu untuk pertemuan kami dengan engkau itu ialah pada Yaumuz Zinat, hari raya, dan hendaklah masyarakat dikumpulkan pada pagi hari, waktu dhuha.” Dan disepakatilah waktunya pada Yaumuz Zinat.

Nabi Musa dan Harun meninggalkan Firaun setelah Musa menunjukkan kepadanya mukjizat-mukjizat Allah. Firaun segera memanggil dari seluruh wilayahnya seluruh penyihir dan tak ada satupun yang tertinggal. Ada yang mengatakan, 80.000 penyihir dan sebanyak 40.000 dari kalangan Bani Israil, ada yang mengatakan seluruhnya 70.000, yang lain mengatakan 12.000, dan ada juga 15.000 penyihir. Dan ketika mereka berkumpul di hadapannya, ia memberikan titahnya, ia berkata, "Seorang penyihir telah mendatangi kami, yang tak pernah kami lihat sebelumnya. Jika kalian mampu mengalahkannya, aku akan memberi kalian penghargaan, lebih didengar dan lebih mendekatkan kalian kepadaku dibanding dengan semua orang yang ada di kerajaanku." Mereka berkata, "Akankah semua itu menjadi milik kami, jika kami mengalahkannya?" Ia menjawab, "Ya." Mereka berkata, "Maka tentukanlah waktu untuk berkumpul bersama, kami dan para seluruh tukang sihir."
Para pemimpin penyihir, yang Firaun kumpulkan untuk menghadapi Nabi Musa, bernama Sabur, `Adur, Hathat, dan Musfa - ada empat orang. Merekalah orang-orang yang beriman saat melihat mukjizat-mukjizat Allah. Firaun mengumpulkan rakyatnya. Kemudian ia menitahkan para ahli sihir seraya berkata, "Maka kumpulkanlah segala tipu daya sihir kalian, kemudian datanglah dengan berbaris, dan sungguh, beruntung orang yang menang pada hari ini.” Para penyihir, masing-masing dengan tali-temalinya, yang digunakan untuk meramal dan meniupkan mantera, misalnya, meniup buhul-buhul, dan tongkat, mengatur diri dalam barisan. Nabi Musa berjalan bersama saudaranya, memegang tongkatnya, sampai ia mencapai majelis, sementara Firaun berada di majelisnya bersama para pembesar kerajaan. Rakyat berkerumun mengitari Firaun, Nabi Musa berkata kepada para ahli sihir itu saat ia berhadapan dengan mereka, “Celakalah kalian! Janganlah kalian mengada-adakan kedustaan terhadap Allah, nanti Dia membinasakan kalian dengan azab. Dan sungguh rugi orang yang mengada-adakan kedustaan." Para penyihir saling berbantahan diantara mereka sendiri, dan salah seorang berbisik kepada yang lain, "Sesungguhnya dua orang ini adalah penyihir yang hendak mengusir Fir‘aun dari negerimu dengan sihir mereka berdua, dan hendak melenyapkan adat kebiasaanmu yang utama." Mereka berkata, “Wahai Musa! Engkaukah yang melemparkan lebih dahulu atau kamikah yang lebih dahulu melemparkan?” Nabi Musa berkata, “Silakan, kalian yang melemparkan!” Maka tiba-tiba tali-temali dan tongkat-tongkat mereka terbayang oleh Nabi Musa seakan-akan ia merayap cepat, karena sihir mereka.

Yang pertama kali tersilau oleh sihir mereka itu, Nabi Musa dan Firaun, dan kemudian orang-orang yang hadir. Kemudian masing-masing penyihir melemparkan tali atau tongkat apapun yang ada di tangannya, masing-masing menjadi ular yang menggunung, yang memenuhi lembah, saling bertumpuk. Nabi Musa merasakan takut didalam dirinya, dan ia berkata, "Demi Allah! Sesungguhnya, tadi ada tongkat ditangan mereka, lalu menjadi ular. Namun tongkatku ini, takkan lari," jadi, ia punya firasat. Oleh karena itu, Allah berfirman, “Jangan takut! Sungguh, engkaulah yang unggul. Dan lemparkan apa yang ada di tangan kananmu, niscaya ia akan menelan apa yang mereka buat. Apa yang mereka buat itu hanyalah tipu daya penyihir belaka. Dan takkan menang penyihir itu, darimanapun datangnya.” Nabi Musa merasa terhibur dan melemparkan tongkatnya. Tongkat itu melawan tali-temali dan tongkat-tongkat yang telah mereka lemparkan - yang terlihat seperti ular di mata Firaun dan hadirin yang ada- dan mulai mengejar dan menelannya, satu demi satu, sampai tiada sedikitpun dari apa yang telah mereka lemparkan, tersisa di lembah itu. Kemudian Musa meraihnya, dan ular itu menjadi tongkat di tangannya, kembali seperti semula.

Lalu, para penyihir itu merunduk bersujud, seraya berkata, “Kami telah beriman kepada Rabb-nya Harun dan Musa.” Berkata Firaun kepada mereka, dengan penuh penyesalan, setelah melihat kemenangan yang nyata untuk Nabi Musa, "Telah berimankah kalian kepada Musa sebelum aku memberi izin kepada kalian? Sesungguhnya ia itu pemimpinmu yang mengajarkan sihir kepadamu. Maka sungguh, akan kupotong tangan dan kakimu secara bersilang, dan sungguh, akan aku salib kamu pada pangkal pohon kurma dan sungguh, kamu pasti akan mengetahui siapa di antara kita yang lebih pedih dan lebih kekal siksaannya.” Para penyihir berkata, “Kami takkan memilih tunduk kepadamu atas bukti-bukti nyata, yang telah datang kepada kami dan atas Allah Yang telah menciptakan kami. Maka putuskanlah yang hendak engkau putuskan. Sesungguhnya engkau hanya dapat memutuskan pada kehidupan di dunia ini. Kami benar-benar telah beriman kepada Tuhan kami, agar Dia mengampuni kesalahan-kesalahan kami dan sihir yang telah engkau paksakan kepada kami. Dan Allah lebih baik pahala-Nya dan lebih kekal azab-Nya. Sesungguhnya kami akan kembali kepada Rabb kami. Dan engkau tak melakukan balas dendam kepada kami, melainkan karena kami beriman kepada ayat-ayat Rabb kami ketika ayat-ayat itu datang kepada kami. Wahai Rabb kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami dan matikanlah kami dalam keadaan muslim (berserah diri kepada-Mu).” Ketika para penyihir itu tersungkur dengan bersujud, mereka melihat rumah-rumah dan istana-istana berada di dalam surga yang telah disiapkan bagi mereka. Rumah dan istana tersebut, telah dihiasi untuk menyambut kedatangan mereka, karena mereka tak gentar dengan ancaman dan tekanan Fir'aun.
Para penyihir bersujud di hadapan keshalihan, namun banyak orang mengabaikan mereka dan membiarkan mereka memilih nasib mereka sendiri. Jalan keshalihan itu mudah saja, namun kendati demikian, mereka tak melakukan apapun kecuali hanya berdiri dan menonton. Andai setiap orang Qibthiy itu, merunduk dan mengambil sebuah bata, lalu melemparkannya ke Firaun, sang raja akan mati dan sejarah Mesir akan berubah. Namun ini tak terjadi. Tak ada yang mau bergerak. Masing-masing berdiri diam di tempatnya. Mereka tak melakukan apapun kecuali menonton, dan mereka membayar harga atas kebekuan ini: kelak, mereka akan tenggelam, menebus harga satu hari sebagai pengecut.

Almond kemudian berkata, "Wahai saudara-saudariku, ketika tanaman tak dirawat, akhirnya akan kering dan mati, yang menjelaskan mengapa hamba-hamba Allah sangat membutuhkan ibadah yang Dia perintahkan kepada mereka agar melakukannya, di siang dan malam, inilah rahmat, kebajikan dan berkah-Nya atas hamba-hamba-Nya, bahwa Dia, Subhanahu wa Ta'ala, menetapkan ibadah itu, yang merupakan air yang mengairi tanaman Tauhid, yang Dia letakkan di dalam qalbu kita. Biasanya, ada benalu dan gulma yang bercampur di dalam tanaman yang bermanfaat. Maka, ketika orang yang bertanggungjawab atas tanaman ini selalu merawatnya secara teratur dan membersihkannya dari parasit, tanaman itu akan tumbuh sehat, yang menghasilkan panen besar dan menguntungkan. Namun, ketika orang yang bertanggungjawab atas tanaman ini, lalai, tanamannya akan dipenuhi oleh gulma dan parasit, dan sebagai hasilnya, tanaman itu akan rusak, buahnyapun akan rusak. Mereka yang tak memiliki pemahaman dan ilmu yang jelas tentang hal-hal ini, akan kehilangan banyak keuntungan, tanpa menyadarinya. Karenanya, orang beriman akan selalu memangkas dan menyirami tanaman Tauhidnya itu, agar tetap langgeng, dan ia mencabut semua tanaman-tanaman yang berbahaya dan rumput liar darinya, agar pertumbuhannya dapat dipastikan sehat. Dan hanya kepada Allah-lah kita bertawakkal. Wallahu a'lam."
"Sesungguhnya barangsiapa datang kepada Tuhannya dalam keadaan berdosa, maka sungguh, baginya adalah neraka Jahanam. Ia tak mati (terus merasakan azab) di dalamnya dan tak (pula) hidup (tak dapat bertobat). Tetapi barangsiapa datang kepada-Nya dalam keadaan beriman, dan telah mengerjakan kebajikan, maka mereka itulah orang yang memperoleh derajat yang tinggi (mulia), (yaitu) surga-surga ‘Adn, yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Itulah balasan bagi orang yang menyucikan diri." - [QS.20:74-76]
Referensi :
- The History of al-Tabari, The Children of Israel, Volume III, Translated by William M. Brinner, SUNY Press.
- Ibn Kathir, Stories of The Prophets, Darussalam
- Maulana Hifzur Rahman Soeharwy, Qasasul Ambiyaa, Idara Impex
- Imam ibn Qayyim al-Jawziyyah, The Paragons of The Qur'an, Dar As-Sunnah

Jumat, 22 Juni 2018

Lemparkanlah Tongkatmu!

Almond berkata, "Wahai saudara-saudariku, seperti yang telah kusampaikan, Allah telah mengibaratkan kalimat yang baik itu, yakni kalimat Thoyyibah, dengan pohon yang baik, karena hasil dari kalimat yang baik, adalah perbuatan baik, dan pohon yang baik juga akan menghasilkan buah yang bermanfaat dan bagus. Sebagian besar ulama Tafsir mengatakan bahwa, kalimat yang baik berarti pernyataan bahwa tiada illah yang patut disembah dengan benar, selain Allah, inilah pernyataan Syahadah. Sesungguhnya, buah dari pernyataan ini, semuanya tersembunyi dan mewujudkan perbuatan baik karena setiap perbuatan baik yang diridhai Allah Ta'ala, seyogyanya menjadi hasil dari pernyataan ini.
Jika seseorang merenungkan perbandingan ini, ia akan menyadari bahwa hal ini, sesuai dengan pohon Tauhid, yang akarnya tertancapkan di qalbu orang mukmin, yang cabangnya terdiri dari amal-shalih, menjulang tinggi ke langit dan terus memberikan buah-buah perbuatan baik, yang tergantung pada keteguhan dan kemapanan Tauhid dalam qalbu dan kadar dimana seseorang benar-benar memperhatikan hak-hak perbuatan itu. Jadi, pohon itu hendaknya secara teratur disiram dengan perbuatan baik dan bermanfaat, dan hendaknya dilindungi dan diperkuat dengan membiasakannya mengingat Allah, dan merenungkan Kitab-Nya, jika tidak, maka mungkin menjadi kering dan tak bernyawa."

