Bulbul bertanya, "Wahai Almond, mohon jelaskanlah kepada kami tentang perumpamaan dari orang yang perbuatannya seperti fatamorgana atau tenggelam di lautan yang dalam." Almond berkata, "Wahai Bulbul, mereka yang berpaling dari petunjuk dan kebenaran, ada dua tipe, pertama, orang yang keliru mengira ia berada diatas pondasi yang kuat - dan ketika kebenaran akhirnya menampakkan diri kepadanya, jelas baginya bahwa itu bertentangan dengan apa yang selama ini ia yakini. Keadaan ini berkaitan dengan orang-orang yang tak mengetahui, dan mereka yang memperturutkan keinginannya, yang mengira bahwa mereka berada di jalan petunjuk dan ilmu, kemudian setelah realitas sesuatu itu terbukti, akhirnya jelas bagi mereka bahwa mereka tak punya landasan yang kuat sama sekali. Dan bahwa keyakinan dan perbuatan mereka, yang didasarkan pada keyakinan dan hasrat yang salah arah, bagaikan fatamorgana di tanah yang datar, yang terlihat mata dari kejauhan, ada kolam air, namun ternyata, tak ada sama sekali. Hal serupa adalah perbuatan yang dilakukan selain karena Allah Subhanahu wa Ta'ala, dan tak sesuai dengan perintah-Nya; pelaku perbuatan ini menganggap ada pahalanya, namun sebenarnya tidak sama sekali, karena menjadi debu yang beterbangan.
Fatamorgana di tanah yang datar, yakni tanah yang tandus dan tanpa bangunan, pohon, tetumbuhan dan manusia, karena lokasi fatamorgana itu berada di padang tandus yang tak mengandung apa-apa. Dan fatamorgana itu sendiri, tak memiliki realita, oleh karenanya, ini sesuai dengan keadaan amal orang-orang yang tak mengetahui dan qalbu mereka tak berisi iman dan petunjuk.
Tipe yang kedua, ibarat kegelapan yang berlapis-lapis, dan merekalah orang-orang yang mengetahui adanya kebenaran dan petunjuk, namun lebih menyukai kebatilan dan kesesatan. Jadi, terhadap mereka, ada kegelapan yang berlapis-lapis - kegelapan watak dan jiwa mereka; kegelapan ketidaktahuan mereka, serta kegelapan mengikuti penyimpangan dan syahwat mereka. Ini dikarenakan mereka tak sungguh-sungguh memahami kebenaran meskipun mengetahuinya, sehingga mereka tak tahu apa-apa. Keadaan mereka seperti orang yang berada di laut yang dalam tanpa ada garis pantai, dan ia menghadapi gelombang yang di atasnya ada gelombang, yang di atasnya lagi, ada awan yang gelap, jadi ia dikelilingi oleh kegelapan laut dan kegelapan gelombang, serta awan yang gelap, kegelapan seperti ini, berkaitan dengan keadaan dimana ia berada, dimana Allah tak mengeluarkannya dari keadaan itu, menuju ke arah cahaya iman. Fatamorgana yang dianggap kolam air, adalah unsur kehidupan; dan kegelapan, adalah kebalikan langsung dari cahaya. Orang beriman, berbagi kehidupan dan cahaya. Orang-orang munafik, berbagi kegelapan, yang merupakan kebalikan dari cahaya, dan kematian, yang merupakan kebalikan dari kehidupan."
