Jumat, 28 Juni 2019

Ia Bukan Dia (2)

"Nabi Isa lahir di Bayt Lahm, dekat Baitul Maqdis." lanjut Wari, lalu ia berkata, "Hal ini sesuai dengan nash hadits yang diriwayatkan oleh an-Nasaa'i dengan sanad laaba’sa bih (tidak mengapa) dari Anas bin Malik secara marfu’, al Baihaqiy dengan sanadnya dan ia menshahihkannya dari Syaddad bin Aus secara marfu’ pula. Wahb bin Munabbih Al-Yamani menyebutkan bahwa ketika Nabi Isa lahir, dimanapun berhala disembah, berhala itu terlempar dan terguling-guling. Para setan ketakutan, namun tak tahu penyebabnya. Mereka bergegas menemui Iblis, yang berada di singgasananya di laut hijau pekat bagai takhta yang berada di atas air, dan ia menyelubungi dirinya dengan selubung cahaya meniru Yang Maha Penyayang. Para setan mendatanginya, sementara enam jam siang hari tersisa. Ketika Iblis melihat mereka, ia ketakutan. karena ia telah membubarkan mereka, ia belum pernah melihat mereka dalam rombongan yang banyak,ia hanya melihat mereka dalam kelompok-kelompok kecil, ia menanyai mereka, dan mereka menyampaikan bahwa sesuatu telah terjadi di bumi, dan bahwa berhala-berhala banyak yang terjungkal. Berhala itu, yang paling mudah untuk menyesatkan manusia. "Kami dulu masuk ke dalam tubuh berhala itu, berbicara dengan manusia, dan mengarahkan mereka, sementara manusia mengira bahwa berhala-berhala itu berbicara kepada mereka. Namun, ketika peristiwa ini terjadi, hal itu mengurangi kekeramatan berhala itu, merendahkan dan mempermalukan mereka. Kami takut manusia tak akan menyembah mereka lagi. Ketahuilah, bahwa kami tak datang kepadamu melintasi daratan dan lautan, dan melakukan apapun yang kami bisa, namun kami sama sekali masih tak tahu apa yang terjadi."
Iblis berkata kepada mereka, "Sungguh, ini masalah serius. Aku tahu, pasti ini disembunyikan dariku. Kalian tetaplah di sini." Ia terbang dan tak muncul-mucul selama tiga jam, ia melewati tempat dimana Nabi Isa dilahirkan. Saat ia melihat para malaikat di sekitar tempat itu, ia sadar bahwa di sinilah peristiwa itu terjadi. Iblis ingin mendekatinya dari atas. Namun kepala dan pundak para malaikat yang mencapai langit ada di atasnya. Ia kemudian mencoba dari bawah bumi, namun kaki para malaikat tertanam kokoh ke bawah-lebih rendah dari yang diperkirakan Iblis. Kemudian ia berusaha masuk di antara mereka, tetapi mereka mendorongnya. Kemudian ia kembali ke kawanannya, dan berkata kepada mereka, "Aku datang kepadamu setelah melintasi seluruh bumi, Timur dan Barat, daratan dan laut, empat perempat dunia, dan ruang atas. Aku berhasil melakukannya dalam tiga jam." Setelah memberitahu mereka tentang kelahiran Nabi Isa, ia berkata kepada mereka, "Berita itu disembunyikan dariku. Tak ada rahim wanita yang pernah mengandung tanpa sepengetahuanku, dan tak ada yang melahirkan tanpa kehadiranku. Aku lebih cenderung menyesatkan bayi yang baru lahir daripada ia akan menemukan petunjuk yang benar. Tak ada nabi yang lebih berbahaya bagiku dan bagimu daripada yang ini."
Punai bertanya, "Wahai Wari, benarkah bahwa setiap bayi yang baru lahir disentuh oleh setan?" Wari berkata, "Diriwayatkan Sa'id bin Al-Musaiyab, dari Abu Hurairah, radhiyallahu 'anhu, berkata,"'Aku mendengar Rasulullah (ﷺ) bersabda,
    ما من بني آدم مولود إلا يمسه الشيطان حين يولد, فيستهل صارخا من مس الشيطان, غير مريم وابنها
    'Tiada di antara keturunan Adam, melainkan disentuh oleh setan saat lahir, sehingga ia berteriak menangis karena sentuhan itu, kecuali Maryam dan putranya. "[HR Al-Bukhari 3431]
Punai bertanya, "Apa yang hendaknya kita lakukan jika itu terjadi?" Wari menjawab, "Untuk bayi perempuan, ucapkan,
        اَللَّهُمَّ إِنِّي أُعِيذُهَا بِكَ وَذُرِّيَّتَهَا مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
“Ya Allah, aku memohon perlindungan kepada-Mu untuknya dan untuk keturunannya dari setan yang terkutuk.”
    Untuk bayi laki-laki, ucapkan,
        اَللَّهُمَّ إِنِّي أُعِيذُهُ بِكَ وَذُرِّيَّتَهُ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
"Ya Allah, aku memohon perlindungan kepada-Mu untuknya dan untuk keturunannya dari setan yang terkutuk."
Lalu Wari melanjutkan, "Malam itu, serombongan orang berangkat mencari Nabi 'Isa, terdorong oleh munculnya bintang yang tak dikenal. Mereka telah membahas bahwa munculnya bintang itu, salah satu pertanda kelahiran seorang anak, sebagaimana ditunjukkan dalam Kitab Daniel. Merekapun berangkat mencari bayi yang baru lahir itu, dan membawa emas dan kemenyan serta minyak mur. Mereka melewati raja Palestina. Sang raja bertanya akan kemana mereka, dan mereka memberitahunya. Ia kemudian bertanya, "Mengapa semua ini, emas, kemenyan, dan minyak mur yang kalian bawa sebagai hadiah untuknya?" Mereka menjawab, "Semua itu pantas untuknya, emas adalah milik yang paling mulia, dan nabi ini, yang paling mulia di zamannya; minyak mur menyembuhkan luka dan patah tulang, dan sama halnya, nabi ini akan diangkat oleh Allah ke surga, secara unik pada masanya." Setelah mendengar hal ini, sang raja memutuskan membunuh anak itu. Ia berkata kepada mereka, "Pergilah, dan ketika kalian telah menemukannya, kabarkan padaku, dan aku akan mengikuti jejakmu." Mereka pergi, dan menyampaikan hadiah itu kepada Maryam. Mereka ingin kembali kepada raja untuk menyampaikan berita tentang tempat Nabi Isa, tetapi seorang malaikat menemui mereka seraya berkata, "Jangan kembali kepadanya, dan jangan kabarkan padanya tentang lokasi anak ini, karena bila raja tahu keberadaannya, ia akan membunuh anak itu. " Karenanya, merekapun pulang melalui jalan yang lain.

Maryam menggendong anaknya di atas keledai, pergi ke Mesir. Ia menghabiskan dua belas tahun di sana, menyembunyikan anak itu, dan tak ada yang melihatnya. Ia tak mempercayai siapapun yang melakukan kontak dengannya, atau untuk menyediakan makanan. Ia akan mengumpulkan biji-bijian jagung segera setelah ia mendengar ada hasil panen. Sambil membawa gendongan di bahunya, ia membawa tempat berisi buliran jagung di tangannya. Lalu Nabi Isa beranjak usia dua belas tahun. Mukjizat pertama yang disaksikan oleh manusia, terjadi ketika ibunya tinggal di rumah seorang dihqan (pejabat tinggi) Mesir. Harta karun dicuri darinya, sedangkan hanya orang miskin yang tinggal di rumahnya, namun ia tak menuduh mereka. Maryam sedih dengan musibah yang menimpa orang itu. Saat Nabi Isa memperhatikan kesedihan ibunya atas nasib buruk tuan rumah mereka, ia bertanya padanya, "Wahai ibu, maukah engkau agar aku tunjukkan harta yang dicuri itu?" Sang ibu berkata, "Ya, anakku." Ia kemudian berkata, "Katakan padanya, kumpulkan orang-orang miskin di rumahnya;" Maryam menyampaikan hal tersebut kepada sang dihqan, dan iapun mengumpulkan mereka.
Ketika semuanya telah berkumpul, Nabi Isa mendekati dua orang dari mereka, satu orang buta, yang lain, lumpuh. Ia mengangkat dan meletakkan orang yang lumpuh di atas bahu sang orang buta dan berkata kepadanya, "Berdirilah." Sang orang buta berkata, "Aku tak kuat." Nabi Isa menjawab, "Bagaimana engkau bisa lakukan itu kemarin?" Ketika orang di sekitar mendengar kata-katanya, mereka memaksa sang orang buta berdiri dengan memanggul orang yang lumpuh tersebut. Ketika ia berdiri sambil membawa yang lain, orang yang lumpuh dapat menjangkau jendela tempat harta itu disimpan. Nabi Isa berkata, "Beginilah cara mereka menipu pemilik rumah kemarin; orang buta itu menggunakan kekuatannya, dan yang lumpuh memakai matanya." Orang yang lumpuh dan orang buta berkata, "Ia benar." Dan mereka mengembalikan harta tersebut kepada sang dihqan. Sang dihqan mengambil hartanya itu dan berkata, "Wahai Maryam, ambillah setengahnya." Namun Maryam menjawab, "Itu tak sesuai dengan niatku." Sang dihqan berkata, "Berikan kepada putramu." Dan ia menjawab, "Anakku bahkan lebih berhati-hati dariku."
Tak lama berselang, salah seorang putra sang dihqan mengadakan pesta pernikahan, dan semua orang Mesir berkumpul di sana. Ketika pesta berakhir, orang-orang dari Palestina mengunjunginya.
Sang dihqan tak punya persiapan menyambut mereka. Mereka datang, dan ia tak punya cukup anggur untuk dihidangkan bagi mereka. Ketika Isa melihatnya, peduli tentang hal itu, ia memasuki salah satu rumah sang dihqan dimana terdapat dua baris guci. Ketika ia berjalan di dekatnya, Nabi 'Isa menyentuh bagian atas setiap guci, sampai yang terakhir, penuh dengan anggur. Ia berusia dua belas tahun. Setelah melihat apa yang telah dilakukannya, masyarakatpun kagum padanya, dan karena kekuatan yang telah Allah berikan kepadanya."
Kemudian Allah mewahyukan kepada Maryam, "Pergilah ke Palestina bersamanya." Maryam melaksanakan seperti yang diperintahkan, dan tinggal di Palestina sampai Nabi Isa berusia tiga puluh tahun. Kemudian turun wahyu kepadanya pada usia tiga puluh tahun. Kenabiannya berlangsung selama tiga tahun, dan kemudian Allah mengangkatnya ke sisi-Nya."