Lalu Almond berkata, "Sekarang, mari kita lanjutkan tentang Kisah Nabi Musa, alaihissalam!" Bulbul berkata, "Ya, itu yang kami tunggu-tunggu!" Almond berkata, "Nabi Musa meninggalkan Mesir menuju Midian, waktu perjalanan delapan malam. Ia tak punya makanan kecuali dedaunan pohon. Ia bertelanjang kaki dan tak mencapai Midian hingga telapak kakinya lepuh. Dan ketika ia sampai di sumber air negeri Madyan, ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang memberi minum ternaknya, dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang gadis sedang menghambat ternaknya. Nabi Musa bertanya kepada mereka, “Apa maksudmu dengan berbuat begitu?” Keduanya menjawab, “Kami tak dapat memberi minum ternak kami, sebelum penggembala-penggembala itu memulangkan ternaknya, sedang ayah kami, seorang tua yang telah lanjut usianya.”
Nabi Musa merasa iba dan pergi ke sumur. Ia mengangkat batu yang menutup sumur, yang memerlukan sekelompok orang Midian agar dapat mengangkatnya. Nabi Musa menimba air untuk mereka dengan sebuah ember, dan merekapun memberi minum kawanan ternak mereka dan segera pulang ke rumah, karena biasanya mereka hanya memberi minum dari luapan palung. Lalu Nabi Musa bernaung di bawah pohon Samur dan berkata, "Wahai Rabb-ku, sesungguhnya aku sangat memerlukan sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku.” Ia meminta makanan hanya kepada Allah.

Ketika kedua gadis itu bergegas kembali ke ayah mereka, sang ayah bertanya kepada mereka tentang minuman ternak itu. Mereka menceritakan tentang Nabi Musa kepadanya, maka ia meminta salah seorang dari mereka kembali menemui Nabi Musa. Datanglah ia kepada Nabi Musa, berjalan dengan malu-malu, ia berkata, “Sesungguhnya ayahku mengundangmu untuk memberi balasan sebagai imbalan atas kebaikanmu memberi minum ternak kami.” Maka Nabi Musa bangkit bersamanya dan berkata, "Jalanlah." Maka wanita itu berjalan di depannya, dan angin berhembus menerpanya sehingga Nabi Musa tanpa sengaja melihat bokongnya. Nabi Musa berkata, "Berjalanlah di belakangku, dan tuntun aku dari belakang jika aku keliru selama dalam perjalanan."
Sesampainya ke orangtua itu, Nabi Musa memperkenalkan dan menceriterakan perihal dirinya, orangtua itu berkata, “Janganlah engkau takut! Engkau telah selamat dari orang-orang yang zhalim itu.” Dan salah seorang dari kedua gadis itu berkata, “Wahai ayahku! Jadikanlah ia sebagai pekerja pada kita, sesungguhnya orang yang paling baik yang engkau ambil sebagai pekerja pada kita ialah orang yang kuat dan dapat dipercaya,” gadis inilah yang memanggil Nabi Musa. Orangtua itu berkata, "Aku telah melihat kekuatannya saat ia mengangkat batu itu, namun bisakah ia dipercaya? Apa yang engkau ketahui tentang dirinya? " Gadis itu berkata, "Aku sedang berjalan di depannya, dan ia tak mau melecehkanku, maka ia memintaku agar berjalan di belakangnya." Orangtua itu berkata kepadanya, “Sesungguhnya, aku bermaksud menikahkan engkau dengan salah seorang dari kedua anak perempuanku ini, dengan ketentuan bahwa engkau bekerja padaku selama delapan tahun, dan jika engkau sempurnakan sepuluh tahun, maka itu suatu kebaikan darimu, dan aku tak bermaksud memberatkan engkau. Insya Allah, engkau akan mendapatiku termasuk orang yang baik.” Nabi Musa berkata, “Itu perjanjian antara aku dan engkau. Yang mana saja dari kedua waktu yang ditentukan itu yang aku sempurnakan, maka tak ada tuntutan tambahan atas diriku lagi. Dan Allah menjadi saksi atas apa yang kita ucapkan.” Kelak, gadis yang mengundangnya itulah, yang dinikahinya.

Kemudian, orangtua itu meminta salah seorang putrinya mengambilkan tongkatnya, dan putrinya pun mengambilkan untuknya. Itulah tongkat yang diberikan malaikat yang berujud manusia kepada orangtua itu. Gadis itu masuk dan mengambil tongkatnya, lalu membawanya keluar. Ketika orangtua itu melihatnya, ia berkata kepadanya, "Bukan! Bawa yang lain." Maka gadis itu meletakannya dan mengambil yang lain, namun hanya tongkat yang satu itu saja yang selalu terambil. Ia terus mengembalikannya, namun setiap kali ia kembali, tongkat itulah yang berada ditangannya. Ketika Nabi Musa melihatnya, ia mendekati tongkat itu, mengambilnya, dan menggembalakan kawanan ternak dengan memakai tongkat itu. Orangtua itu merasa kesal, berkata, "Tongkat itu telah diamanahkan kepadaku." Iapun keluar menemui Nabi Musa, dan ketika ia bertemu dengannya, ia berkata, "Kembalikan tongkat itu!" Nabi Musa menjawab, "Ini tongkat milikku!" dan menolak mengembalikannya. Mereka berdebat, sampai mereka mencapai kesepakatan bahwa mereka akan menunjuk orang pertama yang mereka temui sebagai penengah. Seorang malaikat datang berjalan dan menjadi penengah, ia berkata, "Letakkan tongkat itu di tanah, dan siapapun yang mampu mengangkatnya, maka tongkat itu miliknya." Orangtua itu berusaha, namun tak mampu mengangkatnya. Nabi Musa mengambilnya dan dengan mudah mengangkatnya. Maka orangtua itu menyerahkan tongkkatnya kepada Nabi Musa, dan Nabi Musa bekerja untuknya selama sepuluh tahun.
Mengenai orang tua ini, ada yang berpendapat bahwa ia adalah Nabi Syuaib, alaihissalam. Namun ada yang berpendapat bahwa ia adalah keponakan Nabi Syuaib. Ada yang berpendapat bahwa orang yang mempekerjakan Nabi Musa bernama Jethro atau Yathra, penguasa Midian atau imam Midian. Nama kedua gadis itu adalah Liya dan Zipora, dan yang menjadi istri Nabi Musa adalah Zipora.
Waktu berlalu, dan ia tinggal di pengasingan jauh dari keluarga dan kaumnya. Periode sepuluh tahun ini sangat penting dalam hidupnya. Inilah periode persiapan besar. Tentu saja, pikiran Musa terserap ke dalam bintang-bintang setiap malam. Ia mengikuti matahari terbit dan matahari terbenam setiap hari. Ia merenungkan tanaman dan melihat bagaimana benih biji terbelah, tumbuh dan berkembang. Ia merenungkan air dan bagaimana bumi dihidupkan kembali dan berkembang setelah kematiannya. Tentu saja, ia tenggelam dalam Kitab Allah Yang Maha Agung, yang membuka wawasan dan qalbunya. Ia tenggelam dalam keberadaan Allah. Semua ini menjadi laten di dalam dirinya. Dien Nabi Musa sama dengan Nabi Yakub, alaihissalam, yang merupakan Dien Islam. Nenek moyangnya adalah Nabi Yakub, cucu Nabi Ibrahim, alaihissalam. Karenanya, Nabi Musa adalah salah seorang keturunan Nabi Ibrahim dan setiap nabi yang diutus setelah Nabi Ibrahim adalah salah seorang pengganti Nabi Ibrahim. Selain persiapan fisik, ada persiapan spiritual yang serupa. Semuanya lengkap dalam pengasingannya, di tengah padang pasir, dan di tempat-tempat padang rumput. Keheningan adalah jalan hidupnya, dan pengasingan adalah kendaraannya. Allah Yang Maha Kuasa mempersiapkan untuk nabi-Nya alat-alat yang nantinya akan dibutuhkannya menunaikan perintah Allah Ta'ala..

Maka ketika Nabi Musa telah menyelesaikan waktu yang ditentukan itu, kerinduan samar-samar muncul dalam hati Nabi Musa. Ia ingin kembali ke Mesir. Ia cepat dan teguh dalam membuat keputusan, menyampaikan kepada istrinya, "Besok kita akan berangkat ke Mesir." Istrinya berkata pada dirinya sendiri. "Ada ribuan bahaya dalam perjalanan yang belum kita ketahui." Namun, ia menaati suaminya. Nabi Musa meninggalkan Midian bersama keluarganya dan melakukan perjalanan melalui padang pasir sampai ia mencapai Gunung Sinai. Di sana, Nabi Musa menyadari bahwa ia telah tersesat. Ia memohon petunjuk Allah dan menunjukkan jalan yang benar. Saat malam tiba, mereka mencapai Gunung Tur. Lalu, ia melihat api di lereng gunung. Ia berkata kepada keluarganya, “Tunggulah di sini, sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa suatu berita kepadamu dari tempat api itu atau membawa sepercik api, agar kamu dapat menghangatkan badan.”
Namun ketika ia sampai ke tempat api itu, ia diseru dari arah pinggir sebelah kanan lembah, dari sebatang pohon, di sebidang tanah yang diberkahi, "Telah diberkahi orang-orang yang berada di dekat api, dan orang-orang yang berada di sekitarnya. Mahasuci Allah, Tuhan seluruh alam.” Dan Allah berfirman, "Wahai Musa! Sungguh, Akulah Allah, Rabb seluruh alam! Sungguh, Aku adalah Rabb-mu, maka lepaskan kedua terompahmu. Karena sesungguhnya engkau berada di lembah yang suci, Tuwa. Dan Aku telah memilih engkau, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan kepadamu. Sungguh, Aku ini Allah, tiada illah selain Aku, maka sembahlah Aku dan laksanakanlah shalat untuk mengingat Aku. Sungguh, hari Kiamat itu akan datang, Aku merahasiakan waktunya agar setiap orang dibalas sesuai dengan apa yang telah ia usahakan. Maka janganlah engkau dipalingkan dari Kiamat itu oleh orang yang tak beriman kepadanya dan oleh orang yang mengikuti keinginannya, yang menyebabkan engkau binasa. Dan apakah yang ada di tangan kananmu, wahai Musa?” Nabi Musa berkata, “Ini tongkatku, aku bertumpu padanya, dan aku merontokkan daun-daun dengannya untuk makanan kambingku, dan bagiku masih ada lagi manfaat yang lain.” Allah berfirman, “Lemparkanlah ia, wahai Musa!” Lalu Nabi Musa melemparkan tongkat itu, namun ia melihatnya bergerak-gerak seakan-akan seekor ular yang gesit. Garpu tongkatnya menjadi mulut ular; pengaitnya menjadi jambul di punggungnya, bergeleng-geleng, dan ada taringnya. Seperti yang Allah kehendaki. Nabi Musa lari berbalik ke belakang tanpa menoleh. Allah berfirman, “Wahai Musa! Jangan takut! Sesungguhnya di hadapan-Ku, para rasul tak perlu takut. Kemarilah dan jangan takut. Sesungguhnya engkau termasuk orang yang aman."
Ketika ia mendekat, Allah berfirman, “Peganglah ia dan jangan takut, Kami akan mengembalikannya pada keadaannya semula." Letakkan tanganmu ke dalam mulutnya." Nabi Musa mengenakan pakaian wol panjang, maka ia membungkus tangannya di lengan bajunya, karena ia takut pada ular itu. Lalu terdengar suara, "Lepaskan lengan bajumu dari tanganmu!" Dan ia melepaskannya. Kemudian ia meletakkan tangannya di antara rahang ular itu. Ketika ia melakukannya, ia menangkapnya, dan lihat! Ular itu kembali menjadi tongkatnya, dengan tangannya di antara kedua garpunya, dimana ia biasanya menggenggamnya, dan pengaitnya pada tempatnya. Tak ada yang tak ia kenali. Lalu Allah berfirman, "Masukkanlah tanganmu ke leher bajumu, ia akan keluar putih bercahaya tanpa cacat, dan dekapkanlah kedua tanganmu ke dadamu apabila ketakutan. Itulah dua mukjizat dari Tuhanmu yang akan engkau pertunjukkan kepada Fir‘aun dan para pembesarnya. Sungguh, mereka adalah orang-orang fasik.”