Pelatuk berkata, "Wahai Almond, lanjutkanlah kisah Nabi Musa, alaihissalam!" Almond berkata, "Maafkan, aku hampir terlupa. Mari kita lanjutkan kisahnya." Almond berdehem, lalu berkata, "Dan demikianlah, Firaun mengingkari mukjizat-mukjizat Allah. Maka Allah menumpahkan air bah ke atas kaumnya, hujan lebat; segala yang mereka miliki, tenggelam. Orang-orang Qibthiy mendatangi Nabi Musa dan berseru, "Wahai Musa! Berdoalah kepada Rabb-mu agar membebaskan kami, dan kami akan beriman kepadamu, dan kami akan membebaskan Bani Israel bersamamu." Nabi Musa berdoa kepada Rabb-nya dan semua kerusakan akibat banjir, menjadi pulih kembali. Air surut dan terserap oleh tanah, dan lahanpun menjadi subur. Namun ketika Nabi Musa mengingatkan janji mereka agar membebaskan Bani Israil, mereka tak menanggapi.
Kemudian Allah mengirimkan hama belalang yang memakan tanaman apapun yang telah mereka tanam. Masyarakat bergegas menemui Nabi Musa, memintanya agar memohon kepada Allah untuk menghilangkan kesengsaraan ini dan kali ini, berjanji akan membebaskan Bani Israel. Para belalang pergi, namun mereka, mengingkari janji.
Kemudian datang lagi peringatan yang lain, kutu, yang menyebar di antara orang Qibthiy, penyakitpun mewabah. Mereka meminta perlindungan kepada Nabi Musa dan janji-janjipun diumbar. Nabi Musa kembali berdoa kepada Allah dan, seperti biasa, merekapun ingkar janji.
Turun lagi peringatan Ilahi. Negeri itu tiba-tiba dipenuhi dengan katak, yang melompat-lompat ke atas makanan orang-orang Qibthiy, ke seluruh rumah mereka, dan membuat mereka tertekan. Sekali lagi, mereka mencari Nabi Musa, berjanji lagi membebaskan Bani Israil. Nabi Musa berdoa kepada Rabb-nya, dan Allah membebaskan mereka dari cengkeraman para katak, namun janjipun tinggal janji.
Peringatan terakhir pun diturunkan, banjir darah. Air sungai Nil berubah menjadi darah. Ketika Nabi Musa dan kaumnya meminum air, bagi mereka, air biasa saja. Namun jika ada orang Qibthiy yang mengisi bejananya dengan air, bejana itu akan penuh dengan darah. Seperti biasa, mereka berlenggang menemui Nabi Musa, namun segera setelah semuanya kembali normal, mereka berpaling dari Allah.
Allah mewahyukan kepada Nabi Musa dan Harun agar datang ke Firaun. Merekapun menemuinya, dan Nabi Musa berkata, "Wahai Firaun! Inginkah engkau agar aku mengakui bahwa masa mudamu takkan memudar menjadi pikun, kekuasaanmu takkan pernah tersingkirkan dariku, dan bahwa kesenangan dan menunggang kuda, dikembalikan kepadamu? Dan ketika engkau mati, engkau akan masuk Jannah? Percayalah kepadaku!" Firaun berkata, "Diamlah di tempatmu sampai Haman datang." Ketika Haman tiba, Firaun berkata kepadanya, "Orang ini datang lagi kepadaku." Haman berkata, "Siapa orang itu?" Firaun menjawab, "Musa." Haman bertanya, “Apa yang ia katakan kepadamu?” Firaun menjawab, “Ia berkata kepadaku anu-menganu.” Haman bertanya, “Dan apa yang engkau sampaikan padanya?” Firaun berkata, “Aku berkata, 'Tunggulah sampai Haman datang dan aku akan meminta nasihatnya.' Haman melihat kelemahan Firaun dan berkata, "Menurut pendapatku, engkau lebih baik daripada itu. Engkau akan menjadi budak yang melayani, setelah menjadi tuan yang dilayani."