Punai bertanya, "Apa realitas mukjizat itu?" Wari berkata, "Dalam menerima kebenaran dan realitas sifat manusia, selalu ada dua cara, pertama, ada yang menyatakan bahwa penuntut kebenaran hendaknya membuktikan kebenaran apa yang dinyatakannya dengan mengajukan argumen dan bukti yang kuat untuk memperkuat pernyataannya itu. Kedua, telah ada sistem dimana bersamaan dengan argumen dan bukti itu, seyogyanya ada pertolongan dari sisi Allah atas kebenaran itu dengan suatu kejadian, yang bertentangan dengan hukum alam dan dimana manusia benar-benar tak berdaya dan tak dapat menirunya. Cara yang kedua ini, membentuk di dalam benak dan pemikiran manusia, suatu reaksi sehingga ia dipaksa mengakui bahwa kejadian ini terjadi di tangan orang yang menyatakan kebenaran itu, yakni nabi atau rasul, bukanlah tindakannya sendiri melainkan dari Kekuasaan Allah, ini sebenarnya adalah bukti lebih lanjut dari kebenaran yang dibawa oleh para nabi atau rasul.
Namun, dari dua cara yang disebutkan di atas, yang lebih efektif adalah yang pertama, di mata orang-orang yang memiliki tempat tertinggi dalam sains dan pemikiran rasional, dan mereka lebih cenderung menerima kebenaran nabi yang datang dengan semacam bukti dan argumen, lalu menerima seruan Imannya. Di sisi lain, orang-orang yang dengan kekuasaan dan jabatan tinggi, serta mereka yang berada di bawah pengaruh masyarakat umum, lebih terkesan dengan cara kedua, dimana mukjizat diperlihatkan. Mereka memandang, hal-hal seperti ini tak umum terjadi di dunia ini, dan itulah pertanda dari Allah.

Tujuan dari misi seorang nabi dan rasul, adalah memberikan tuntunan kepada dunia dan untuk mengajar umat manusia di jalan agama. Nabi, melalui wahyu yang diterimanya dari Allah, menyampaikan kewajiban ini dan menunjukkan jalan menuju kebenaran dengan mengajukan argumen dan bukti. Ia takkan membuat pernyataan bahwa sifat dan kendali bola Surgawi berada di bawah kendalinya, melainkan akan berulang kali menyatakan bahwa ia hanyalah pembawa berita gembira dan peringatan dari sisi Allah, yang datang untuk menyeru umat manusia kembali kepada Allah. Ia menyatakan dengan jelas, “Aku manusia dan utusan Allah. Tak lebih dari itu." Dengan demikian, wajar saja jika pernyataannya terhadap kebenaran hendaknya di teliti kembali, dan begitu pula ilmunya, latarbelakang pengasuhan dan kepribadiannya. Tetapi, sangat tak masuk akal jika dituntut dari dirinya, mukjizat, kejadian tak wajar dan tuntutan luar biasa yang mustahil dari dirinya, hampir seperti menuntut dokter yang terampil agar membuktikan keahliannya di bidang medis bahwa ia bagaikan seorang penyihir dengan ketukan tongkatnya, menghasilkan kotak buku pintar atau mainan kayu. Ini tampak bodoh, karena dokter tak pernah membuat pernyataan bahwa ia adalah pandai besi yang cerdas. Pernyataannya hanya untuk menyediakan pengobatan bagi orang sakit. Demikian pula para nabi Allah, tak membuat pernyataan bahwa mereka memiliki kekuatan untuk mengendalikan dan mengelola dunia ini, mereka hanya menyatakan bahwa mereka adalah dokter penyakit spiritual manusia.
Namun, telah menjadi Sunnatullah bahwa untuk petunjuk bagi siapapun atau untuk kebajikan kemanusiaan, seorang nabi telah diutus, nabi seperti itu selalu diberkahi dengan argumen, bukti, dan mukjizat yang kuat. Di satu sisi, dengan bantuan Wahyu dari Allah, diikuti dengan perintah dan larangan, mengenai kehidupan di dunia dan berkaitan dengan kehidupan akhirat, menghasilkan sistem hukum yang indah. Di sisi lain, ia juga tampil dengan Tanda Ilahi, untuk menunjukkan kepada manusia bukti kedatangannya dari sisi Allah, sesuai dengan kebutuhan dan hikmah di zamannya. Terlebih lagi, setiap nabi telah diberikan tanda-tanda khusus (mukjizat) yang sesuai dengan zaman dimana ia hidup. Menurut kemajuan intelektual pada waktu itu dan ciri-ciri khusus dari bangsa dan negara itu, mukjizat-mukjizat ini ditunjukkan sedemikian rupa sehingga orang-orang pada masa itu tak dapat menirunya. Jika pada saat seperti itu, kebengalan dan prasangka tak muncul, maka itu disebabkan mereka telah akrab dengan seni dan spesialisasi mereka sendiri, orang-orang ini akan terpaksa mengakui bahwa mukjizat apapun yang terjadi, yang mereka lihat, bukanlah hasil pekerjaan-tangan manusia, dan hanya bisa terjadi atas kehendak Allah.

Sebagai misal, di masa Nabi Ibrahim, alaihissalam, ada banyak minat dalam bidang Astronomi dan Ilmu Kimia. Kemudian, masyarakat juga biasanya menghubungkan pergerakan benda-benda langit dengan kadaan mereka sendiri dan terbiasa menganggap benda-benda langit berpengaruh terhadap kehidupan mereka (Astrologi). Karenanya, mereka bahkan lebih jauh menyembah benda-benda itu daripada menyembah Allah. Yang terbesar dari benda-benda langit inilah matahari, karena menghasilkan cahaya dan panas, yang keduanya dipandang sebagai yang paling penting bagi kelangsungan kehidupan dunia dan keberadaannya. Karena itu, mereka menganggap api sebagai manifestasi dari matahari dan api yang disembah. Selain itu mereka juga cukup sadar akan kualitas khusus dari benda-benda itu dan pengaruhnya, serta juga cukup berhata-hati akan komposisi kimiawi dari berbagai elemen alam.
Karena alasan itulah, Allah mengutus Nabi Ibrahim, alaihissalam, untuk menuntun umatnya dan menyeru mereka kembali menyembah Allah serta memberikan argumen dan hujjah yang jelas untuk membuktikan kekeliruan keyakinan mereka itu, dan menarik mereka dari menjauh dari penyembahan berhala dan menghapus kebodohan atas keyakinan mereka itu. Allah berfirman,
وَتِلْكَ حُجَّتُنَا آتَيْنَاهَا إِبْرَاهِيمَ عَلَى قَوْمِهِ نَرْفَعُ دَرَجَاتٍ مَنْ نَشَاءُ إِنَّ رَبَّكَ حَكِيمٌ عَلِيمٌ
"Dan itulah keterangan Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan derajat siapa yang Kami kehendaki. Sesungguhnya Rabb-mu Mahabijaksana, Maha Mengetahui." – (QS.6:83)

Di sisi lain, ketika sang raja penyembah bintang dan rakyatnya, yang telah dikalahkan oleh argumen dan bukti Nabi Ibrahim, memutuskan melemparkan Nabi Ibrahim ke dalam api yang menyala-nyala, Sang Pencipta hanya berkata kepada api,
يَا نَارُ كُونِي بَرْدًا وَسَلامًا عَلَى إِبْرَاهِيمَ
"“Wahai api! Jadilah kamu dingin, dan penyelamat bagi Ibrahim!" – (QS.21:69)
Dengan cara ini, Allah menunjukkan kekuasaan-Nya dengan menunjukkan mukjizat ini, yang menyebabkan pergolakan luar biasa dalam dakwaan orang-orang musyrik, yang membuat seluruh kerumunan tak mampu menanggapinya, menyebabkan mereka tetap dikalahkan, jadi pecundang dan terhinakan.
وَأَرَادُوا بِهِ كَيْدًا فَجَعَلْنَاهُمُ الأخْسَرِينَ
"Dan mereka hendak berbuat jahat terhadap Ibrahim, maka Kami menjadikan mereka itu orang-orang yang paling rugi." – (QS.21:70) 
 
Contoh lain ada di zaman Nabi Musa, alaihissalam, seni sihir adalah seni yang sangat menonjol, yang memiliki posisi penting dalam masyarakat Mesir. Orang-orang Mesir, penyihir yang terampil dan berpengalaman dalam bidang ini. Karena alasan inilah, Nabi Musa diberikan Taurat dan disertai 'tangan yang bersinar' dan 'tongkat yang berubah menjadi ular.' Ketika Nabi Musa bertanding dengan para penyihir Mesir, menunjukkan mukjizat yang telah diberikan Allah kepadanya, para penyihir, saat melihat tanda-tanda ini dari Allah berseru, "Ini bukan sihir. Ini sesuatu yang terpisah dari sihir. Ini sesuatu di luar kemampuan manusia." Allah berfirman,
فَأُلْقِيَ السَّحَرَةُ سُجَّدًا قَالُوا آمَنَّا بِرَبِّ هَارُونَ وَمُوسَى
"Lalu para pesihir itu merunduk bersujud, seraya berkata, 'Kami telah beriman kepada Rabb-nya Harun dan Musa.'" – (QS.20:70)
Inilah sesuatu yang diperlihatkan Allah untuk membantu utusannya yang sejati, di tangan utusan itu. Para penyihir sepenuhnya menyadari realitas sihir. Mereka kemudian dengan berani menyatakan di hadapan Firaun bahwa sejak hari itu dan seterusnya, mereka beriman kepada Rabb Musa dan Harun, alaihimassalam.