Nabi Musa berkata, “Wahai Rabb-ku, sungguh aku telah membunuh seorang dari golongan mereka, sehingga aku takut mereka akan membunuhku. Dan saudaraku Harun, ia lebih fasih lidahnya daripada aku, maka utuslah ia bersamaku sebagai pembantuku untuk membenarkan perkataanku; sungguh, aku takut mereka akan mendustakanku.” Allah berfirman, “Kami akan menguatkan engkau membantumu dengan saudaramu, dan Kami berikan kepadamu berdua kekuasaan yang besar, maka mereka takkan dapat mencapaimu; berangkatlah kamu berdua dengan membawa mukjizat Kami, kamu berdua dan orang yang mengikuti kamu yang akan menang. Jangan takut, mereka takkan dapat membunuhmu! Maka pergilah kalian berdua dengan membawa ayat-ayat Kami (mukjizat-mukjizat); sungguh, Kami bersamamu mendengarkan apa yang mereka katakan, maka datanglah kamu berdua kepada Fir‘aun dan katakan, “Sesungguhnya kami adalah rasul-rasul Rabb seluruh alam."
Nabi Musa berkata, “Wahai Rabb-ku, lapangkanlah dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, agar mereka mengerti perkataanku, dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku, Harun, saudaraku, teguhkanlah kekuatanku dengan keberadaannya, dan jadikanlah ia teman dalam urusanku, agar kami banyak bertasbih kepada-Mu, dan banyak mengingat-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Melihat keadaan kami.” Allah berfirman, “Sungguh, telah diperkenankan permintaanmu, wahai Musa! Dan sungguh, Kami telah memberi nikmat kepadamu pada kesempatan yang lain sebelum ini, dan Aku telah memilihmu menjadi rasul untuk diri-Ku. Pergilah engkau beserta saudaramu dengan membawa tanda-tanda kekuasaan-Ku, dan janganlah kamu berdua lalai mengingat-Ku; pergilah kamu berdua kepada Fir‘aun, karena ia benar-benar telah melampaui batas; maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia sadar atau takut."


Nabi Musa, Al-Kalim, kembali ke keluarganya, dan bersama-sama mereka melakukan perjalanan ke Mesir sampai tiba di malam hari. Ia disambut oleh ibunya, namun tak mengenali mereka. Ia mendatangi mereka pada malam di mana mereka makan tifsyil, sepiring gandum, dan ia berkemah di samping rumahnya. Kemudian Nabi Harun, alaihissalam, datang dan memperhatikan tamunya. Ia bertanya kepada ibunya tentang tamunya itu, dan ibunya mengatakan bahwa mereka adalah tamu. Nabi Harun mengundang Nabi Musa dan makan bersamanya. Ketika mereka duduk dan bercakap-cakap, Nabi Harun bertanya kepadanya, "Siapakah engkau?" Ia menjawab, "Akulah Musa." Keduanya berdiri, dan saling berangkulan. Ketika mereka telah akrab satu sama lain, Nabi Musa berkata kepadanya. "Wahai Harun! Pergilah bersamaku menemui Firaun, karena Allah telah mengutus kita kepadanya." Nabi Harun menjawab, "Aku dengar dan aku taat!" Namun ibu mereka berdiri dan berteriak, berkata, "Aku mohon, demi Allah, janganlah pergi ke Firaun, karena ia akan membunuh kalian." Tetapi mereka menolak dan pergi pada malam hari.
Mereka tiba di gerbang istana dan mengetuknya. Firaun terkejut, juga penjaga gerbang, dan Firaun berkata, "Siapa yang mengetuk pintu di malam seperti ini?" Penjaga gerbang memandang rendah dan bercakap-cakap kepada mereka. Nabi Musa berkata, "Aku adalah utusan Rabb alam semesta!" Penjaga gerbang ketakutan, ia menemui Firaun dan menyampaikan, "Ada orang gila yang bilang bahwa ia adalah Utusan Rabb alam semesta." Firaun berkata, "Biarkan ia masuk." Nabi Musa masuk dan berkata, "Sesungguhnya, Aku adalah utusan Rabb alam semesta, dan lepaskanlah Bani Israil pergi bersama kami." Firaun mengenalinya dan berkata, “Bukankah kami telah mengasuhmu dalam lingkungan keluarga kami, waktu engkau masih kanak-kanak dan engkau tinggal bersama kami beberapa tahun dari umurmu. Dan engkau telah melakukan kesalahan dari perbuatan yang telah engkau lakukan dan engkau termasuk orang yang tak tahu berterima kasih.”

Nabi Musa berkata, “Aku telah melakukannya, dan ketika itu aku termasuk orang yang khilaf. Lalu aku lari darimu karena aku takut kepadamu, kemudian Rabb-ku menganugerahkan ilmu kepadaku serta Dia menjadikan aku salah seorang di antara rasul-rasul. Dan itulah kebaikan yang telah engkau berikan kepadaku, sementara itu engkau telah memperbudak Bani Israil.” Fir‘aun bertanya, “Siapa Rabb seluruh alam itu?” Nabi Musa menjawab, “Rabb pencipta langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya, itulah Rabb-mu jika engkau mempercayai-Nya.” Fir‘aun berkata kepada orang-orang di sekelilingnya, “Tidakkah kalian mendengar apa yang dikatakannya?” Nabi Musa berkata, “Dia Tuhanmu dan juga Tuhan nenek moyangmu terdahulu.” Fir‘aun berkata, “Sungguh, Rasulmu yang diutus kepada kalian benar-benar orang gila.” Nabi Musa berkata, “Dialah Rabb Yang menguasai Timur dan Barat dan apa yang ada di antara keduanya; jika engkau mengerti.” Fir‘aun berkata, “Sungguh, jika engkau menyembah Tuhan selain aku, pasti aku masukkan engkau ke dalam penjara.” Nabi Musa berkata, “Akankah engkau melakukan itu sekalipun aku tunjukkan kepadamu bukti yang nyata?” Fir‘aun berkata, “Tunjukkan bukti yang nyata itu, jika engkau termasuk orang yang benar!” Maka Nabi Musa melemparkan tongkatnya, tiba-tiba tongkat itu menjadi ular besar yang sebenarnya, yang membuka mulutnya dan meletakkan rahang bawahnya di lantai dan bagian atasnya di dinding istana. Kemudian berbalik arah ke Firaun untuk menangkapnya. Ketika Firaun melihatnya, ia ketakutan dan melompat, tercirit, meskipun sebelumnya ia tak melakukannya. Firaun tak dapat mengendalikan isi perutnya, meskipun mereka mengklaim bahwa selama lima atau enam hari, ia tak pernah masuk ke bilik air - seperti orang lain, dan itulah salah satu hal yang mendorongnya mengatakan bahwa tak ada manusia yang seperti dirinya. Namun, saat ia melompat, kotorannya tampak dan ia berteriak, "Hai Musa! Tangkaplah ular itu dan aku akan beriman kepadamu. Aku akan melepaskan Bani Israil bersamamu." Maka Musa pun meraih ular itu, dan kembali lagi menjadi tongkat. Lalu Nabi Musa mengeluarkan tangannya dari dalam bajunya, tiba-tiba tangan itu menjadi putih bercahaya bagi orang-orang yang melihatnya.

Setelah itu, Nabi Musa meninggalkan istana dan Firaun menolak beriman kepadanya atau mengirim orang Israel bersamanya. Firaun mencuru selama dua puluh malam sampai ia hampir mati; kemudian sakit itu berhenti. Ia berkata kepada para pemuka di sekelilingnya, “Sesungguhnya Musa ini pasti seorang pesihir yang pandai, ia hendak mengusir kamu dari negerimu dengan sihirnya; karena itu adakah saran dari kalian?” Dan seseorang yang beriman di antara keluarga Fir‘aun yang menyembunyikan imannya berkata, “Akankah engkau membunuh seseorang karena ia berkata, “Rabb-ku adalah Allah,” padahal sungguh, ia telah datang kepadamu dengan membawa bukti-bukti yang nyata dari Tuhanmu. Dan jika ia seorang pendusta maka dirinyalah yang akan menanggung dosa dustanya itu; dan jika ia seorang yang benar, niscaya sebagian bencana yang diancamkannya kepadamu, akan menimpamu. Sesungguhnya Allah tak memberi petunjuk kepada orang yang melampaui batas dan pendusta. Wahai kaumku! Pada hari ini kerajaan ada padamu dengan berkuasa di bumi, tetapi siapa yang akan menolong kita dari azab Allah, jika azab itu menimpa kita?” Fir‘aun berkata, “Aku hanya mengemukakan kepadamu, apa yang aku pandang baik; dan aku hanya menunjukkan kepadamu jalan yang benar.” Kepala sukunya berkata, "“Tahanlah untuk sementara, ia dan saudaranya, dan utuslah ke seluruh negeri orang-orang yang akan mengumpulkan pesihir, niscaya mereka akan mendatangkan semua pesihir yang pandai kepadamu.”

Almond berhenti sejenak, dan berkata, "Wahai saudara-saudariku, Allah Subhanahu wa Ta'ala, mewahyukan dua contoh mengenai orang-orang tak beriman; satu contoh dimana mereka diibaratkan dengan fatamorgana-dan yang lainnya, lapisan gelap gulita yang berlapis-lapis. Ini karena mereka yang berpaling dari petunjuk dan kebenaran, ada dua jenis: orang yang secara keliru mengira bahwa telah memiliki keyakinan yang kuat - dan ketika kebenaran akhirnya mengungkapkan diri kepadanya, menjadi jelas baginya bahwa itu bertentangan dengan apa yang ia yakini, akhirnya terbukti bahwa keyakinannya itu tak memiliki landasan yang kuat sama sekali.
Tipe kedua, yaitu orang-orang yang laksana gelap-gulita yang berlapis-lapis, dan merekalah orang-orang yang mengenali kebenaran dan petunjuk, namun lebih menyukai kegelapan, kebatilan dan kesesatan. Wallahu a'lam."
"Dan orang-orang yang kafir, amal perbuatan mereka seperti fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi apabila (air) itu didatangi tidak ada apapun. Dan didapatinya (ketetapan) Allah baginya. Lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan (amal-amal) dengan sempurna dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya. Atau (keadaan orang-orang kafir) seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh gelombang demi gelombang, di atasnya ada (lagi) awan gelap. Itulah gelap gulita yang berlapis-lapis. Apabila ia mengeluarkan tangannya, hampir tak dapat melihatnya. Barangsiapa tak diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah, maka ia takkan mempunyai cahaya sedikit pun." - [QS.24:39-40]
Referensi :
- The History of al-Tabari, The Children of Israel, Volume III, Translated by William M. Brinner, SUNY Press
- Ibn Kathir, Stories of The Prophets, Darussalam
- Imam ibn Qayyim al-Jawziyyah, The Paragons of The Qur'an, Dar As-Sunnah

Senin, 18 Juni 2018

Saat Penindasan Merajalela

Almond berkata, "Wahai saudara-saudariku, Allah memberikan perumpamaan penyembah berhala dan orang yang beriman dalam Surah Az-Zumar [39]: 29, Allah berfirman, 'Allah membuat perumpamaan (yaitu) seorang laki-laki (hamba sahaya) yang dimiliki oleh beberapa orang yang berserikat yang dalam perselisihan, dan seorang hamba sahaya yang menjadi milik penuh dari seorang (saja). Adakah kedua hamba sahaya itu sama keadaannya? Segala puji bagi Allah, tetapi kebanyakan mereka tak mengetahui.'
Penyembah berhala diibaratkan sebagai hamba sahaya yang dimiliki oleh sekelompok orang, yang harus ia layani, namun ia tak dapat menyenangkan mereka semua, sedangkan orang beriman, yang menyembah dan meyakini Satu Illah, diibaratkan dengan hamba sahaya yang dimiliki oleh seorang saja, dan ia tahu sarana apa yang dapat menyenangkan hati majikannya. Ia tahu apa yang majikannya inginkan, dan karenanya, ia aman dari perdebatan sesama kolega, bila seandainya ia dimiliki oleh sebuah kelompok. Oleh karenanya, ia tetap fokus melayani majikannya, dan majikannya itu, akan memperlakukannya dengan kemurahan-hati dan kasih-sayang. Jadi, Allah bertanya kepada kita, bagaimanakah hamba-hamba ini bisa disamakan dalam segala hal? Sesungguhnya, saat seorang hamba berkhakti kepada seorang majikan saja, ia akan menerima banyak kebaikan, kemurahan-hati dan pertolongan, dibanding dengan orang yang dimiliki oleh para kolega yang selalu saja berdebat. Mahasuci Allah karena sebagian besar dari mereka, gagal memahami.