Kemudian Firaun mengumpulkan pembesar-pembesarnya lalu berseru memanggil kaumnya seraya berkata, “Akulah tuhanmu yang paling tinggi.” Konflik antara Musa dan Firaun kembali mencapai krisis karena Firaun yakin bahwa Nabi Musa mengancam kerajaannya. Ketika para pembesar-pembesar melihat bagaimana raja mereka dikalahkan dan melihat Nabi Musa dan Harun memperlihatkan mukjizat-mukjizat itu, mereka menjadi gelisah, dan dalam kesedihan berseru, "Tanpa ragu lagi, inilah penyihir yang sangat andal. Ia telah melakukan tipu muslihat agar dapat menang atasmu dan mengusirmu keluar dari negerimu. Sekarang kita harus berpikir apa yang harus kita lakukan. "
Akhirnya, mereka memutuskan, bahwa Nabi Musa dan Harun, alaihimussalam, hendaknya diberi tangguh untuk sementara waktu. Setelah konsultasi lebih lanjut di antara mereka, diputuskan bahwa mereka harus mengumpulkan seluruh penyihir dari penjuru kerajaan ke ibu kota, sehingga mereka dapat menantang Nabi Musa. Mereka yakin bahwa Nabi Musa dapat dikalahkan, dan niatnya akan sia-sia. Firaun berkata kepada Nabi Musa, "Akankah engkau datang kepada kami, untuk mengusir kami dari negeri kami dengan sihirmu, wahai Musa? Maka kami pun pasti akan mendatangkan sihir semacam itu kepadamu, maka buatlah suatu perjanjian untuk pertemuan antara kami dan engkau yang kami takkan menyalahinya dan tak pula engkau, di suatu tempat yang terbuka.” Nabi Musa berkata, “Perjanjian waktu untuk pertemuan kami dengan engkau itu ialah pada Yaumuz Zinat, hari raya, dan hendaklah masyarakat dikumpulkan pada pagi hari, waktu dhuha.” Dan disepakatilah waktunya pada Yaumuz Zinat.Referensi :
Nabi Musa dan Harun meninggalkan Firaun setelah Musa menunjukkan kepadanya mukjizat-mukjizat Allah. Firaun segera memanggil dari seluruh wilayahnya seluruh penyihir dan tak ada satupun yang tertinggal. Ada yang mengatakan, 80.000 penyihir dan sebanyak 40.000 dari kalangan Bani Israil, ada yang mengatakan seluruhnya 70.000, yang lain mengatakan 12.000, dan ada juga 15.000 penyihir. Dan ketika mereka berkumpul di hadapannya, ia memberikan titahnya, ia berkata, "Seorang penyihir telah mendatangi kami, yang tak pernah kami lihat sebelumnya. Jika kalian mampu mengalahkannya, aku akan memberi kalian penghargaan, lebih didengar dan lebih mendekatkan kalian kepadaku dibanding dengan semua orang yang ada di kerajaanku." Mereka berkata, "Akankah semua itu menjadi milik kami, jika kami mengalahkannya?" Ia menjawab, "Ya." Mereka berkata, "Maka tentukanlah waktu untuk berkumpul bersama, kami dan para seluruh tukang sihir."
Para pemimpin penyihir, yang Firaun kumpulkan untuk menghadapi Nabi Musa, bernama Sabur, `Adur, Hathat, dan Musfa - ada empat orang. Merekalah orang-orang yang beriman saat melihat mukjizat-mukjizat Allah. Firaun mengumpulkan rakyatnya. Kemudian ia menitahkan para ahli sihir seraya berkata, "Maka kumpulkanlah segala tipu daya sihir kalian, kemudian datanglah dengan berbaris, dan sungguh, beruntung orang yang menang pada hari ini.” Para penyihir, masing-masing dengan tali-temalinya, yang digunakan untuk meramal dan meniupkan mantera, misalnya, meniup buhul-buhul, dan tongkat, mengatur diri dalam barisan. Nabi Musa berjalan bersama saudaranya, memegang tongkatnya, sampai ia mencapai majelis, sementara Firaun berada di majelisnya bersama para pembesar kerajaan. Rakyat berkerumun mengitari Firaun, Nabi Musa berkata kepada para ahli sihir itu saat ia berhadapan dengan mereka, “Celakalah kalian! Janganlah kalian mengada-adakan kedustaan terhadap Allah, nanti Dia membinasakan kalian dengan azab. Dan sungguh rugi orang yang mengada-adakan kedustaan." Para penyihir saling berbantahan diantara mereka sendiri, dan salah seorang berbisik kepada yang lain, "Sesungguhnya dua orang ini adalah penyihir yang hendak mengusir Fir‘aun dari negerimu dengan sihir mereka berdua, dan hendak melenyapkan adat kebiasaanmu yang utama." Mereka berkata, “Wahai Musa! Engkaukah yang melemparkan lebih dahulu atau kamikah yang lebih dahulu melemparkan?” Nabi Musa berkata, “Silakan, kalian yang melemparkan!” Maka tiba-tiba tali-temali dan tongkat-tongkat mereka terbayang oleh Nabi Musa seakan-akan ia merayap cepat, karena sihir mereka.