Pada zaman Nabi Isa, alaihissalam, minat besar dan penekanan ada pada ilmu kedokteran dan fisika. Masyarakat sangat dipengaruhi oleh orang-orang Yunani yang ahli dalam ilmu-ilmu ini dan selama beberapa dekade, para dokter dan filsuf Yunani menunjukkan keahlian mereka dalam bidang-bidang ini, mengesankan seluruh kota dan negeri. Tetapi pada saat yang sama, masyarakat sangat jauh dari kepercayaan pada keesaan Tuhan dan ajaran yang benar dari agama yang benar. Demikian juga, Bani Israil, tersesat dari jalan iman yang benar meskipun mereka adalah orang-orang yang membanggakan diri mereka sebagai orang yang memiliki mata air yang sama seperti para nabi zaman dahulu.
Maka demikian pula, menurut Sunnatullah, Nabi Isa, yang terpilih untuk di utus kepada umat manusia guna menuntun mereka, di satu sisi, ia diberikan Injil sebagai hujjah dan argumennya, dan di sisi lain, sesuai kebutuhan zamannya, ia juga diberikan mukjizat yang berpengaruh pada para ahli di zaman itu, bahwa ketika melihat mukjizat ini, akan dipaksa mengakui bahwa seni semacam itu tak dapat dipelajari atau diperoleh, melainkan berasal dari Allah guna membekali dan menguatkan utusan-Nya.
Dari mukjizat Nabi Isa, ada empat yang jelas disebutkan oleh Al-Qur'an, pertama, atas perintah Allah, ia menghidupkan kembali orang mati; kedua, atas perintah Allah, ia menyembuhkan orang buta dan menyembuhkan orang kusta dari penyakit lepra; ketiga, ia pernah membentuk seekor burung dari tanah-liat dan menjadikannya hidup atas perintah Allah; keempat, ia pernah menyampaikan pada orang yang bertanya, apa yang telah mereka makan dan apa yang telah mereka habiskan serta apa yang mereka simpan di rumah mereka."

"Wahai Wari, bagaimana keadaan orang-orang Yahudi pada waktu itu? " tanya Punai. Wari berkata, "Gambaran lengkap tentang orang-orang Yahudi dan kepercayaan mereka, serta kehidupan praktis mereka, diceritakan dalam Taurat. Namun hasil tindakan mereka dikisahkan dalam Al Qur'an dengan kalimat-kalimat berikut,
وَلَقَدْ آتَيْنَا مُوسَى الْكِتَابَ وَقَفَّيْنَا مِنْ بَعْدِهِ بِالرُّسُلِ وَآتَيْنَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ الْبَيِّنَاتِ وَأَيَّدْنَاهُ بِرُوحِ الْقُدُسِ أَفَكُلَّمَا جَاءَكُمْ رَسُولٌ بِمَا لا تَهْوَى أَنْفُسُكُمُ اسْتَكْبَرْتُمْ فَفَرِيقًا كَذَّبْتُمْ وَفَرِيقًا تَقْتُلُونَ
"Dan sungguh, Kami telah memberikan Kitab (Taurat) kepada Musa, dan Kami susulkan setelahnya dengan rasul-rasul, dan Kami telah berikan kepada Isa putra Maryam bukti-bukti kebenaran serta Kami perkuat dia dengan Rohulkudus (Jibril). Mengapa setiap rasul yang datang kepadamu (membawa) sesuatu (pelajaran) yang tidak kamu inginkan, kamu menyombongkan diri, lalu sebagian kamu dustakan dan sebagian kamu bunuh?" – (QS.2:87)
وَقَالُوا قُلُوبُنَا غُلْفٌ بَلْ لَعَنَهُمُ اللَّهُ بِكُفْرِهِمْ فَقَلِيلا مَا يُؤْمِنُونَ
"Dan mereka berkata, “Hati kami tertutup.” Tidak! Allah telah melaknat mereka itu karena keingkaran mereka, tetapi sedikit sekali mereka yang beriman." – (QS.2:88)

Allah juga berkata,
إِذْ قَالَ الْحَوَارِيُّونَ يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ هَلْ يَسْتَطِيعُ رَبُّكَ أَنْ يُنَزِّلَ عَلَيْنَا مَائِدَةً مِنَ السَّمَاءِ قَالَ اتَّقُوا اللَّهَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
"(Ingatlah), ketika pengikut-pengikut Isa yang setia berkata, 'Wahai Isa putra Maryam! Bersediakah Rabb-mu menurunkan hidangan dari langit kepada kami?' Isa menjawab, 'Bertakwalah kepada Allah jika kamu orang-orang beriman.'” – (QS.5:112)
Dan juga,
وَمُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيَّ مِنَ التَّوْرَاةِ وَلأحِلَّ لَكُمْ بَعْضَ الَّذِي حُرِّمَ عَلَيْكُمْ وَجِئْتُكُمْ بِآيَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَطِيعُونِ
"Dan sebagai seorang yang membenarkan Taurat yang datang sebelumku, dan agar aku menghalalkan bagi kamu sebagian dari yang telah diharamkan untukmu. Dan aku datang kepadamu membawa suatu tanda (mukjizat) dari Rabb-mu. Karena itu, bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku." – (QS.3:50)
إِنَّ اللَّهَ رَبِّي وَرَبُّكُمْ فَاعْبُدُوهُ هَذَا صِرَاطٌ مُسْتَقِيمٌ
"Sesungguhnya Allah itu Rabb-ku dan Rabb-mu, karena itu sembahlah Dia. Inilah jalan yang lurus." – (QS.3:51)
فَلَمَّا أَحَسَّ عِيسَى مِنْهُمُ الْكُفْرَ قَالَ مَنْ أَنْصَارِي إِلَى اللَّهِ قَالَ الْحَوَارِيُّونَ نَحْنُ أَنْصَارُ اللَّهِ آمَنَّا بِاللَّهِ وَاشْهَدْ بِأَنَّا مُسْلِمُونَ
"Maka ketika Isa merasakan keingkaran mereka (Bani Israil), ia berkata, “Siapakah yang akan menjadi penolong untuk (menegakkan agama) Allah?” Para Hawariyyun (sahabat setianya) menjawab, “Kamilah penolong (agama) Allah. Kami beriman kepada Allah, dan saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang Muslim." – (QS.3:52)

Juga,
وَإِذْ قَالَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيَّ مِنَ التَّوْرَاةِ وَمُبَشِّرًا بِرَسُولٍ يَأْتِي مِنْ بَعْدِي اسْمُهُ أَحْمَدُ فَلَمَّا جَاءَهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ قَالُوا هَذَا سِحْرٌ مُبِينٌ
"Dan (ingatlah) ketika Isa putra Maryam berkata, “Wahai Bani Israil! Sesungguhnya aku utusan Allah kepadamu, yang menegaskan kitab (yang turun) sebelumku, yaitu Taurat dan memberi kabar gembira dengan seorang Rasul yang akan datang setelahku, yang namanya Ahmad (Muhammad).” Namun ketika Rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata, “Inilah sihir yang nyata.” – (QS.61:6)

Di antara semua orang di sana, ada semacam tabib, yang di tangannya dan melalui usahanya, orang-orang yang telah putus harapan dari kesembuhan penyakitnya, dapat mengobati penyakit mereka. Dan juga, tak kurang orang-orang seperti filsuf dan fisika yang ahli dalam hubungan antara tubuh dan jiwa. Namun, ketika Nabi Isa tanpa sarana apapun, mulai menunjukkan mukjizat-mukjizat tanpa alat apapun, berdampak yang berbeda pada berbagai kaum sesuai dengan tingkatan keiman mereka. Mereka yang mencari kebenaran, mengakui bahwa mukjizat itu berada di luar kekuasaan manusia biasa, namun pada kenyataannya merupakan karunia kepada seorang Nabi dari Allah untuk membantunya dan sebagai bukti bahwa ia menjadi utusan Allah. Orang-orang yang hatinya sombong, benci dan iri, prasangka mereka membuat mereka berseru bahwa, "Inilah sihir yang nyata."
Para mufassir menjelaskan kepada kita, mengenai empat mukjizat yang disebutkan di atas bahwa ketika para penentang Nabi Isa menolaknya dan seruannya, dan menyatakan mukjizatnya sebagai sihir, maka dengan cara mengejeknya mereka pernah berkata, "Jika engkau benar-benar Utusan Allah, maka beri tahu kami apa yang kami makan hari ini dan apa yang telah kami simpan." Setelah itu, Nabi Isa menjawab mereka dengan sungguh-sungguh, menyampaikan pada mereka apa yang mereka makan dan apa yang disimpan di rumah-rumah mereka.
Cara Al-Qur'an menyebutkan mukjizat terakhir ini, dan jika seseorang merenungkannya, ia akan mengetahui bahwa ada makna lain yang lebih dalam di dalamnya. Yaitu, bahwa Nabi Isa menghabiskan banyak waktu dan upaya dalam menasihati umatnya agar menghindari harta duniawi dan menjalani gaya hidup asketik tanpa cinta akan dunia ini. Mereka yang menerima
pesannya, mengikuti ajakan ini, sementara yang lain, berpura-pura melakukannya dan secara sembunyi-sembunyi mengumpulkan dan menyimpan harta duniawi. Dengan mukjizat ini, Nabi 'Isa mampu mengungkap kemunafikan mereka.

Terlepas dari empat mukjizat ini, fakta bahwa Nabi Isa sendiri dilahirkan tanpa ayah, itu sendiri merupakan pertanda dan mukjizat yang istimewa dari Allah. Namun mukjizat apapun yang terjadi, di tangannya dan kelahirannya yang tak bernoda, diingkari dan ditolak oleh orang-orang Yahudi karena rasa-iri. Bahkan hari ini, ada juga cendekiawan Islam yang menolaknya. Ada dari mereka yang melakukannya bukan atas kemauan mereka sendiri, melainkan setelah berada di bawah pengaruh athersto Eropa dan agar mereka tak dituduh terlalu fanatik dan menghakimi. Demikian pula sejauh menghidupkan orang mati, mereka berpendapat bahwa sebelum Qiyamat, Allah takkan memberikan kehidupan kepada orang mati. Namun kebenaran memberi hidup kepada orang mati bukanlah hal yang baru karena ada banyak riwayat dimana Allah memang menghidupkan orang mati. Allah berfirman,
فَقُلْنَا اضْرِبُوهُ بِبَعْضِهَا كَذَلِكَ يُحْيِي اللَّهُ الْمَوْتَى وَيُرِيكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
"Lalu Kami berfirman, “Pukullah (mayat) itu dengan bagian dari (sapi) itu!” Demikianlah Allah menghidupkan (orang) yang telah mati, dan Dia memperlihatkan kepadamu tanda-tanda (kekuasaan-Nya) agar kamu mengerti." – (QS.2:73)

Sangatlah jelas disebutkan tentang menghidupkan orang mati. Dan juga, ada orang-orang yang menyangkal Nabi Isa dilahirkan tanpa ayah dan mereka telah menghabiskan banyak energi untuk menolak hal ini dalam tulisan mereka. Namun terlepas dari berbagai pandangan tentang masalah ini, jika seseorang melihat semua bukti tekstual dalam Al Qur'an dengan cara yang tak memihak, ia akan sampai pada kesimpulan bahwa terlepas dari sikap fanatik dan berlebihan dari orang-orang Nasrani dan tak ada sikap dari orang-orang Yahudi, Al-Qur'an ingin menekankan kisah kelahiran Nabi 'Isa yang tak bernoda. Orang-orang Yahudi dan Nasrani memilih dua sudut pandang yang berlawanan untuk masalah ini.
Di satu sisi, orang-orang Yahudi menganggapnya seorang penipu dan pendusta, serta pembuat kebohongan, sementara orang-orang Nasrani mengambil sikap ekstrim yang lain, dan menyebutnya sebagai tuhan dan putra Tuhan, yang ke-3 dalam trinitas. Dalam hal ini, Al-Qur'an mengemukakan kepercayaan yang benar kepada Nabi Isa. Bahwa Nabi Isa bukanlah nabi palsu, bukan pula pembohong dan penipu, melainkan nabi dan utusan Allah yang sejati, yang menyeru manusia ke jalan yang benar. Apapun yang ia tunjukkan dari mukjizat-mukjizatnya, bukanlah perbuatan sihir, melainkan mukjizat yang dilakukan atas perintah Allah. Kelahirannya tanpa seorang ayah lantas tak menjadikannya seorang tuhan. Bagaimana bisa seseorang menjadi Tuhan, jika masih membutuhkan kelahiran dan untuk kelahirannya itu, masih membutuhkan ibu, serta segala yang dibutuhkan manusia. Orang seperti itu takkan pernah bisa menjadi Tuhan.