Allah membuat perumpamaan bagi orang-orang kafir, istri Nuh dan istri Luth. Dan Allah membuat perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, Maryam putri Imran, ibu Nabi Isa, alaihissalam, yang memelihara kehormatannya. Dan istri Fir‘aun, ketika ia berkata, “Wahai Rabb-ku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Firaun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zhalim,”
Gelatik bertanya, "Siapakah istri Firaun itu? "Almond berkata,"Ia adalah Asiyah binti Muzahim. Imam Ahmad mencatat, Rasulullah (ﷺ) bersabda, "Yang terbaik di antara para wanita Surga adalah Khadijah binti Khuwailid, Fatimah binti Muhammad, Maryam binti 'Imran dan Asiyah binti Muzahim, istri Firaun."
Gelatik berkata, "Wahai Almond, sampaikanlah kepada kami tentang kisah Firaun!" Almond berkata, "Menurut Ibnu Katsir dan Ibnu Jarir at-Tabari, para ahli kitab menyebutkan bahwa, dimulai dari Nabi Ibrahim, alaihissalam, Hajar melahirkan Nabi Ismail, alaihissalam, dan Sarah memberinya Nabi Ishak, alaihissalam. Dari Rifqa, Al-'Aish dan Nabi Yakub, alaihissalam, dilahirkan untuk Nabi Ishak. Disebutkan bahwa Ar-Rum, orang-orang Romawi, juga orang yang berkulit kuning, adalah keturunan Al-'Aish. Nabi Yakub juga disebut Israil. Nabi Yakub memiliki dua istri, Layya dan Rahil, dan dua selir, Zulfa dan Balhah. Layya memberinya lima putra, Rubail, Syam'un, Lawa, Yahudza, Yashhar, Zabilun dan seorang putri, Dinah. Zulfa melahirkan, Daan dan Naftaliy. Balhah melahirkan, Jaad dan Asyir. Rahil melahirkan Nabi Yusuf, alaihissalam, dan Bunyamin yang disebut Syaddad dalam bahasa Arab. Rahil meninggal saat melahirkan Bunyamin. Nabi Yakub memiliki dua belas putera. Mereka dan keturunan mereka, disebut Bani Israil.
Karena kedengkian saudara-saudaranya, Nabi Yusuf, alaihissalam, putra Nabi Yakub dari Rahil, terasingkan ke Mesir. Beberapa Ahli Kitab, menyebutkan bahwa Nabi Yusuf memasuki Mesir pada usia tujuh belas tahun dan menetap di rumah Potifar, atau al-Azis, selama tiga belas tahun. Ketika ia mencapai usia tiga puluh tahun, Firaun, raja Mesir, yang bernama al-Rayyan bin al-Walid bin Tzarwan bin Arasyah bin Qaran bin 'Amr bin' Imlak bin Lud bin Sam bin Nuh, menjadikannya Mangkubumi kerajaan Mesir. Raja ini, beriman kepada Allah dan wafat. Kemudian, ia digantikan oleh Qabus bin Mus'ab bin Mu'awiyah bin Numair bin al-Silwa bin Qaran bin `Amr bin 'Imlak bin Lud bin Sam bin Nuh, yang kafir. Istrinya adalah Asiyah binti Muzahim bin `Ubaid bin al-Rayyan bin al-Walid. Nabi Yusuf berdakwah kepada Qabus bin Mus'ab agar beriman kepada Allah, namun ia tak menanggapi. Kemudian Nabi Yusuf menjadikan saudaranya, Yahudza sebagai pewarisnya, dan wafat pada usia seratus dua puluh tahun.
Ia berpisah dengan Nabi Yakub selama dua puluh dua tahun. Nabi Yakub tinggal bersama Nabi Yusuf di Mesir setelah Allah mempertemukan mereka kembali, selama tujuh belas tahun. Ketika ajal Nabi Ibrahim telah dekat, ia menjadikan Nabi Yusuf sebagai ahli warisnya. Nabi Yakub datang ke Mesir dengan tujuh puluh orang keluarganya, dan ketika ia sekarat, ia meminta Nabi Yusuf berjanji agar membawa jasadnya pulang untuk dimakamkan di sebelah ayahnya, Nabi Ishak. Nabi Yusuf melaksanakannya, membawa jasadnya untuk dimakamkan di Suriah, dan kemudian ia kembali ke Mesir. Nabi Yusuf memerintahkan agar jasadnya sendiri, dimakamkan bersama pendahulunya. Namun ketika Nabi Yusuf wafat, ia belum sempat dibawa pulang ke Syria. Jasadnya diletakkan didalam sebuah peti marmer di sungai Nil. Ketika Nabi Musa, alaihissalam, meninggalkan Mesir, ia membawa peti mati berisi jasad Nabi Yusuf, alaihissalam.
Setelah Qabus bin Mus'ab wafat, ia digantikan oleh saudaranya, al-Walid bin Mus'ab. Disebutkan bahwa al-Walid menikahi Asiyah binti Muzahim, mengikuti saudaranya. Ia lebih biadab dibanding Qabus, lebih kufur, dan lebih angkuh. Dintara para Firaun, tak ada yang lebih kejam, lebih keras-hati, atau lebih jahat terhadap Bani Israel daripada dirinya. Ia menyiksa mereka dan menjadikan mereka budak dan hamba sahaya, mengelompokkan mereka menurut tugasnya: ada kelompok yang tugasnya membangun, kelompok lain untuk membajak, dan ada kelompok yang dipekerjakan untuk menabur benih. Mereka sibuk bekerja, dan siapapun di antara mereka yang tak mau bekerja untuknya, harus membayar pajak. Al-Walid menyiksa Bani Israil, yang tetap memelihara apa yang masih tersisa pada agama mereka, yang tak ingin mereka tinggalkan. Al-Walid dikaruniai kehidupan yang panjang selagi ia memerintah Bani Israil, dan sebagai imbalannya, ia menimpakan mereka siksaan yang mengerikan. Ketika Allah berkehendak melepaskan Bani Israil dari kesengsaraan, dan saat Nabi Musa telah mencapai kedewasaan, Allah memberinya Risalah.

At-Tabari menyebutkan dari Ibnu Ishaq, Lawa bin Yakub menikahi Nibitah, dan ia melahirkan Gerson, Merari, dan Qahits. Qahits menikahi Fihi, dan ia melahirkan 'Azhir. 'Azhir menikahi Syamith, dan ia melahirkan Amram dan Korah. Kita telah tahu bahwa Korah adalah Qarun yang angkuh dengan hartanya yang berlimpah. Amram menikahi Ayarikha, dan ia melahirkan Nabi Harun dan Musa, alaihimussalam.
Ketika zaman Nabi Musa telah mendekat, Fir’aun bermimpi seolah-olah ada api meluncur dari arah Baitul Maqdis. Api tersebut membakar rumah-rumah kota Mesir dan orang-orang Qibthiy, namun tak menimpa Bani Israil. Ketika bangun, Fir’aun merasa cemas, lalu ia mengumpulkan seluruh tukang ramal, paranormal dan tukang sihir. Ia bertanya kepada mereka tentang takwil mimpi tersebut. Mereka menjawab, “Akan datang dari negeri Bani Israil, seorang anak yang akan menjadi sebab-sebab kehancuran penduduk Mesir melalui tangannya.” Karenanya, ia memerintahkan setiap bayi lelaki Bani Israil yang lahir, dibunuh, dan setiap bayi perempuan yang dilahirkan, dibiarkan tetap hidup. Ia kemudian berkata kepada orang-orang Qibthiy, "Awasi budak-budakmu yang bekerja di luar rumah dan suruh mereka masuk. Pekerjakan Bani Israil itu untuk pekerjaan-pekerjaan rumah di tempat yang menjijikkan."
Kemudian salah seorang pembesar Qibthiy menemui Firaun dan berbicara kepadanya, "Sesungguhnya, kematian telah menimpa orang-orang ini, dan pekerjaan-pekerjaan mereka akan dikerjakan oleh kalangan kita sendiri. Kita membunuh anak-anak mereka, dan kemudian anak-anak kecil tak tumbuh dewasa, dan yang lama mati. Biarkanlah beberapa bayi lelaki mereka, tetap hidup." Maka Firaun memerintahkan agar membunuh bayi lelaki dalam rentang waktu setahun, dan tak membunuh mereka dalam rentang waktu setahun.
Tahun dimana mereka tak membantai, Nabi Harun, alaihissalam, dilahirkan dan tetap hidup. Namun selama tahun pembantaian, ibu Nabi Musa hamil. Ketika ia akan melahirkan, ia sangat sedih. Allah memberinya ilham, Allah berfirman, "Susuilah ia, dan apabila engkau khawatir terhadapnya maka hanyutkanlah ia ke sungai Nil. Dan janganlah engkau takut dan jangan pula bersedih hati, sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya salah seorang rasul.” Ketika ia melahirkan dan telah menyusuinya, ia memanggil seorang tukang kayu yang membuatkan kotak kayu untuk bayi Nabi Musa, menempatkan kuncinya dibagian dalam. Ia meletakkan bayi Nabi Musa di dalamnya, menaruhnya ke sungai. Dan ia berkata kepada saudara perempuan Nabi Musa, “Ikutilah!” Maka tampak olehnya bayi Nabi Musa dari kejauhan, sedang orang-orang tak menyadari bahwa ia adalah saudara perempuannya. Gelombang membawa kotak kayu itu, naik-turun mengikuti aliran sungai, hingga sebuah gelombang membawa kotak itu tersangkut ke pohon di kediaman Firaun.
Dayang-dayang Asiyah, istri Firaun, keluar hendak mandi dan menemukan peti itu. Mereka membawanya ke hadapan Asiyah, mengira ada barang berharga di dalamnya. Asiyah membuka peti tersebut, ia melihat wajah bayi Nabi Musa berbinar-binar yang menunjukkan tanda-tanda kenabian dan keagungan. Saat Asiyah menatapnya, timbul rasa ibanya, dan iapun menyayanginya. Ketika ia menyampaikan Firaun tentang bayi itu, Firaun hendak membunuhnya, namun, Asiyah terus membujuk sampai Firaun menyerahkan bayi itu kepadanya.
Mereka mencari inang penyusu untuknya, namun jabang bayi tak mau menyusu dari mereka. Para wanita, sementara itu, berlomba-lomba mengajukan diri sebagai inang penyusu, sehingga mereka bisa tinggal bersama Firaun selama masa menyusui. Tetapi sang jabang bayi tetap menolak menyusu. Maka, saudari perempuannya berkata, “Maukah aku tunjukkan kepadamu, keluarga yang akan memeliharanya untukmu dan mereka dapat berlaku baik padanya?” Mereka membawanya dan berkata, “Engkau pasti mengenal anak ini, bawalah kami ke keluarganya.” Ia berkata, "Aku tak mengenalnya. Aku hanya mengatakan bahwa mereka akan menunjukkan niat baik kepada Firaun." Ketika ibunya datang, ia mengeluarkan payudaranya, dan ia hampir saja berkata, "Ini anakku," tetapi Allah menahannya. Maka Allah mengembalikan Nabi Musa kepada ibunya, agar senang hatinya dan tak bersedih hati, dan agar ia mengetahui bahwa janji Allah adalah benar.