Yang pertama kali tersilau oleh sihir mereka itu, Nabi Musa dan Firaun, dan kemudian orang-orang yang hadir. Kemudian masing-masing penyihir melemparkan tali atau tongkat apapun yang ada di tangannya, masing-masing menjadi ular yang menggunung, yang memenuhi lembah, saling bertumpuk. Nabi Musa merasakan takut didalam dirinya, dan ia berkata, "Demi Allah! Sesungguhnya, tadi ada tongkat ditangan mereka, lalu menjadi ular. Namun tongkatku ini, takkan lari," jadi, ia punya firasat. Oleh karena itu, Allah berfirman, “Jangan takut! Sungguh, engkaulah yang unggul. Dan lemparkan apa yang ada di tangan kananmu, niscaya ia akan menelan apa yang mereka buat. Apa yang mereka buat itu hanyalah tipu daya penyihir belaka. Dan takkan menang penyihir itu, darimanapun datangnya.” Nabi Musa merasa terhibur dan melemparkan tongkatnya. Tongkat itu melawan tali-temali dan tongkat-tongkat yang telah mereka lemparkan - yang terlihat seperti ular di mata Firaun dan hadirin yang ada- dan mulai mengejar dan menelannya, satu demi satu, sampai tiada sedikitpun dari apa yang telah mereka lemparkan, tersisa di lembah itu. Kemudian Musa meraihnya, dan ular itu menjadi tongkat di tangannya, kembali seperti semula.
Lalu, para penyihir itu merunduk bersujud, seraya berkata, “Kami telah beriman kepada Rabb-nya Harun dan Musa.” Berkata Firaun kepada mereka, dengan penuh penyesalan, setelah melihat kemenangan yang nyata untuk Nabi Musa, "Telah berimankah kalian kepada Musa sebelum aku memberi izin kepada kalian? Sesungguhnya ia itu pemimpinmu yang mengajarkan sihir kepadamu. Maka sungguh, akan kupotong tangan dan kakimu secara bersilang, dan sungguh, akan aku salib kamu pada pangkal pohon kurma dan sungguh, kamu pasti akan mengetahui siapa di antara kita yang lebih pedih dan lebih kekal siksaannya.” Para penyihir berkata, “Kami takkan memilih tunduk kepadamu atas bukti-bukti nyata, yang telah datang kepada kami dan atas Allah Yang telah menciptakan kami. Maka putuskanlah yang hendak engkau putuskan. Sesungguhnya engkau hanya dapat memutuskan pada kehidupan di dunia ini. Kami benar-benar telah beriman kepada Tuhan kami, agar Dia mengampuni kesalahan-kesalahan kami dan sihir yang telah engkau paksakan kepada kami. Dan Allah lebih baik pahala-Nya dan lebih kekal azab-Nya. Sesungguhnya kami akan kembali kepada Rabb kami. Dan engkau tak melakukan balas dendam kepada kami, melainkan karena kami beriman kepada ayat-ayat Rabb kami ketika ayat-ayat itu datang kepada kami. Wahai Rabb kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami dan matikanlah kami dalam keadaan muslim (berserah diri kepada-Mu).” Ketika para penyihir itu tersungkur dengan bersujud, mereka melihat rumah-rumah dan istana-istana berada di dalam surga yang telah disiapkan bagi mereka. Rumah dan istana tersebut, telah dihiasi untuk menyambut kedatangan mereka, karena mereka tak gentar dengan ancaman dan tekanan Fir'aun.