Dalam Al Qur'an, upaya dilakukan untuk menyangkal dan mengafkir kayakinan yang keliru oleh orang Yahudi dan Nasrani tentang Nabi Isa, alaihissalam, atau Yesus. Jika Nabi Isa dilahirkan dengan ada seorang ayah, Al-Qur'an akan menekankan hal itu sejak awal, karena inilah alasan utama baginya dianggap sebagai kepribadian Ilahi. Bisa saja hal ini dibuat logis bahwa keyakinan ini seyogyanya ditolak sejak awal, dan sebuah pernyataan dibuat bahwa si Fulan adalah ayah Nabi Isa. Dan ini akan menghentikan penyebaran gagasan Keilahian Nabi Isa. Namun sebaliknya, Al-Qur'an menyatakan bahwa bahkan kelahirannya yang suci dan kelahirannya yang tanpa ayah itu, bukanlah bukti bahwa ia bisa menjadi tuhan, karena, "Sesungguhnya perumpamaan (penciptaan) Isa bagi Allah, seperti (penciptaan) Adam. Dia menciptakannya dari tanah, kemudian Dia berfirman kepadanya, 'Jadilah!' Maka jadilah sesuatu itu." (QS. 3:59)
Karena itu, jika kelahiran tanpa ayah memenuhi syarat dianggap sebagai tuhan, maka Nabi Adam, yang dilahirkan tanpa ayah dan ibu, lebih memenuhi syarat. Setiap orang yang memberikan penafsiran dan makna keliru lainnya dari ayat-ayat tertentu secara terpisah untuk menolak pernyataan bahwa Nabi Isa lahir tanpa ayah, akan keliru karena jika semua ayat itu disatukan, maka tak ada kebenaran lain yang keluar darinya kecuali bahwa Nabi Isa lahir tanpa ayah.
Dan sejauh menyangkut nalar dan logika rasional dari masalah ini, akal juga tak menganggap mustahil bagi kelahiran tanpa ayah. Faktanya, dalam zaman modern ini, contoh telah muncul dimana kelahiran terjadi dengan cara-cara terpisah dari cara yang diterima secara umum. Dan cara-cara kelahiran itu, tak bisa dikatakan bertentangan dengan hukum-hukum alam karena sampai sekarang kita belum memperoleh pengetahuan penuh dari semua hukum-hukum alam. Semakin manusia banyak mengembangkan sains, maka semakin banyak aspek baru dari hukum alam yang diketahui olehnya. Oleh karenanya, sangat sering, hal yang dianggap mustahil kemarin, tiba-tiba menjadi sangat mungkin hari ini.
[Bagian 3]
[Bagian 1]

Selasa, 25 Juni 2019

Ia Bukan Dia (1)

Kemudian Wari melanjutkan, "Segala puji bagi Allah, Yang telah menuntun kita ke jalan lurus-Nya. Kita memohon ampunan-Nya dan kita berlindung pada-Nya dari kejahatan diri kita dan perbuatan buruk kita. Wahai saudara-saudariku, kata-kata manusia itu, untuk keuntungannya sendiri. Apa yang diperintahkan manusia, dapat bersifat ekstrim atau dapat bersifat lunak, dan dapat ditambahkan atau dikurangkan, tergantung pada latar belakang apa yang diperintahkan. Sementara Kalimatullah, untuk kebaikan manusia. Perintah Allah, baik dengan kalimat-Nya atau oleh Rasul-Nya (ﷺ), itulah yang hendaknya kita laksanakan, diimani, dipahami dan dikerjakan, tanpa menambah atau menguranginya."
Wari diam sejenak, lalu berkata, "Allah telah mengirimkan risalah yang sama dengan seluruh nabi: gambaran tentang cara hidup yang telah Allah tetapkan bagi manusia, agar diikuti selama mereka hidup di bumi. Seluruh nabi, telah berusaha sekuat tenaga, untuk menyampaikan iman yang benar kepada umat mereka. Nabi Isa, alaihissalam, di antara para rasul yang juga berusaha keras untuk membimbing umat-Nya menuju Kebenaran, tetapi kebanyakan mereka menuruti keinginan dan syahwat mereka sendiri, sehingga tersesat. Tauhid adalah dasar dalam Islam. Keyakinan ini membangun hubungan antara manusia dan Rabb mereka. Sebagai Muslim, kita mengimani bahwa Allah adalah Pencipta kita, Pemelihara dan Al-Haqq; hanya Dia-lah Yang berhak disembah. Tiada sekutu bagi-Nya. Dia memiliki kebebasan dalam menangani segala urusan."

Gelatik berkata, "Wahai Wari, lanjutkanah kisahmu tentang Maryam!" Wari berkata, "Kita sudah tahu bahwa Nabi Zakariya, alaihissalam, menjadi wali Maryam. Ketika Maryam lahir, karena ia seorang anak perempuan, muncullah pertanyaan tentang perwaliannya bagi para tetua. Inilah anak dari pemimpin mereka yang terakhir dan mereka cintai, dan semua orang ingin merawatnya. Nabi Zakariya berkata kepada para tetua, "Akulah suami dari bibinya dan kerabat terdekatnya di Baitul Maqdis; oleh karena itu, aku akan lebih memperhatikan dirinya dibanding kalian semua." Kondisi pun mulai memanas dan mereka menginginkan agar diadakan undian. Mereka mengatakan bahwa setiap dari mereka melempar anak panah yang telah dikenal pemiliknya masing-masing. Kemudian mereka membawanya dan meletakkannya di sebuah tempat, lalu mereka menyuruh seorang anak kecil yang belum baligh agar mengambil salah satu dari anak panah tersebut. Namun ternyata, yang muncul adalah anak panah Nabi Zakariya. Mereka menuntut diadakan undian yang kedua kalinya. Yaitu mereka melempar anak panah mereka masing-masing ke dalam sungai. Barangsiapa yang anak panahnya melawan arus air, maka dialah pemenangnya. Maka anak panah Nabi Zakariyalah yang melawan arus air, sedangkan anak panah-anak panah yang lainnya terbawa
arus air. Kemudian mereka menuntut diadakan undian yang ketiga kalinya. Yaitu barangsiapa yang anak panahnya terbawa arus, maka ia adalah pemenangnya. Maka anak panah Nabi Zakariya terbawa arus air, namun yang lainnya malawan arus air. Maka Nabi Zakariyalah pemenangnya. Dan ia yang berhak memelihara Maryam, baik secara syari’at maupun takdir karena beberapa alasan.
Agar memastikan bahwa tak ada yang dapat mengusik Maryam, Nabi Zakariya membangunkan sebuah ruangan terpisah untuknya dalam mihrab. Saat ia tumbuh dewasa, ia menghabiskan waktunya beribadah kepada Allah. Nabi Zakariya mengunjunginya setiap hari untuk memenuhi kebutuhannya, dan itu berlanjut selama bertahun-tahun. Suatu hari, ia terkejut menemukan buah segar, yang sedang tak musim di kamarnya. Karena ia adalah satu-satunya orang yang bisa memasuki kamarnya, ia bertanya padanya bagaimana buah itu sampai di sana. Maryam menjawab bahwa buah-buahan ini berasal dari Allah, seperti yang Dia berikan kepada siapa yang Dia kehendaki. Pahamlah Nabi Zakariya bahwa Allah telah menaikkan derajat Maryam di atas wanita lainnya.

Allah Ta'ala berfirman,

وَمَرْيَمَ ابْنَتَ عِمْرَانَ الَّتِي أَحْصَنَتْ فَرْجَهَا فَنَفَخْنَا فِيهِ مِنْ رُوحِنَا وَصَدَّقَتْ بِكَلِمَاتِ رَبِّهَا وَكُتُبِهِ وَكَانَتْ مِنَ الْقَانِتِينَ
"Dan Maryam putri Imran yang memelihara kehormatannya, maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari roh (ciptaan) Kami; dan ia membenarkan kalimat-kalimat Rabb-nya dan kitab-kitab-Nya; dan ia termasuk orang-orang yang taat (Qanitiin)." – (QS.66:12)
Imam Ahmad mencatat bahwa Ibn Abbas berkata, "Rasulullah (ﷺ) menarik empat garis di tanah dan bersabda, "Tahukah engkau apa yang dilambangkan oleh garis-garis ini? " Mereka berkata, 'Allah dan Utusan-Nya lebih mengetahui!" Beliau (ﷺ) bersabda, "Yang terbaik di antara para wanita Surga adalah Khadijah binti Khuwailid, Fatimah binti Muhammad, Maryam binti Imran dan Asiyah binti Muzahim, istri Fir'aun."
Allah juga berfirman,
وَالَّتِي أَحْصَنَتْ فَرْجَهَا فَنَفَخْنَا فِيهَا مِنْ رُوحِنَا وَجَعَلْنَاهَا وَابْنَهَا آيَةً لِلْعَالَمِينَ
"Dan (ingatlah kisah Maryam) yang memelihara kehormatannya, lalu Kami tiupkan (roh) dari Kami ke dalam (tubuh)nya; Kami jadikan ia dan anaknya sebagai tanda (kebesaran Allah) bagi seluruh alam." – (QS.21:91)
وَجَعَلْنَا ابْنَ مَرْيَمَ وَأُمَّهُ آيَةً وَآوَيْنَاهُمَا إِلَى رَبْوَةٍ ذَاتِ قَرَارٍ وَمَعِينٍ
"Dan telah Kami jadikan ('Isa) putra Maryam bersama ibunya sebagai suatu bukti yang nyata bagi (kebesaran Kami), dan Kami melindungi mereka di sebuah dataran tinggi, (tempat yang tenang, rindang dan banyak buah-buahan) dengan mata air yang mengalir." - (QS.23:50)
Allah memberitahu kita tentang hamba dan utusan-Nya, ‘Isa putra Maryam, alaihimassalam, dan bahwa Dia menjadikan mereka sebagai tanda bagi umat manusia, yaitu, bukti pasti akan kemampuan-Nya untuk melakukan apa yang dikehendaki-Nya. Karena Dia menciptakan Adam tanpa ayah atau ibu, Dia menciptakan Hawwa' dari lelaki tanpa perempuan, dan Dia menciptakan Nabi 'Isa dari perempuan tanpa lelaki, dan Dia menciptakan umat manusia dari laki-laki dan perempuan.