Ketika ia berjalan, ibunya menunjukkannya kepada Asiyah. Selagi ia berayun dan bermain dengannya, ia menawarkan kepada Firaun, berkata, "Bawalah ia, sebagai penyejuk mata hati bagiku dan bagimu!" Firaun berkata, "Penyejuk mata hatimu, bukan mata hatiku."
Firaun berkata, "Aku khawatir anak ini adalah Bani Israel dan ia adalah orang yang di tangannya kehancuran kita akan terjadi." Ketika Firaun menggendongnya, bayi Nabi Musa mencengkeram jenggotnya dan mencabut helai rambut jenggot itu. Firaun berkata, "Panggil algojo! Anak ini orangnya!" Asiyah berkata, "Janganlah membunuhnya. Mudah-mudahan ia bermanfaat bagi kita, atau kita mengangkatnya sebagai anak. Ia hanyalah anak lelaki yang tak mengerti. Ia melakukannya hanya karena kekanak-kanakannya. Engkau tahu bahwa di antara orang-orang Mesir, tak ada wanita yang lebih suka memakai perhiasan dibanding diriku. Aku akan memberinya perhiasan safir dan menempatkan di sampingnya batu arang yang panas. Jika ia mengambil safir, berarti ia mengetahui, maka engkau boleh membunuhnya. Akan tetapi, jika ia mengambil batubara yang menyala itu, ia hanyalah seorang anak kecil."
Asiyah lalu membawakannya safir dan meletakkan di hadapannya baskom berisi arang menyala. Malaikat Jibril, alaihissalam, datang, dan meletakkan arang menyala itu di tangan Nabi Musa, yang ia masukkan ke dalam mulutnya, membakar lidahnya.
Ia disebut Musa hanya karena mereka menemukannya di air dan pohon, dan dalam bahasa Qibthiy, air adalah mu dan pohon adalah sha. Firaun mengambilnya sebagai seorang putra, dan ia disebut "putra Firaun."

Nabi Musa dibesarkan dan setelah ia dewasa dan sempurna akalnya, Allah menganugerahkan kepadanya stamina yang baik, kekuatan, hikmah kenabian dan ilmu. Orang yang lemah dan tertindas, selalu meminta pertolongannya untuk perlindungan dan keadilan. Ia  berlayar dengan kapal dan pakaian seperti yang digunakan Firaun, dan ia dikenal hanya sebagai Musa, putra Firaun. Suatu ketika, Firaun berlayar dengan perahu tanpa Nabi Musa. Ketika Nabi Musa tiba, ia diberitahu bahwa Firaun telah berlayar, maka ia berangkat berlayar menyusulnya. Ia mencapai sebuah kota bernama Memphis pada waktu tidur siang. Memasuki tengah hari, ia menemukan pasarnya sudah ditutup, dan tak ada lagi orang di jalan-jalannya.
Dan Nabi Musa masuk ke kota Memphis ketika penduduknya sedang lengah, maka ia mendapati di dalam kota itu dua orang laki-laki sedang berkelahi; yang seorang dari Bani Israil dan yang seorang lagi, orang Qibthiy. Orang Bani Israil memohon pertolongan kepadanya, untuk mengalahkan orang Qibthiy itu, lalu Nabi Musa meninjunya, dan matilah musuhnya itu. Nabi Musa berkata, “Inilah perbuatan setan. Sungguh, setan itu adalah musuh yang jelas menyesatkan."

Nabi Musa berdoa, “Wahai Rabb-ku, sesungguhnya, aku telah menzhalimi diriku sendiri, maka ampunilah aku.” Maka Dia mengampuninya. Sungguh, Allah, Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang. Nabi Musa berkata, “Wahai Rabb-ku! Demi nikmat yang telah Engkau anugerahkan kepadaku, maka aku takkan menjadi penolong bagi orang-orang yang berdosa.” Dan pada pagi harinya, Musa ketakutan berada di kota itu sambil menunggu akibat perbuatannya, tiba-tiba orang yang kemarin meminta pertolongan berteriak meminta pertolongan kepadanya. Nabi Musa berkata kepadanya, “Engkau sungguh, orang yang nyata-nyata sesat.” Kemudian Musa mendekat untuk membantunya. Ketika Nabi Musa hendak memukul dengan keras orang yang menjadi musuh mereka berdua, musuhnya berkata, “Wahai Musa! Akankah engkau membunuhku, sebagaimana kemarin engkau membunuh seseorang? Engkau hanya bermaksud menjadi orang yang berbuat sewenang-wenang di negeri ini, dan engkau tak bermaksud menjadi salah seorang dari orang-orang yang mengadakan perdamaian.”
Maka iapun pergi, dan orang Qibthiy itu mengedarkan cerita bahwa Nabi Musa adalah orang yang telah membunuh orang itu, lalu Firaun mencarinya, berkata, "Carilah, karena ialah orangnya." Ia berkata kepada orang-orang yang mencarinya, "Carilah ia di jalan kecil, karena Musa, anak lelaki yang takkan menemukan jalan utama." Nabi Musa berjalan di jalan kecil, dan seorang lelaki datang bergegas dari ujung kota seraya berkata, “Wahai Musa! Sesungguhnya para pembesar negeri sedang berunding tentang engkau untuk membunuhmu, maka keluarlah dari kota ini, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang memberi nasihat kepadamu.” Maka keluarlah Nabi Musa dari kota itu dengan rasa takut, waspada jikalau ada yang menyusul atau menangkapnya, ia berdoa, “Ya Rabb-ku, selamatkanlah aku dari orang-orang yang zhalim itu.”

Ketika Nabi Musa berjalan di sisi jalan, seorang malaikat datang kepadanya dengan seekor kuda, dengan sebuah lembing di tangannya. Ketika Nabi Musa melihatnya, ia membungkuk kepadanya karena ketakutan. Malaikat itu berkata, "Jangan sujud kepadaku, tetapi ikuti aku sebagai gantinya." Maka Nabi Musa mengikuti ketika malaikat itu menuntunnya ke Midian. Nabi Musa berkata, sambil mengarahkan wajahnya ke arah Midian, “Mudah-mudahan Rabb-ku memimpinku ke jalan yang benar.” Malaikat itu pergi bersamanya sampai ke Midian.

Almond berkata, "Wahai saudara-saudariku, takdir berkehendak lain. Raja yang sombong dan terpedaya atas banyaknya bala-tentara, sangat kejam serta banyak yang mengikuti kekuasaannya, takdir berketetapan, 'Allah Yang Maha Agung, Yang tak dapat dikalahkan dan tak dapat dicegah serta tak dapat ditentang ketetapannya, telah menetapkan bahwa bayi yang ia waspadai itu, dan karenanya ia telah membunuh jiwa-jiwa yang tak berdosa, yang tak terhitung jumlahnya, dipelihara di dalam rumahnya sendiri. Di atas ranjangnya, sedangkan ia tak mampu menyibak rahasia di balik itu semua. Kemudian kehancurannya, baik di dunia maupun akhirat, berada di ambang pintu. Sebab, ia menyelisihi kebenaran yang nyata. Sedangkan Allah, Rabb langit dan bumi, berbuat sesuai kehendak-Nya. Dia Maha Kuat, Maha Perkasa, Yang memiliki siksa yang amat pedih. Kehendak-Nya, tak dapat di lawan!' Wallahu a'lam.”
"Sungguh, Firaun telah berbuat sewenang-wenang di bumi dan menjadikan penduduknya berpecah-belah, ia menindas segolongan dari mereka, ia menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak perempuan mereka. Sungguh, ia (Firaun) termasuk orang yang berbuat kerusakan." - [QS.28:4]
Referensi :
- The History of al-Tabari, The Children of Israel, Volume III, Translated by William M. Brinner, SUNY Press
- Ibn Kathir, Stories of The Prophets, Darussalam

Jumat, 15 Juni 2018

Dua Ladang

Pelatuk berkata, "Wahai almond, sampaikanlah pada kami tentang kisah dua lelaki dalam Surah Al-Kahfi!" Almond berkata, "Wahai saudara-saudariku, Allah Azza wa Jalla, telah memberi gambaran tentang kehidupan di dunia ini. Allah berfirman dalam Surah Yunus [10]: 24, 'Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu, hanya seperti air yang Kami turunkan dari langit, lalu tumbuhlah tanaman-tanaman bumi dengan subur karena air itu, di antaranya ada yang dimakan manusia dan hewan ternak. Hingga apabila bumi itu telah sempurna keindahannya, dan berhias, maka pemiliknya mengira bahwa mereka pasti menguasainya, memetik hasilnya, lalu datanglah kepadanya azab Kami pada waktu malam atau siang, kemudian Kami jadikan tanamannya seperti tanaman yang sudah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda kekuasaan Kami kepada orang yang berpikir'."
Allah Subhanahu wa Ta'ala, memberi gambaran bahwa kehidupan duniawi ini, tampak indah di mata orang yang melihatnya, sehingga ia takjub dan terpesona dengan kemewahanannya, sehingga ia mengidamkannya, menginginkannya, kemudian tersesat olehnya - sampai ia mencapai tahap dimana ia mengira telah memilikinya dan menguasainya, kemudian tiba-tiba, dunia ini direbut darinya ketika ia sangat mendambakannya dan penghalang dibentangkan antara dirinya dan dunia itu. Dengan demikian, Allah Subhanahu wa Ta'ala, membandingkan keadaan ini dengan lahan dimana hujan turun, yang menyebabkan tetumbuhan bertunas, dan tanamannya mencapai kesempurnaan, serta tampak indah, menarik perhatian, namun menjebak, hingga ia mengira bahwa ia berkuasa dan berhak atasnya. Tiba-tiba, perintah Allah turun, dan bencanapun sontak menghancurkan tanaman-tanaman itu, menyebabkan lahan itu kembali seperti keadaan sebelumnya, yang tiada manfaat apa-apa. Karenanya, ia merasa gundah dan tangannya tak dapat berbuat apa-apa. Mirip dengan keadaan dunia ini dan orang yang menggantungkan nasib padanya.

Kisah dua lelaki ini, bila betul terjadi atau walau hanya sebuah perumpamaan, yang dituturkan sebagai peringatan, adalah jejak yang hampir sempurna dari perbandingan antara orang-orang musyrik Mekkah dan kaum Muslimin di zaman Jahiliyyah. Kaum musyrikin Mekkah saat itu, sangat angkuh bila duduk bersama orang miskin dan lemah di antara kaum Muslimin, mereka menemberang dan memamerkan harta-kekayaan dan kemuliaan garis keturunan mereka. Allah kemudian mewahyukan perumpamaan dua orang lelaki, salah seorang diantaranya, yang kufur, Allah berikan dua ladang anggur, dikelilingi dengan pohon kurma dan hasil panen yang berlimpah. Semua pohon dan tanaman itu, memunjung buahnya, mudah dipetik dan berkualitas baik.
Masing-masing dua ladang itu, menghasilkan banyak buah-buahan dan tak ada yang pernah berkurang. Dan sungai mengalirinya dari segala arah. Ia juga memiliki Thamar, kekayaan yang banyak, maka ia berkata kepada kawannya, yang mukmin, saat bercakap-cakap dengannya, “Hartaku lebih banyak daripada hartamu dan pengikutku lebih kuat. Aku punya lebih banyak budak, pelayan dan anak-anak." Dengan berlagak, ia memamerkan kekayaannya dan mengajak kawannya itu, berdebat.