Para penyihir bersujud di hadapan keshalihan, namun banyak orang mengabaikan mereka dan membiarkan mereka memilih nasib mereka sendiri. Jalan keshalihan itu mudah saja, namun kendati demikian, mereka tak melakukan apapun kecuali hanya berdiri dan menonton. Andai setiap orang Qibthiy itu, merunduk dan mengambil sebuah bata, lalu melemparkannya ke Firaun, sang raja akan mati dan sejarah Mesir akan berubah. Namun ini tak terjadi. Tak ada yang mau bergerak. Masing-masing berdiri diam di tempatnya. Mereka tak melakukan apapun kecuali menonton, dan mereka membayar harga atas kebekuan ini: kelak, mereka akan tenggelam, menebus harga satu hari sebagai pengecut.
Almond kemudian berkata, "Wahai saudara-saudariku, ketika tanaman tak dirawat, akhirnya akan kering dan mati, yang menjelaskan mengapa hamba-hamba Allah sangat membutuhkan ibadah yang Dia perintahkan kepada mereka agar melakukannya, di siang dan malam, inilah rahmat, kebajikan dan berkah-Nya atas hamba-hamba-Nya, bahwa Dia, Subhanahu wa Ta'ala, menetapkan ibadah itu, yang merupakan air yang mengairi tanaman Tauhid, yang Dia letakkan di dalam qalbu kita. Biasanya, ada benalu dan gulma yang bercampur di dalam tanaman yang bermanfaat. Maka, ketika orang yang bertanggungjawab atas tanaman ini selalu merawatnya secara teratur dan membersihkannya dari parasit, tanaman itu akan tumbuh sehat, yang menghasilkan panen besar dan menguntungkan. Namun, ketika orang yang bertanggungjawab atas tanaman ini, lalai, tanamannya akan dipenuhi oleh gulma dan parasit, dan sebagai hasilnya, tanaman itu akan rusak, buahnyapun akan rusak. Mereka yang tak memiliki pemahaman dan ilmu yang jelas tentang hal-hal ini, akan kehilangan banyak keuntungan, tanpa menyadarinya. Karenanya, orang beriman akan selalu memangkas dan menyirami tanaman Tauhidnya itu, agar tetap langgeng, dan ia mencabut semua tanaman-tanaman yang berbahaya dan rumput liar darinya, agar pertumbuhannya dapat dipastikan sehat. Dan hanya kepada Allah-lah kita bertawakkal. Wallahu a'lam."
"Sesungguhnya barangsiapa datang kepada Tuhannya dalam keadaan berdosa, maka sungguh, baginya adalah neraka Jahanam. Ia tak mati (terus merasakan azab) di dalamnya dan tak (pula) hidup (tak dapat bertobat). Tetapi barangsiapa datang kepada-Nya dalam keadaan beriman, dan telah mengerjakan kebajikan, maka mereka itulah orang yang memperoleh derajat yang tinggi (mulia), (yaitu) surga-surga ‘Adn, yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Itulah balasan bagi orang yang menyucikan diri." - [QS.20:74-76]
- The History of al-Tabari, The Children of Israel, Volume III, Translated by William M. Brinner, SUNY Press.
- Ibn Kathir, Stories of The Prophets, Darussalam
- Maulana Hifzur Rahman Soeharwy, Qasasul Ambiyaa, Idara Impex
- Imam ibn Qayyim al-Jawziyyah, The Paragons of The Qur'an, Dar As-Sunnah