Selagi Maryam berdoa di mihrabnya, malaikat dalam bentuk seorang lelaki muncul di hadapannya. Dipenuhi dengan rasa takut, ia berusaha melarikan diri. Allah berfirman,

وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ مَرْيَمَ إِذِ انْتَبَذَتْ مِنْ أَهْلِهَا مَكَانًا شَرْقِيًّا
"Dan sampaikanlah (Muhammad) kisah Maryam di dalam Kitab (Al-Qur'an), (yaitu) ketika ia mengasingkan diri dari keluarganya ke suatu tempat di sebelah Timur (Baitul Maqdis)," – (QS.19:16)
فَاتَّخَذَتْ مِنْ دُونِهِمْ حِجَابًا فَأَرْسَلْنَا إِلَيْهَا رُوحَنَا فَتَمَثَّلَ لَهَا بَشَرًا سَوِيًّ
"Lalu ia memasang tabir (yang melindunginya) dari mereka; lalu Kami mengutus roh Kami (Jibril) kepadanya, maka ia menampakkan diri di hadapannya dalam bentuk manusia yang sempurna." – (QS.19:17)
قَالَتْ إِنِّي أَعُوذُ بِالرَّحْمَنِ مِنْكَ إِنْ كُنْتَ تَقِيًّ
"Ia (Maryam) berkata, 'Sungguh, aku berlindung kepada Yang Maha Pengasih terhadapmu, jika engkau orang yang bertakwa.'" – (QS.19:18)
قَالَ إِنَّمَا أَنَا رَسُولُ رَبِّكِ لأهَبَ لَكِ غُلامًا زَكِيًّا
"Ia (Jibril) berkata, 'Sesungguhnya aku hanyalah utusan Rabb-mu, untuk menyampaikan anugerah kepadamu seorang anak laki-laki yang suci.”' – (QS.19:19)
قَالَتْ أَنَّى يَكُونُ لِي غُلامٌ وَلَمْ يَمْسَسْنِي بَشَرٌ وَلَمْ أَكُ بَغِيًّا
"Ia (Maryam) berkata, “Bagaimana mungkin aku mempunyai anak lelaki, padahal tak pernah ada orang (laki-laki) yang menyentuhku dan aku bukan seorang pezinah!'” – (QS.19:20)
قَالَ كَذَلِكِ قَالَ رَبُّكِ هُوَ عَلَيَّ هَيِّنٌ وَلِنَجْعَلَهُ آيَةً لِلنَّاسِ وَرَحْمَةً مِنَّا وَكَانَ أَمْرًا مَقْضِيًّا
"Ia (Jibril) berkata, “Demikianlah. Rabb-mu berfirman, 'Hal itu mudah bagi-Ku, dan agar Kami menjadikannya suatu tanda (kebesaran Allah) bagi manusia dan sebagai rahmat dari Kami; dan hal itu adalah suatu urusan yang (sudah) diputuskan.'” – (QS.19:21)

Allah juga berfirman,

إِذْ قَالَتِ الْمَلائِكَةُ يَا مَرْيَمُ إِنَّ اللَّهَ يُبَشِّرُكِ بِكَلِمَةٍ مِنْهُ اسْمُهُ الْمَسِيحُ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ وَجِيهًا فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَمِنَ الْمُقَرَّبِينَ
"(Ingatlah), ketika para malaikat berkata, 'Wahai Maryam! Sesungguhnya Allah menyampaikan berita gembira kepadamu tentang sebuah kalimat (fir-man) dari-Nya (yaitu seorang putra), namanya Al-Masih Isa putra Maryam, seorang terkemuka di dunia dan di akhirat, dan termasuk orang-orang yang didekatkan (kepada Allah), – (QS.3:45)
وَيُكَلِّمُ النَّاسَ فِي الْمَهْدِ وَكَهْلا وَمِنَ الصَّالِحِينَ
"dan ia berbicara dengan manusia (sewaktu) dalam buaian dan ketika sudah dewasa, dan ia termasuk di antara orang-orang shalih.'" – (QS.3:46)
قَالَتْ رَبِّ أَنَّى يَكُونُ لِي وَلَدٌ وَلَمْ يَمْسَسْنِي بَشَرٌ قَالَ كَذَلِكِ اللَّهُ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ إِذَا قَضَى أَمْرًا فَإِنَّمَا يَقُولُ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ
"Ia (Maryam) berkata, “Wahai Rabb-ku, bagaimana mungkin aku akan mempunyai anak, padahal tiada seorang lelaki pun yang menyentuhku?” Dia (Allah) berfirman, “Demikianlah Allah menciptakan apa yang Dia kehendaki. Apabila Dia hendak menetapkan sesuatu, Dia hanya berkata kepadanya, “Jadilah!” Maka jadilah sesuatu itu." – (QS.3:47)
وَيُعَلِّمُهُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَالتَّوْرَاةَ وَالإنْجِيلَ
"Dan Dia (Allah) mengajarkan kepadanya (Isa) Kitab, Hikmah, Taurat, dan Injil." – (QS.3:48)
وَرَسُولا إِلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنِّي قَدْ جِئْتُكُمْ بِآيَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ أَنِّي أَخْلُقُ لَكُمْ مِنَ الطِّينِ كَهَيْئَةِ الطَّيْرِ فَأَنْفُخُ فِيهِ فَيَكُونُ طَيْرًا بِإِذْنِ اللَّهِ وَأُبْرِئُ الأكْمَهَ وَالأبْرَصَ وَأُحْيِي الْمَوْتَى بِإِذْنِ اللَّهِ وَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا تَأْكُلُونَ وَمَا تَدَّخِرُونَ فِي بُيُوتِكُمْ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَةً لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
"Dan sebagai Rasul kepada Bani Israil (ia berkata), “Aku telah datang kepada kamu dengan sebuah tanda (mukjizat) dari Rabb-mu, yaitu aku membuatkan bagimu (sesuatu) dari tanah berbentuk seperti burung, lalu aku meniupnya, maka ia menjadi seekor burung dengan izin Allah. Dan aku menyembuhkan orang yang buta sejak dari lahir dan orang yang berpenyakit kusta. Dan aku menghidupkan orang mati dengan izin Allah, dan aku beritahukan kepadamu apa yang kamu makan dan apa yang kamu simpan di rumahmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat suatu tanda (kebenaran kerasulanku) bagimu, jika kamu orang beriman." – (QS.3:49)
وَمُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيَّ مِنَ التَّوْرَاةِ وَلأحِلَّ لَكُمْ بَعْضَ الَّذِي حُرِّمَ عَلَيْكُمْ وَجِئْتُكُمْ بِآيَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَطِيعُونِ
"Dan sebagai seorang yang membenarkan Taurat yang datang sebelumku, dan agar aku menghalalkan bagi kamu sebagian dari yang telah diharamkan untukmu. Dan aku datang kepadamu membawa suatu tanda (mukjizat) dari Rabb-mu. Karena itu, bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku.." – (QS.3:50)
إِنَّ اللَّهَ رَبِّي وَرَبُّكُمْ فَاعْبُدُوهُ هَذَا صِرَاطٌ مُسْتَقِيمٌ
"Sesungguhnya Allah itu Rabb-ku dan Rabb-mu, karena itu sembahlah Dia. Inilah jalan yang lurus.'" – (QS.3:51)
Ada yang mengatakan bahwa malaikat yang diutus kepada Maryam adalah Jibril, ar-Ruh al-Amin, alaihissalam. Disebutkan oleh sejumlah ulama salaf bahwasanya Jibril meniupkan ruh ke dalam lubang lengan Maryam lalu tiupan ruh tersebut turun ke farjinya dan seketika itu Maryam pun hamil, sebagaimana seorang wanita yang digauli oleh suaminya.
Kunjungan malaikat itu, menyebabkan Maryam sangat cemas, yang meningkat seiring berlalunya waktu. Bagaimana ia bisa menghadapi kelahiran anak tanpa suami? Kemudian, ia merasakan kehidupan yang menendang di dalam dirinya. Dengan berat hati, ia meninggalkan kuil dan pergi ke Nazareth, kota tempat ia dilahirkan, dimana ia tinggal di sebuah rumah pertanian sederhana untuk menghindar dari khalayak ramai. Namun ketakutan dan kecemasan tak meninggalkannya. Ia berasal dari keluarga yang mulia dan shalih. Ayahnya bukan orang jahat, ibunya bukan wanita yang ternoda. Bagaimana ia bisa mencegah lidah-lidah mengibas tentang kehormatannya?
Setelah beberapa bulan, ia tak dapat menahan ketegangan mental lagi. Dibebani dengan kandungan rahim yang berat, ia meninggalkan Nazareth, tak tahu harus pergi ke mana dari atmosfir yang menyedihkan ini. Belum begitu jauh ia langkahkan kaki, ketika ia rasa sakit saat melahirkan merenggutnya. Ia melihat ke bawah, ke pohon palem kering, dan disitulah ia melahirkan seorang putra. Melihat bayinya yang gagah, ia terluka karena membawanya ke dunia tanpa seorang ayah. Ia berseru, "Seandainya aku mati sebelum ini terjadi dan sirna dalam ketiadaan!"