Lalu sang kufur memasuki ladangnya dan berkata, “Menurutku, ladang ini takkan binasa, selama-lamanya, dan menurutku, Hari Kiamat itu takkan datang, dan sekiranya aku dikembalikan kepada Tuhanku, pastilah aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik daripada semua ini. Dan andai saja bukan karena Tuhan menyayangiku, Dia takkan memberiku semua ini. Aku yakin mendapatkan yang lebih baik daripada semua ini sebagai balasan." Dirinya telah terjebak oleh tanaman, buah-buahan dan pohon-pohon yang nampak, serta sungai-sungai yang mengalir melalui celah-celah ladangnya. Ia mengira bahwa semua itu takkan pernah bisa binasa atau berakhir. Ini karena kurangnya pemahaman dan kelemahan imannya kepada Allah, dan karena ia terpikat dengan dunia dan perhiasannya, serta tak beriman pada Hari Akhir.
Sang mukmin membalasnya, memperingatkan dan menghardik sang kufur karena menyangkal Allah dan membiarkan dirinya tertipu, "Tak yakinkah engkau bahwa Dia Yang menciptakanmu dari tanah, kemudian dari setetes jauhar, lalu Dia menjadikan engkau seorang lelaki yang sempurna?" Inilah penolakan, menunjukkan betapa rawan penistaan sang kufur terhadap Rabb-nya, Yang menciptakan dan membentuk manusia dari debu - merujuk pada Nabi Adam, alaihissalam - kemudian menciptakan keturunannya dari cairan yang hina. Sang mukmin berkata, "Bagaimana bisa engkau menolak Rabb-mu dan tanda-tanda-Nya yang jelas kepadamu, yang setiap orang mengakui dalam dirinya sendiri, karena tiada seorangpun di antara makhluk-Nya yang tak tahu bahwa dirinya ada, dari ketiadaan, kemudian menjadi ada, dan keberadaannya bukan karena dirinya atau makhluk lain? Ia tahu bahwa keberadaannya itu karena Penciptanya, tiada Illah lain selain Dia, Pencipta segala sesuatu."
Lalu ia berkata, "'Aku takkan mau mengucapkan apa yang telah engkau ucapkan; melainkan aku mengakui Keesaan dan Keilahian Allah. Dialah Allah, hanya Dialah yang berhak disembah, tiada sekutu bagi-Nya. Dan mengapa ketika engkau memasuki kebunmu, engkau tak mengucapkan 'Masya Allah, la quwwata illa billah' (Sungguh, atas kehendak Allah, semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah), sekalipun engkau anggap harta dan keturunanku lebih sedikit daripadamu? Maka semoga Rabb-ku, kelak akan memberikan kepadaku ladang yang lebih baik dari ladangmu ini; dan Dia mengirimkan petir dari langit ke ladangmu, sehingga ladang itu menjadi tanah yang licin, atau airnya menjadi surut ke dalam tanah, maka engkau takkan dapat menemukannya lagi.”
Para Salaf berkata, “Barangsiapa yang bersuka-cita dengan sesuatu, baik itu dalam hal  keadaan dirinya, atau kekayaannya, ataupun anak-anaknya, hendaknya ia berkata, 'Masya Allah, la quwwata illa billah!' Dalam kitab Shahihah, dari Abu Musa, radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah (ﷺ) bersabda, “Maukah kalian kuberitahukan tentang khazanah diantara khazanah surga? La hawla wa la quwwata illa billah." Salah satu khazanah surga adalah mengakui dan menyatakan bahwa kemampuan melakukan perbuatan baik maupun menghindari perbuatan buruk, takkan mungkin terjadi tanpa pertolongan Allah. Dengan kata lain, orang yang menyatakannya dengan lidah dan mengakuinya di dalam qalbunya, maka seakan ia telah memperoleh sebuah kunci khazanah Surga.

Apa yang ditakutkan oleh sang kufur, dan apa yang diyakini sang mukmin, benar-benar terjadi. Badai menghantam ladangnya, ladang yang menurutnya akan berlangsung abadi, mengalihkan perhatiannya dari berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Iapun bertepuk sebelah tangan, menyesal dan sedih karena hartanya telah musnah, dan berkata, "Aduhai, sekiranya dulu aku tak mempersekutukan Tuhanku dengan sesuatupun.” Dan tiada lagi baginya segolongan pun yang dapat menolongnya melainkan Allah, marga ataupun anak-anaknya, tak dapat menolong karena ia telah merapik dengan sia-sia, dan iapun takkan dapat membela dirinya. Ketika Allah mengirimkan adzab padanya, takkan ada yang dapat menyelamatkannya. Di sana, Al-Walayah itu hanya dari Allah Yang Mahabenar. Dialah Pemberi pahala terbaik dan Pemberi balasan terbaik."
Bulbul bertanya, "Apa itu Al-Walayah?" Almond berkata, "Ada yang menyebutnya sebagai Al-Walayah, yang bermakna bahwa seluruh kepatuhan hanya kepada Allah, yaitu, pada Hari dimana setiap orang, yang beriman maupun kafir, akan kembali kepada Allah, patuh dan berserah-diri kepada-Nya ketika keputusan dijatuhkan. Ada juga yang menyebutnya sebagai Al-Wilayah, bersandar bahwa pada hari itu, segala ketentuan hanyalah milik Allah. Ada yang menyebutnya Haqqu (Benar), yang mengacu pada Al-Wilayah. Ada yang menyebutnya, Haqqi, yang merujuk pada Allah, Azza wa Jalla.
Tentang kisah dua lelaki ini, akhir-akhir ini, telah muncul fenomena di antara kita, dimana ada seseorang yang ingin menunjukkan jati-dirinya. Ia berkata, "Aku lebih baik, aku lebih moderat daripada kalian!" Namun ketika ditanya, "Apa perbedaan antara bersikap moderat dan bersikap wajar?" Alih-alih menjelaskan, ia berbalik menuduh, "Aku lebih toleran daripada kalian! Kalian tak menunjukkan rasa-toleransi!" Benarkah? Bagaimana dengan paradox toleransi yang menyatakan bahwa jika suatu masyarakat menunjukkan toleransi yang tanpa batas, kemampuannya untuk bersikap toleran, pada akhirnya akan dicengkeram atau dihancurkan oleh sikap intoleran? Karena, toleransi yang tanpa batas, akan bertransformasi menjadi intoleransi. Bukankah bila ke dalam secangkir teh manis, ditambahkan gula terus-menerus, akan terasa getir? Ini bukanlah untuk menghalangi toleransi ataupun moderasi, namun sebagai pengingat diri, karena pada kenyataanya, kata-kata toleransi dan moderasi, terkadang dipergunakan sebagai aral jalan kebenaran.
Rasulullah (ﷺ) bersabda, "Janganlah menganggap diri kalian lebih shalih. Hanya Allah-lah Yang mengetahui keshalihan di antara kalian." Dalam Surah An-Najm [53]: 32, Allah berfirman, "(Yaitu) mereka yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji, kecuali kesalahan-kesalahan kecil. Sungguh, Tuhanmu Mahaluas ampunan-Nya. Dia mengetahui tentang kamu, sejak Dia menjadikan kamu dari tanah lalu ketika kamu masih janin dalam perut ibumu. Maka janganlah kamu menganggap dirimu suci. Dia mengetahui tentang orang yang bertakwa." Jadi, janganlah mengatakan dirimu lebih suci, atau lebih baik, tetapi lihatlah kekuranganmu dalam ketaatan. Kemudian, jika ada orang yang mengatakan dirimu baik, andai mereka tahu kekuranganmu, tentulah mereka akan menjauh."
Almond lalu berkata, "Wahai saudara-saudariku, bila Allah menganugerahkan karunia-Nya kepada seorang mukmin, bukanlah keangkuhan dan kepomgahan yang ditampakkannya, ia akan meletakkan dahinya diatas tanah dan mengakui segala karunia itu, dan dengan lidah dan qalbunya, ia menyatakan, 'Wahai Allah, sekiranya bila Engkau tak menganugerahkan pemberian ini, aku takkan mampu mendapatkannya. Segala karunia ini, dari sisi-Mu.'
Sungguh beruntung orang yang merenungkan terlebih dahulu akibat dari suatu tindakan sebelum melakukannnya. Dan yang malang adalah, ia yang tanpa memikirkan akibatnya, bersikap angkuh dan berbangga-diri, dan kemudian ketika hasilnya muncul, ia terdiam melihat akibatnya, dan merasa sedih dan menyesal. Saat itu, kesedihan dan penyesalan, tiada gunanya. Dalam kisah tersebut, para penyangkal akan dihadapkan dengan malapetaka. Dan petaka yang sama juga harus dihadapi oleh Firaun, dan ia juga akan dipaksa mengakui, pada saat itu, bahwa andai, sebelum tertimpa adzab, ia mendengarkan nasihat Nabi Musa, alaihissalam, adzab itu takkan melandanya. Wallahu a'lam."

"Dan buatkanlah untuk mereka (manusia) perumpamaan kehidupan dunia ini, ibarat air (hujan) yang Kami turunkan dari langit, sehingga menyuburkan tumbuh-tumbuhan di bumi, kemudian (tumbuh-tumbuhan) itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin. Dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amal kebajikan yang terus-menerus adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan." - [QS.18:45-46]
Referensi :
- Ibn Kathir, Stories of The Qur'an, Dar Al-Manarah
- Syaikh Safiurrahman Al-Mubarakpuri, Tafsir Ibn Kathir (Abridged) Volume VI, Darussalam
- Maulana Hifzur Rahman Soeharwy, Qasasul Ambiyaa, Idara Impex
- Imam ibn Qayyim al-Jawziyyah, The Paragons of The Qur'an, Dar As-Sunnah

Selasa, 12 Juni 2018

Dua Cula Sang Mentari

Bulbul bernalam,

Sejagat telah maklum, laga itu, telah beraci
Yang duafa tetap papa, yang gani kian rani
Demikian itu jalannya
Segenap telah pirsa

Sejagat paham, bahtera itu tersibak
Sesarwa mafhum, sang nakhoda berbongak
Segenap kaum, merasa tersayat-hati
Bagai ramanda, ataupun kirik mereka, belum lama pergi! *)

Murai lalu berkata, "Terima kasih saudariku, Bulbul! Suara yang indah! Sekarang, mari lanjutkan diskusi kita. Adakah di antara kalian yang mau berbagi?" Bulbul berkata, "Aku ingin tahu tentang Dzul-Qarnain. Wahai almond, sampaikanlah kepada kami, kisahnya!"
Almond berkata, "Wahai saudara-saudariku! Hal pertama yang hendaknya kita perhatikan, adalah mengenal Allah, Subhanahu wa Ta'ala, melalui tanda-tanda-Nya. Yang jelas, bahwa siapapun yang melihat bagaimana langit telah diangkat dan bumi dihamparkan, dan mengamati betapa keunikan sesuatu itu - terutama dirinya sendiri - telah tercipta, ketahuilah bahwa setiap gatra itu, seyogyanya punya penyusun, dan segala yang dibangun, seyogyanya punya pembangun.