Allah berfirman,

فَحَمَلَتْهُ فَانْتَبَذَتْ بِهِ مَكَانًا قَصِيًّا
"Maka ia (Maryam) mengandung, lalu ia mengasingkan diri dengan kandungannya itu ke tempat yang jauh." – (QS.19:22)
فَأَجَاءَهَا الْمَخَاضُ إِلَى جِذْعِ النَّخْلَةِ قَالَتْ يَا لَيْتَنِي مِتُّ قَبْلَ هَذَا وَكُنْتُ نَسْيًا مَنْسِيًّا
"Kemudian rasa sakit akan melahirkan memaksanya (bersandar) pada pangkal pohon kurma, ia (Maryam) berkata, “Aduhai, betapa (baiknya) aku mati sebelum ini, dan aku menjadi seorang yang tak diperhatikan dan dilupakan.” – (QS.19:23)
فَنَادَاهَا مِنْ تَحْتِهَا أَلا تَحْزَنِي قَدْ جَعَلَ رَبُّكِ تَحْتَكِ سَرِيًّ
"Maka ia (Jibril) berseru kepadanya dari tempat yang rendah, “Janganlah engkau bersedih hati, sesungguhnya Rabb-mu telah menjadikan anak sungai di bawahmu.'" – (QS.19:24)
وَهُزِّي إِلَيْكِ بِجِذْعِ النَّخْلَةِ تُسَاقِطْ عَلَيْكِ رُطَبًا جَنِيًّا
"Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya (pohon) itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu." – (QS.19:25)
فَكُلِي وَاشْرَبِي وَقَرِّي عَيْنًا فَإِمَّا تَرَيِنَّ مِنَ الْبَشَرِ أَحَدًا فَقُولِي إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمَنِ صَوْمًا فَلَنْ أُكَلِّمَ الْيَوْمَ إِنْسِيًّا
"Maka makan, minum dan bersenanghatilah engkau. Jika engkau melihat seseorang, maka katakanlah, “Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Yang Maha Pengasih, maka aku takkan berbicara dengan siapapun pada hari ini.”" – (QS.19:26)
Untuk beberapa saat, ia terhibur oleh mukjizat Allah, karena itu merupakan pertanda pasti bahwa ia tak bersalah dan suci.

Maryam memutuskan kembali ke kota. Namun, ketakutannya juga kembali. Apa yang akan ia sampaikan kepada khalayak? Seolah-olah mengkhawatirkan kekhawatiran ibunya, sang bayi mulai berbicara, "Jika engkau bertemu seseorang, katakan, 'Aku telah bersumpah berpuasa untuk Yang Maha Pengasih dan tak boleh berbicara dengan manusia manapun hari ini.'" Dengan mukjizat ini, Maryam merasa tenang.
Seperti yang ia duga, kedatangannya di kota dengan bayi yang baru lahir di tangannya membangkitkan rasa ingin tahu masyarakat. Mereka membentaknya, "Inilah dosa besar yang telah engkau lakukan." Ia meletakkan jarinya ke bibir dan menunjuk ke arah sang bayi. Mereka bertanya, "Bagaimana mungkin kami berbicara dengan bayi yang baru lahir?" Dengan sangat mengherankan, sang bayi mulai berbicara dengan jelas, “Sesungguhnya aku hamba Allah, Dia memberiku Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang Nabi. Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkahi dimana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (menegakkan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup; dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tak menjadikanku seorang yang sombong lagi celaka. Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari kelahiranku, pada hari wafatku, dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali.”
Sebagian besar orang menyadari bahwa bayi itu unik, karena Allah menghendaki sesuatu, Dia hanya berfirman "Jadilah" maka terjadilah. Tentu saja, ada yang menganggap ucapan bayi itu sebagai trik aneh, tetapi setidaknya Maryam sekarang bisa tinggal di Nazareth tanpa dilecehkan.

Allah berfirman,

فَأَتَتْ بِهِ قَوْمَهَا تَحْمِلُهُ قَالُوا يَا مَرْيَمُ لَقَدْ جِئْتِ شَيْئًا فَرِيًّ
"Kemudian ia (Maryam) membawanya (bayi itu) kepada kaumnya dengan menggendongnya. Mereka (kaumnya) berkata, 'Wahai Maryam! Sungguh, engkau telah membawa sesuatu yang sangat mungkar.'" – (QS.19:27)
يَا أُخْتَ هَارُونَ مَا كَانَ أَبُوكِ امْرَأَ سَوْءٍ وَمَا كَانَتْ أُمُّكِ بَغِيًّا
"Wahai saudara perempuan Harun (Maryam)! Ayahmu bukan seorang yang buruk perangai dan ibumu bukan seorang perempuan pezina.”" – (QS.19:28)
Dikatakan bahwa Harun, bukanlah saudara Nabi Musa, ia adalah orang yang sangat shalih dalam keluarga Maryam pada masa sebelumnya. Ia juga sangat dikenal. 
فَأَشَارَتْ إِلَيْهِ قَالُوا كَيْفَ نُكَلِّمُ مَنْ كَانَ فِي الْمَهْدِ صَبِيًّا
"Maka ia (Maryam) menunjuk kepada (anak)nya. Mereka berkata, 'Bagaimana kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih dalam buaian?'” – (QS.19:29)
قَالَ إِنِّي عَبْدُ اللَّهِ آتَانِيَ الْكِتَابَ وَجَعَلَنِي نَبِيًّا
"Ia (Isa) berkata, 'Sesungguhnya aku hamba Allah, Dia memberiku Kitab (Injil) dan Dia menjadikanku seorang Nabi." – (QS.19:30)
وَجَعَلَنِي مُبَارَكًا أَيْنَ مَا كُنْتُ ‎وَأَوْصَانِي بِالصَّلاةِ وَالزَّكَاةِ مَا دُمْتُ حَيًّا
"Dan Dia menjadikanku seorang yang diberkahi dimana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (menegakkan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup;" – (QS.19:31)
وَبَرًّا بِوَالِدَتِي وَلَمْ يَجْعَلْنِي جَبَّارًا شَقِيًّا
"dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tak menjadikanku seorang yang sombong lagi celaka." – (QS.19:32)
وَالسَّلامُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدْتُ وَيَوْمَ أَمُوتُ وَيَوْمَ أُبْعَثُ حَيًّا
"Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari kelahiranku, pada hari wafatku, dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali.” – (QS.19:33)
ذَلِكَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ قَوْلَ الْحَقِّ الَّذِي فِيهِ يَمْتَرُونَ
"Itulah Isa putra Maryam, (yang mengatakan) perkataan yang benar, yang mereka ragukan kebenarannya." – (QS.19:34)
مَا كَانَ لِلَّهِ أَنْ يَتَّخِذَ مِنْ وَلَدٍ سُبْحَانَهُ إِذَا قَضَى أَمْرًا فَإِنَّمَا يَقُولُ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ
"Tak patut bagi Allah mempunyai anak, Mahasuci Dia. Apabila Dia hendak menetapkan sesuatu, maka Dia hanya berkata kepadanya, “Jadilah!” Maka jadilah sesuatu itu." – (QS.19:35)
وَإِنَّ اللَّهَ رَبِّي وَرَبُّكُمْ فَاعْبُدُوهُ هَذَا صِرَاطٌ مُسْتَقِيمٌ
"('Isa berkata), 'Dan sesungguhnya Allah itu Rabb-ku dan Rabb-mu, maka sembahlah Dia. Inilah jalan yang lurus.'” – (QS.19:36)
Ketika orang-orang itu mendengar kata-kata bijak dari lidah sang bayi yang masih menyusu, mereka heran dan menyadari bahwa Maryam lepas dari segala kecurigaan terhadap perilaku tak bermoral. Mereka menyadari bahwa putranya adalah tanda dari Allah.
Berita ini bukan hal yang bisa dirahasiakan. Kejadian aneh dari kelahirannya menyebabkan keheranan orang-orang yang terdekat maupun yang terjauh. Dari segala tempat, orang terkagum pada peristiwa kelahiran Nabi 'Isa. Sejak awal orang mengambil berbagai posisi mengenai kepribadian suci Isa. Orang-orang shalih memandang kedatangannya sebagai tanda datangnya nasib baik, sedangkan mereka yang cenderung jahat memandangnya sebagai tanda kemalangan dan nasib buruk. Dan dengan cara ini mereka dipenuhi dengan kebencian dan kecemburuan. Dalam atmosfir yang berseberangan seperti itu, Allah mengambil-alih untuk membesarkan sang bayi dan perlindungannya, sehingga kelak, di tangannyalah, hati orang-orang Israil yang mati, dapat diberikan kehidupan baru, dan agar pohon perkembangan spiritual mereka dapat berbuah sekali lagi.

Allah berfirman,,

وَجَعَلْنَا ابْنَ مَرْيَمَ وَأُمَّهُ آيَةً وَآوَيْنَاهُمَا إِلَى رَبْوَةٍ ذَاتِ قَرَارٍ وَمَعِينٍ
"Dan telah Kami jadikan (Isa) putra Maryam bersama ibunya sebagai suatu bukti yang nyata bagi (kebesaran Kami), dan Kami melindungi mereka di sebuah dataran tinggi, (tempat yang tenang, rindang dan banyak buah-buahan) dengan mata air yang mengalir." – (QS.23:50)

Allah juga berfirman,

إِنَّ مَثَلَ عِيسَى عِنْدَ اللَّهِ كَمَثَلِ آدَمَ خَلَقَهُ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ قَالَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ
"Sesungguhnya perumpamaan (penciptaan) Isa bagi Allah, seperti (penciptaan) Adam. Dia menciptakannya dari tanah, kemudian Dia berkata kepadanya, “Jadilah!” Maka jadilah sesuatu itu. - (QS.3:59)
الْحَقُّ مِنْ رَبِّكَ فَلا تَكُنْ مِنَ الْمُمْتَرِينَ
"Kebenaran itu dari Rabb-mu, karena itu janganlah engkau (Muhammad) termasuk orang-orang yang ragu" - (QS.3:60)

Keserupaan 'Isa di hadapan Allah berkenaan dengan kekuasaan Allah, karena Dia menciptakannya tanpa ayah, sama juga dengan Nabi Adam, karena Allah menciptakan Nabi Adam tanpa ayah atau ibu. Sebaliknya Dia menciptakannya dari tanah, lalu Dia berkata kepadanya, "Jadilah!" maka terjadilah. Karena itu, Dia yang menciptakan Nabi Adam tanpa ayah atau ibu, juga mampu menciptakan Nabi 'Isa, tanpa ayah. Jika klaim dibuat bahwa Nabi 'Isa adalah putra Allah karena ia diciptakan tanpa ayah, maka klaim yang sama lebih cocok bagi Nabi Adam. Namun, karena klaim tentang Nabi Adam seperti itu jelas keliru, maka membuat klaim yang sama tentang ‘Isa bahkan lebih keliru lagi.
Selanjutnya, dengan menyebutkan fakta-fakta ini, Allah menekankan kekuasaan-Nya, dengan menciptakan Nabi Adam tanpa laki-laki atau perempuan, Hawwa' dari laki-laki tanpa perempuan, dan 'Isa dari seorang ibu tanpa ayah, dibandingkan dengan-Nya yang menciptakan sisa ciptaan dari pria dan wanita.

Menurut Ibnu Jarir, Yusuf bin Ya'kub an Najjar, sang tukang kayu, adalah orang pertama yang mengecam kehamilan Maryam. Ia tertekan oleh apa yang dilihatnya, gamang, dan tak tahu harus mengatakan apa. Ketika Yusuf bersiap menuduhnya, ia teringat bahwa Maryam adalah wanita shalihah dan tak bersalah, bahwa ia tak pernah lepas darinya. Ketika ia ingin membebaskannya, ia mengamati apa yang terjadi padanya. Ketika masalah ini mulai merisaukannya, ia berbicara kepadanya. Pertama-tama ia berkata kepadanya, "Suatu pikiran muncul dalam benakku tentangmu, dan aku telah berusaha keras diam dan menyembunyikannya; namun aku tak bisa, dan aku telah memutuskan membicarakannya untuk menenangkan hatiku." Maryam berkata, "Ucapkanlah kata yang menyenangkan;" lalu ia menjawab, "Hanya ini yang ingin kukatakan; katakan padaku, dapatkah sebuah ladang tumbuh tanpa benih?" Maryam menjawab, "Ya." Ia berkata, "Tumbuhkah pohon tanpa hujan menyiraminya?" Maryam menjawab "Ya." "Dapatkah ada anak tanpa hubungan intim?" tanyanya, "Ya," jawab Maryam. "Tak tahukah engkau, bahwa Allah menjadikan ladang itu bertunas pada hari penciptaan tanpa benih; melainkan, benih itu berasal dari ladang yang dibuat Allah bertunas tanpa biji. Tak tahukah engkau, bahwa Allah menciptakan pohon tumbuh tanpa hujan, dan dengan kekuatan yang sama ia menghasilkan hujan untuk kehidupan pohon, setelah ia menciptakan masing-masing dari keduanya secara terpisah? Atau apakah engkau mengira Allah tak dapat membuat pohon itu tumbuh tanpa menggunakan air di atasnya? Atau, bukan karena air Dia tak dapat menjadikan pohon itu tumbuh? " Yusuf berkata kepadanya, "Aku tak mengatakan itu. Aku tahu bahwa itulah kekuasaan Allah, Dia bertindak sesuai kehendak-Nya. Dia hanya berfirman 'Jadilah,' maka jadilah."' Maryam kemudian berkata kepadanya, "Tak tahukah engkau bahwa Allah menciptakan Adam dan istrinya tanpa pria atau wanita? " "Tentu saja," jawabnya.

Gelatik bertanya, "Bagaimana gambaran tentang Nabi Isa, alaihissalam?" Wari berkata, "Menurut Hadis tentang Mi'raj Rasulullah (ﷺ), beliau (ﷺ) diriwayatkan bersabda, 'Aku bertemu' Isa, dan kutahu ia berpostur tubuh sedang, kulit putih-kemerahan. Tubuhnya tampak sangat bersih seolah-olah ia baru saja keluar dari kamar mandi setelah mandi." Menurut riwayat lain, disebutkan bahwa rambutnya terurai sampai ke pundaknya. Riwayat lain menyebutkan bahwa warna kulitnya seperti warna gandum. "
Para Imam Yahudi merasa bahwa bayi ini, Nabi 'Isa, berbahaya, karena mereka merasa bahwa kaum mereka akan kembali beribadah hanya kepada Allah, menggantikan ajaran Yahudi yang sudah ada. Akibatnya, mereka akan kehilangan kekuasaan atas kaum mereka. Karena itu, mereka menyimpan mukjizat perkataan Nabi 'Isa saat masih bayi itu, sebagai rahasia dan menuduh Maryam melakukan dosa besar.
[Bagian 2]

Jumat, 21 Juni 2019

Pakaian Rasulullah (ﷺ)

Burung punai bertanya, "Wahai Wari, aku mendengar, sewaktu para Utusan Najran datang menemui Rasulullah (ﷺ), mereka memakai mantel dan jubah saat memasuki Masjid beliau. Lalu, apa gerangan pakaian-pakaian yang biasa dikenakan oleh Nabi kita tercinta (ﷺ) ?" Wari menjawab seraya membaca,
أعوذُ بِٱللَّهِ مِنَ ٱلشَّيۡطَٰنِ ٱلرَّجِيمِ
(Audzubillahi minasyaitan nirrajim)
"Aku berlindung kepada Allah dari godaan syaitan yang terkutuk"

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
(Innallaha wamalaa-ikatahu yushalluuna 'alannabii-yi yaa ai-yuhaal-ladziina aamanuu shalluu 'alaihi wasallimuu tasliiman)
"Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bersalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman! Bersalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya." - (QS.33:56)

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
(Allahumma shalli ‘alaMuhammad wa ‘ala azwajihi wa dzuriyatihi kamaa shallaita ‘ala aali Ibrahim, wa barik ‘ala Muhammad wa ‘ala azwajihi wa dzuriyatihi kamaa shallaita ‘ala aali Ibrahim,innaKa Hamidum Majid)
"Ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad, istri-istrinya dan anak keturunannya sebagaimana Engkau telah memberi shalawat kepada keluarga Ibrahim dan berilah barakah kepada Muhammad, istri-istrinya dan anak keturunannya sebagaimana Engkau telah memberi barakah kepada keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Mulia).”
[HR Al-Bukhari (3369) dan Muslim (407) dari Abu Humaid as-Saa‘idi, radhiyallahu 'anhu].
"Segala puja dan puji hanya bagi Allah.Para ulama berkata, cara berpakaian seseorang, dapat berupa waajib, mustahab, haram, makruh atau mubah (diperbolehkan). Seseorang hendaknya, saat berpakaian, dengan rajin mengikuti mode mandub (yang lebih disukai), dan menjauhkan diri dari mode berpakaian makruh. Wajib berpakaian dengan cara dimana aurat tertutup setiap saat. Mandub adalah apa yang disukai syari'ah, dan menyarankan kita agar mengikutinya, seperti mengenakan pakaian terbaik seseorang pada dua Hari Raya, dan mengenakan pakaian putih pada hari Jumat. Makruh adalah pakaian yang tak disarankan oleh syari'ah kita kenakan. Misalnya, orang kaya, hendaknya tak mengenakan pakaian yang compang-camping. Haram adalah pakaian yang kita kenakan, dilarang oleh syari'ah. Misalnya, haram bagi seorang lelaki mengenakan pakaian sutra tanpa alasan syar'i yang sah.

Al-Allamah, Ibnul Qayyim, rahimahullah, telah menghimpun intisari hadits-hadits yang membicarakan tentang sifat pakaian-pakaian Rasulullah (ﷺ). Menurutnya, Rasulullah (ﷺ) memakai imamah, yaitu, sesuatu yang melilit atau melingkar di atas kepala, sebagaimana pakaian tradisonal di sebagian negara saat ini seperti Yaman dan Sudan. Disebut As-Sahaab, beliau (ﷺ) pernah memakaikan Ali dengannya. Beliau (ﷺ) pun mengenakannya, dibawahnya beliau (ﷺ) memakai kopiah. Kadang beliau mengenakan imamah tanpa kopiah. Apabila mengenakan imamah, beliau menjulurkan ujung sorbannya di antara dua pundak beliau (ﷺ). Juga diriwayatkan dari Jaabir ibn ‘Abdullah bahwa Rasulullah (ﷺ) memasuki Mekah dengan mengenakan surban hitam. Hadits Jaabir tak menyebutkan ujung surban, yang menunjukkan bahwa beliau (ﷺ) tak selalu membiarkan ujungnya menggantung di antara tulang belikatnya. Dapat dikatakan bahwa beliau (ﷺ) memasuki Mekah dengan mengenakan pakaian perang dan zirah rantai di kepala beliau (ﷺ), karena dalam setiap situasi, beliau (ﷺ) mengenakan apa yang pantas."

Wari diam sejenak, kemudian berkata, "Rasulullah (ﷺ) juga mengenakan gamis (tsaut atau kurta), semacam jubah atau baju kurung yang dikenal saat ini dan di beberapa negara yang mereka disebut galabiyah. Inilah pakaian yang paling disukai Rasulullah (ﷺ). Lengan bajunya hingga ke pergelangan tangan.

Ummul Mukminin, Ummu Salamah, radiyallahu 'anha, menyampaikan,
كَانَ أَحَبَّ الثِّيَابِ إِلَى رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم الْقَمِيصُ
"Dari semua pakaian, Rasulullah (ﷺ) paling suka mengenakan gamis."
Para ulama memberikan alasan berbeda mengapa Rasulullah (ﷺ) lebih suka memakai gamis. Ada yang mengatakan, itu karena gamis menutupi tubuh dengan baik dan menutupinya lebih baik daripada sarung atau semacamnya. Ada yang mengatakan, karena membuat lebih leluasa dan tak membebani tubuh, sedangkan kain, harus sesekali diluruskan. Ada juga yang berpendapat bahwa gamis tak membuat seseorang bersikap sombong, seperti pakaian lainnya. Menurut hamba yang rendah hati ini, alasannya adalah karena ia menutupi aurat dengan baik, dan pada saat yang sama, rapih, sedangkan pada beberapa pakaian ada sedikit mengurangi keindahan, seperti sarung, tak menutupi bagian atas tubuh dengan baik.
Ada yang mengatakan bahwa gamis Rasulullah (ﷺ) terbuat dari katun dan tak terlalu panjang, juga lengan bajunya tak panjang. Baijuri melaporkan, Rasulullah (ﷺ) hanya memiliki satu gamis. Dari 'Aisyah, radhiyallahu' anha, bahwa, "Rasulullah (ﷺ) tak meninggalkan makanan pagi hingga malam hari, juga makanan malam hingga pagi hari. Beliau (ﷺ) hanya memiliki masing-masing satu, dari sebuah sarung atau izar, gamis, ihram, sepatu atau pakaian lainnya. Beliau (ﷺ) tak memiliki sepasang dari semua ini."