Orang yang shalih adalah seorang muslim atau muslimah, yang berpegang-teguh pada Dien yang diwahyukan Allah, dan bangsa yang shalih adalah bangsa yang menganut Dien ini dan erat memeluknya. Baik seorang Muslim maupun umat Islam, akan diuji dengan beragam cobaan. Ujian akan mengaduk umat ini karena hasrat dan keinginan, perpecahan dan perselisihan, atau mungkin juga akan datang musuh-musuh umat ini, yang menaklukkan dan memperhinakannya. Cobaan yang berasal dari perpecahan dan perselisihan dapat mencapai sedemikian rupa, hingga umat Islam saling menghunus pedang, dan manusia akan terbunuh, darah bersimbah, kesucian dilanggar dan harta dirampas.
Kesengsaraan-kesengsaraan ini, ada yang berat dan sulit, dan ada yang ringan. Salah satu alasan utama mengapa kesengsaraan dan malapetaka terjadi, adalah kurangnya ilmu dan meratanya kebodohan sehingga setiap khabar ditelan mentah-mentah, meninggalkan Islam, berbuat dosa dan ketidaktaatan, serta pelanggaran moral."

Bulbul bertanya, "Bagaimana cara menyelamatkan diri dari cobaan seperti itu?" Almond berkata, "Banyak diantara para Sahabat, radhiyallahu 'anhum, berusaha mencari tahu tentang cobaan yang akan menimpa umat ini, dan mempelajari cara untuk menyelamatkan diri darinya. Di antara para Sahabat ini, Hudzaifah bin Al-Yaman, radhiyalahu ‘anhu, pernah banyak bertanya kepada Rasulullah (ﷺ) tentang cobaan itu, agar ia takkan menjadi mangsanya. Dalam Sahih Al-Bukhari, diriwayatkan bahwa Hudzaifah berkata, “Dahulu manusia bertanya kepada Rasulullah tentang hal-hal yang baik tapi aku bertanya kepada beliau tentang hal-hal yang buruk agar jangan sampai menimpaku” Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, dahulu kami berada dalam keadaan jahiliyah dan keburukan, lalu Allah mendatangkan kebaikan (Islam) ini, akankah datang keburukan setelah kebaikan ini?” Beliau bersabda, “Ya” Aku bertanya, “Dan akankah datang kebaikan setelah keburukan itu?” Beliau menjawab, “Ya, tetapi didalamnya ada asap”. Aku bertanya, “Apa asapnya itu ?” Beliau menjawab, “Suatu kaum yang membuat ajaran bukan dari ajaranku, dan menunjukkan manusia kepada selain petunjukku. Engkau akan mengenal mereka dan engkau akan memungkirinya” Aku bertanya, “Akankah setelah kebaikan ini, ada keburukan lagi ?” Beliau menjawab, ”Ya, akan muncul dai-dai yang menyeru ke neraka jahannam. Barangsiapa yang menerima seruan mereka, maka merekapun akan menjerumuskan ke dalam neraka” Aku bertanya, “Wahai Rasulullah, sebutkan ciri-ciri mereka kepada kami ?” Beliau menjawab, “Mereka dari golongan kita, dan berbicara dengan bahasa kita” Aku bertanya, “Apa yang engkau perintahkan kepadaku jika kutemui keadaan seperti ini” Beliau menjawab, “Pegang erat-erat jama’ah kaum muslimin dan imam mereka” Aku bertanya, “Bagaimana jika tiada imam dan jama’ah kaum muslimin?” Beliau menjawab, ”Tinggalkan semua kelompok-kelompok sempalan itu, walaupun engkau akan menggigit akar pohon hingga ajal menjemputmu”

Almond diam sebentar, lalu berkata, "Kisah tentang Dzul-Qarnain, berkaitan dengan cobaan kekuasaan. Apa yang terjadi jika seseorang berkuasa? Dari catatan fakta sejarah, dalam sejarah umat manusia, hampir setiap orang yang punya kekuasaan, dan setiap bangsa yang punya kekuasaan, yang ingin terus berkuasa, dan setiap negara adidaya yang menginginkan kekuasaan lebih besar dari apa yang telah dimilikinya, maka Allah Subhanahu wa Ta'ala takkan pernah mengijinkan suatu bangsa atau orang yang berkuasa itu, tumbuh-berkembang di dunia ini, karena setiap bangsa yang berusaha mendapatkan lebih dari kekuasan yang diperolehnya, Allah Subhanahu wa Ta'ala akan membawa kehancuran bagi mereka sendiri, di tangan mereka sendiri.
Tiada yang lebih merusak ego seseorang daripada kekuasaan, karena kekuasaan akan memberimu ketenaran, kekuasaan memberimu kekayaan, kekuasaan memberimu keberuntungan, kekuasaan memberimu segala akses. Ketika seseorang punya kekuasaan, segalanya berada di bawahnya. Lihatlah, skandal yang kita lihat di sekitar kita, melibatkan uang, penipuan, melibatkan ini dan itu, bahkan pertumpahan darah. Begitulah sifat kekuasaan. Kekuasaan itu merusak, dan itulah aturan umumnya. Karenanya, Nabi kita tercinta (ﷺ), memperingatkan kita agar berhati-hati dalam hal kekuasaan. Namun, di sisi lain, Rasulullah (ﷺ) menyampaikan kepada kita bahwa salah seorang dari mereka yang akan berada di bawah naungan Allah, adalah penguasa adil yang bertindak sesuai dengan perintah Allah.

Allah berkehendak memberi kita teladan dari seorang penguasa seperti itu, kisah tentang seorang raja yang shalih, yang telah dirahmati Allah dengan kekuasaan, dan keshalihannya masih tetap terjaga, dan karenanya, Allah menolongnya. Allah telah memberikan Dzul-Qarnain kekuatan yang besar, sehingga ia memiliki segala yang seorang raja dapat miliki, kekuatan, pasukan, peralatan perang dan mesin pengepung. Maka, ia berkuasa atas Timur dan Barat, segala bangsa dan raja-rajanya, tunduk kepadanya, dan semua bangsa, Arab dan bukan-Arab, melayaninya. Ada yang berkata, ia disebut Dzul-Qarnain, yang bercula dua, karena ia telah mencapai dua "cula" matahari, Timur dan Barat, dimana matahari terbit dan terbenam. Ada beberapa Sahabat yang mengatakan bahwa ia dikarunia dengan ilmu. Sahabat lain, mengatakan bahwa Allah memberinya sarana segala sesuatu, yang berarti sarana dan kekuatan untuk menaklukkan seluruh daerah, wilayah dan negeri, mengalahkan musuh, menaklukkan raja-raja diatas bumi ini, dan memperhinakan orang-orang musyrik. Ia diberi segala yang dibutuhkan manusia sepertinya. Wallahu a'lam!"

Pelatuk bertanya, "Seorang nabikah ia?" Almond berkata, "Allah, Azza wa Jalla, memuliakan Dzul-Qarnain dalam Al-Qur'an, atas keadilannya. Ia memerintah atas Timur dan Barat serta banyak daerah yang ditaklukkan, dengan keadilan yang sempurna. Diriwayatkan, Abdullah bin 'Amr, radhiyallahu 'anhu, ia berkata bahwa Dzul-Qarnain adalah seorang Nabi. Dalam riwayat lain, Ibnu Abbas, radhiyallahu 'anhu, berkata bahwa Dzul-Qarnain adalah raja yang baik, yang usahanya dipuji dalam Kitabullah, ia dimenangkan, dan Khidhir adalah menterinya, pemimpin pasukannya, dan penasehatnya. Lebih lanjut, dalam kitab at-Tabari, disebutkan bahwa Dzul-Qarnain adalah Alexander orang Yunani, tapi kita tahu, bahwa ia adalah seorang politeis. Sekitar tiga ratus tahun sebelum kelahiran Nabi 'Isa, alaihissalam, ada seorang raja yang dikenal sebagai Sikandar atau Alexander orang Yunani atau Iskandar al-Maqduni. Ia dikenal dengan penyebutan dari Yunani, Makedonia, Romawi dll. Ia mengangkat Arastu atau Aristoteles sebagai menterinya, yang berperang melawan Darius muda, raja Persia, dan yang merupakan pendiri Alexandria, dan Alexander menaklukkan negaranya setelah membunuhnya. Ibnu Katsir, ulama besar Hadis dan sejarah, telah menjelaskan bahwa Alexander ini bukanlah Dzul-Qarnain yang disebutkan dalam Al Qur'an.
Yang lain mengatakan bahwa Dzul-Qarnain adalah Cyrus atau Khoresh yang Agung, pendiri Kekaisaran Akhemeniyah atau Kekaisaran Persia Pertama. Yang lain lagi mengatakan, Dzul-Qarnain yang disebutkan dalam Al-Quran adalah Abu Bakar bin Samma ibnu 'Umar ibnu Ifriqis al-Himyari, orang yang menaklukkan Timur dan Barat Bumi. Menurut Ibnu Katsir, pendapat yang paling mungkin adalah bahwa ia adalah seorang raja. Dzul-Qarnain telah disebutkan oleh Al-Qur'an tidak lebih dari, "Ia seorang raja yang abid dan shalih." Ia orang yang taat dan pemeluk agama sejati pada masanya. Hal-hal yang tak disebutkan oleh Al-Qur'an ataupun dijelaskan oleh Hadis, adalah hal-hal yang bukan kewajiban kita untuk memperbaiki dan mengklarifikasinya sendiri, karena tanggung jawab itu, tak bergantung pada pundak kita, ada yang lebih berkompeten. Dengan demikian, perkataan manapun yang dianggap lebih berbobot, layak dan aman, tujuan Al Qur'an akan tetap tercapai. Wallahu a'lam!"
Bulbul bertanya, "Benarkah ia memiliki dua cula?" Almond berkata, "Ada yang berpendapat bahwa ia memiliki dua kuncir rambut ikal, oleh sebab itu, ia disebut Dzul-Qarnain. Ada juga yang mengatakan bahwa ia memiliki tanda di kepalanya, yang menyerupai cula. Tampak dalam beberapa riwayat, bahwa ada bekas luka di kedua sisi kepalanya, karenanya, ia dikenal sebagai Dhul-Qarnain. Sebagian yang lain mengatakan bahwa ia memerintah negara-negara Timur dan Barat, oleh karenanya, ia disebut Dzul-Qarnain. Timur dan Barat, dimana matahari terbit dan dimana terbenam. Menurut para Sahabat dan Tabi'in, bahwa ia melakukan perjalanan dengan mengikuti jalur yang berbeda untuk mencapai apa yang diinginkannya. Dalam ekspedisi pertamanya, ia mengikuti rute sampai ia mencapai titik terjauh yang bisa dicapai ke arah terbenamnya matahari, yang merupakan belahan Barat bumi. Ia melihat matahari terbenam didalam laut yang berlumpur hitam, yang bermakna bahwa ia melihat matahari seakan terbenam di lautan. Inilah sesuatu yang setiap orang, yang pergi ke pantai, tampak melihat seolah matahari terbenam ke laut, namun kenyataannya, matahari tak pernah meninggalkan garis edarnya, menaati Sunnatullah.
Di sana, ditemukannya suatu kaum yang tak beragama. Allah berfirman, “Wahai Dzul-Qarnain! Engkau boleh menghukum atau mengajak beriman kepada mereka.” Allah memberinya kuasa atas mereka dan memberinya pilihan: jika ia mau, ia boleh membunuh orang-orang itu dan mengambil para wanita dan anak-anak sebagai tawanan, atau jika ia mau, ia dapat membebaskan mereka, dengan atau tanpa tebusan. Kemudian Dzul-Qarnain megumumkan keputusannya, “Barangsiapa yang tetap dalam kekafirannya dan menyekutukan Rabb-nya, kami akan menghukumnya, dengan membunuhnya, lalu ia akan dikembalikan kepada Rabb-nya, kemudian Rabb-nya, mengazabnya dengan azab yang sangat keras. Adapun orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, maka ia mendapat pahala yang terbaik sebagai balasan, dan akan kami sampaikan kepadanya perintah kami yang mudah-mudah.”

Ekspedisi kedua, Dzul-Qarnain melakukan perjalanan lagi, dari belahan Barat bumi ke arah Timur. Setiap kali ia melewati suatu kaum, ia menaklukkannya dan menyeru mereka agar menyembah Allah. Jika mereka mematuhinya, akan diperlakukan dengan baik, bila tidak, ia akan mempermalukan mereka dan mengambil harta benda dan kekayaan mereka. Dari setiap kaum, ia mengambil apa yang dibutuhkan pasukannya untuk memerangi kaum berikutnya. Ketika ia sampai di tempat matahari terbit, ia menemukan sebuah kaum, tak ada bangunan atau pohon yang menanungi dan melindungi mereka dari teriknya matahari. Mereka berada di lahan yang tiada satupun yang tumbuh, sehingga saat matahari terbit, mereka akan masuk ke dalam tembusan dalam tanah sampai melewati rembangnya matahari, lalu mereka akan keluar menjalani kehidupan sehari-hari dan mencari nafkah. Meskipun mereka mengembara dari berbagai bangsa dan negeri, Allah mengetahui segala sesuatu tentang Dzul-Qarnain dan pasukannya, dan tiada yang tersembunyi dari-Nya.
Kemudian ia melakukan perjalanan lagi, eskpedisi ketiga, antara dua gunung yang saling bersebelahan dengan lembah di antaranya, darimana Yakjuj dan Makjuj akan muncul. Hingga ketika ia sampai di antara dua gunung, didapatinya di belakang kedua gunung itu, suatu kaum yang hampir-hampir tak memahami ucapannya, karena mereka sangat terisolasi dari kaum lain.

Mereka berkata, “Wahai Dzul-Qarnain! Sungguh, Yakjuj dan Makjuj itu, makhluk yang berbuat kerusakan di bumi, maka bolehkah kami membayarmu imbalan agar engkau membuatkan dinding penghalang antara kami dan mereka?” Dzul-Qarnain berkata dengan ramah, lembut dan dengan niat baik, "Kekuasaan dan kewenangan yang diberikan Allah kepadaku, lebih baik bagiku dibanding apa yang telah kalian kumpulkan. Apa yang kumiliki lebih baik daripada apa yang kalian ingin berikan kepadaku, akan tetapi, bantulah aku dengan kekuatan, dengan sumber-daya dan peralatan, agar aku dapat membuatkan dinding penghalang antara kalian dan mereka. Berilah aku potongan-potongan besi!”
Ia meletakkan balok-balok besi di atas satu sama lain, mulai dari bawah, sampai ia mencapai puncak-puncak gunung itu, mengisi setiap celah yang terbuka. Para Ulama berbeda pendapat tentang berapa tepatnya rentang lebar dan tinggi celah itu. Ia menyalakan api sampai semuanya terbakar panas, lalu ia berkata, "Berilah aku tembaga yang mendidih agar kutuangkan ke atasnya.”
Yakjuj dan Makjuj tak bisa memanjat penghalang atau menembus bagian bawahnya. Mereka tak dapat menggalinya. Setelah dibangun, Dzul-Qarnain berkata, "Dinding ini adalah rahmat dari Rabb-ku, maka apabila janji Rabb-ku telah datang, Dia akan meratakannya; dan janji Rabb-ku itu benar.”

Pelatuk bertanya, "Siapa Yakjuj dan Makjuj ini?" Almond berkata, "Hasil penelitian para cendekiawan Muslim, bahwa mereka adalah orang-orang biasa di dunia ini dan keturunan manusia biasa. Mereka bukanlah manusia supernatural dengan kebiasaan makan yang luar biasa. Mereka mungkin dikatakan sebagai orang-orang asli darimana bangsa Eropa dan Rusia berasal, karena mereka menyebutnya Mog dan Yochi, orang-orang Yunani menyebutnya Gog dan Magog. Bahasa Ibrani dan Arab sama-sama menyebutnya dengan Ya'juj dan Ma'juj. Dan walau misalnya Yakjuj dan Makjuj adalah orang Mongol atau Tatar, orang-orang Tatar yang berkelana setelah meninggalkan tempat tinggal asli mereka dan membentuk peradaban terlepas dari asal-usul yang sama, ada banyak perbedaan di antara mereka dan orang-orang yang berada di celah gunung itu. Inilah orang-orang yang meminta Dzul-Qarnain agar membangun dinding penghalang antara mereka dengan Yakjuj dan Makjuj.

Jadi, Yakjuj dan Makjuj adalah diantara keturunan Nabi Adam, alaihissalam. Didalam Kitab Shahih al-Bukhari, dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah (ﷺ) bersabda, “Allah Ta'ala berfirman, 'Wahai Adam!' Adam menjawab, "'Labbaik wa sa`daik' (Aku penuhi panggilan-Mu dengan senang hati) dan seluruh kebaikan ada di Tangan-Mu.' Allah berfirman, 'Keluarkan utusan neraka!' Adam berkata, 'Utusan nerakakah itu?' Allah berfirman, 'Dari setiap seribu ada sembilan ratus sembilan puluh sembilan. (Ingatlah) pada hari ketika kamu melihatnya (goncangan itu), semua perempuan yang menyusui anaknya akan lalai terhadap anak yang disusuinya, dan setiap perempuan yang hamil akan keguguran kandungannya, dan kamu melihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, tetapi azab Allah itu sangat keras'." Para sahabat berkata, "Wahai Rasulullah, siapakah dari kami yang bisa menjadi satu orang itu?' Beliau (ﷺ) bersabda, “Bergembiralah kalian karena sesungguhnya dari kalian satu orang dan seribu dari Yakjuj dan Makjuj.” Kemudian beliau (ﷺ) bersabda, “Demi Allah yang jiwaku di tanganNya, sesungguhnya aku berharap kalian menjadi seperempat penduduk surga.” Kami bertakbir. Beliau (ﷺ) bersabda, “Aku berharap kalian menjadi sepertiga penduduk surga.” Kami bertakbir. Beliau (ﷺ) bersabda, “Aku berharap agar kalian menjadi separuh penduduk surga.” Kami pun bertakbir. Beliau (ﷺ) bersabda, “Tidaklah kalian di antara manusia kecuali seperti sehelai bulu hitam di kulit lembu putih atau seperti sehelai bulu putih di kulit lembu hitam.”

Dinding Yakjuj dan Makjuj itu, kekuatannya sedemikian rupa sehingga Yakjuj dan Makjuj tak dapat memecahkannya atau mengelupasnya. Melihat kekokohan dan kekuatan penghalang itu, Dzul-Qarnain bersyukur kepada Allah, mengatakan bahwa semua ini adalah rahmat Allah, Yang telah menggunakan dirinya dalam pekerjaan ini. Ia juga menyebutkan bahwa pada waktu itu, dindingnya cukup kuat dan kokoh, sehingga Yakjuj dan Makjuj tak dapat melaluinya, namun ia berkata lebih lanjut, "Aku tak menjamin bahwa dinding ini akan selamanya tetap seperti ini melainkan hanya akan tetap seperti ini selama Allah akan membiarkannya demikian. Ketika Dia tak lagi berkehendak bahwa dinding ini akan menjadi seperti ini, dinding ini akan rusak dan bagaimanapun juga, dinding ini akan hancur-luluh."
Dalam Shahih Al-Bukhari, dari Zainab binti Jahsy, radhiyallahu ‘anha, bahwa Nabi (ﷺ) masuk menemuinya dalam keadaan cemas seraya bersabda, “Tiada sesembahan yang hak kecuali Allah. Celakalah orang-orang Arab karena keburukan yang telah dekat. Pada hari ini, dinding Yakjuj dan Makjuj telah terbuka semisal ini.” Beliau (ﷺ) melingkarkan ibu jari dengan jari telunjuknya. Zainab binti Jahsy berkata, "Wahai Rasulullah, akan binasakah kita sedangkan di tengah-tengah kita ada orang-orang shalih?" Beliau (ﷺ) bersabda, “Ya, apabila kejahatan telah merebak."
Sekarang masih ada pertanyaan-pertanyaan yang akan timbul seperti, "Dimana dinding Dzul-Qarnain berada? Dimana Yakjuj dan Makjuj tinggal sekarang?" Di sini, bisa dikatakan bahwa tak ada 'Aqidah Islam yang bergantung untuk mengetahui hal ini, juga tak ada pemahaman ayat-ayat Al-Quran yang bergantung padanya. Tapi, para 'Ulama, dalam rangka menjawab absurditas yang disebarkan oleh musuh Islam dan untuk memberikan wawasan tambahan, telah mendiskusikannya secara rinci. Alangkah baiknya kita bertanya langsung kepada 'Ulama yang menguasai bidang ini.”

Almond lalu berkata, "Wahai saudara-saudariku, inilah nasihat bagi kita semua. Siapapun yang mempelajari sejarah Islam, akan melihat bahwa penyakit yang dirujuk oleh Rasulullah (ﷺ) merupakan cobaan terbesar yang menimpa umat Islam. Urusan Umat ini, sedang dikendalikan oleh para tiran dan penindas yang tak mau mendengar pendapat apapun yang bertentangan dengan syahwat mereka. Menurut hadits, yang direkam oleh At-Tabarani, diriwayatkan oleh Mu'awiyah, Rasulullah (ﷺ) bersabda, "Akan ada pemimpin setelahku, yang akan berbicara dan takkan ada yang membantahnya. Mereka akan bergegas ke neraka laksana para kera." Kesalahan fatal yang menyebabkan kerusakan dalam kehidupan ini adalah pengangkatan orang-orang yang tak memenuhi syarat untuk posisi kepemimpinan dan kekuasaan, yang mengarahkan segala urusan kehidupan sesuai dengan hasrat dan keinginan mereka sendiri, melawan orang-orang baik, yang ingin menyelesaikan setiap masalah dengan cara yang terbaik.
Sesungguhnya, menjadi penguasa itu, bertujuan untuk menyebarkan kalimat-kalimat Allah, menegakkan Tauhid dan mengajak agar kembali ke jalan Allah. Dua cula dapat bermakna Timur dan Barat, dua sisi yang berseberangan. Timur dan Barat adalah tempat dimana matahari terbit dan dimana matahari terbenam. Matahari itu, dapat diibaratkan sebagai penguasa. Penguasa itu, boleh memilih, berdiri di sisi matahari terbit, menjadi penguasa yang adil, atau memilih berdiri di sisi matahari terbenam, menjadi penguasa yang lalim. Penguasa itu dapat memilih, menjadi sinar mentari pagi yang menyegarkan dan menjadi naungan bagi rakyatnya, atau menjadi sinar matahari rembang yang menyengat, yang tak menaungi rakyatnya, yang akan membenamkan rakyatnya ke dalam kefakiran dan kekufuran, yang menuju ke arah kehancuran. Bisakah kita bayangkan,  penguasa macam apakah, yang tak memiliki rakyat? Wallahu a'lam!"
Katakanlah (Muhammad), 'Wahai Allah, Pemilik Kekuasaan, Engkau berikan kekuasaan kepada siapa pun yang Engkau kehendaki, dan Engkau cabut kekuasaan dari siapa pun yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapa pun yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan siapa pun yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sungguh, Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu. Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang ke dalam malam. Dan Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan Engkau berikan rezeki kepada siapa yang Engkau kehendaki tanpa perhitungan'." - [QS.3:26-27]
Referensi :
- Dr. 'Umar S. Al-Ashqar, The Minor Resurrection, IIPH
- Maulana Hifzur Rahman Soeharwy, Qasasul Ambiyaa, Idara Impex
- The History of Al-Tabari Volume IV : The Ancient Kingdoms, translated by Moshe Perlmann, SUNY Press 
- Maulana Mufti Muhammad Shafi, Ma'rifatul Quran, Volume V,  Maktaba-e-Darul-'Uloom
*) terinspirasi dari "Everybody Knows", karya Leonard Cohen, dibawakan oleh Sigrid.