Munaawi mengutip perkataan Ibnu 'Abbaas, radhiyallahu 'anhu bahwa, 'Gamis Rasulullah (ﷺ) tak terlalu panjang, juga lengan bajunya tak panjang. Dalam hadits lain dari Ibnu Abbas, dinyatakan bahwa gamis Rasulullah (ﷺ) berada di atas mata kaki. 'Allaamah Saami berkata, 'Seyogyanya mencapai setengah betis.'

Asmaa binti Yazid, radhiyallahu 'anha, berkata,
كَانَ كُمُّ قَمِيصِ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم إِلَى الرُّسْغِ
"Lengan baju gamis Rasulullah (ﷺ) sampai ke pergelangan tangan."
Riwayat ini tampaknya bertentangan dengan hadits yang menyatakan bahwa lengan gamis Rasulullah (ﷺ) sedikit lebih panjang daripada pergelangan tangan. Para ulama telah menyimpulkan perbedaan ini dalam beberapa cara. Pertama, bahwa pada waktu yang berbeda, memiliki panjang yang berbeda. Kedua, bahwa ketika lengan bajunya dilipat, sampai di atas pergelangan tangan, dan ketika dibiarkan, berada di atas pergelangan tangan. Ada yang berpendapat berpendapat bahwa keduanya diambil berdasarkan perkiraan. Dalam hal ini tidak ada masalah. Maulana Khalil Ahmad Saahib telah menulis dalam 'Badhlul Majhud' dimana disebutkan sampai pergelangan tangan, dianggap sebagai yang terbaik dan diinginkan. Jika lengan baju lebih panjang, tetap diperbolehkan. 'Allaamah Jazari menyatakan bahwa sunnah bahwa panjang lengan gamis mencapai pergelangan tangan, dan bahwa jubah menjadi sedikit lebih panjang, namun dalam keadaan apapun, tak boleh lebih panjang dari jari tangan.

Qurrah bin Ilyas, radiyallahu 'anhu meriwayatkan, "Aku datang dengan sekelompok suku Muzinah untuk berbaiat kepada Rasulullah (ﷺ). Stempel Kenabian Rasulullah (ﷺ) tersingkap. Aku meletakkan tanganku di kerah gamis Rasulullah (ﷺ) agar dapat menyentuh setmpel kenabian itu (untuk mendapatkan berkah) ".
Ketika ia mengunjungi Rasulullah (ﷺ), ia menemukan kerah gamis Rasulullah (ﷺ) terbuka. Inilah karakteristik orang yang mencintai, bahwa setiap tindakan orang yang dicintainya meresap ke dalam qalbunya. 'Urwah, radiyallahu' anhu, periwayat hadit ini, mengatakan, "Aku belum pernah melihat Mu'aawiyah (bin Qurrah - radiyallahu 'anhu) dan putranya mengancingkan kerah mereka. Baik itu musim panas atau musim dingin, kerah mereka selalu terbuka,: Cinta mereka kepada Rasulullah (ﷺ) telah memberi kita sekilas setiap tindakan dan perbuatan Rasul Allah yang terkasih, (ﷺ).

Anas bin Maalik, radhiyallahu 'anhu, meriwayatkan, "Rasulullah (ﷺ) keluar dari rumahnya dengan bantuan Usamah bin Zaid. Pada saat itu, beliau (ﷺ) dibalut dengan selembar kain Yamani. Rasulullah (ﷺ) datang dan memimpin shalat."
Imam Daraqutni menyatakan bahwa peristiwa ini terjadi saat Rasulullah (ﷺ) sakit. Karena alasan ini, beliau (ﷺ) dibantu oleh Usamah bin Zaid, radhiyallahu 'anhu. Mungkin, itulah masa sakit Rasulullah (ﷺ) sebelum beliau (ﷺ) wafat.

Abu Sa'id Al-Khudri, radhiyallahu 'anhu, mengatakan, "Ketika Rasulullah (ﷺ) mengenakan pakaian baru, beliau akan dengan senang hati menyebutkan nama pakaian itu. Misalnya, 'Allah Ta'aala memberiku gamis ini, kain imamah, dll. " Lalu dibacakan doa ini,

اللَّهمَّ أَنتَ كَسَوتَنِي هذا القَمِيصَ أَو الرِّدَاءِ أَوِ العِمَامَةَ ، أَسْألُكَ خَيرَهُ وَخَيرَ مَا صنعَ لَهُ ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهِ وَشَرِّ ما صنعَ لَهُ
('Allahumma lakal hamdu kama kasauw-tanihi, as-aluka khairahu wa-khaira ma-suni'a lahu wa-a'u- dzu bika min syarrihi wa-syarri ma-suni'a lahu')
“Ya Allah Engkaulah yang telah memberikan kepadaku pakaianku, baju atau sarung atau sorban ini, aku memohon kepada Engkau kebaikannya dn kebaikan apa yang diciptakan untuknya, dan aku berlindung kepada Engkau dari keburukannya dan keburukan apa yang diciptakan untuknya.”
Apabila mengenakan pakaian gamis, beliau memulainya dengan mendahulukan anggota tubuh bagian kanan. Kebaikan dan keburukan pakaian adalah bukti dan 'kebaikannya dn kebaikan apa yang diciptakan untuknya' berarti untuk musim panas dan musim dingin, keanggunan, dll. Untuk alasan apa pun itu dipakai, kebaikan yang ada di dalamnya adalah bahwa ia dapat digunakan untuk memperoleh Keridhoan Allah, seperti beribadah dengannya. Menggunakannya untuk tujuan yang buruk akan berarti tak mematuhi perintah Allah atau kesombongan, keangkuhan dll.

Beliau juga mengenakan jubah, yaitu pakaian longgar, yang kedua lengannya pun longgar, bagian depannya terbelah, biasa dipakai diatas baju atau gamis. Di zaman kita saat ini sebagaimana jubah kehormatan yang biasa dipakai oleh ulama Al Azhar. Juga faruj, yaitu menyerupai pakaian luar, yang merupakan pakaian yang biasa dipakai diatas pakaian, yang menjadikannya sebagai ikat pinggang.Juga farjiyah,yaitu, pakaian longgar yang kedua lengannya panjang, yang biasa dikenakan oleh para ulama islam.

Saat sedang bepergian atau safar beliau biasa mengenakan baju atau jubah yang sempit di pergelangan tangannya. Beliau mengenakan izaar (sarung bagian bawah) dan ridaa (kain untuk menutup bagian atas). Yaitu, sejenis pakaian yang saat ini biasa dipakai oleh orang-orang yang sedang beribadah ihram. Al Waqidi berkata, dahulu, sarung dan burdah –kain bergaris yang diselimutkan pada badan – pakaian Rasulullah (ﷺ), panjangnya enam hasta dengan lebar tiga jengkal. Hasta adalah, dari ujung jari tengah sampai ujung siku. Satu jengkal adalah, dari ujung ibu jari sampai ke ujung jari kelingking. Selimutnya terbuat dari tenunan negeri Oman, panjangnya empat hasta dan sejengkal, lebarnya dua hasta sejengkal.

Beliau mengenakan Hullah yang berwarna merah. Hullah adalah kain penutup badan dan selimut atau pakaian sejenis jubah. Tiadalah disebut Hullah melainkan nama untuk dua jenis baju sekaligus. Keliru orang yang beranggapan bahwa warna baju beliau hanya merah semata tanpa bercampur dengan warna yang lain, sesungguhnya itulah hullah merah yang merupakan kain penutup badan dan selimut atau pakaian sejenis jubah yang keduanya berasal dari negri Yaman, ditenun dengan benang merah bercampur hitam sebagaimana pakaian orang Yaman pada umumnya, biasa disebut al-Burud al-Yamaniyyah. Sebutan ini sudah lazim diberikan karena dalam kain tersebut terdapat benang-benang merah. Jika tidak demikian, maka kalau hanya warna merah saja maka warna tersebut sangatlah dilarang.

Beliau mengenakan baju bermotif lagi sederhana. Beliau juga mengenakan baju yang berwarna hitam. Juga beliau mengenakan pakaian sejenis jubah dari bulu unta yang pinggirnya di jahit dengan kain sutra tipis. Diriwayatkan oleh imam Ahmad dan Abu Daud dengan sanad dari keduanya dari Anas bin Malik:

أن ملك الروم أهدى للنبي صلى الله عليه وسلم مُسْتَقَةً مِنْ سُنْدُسٍ ، فلبسها ، فَكأَنِّي أنظرُ إلى يَدَيْه تَذَبْذَبانِ
“Sesungguhnya Raja Romawi memberikan hadiah kepada Nabi (ﷺ) sebuah jubah yang dari bulu onta yang dipinggirnya berjahitkan sutra tipis, lalu beliau mengenakannya, maka seakan-akan aku melihat kepada kedua tangan beliau berayun-ayun.”
Al Ashma’i berkata, "Al Masatiq adalah jubah yang terbuat dari bulu unta yang memiliki lengan yang panjang." Al Khaththabi menambahkan, "Jubah yang terbuat dari bulu unta ini menyerupai jubah yang pinggiran kainnya berjahitkan kain sutra tipis, karena tenunan dari bulu binatang bukanlah berupa sutra tipis."
Beliau membeli celana. Yang tampak secara zahir, beliau membelinya untuk dikenakan. Terdapat riwayat selain hadits ini, bahwa beliau memakai celana, dan para Sahabat, radhiyallahu 'anhum, memakai celana-celana panjang dengan seizin beliau.
Beliau memakai khuf (sepatu terbuat dari kulit). Beliau mengenakan sandal yang dinamakan At-Taasumah.
Beliau memakai cincin. Beberapa hadits berbeda-beda apakah beliau mengenakannya ditangan kanan atau tangan kiri beliau. Kesemua hadit tersebut sanadnya shahih.
Beliau memakai pelindung kepada, disebut Khaudzah. Beliau memakai baju besi yang dinamakan Az- Zardiyyah. Hal ini tampak pada saat perang Uhud beliau mengenakan dua baju besi. Dalam Shahih Muslim, dari Asma binti Abu Bakar, radhiyallahu a'na, berkata, “Ini merupakan jubah Rasulullah (ﷺ). Lalu dia mengeluarkan jubah bersorban dari negeri Kisra. Padanya terdapat anyaman kain sutra. Keduanya dipisahkan dengan renda atau berjahitkan pinggir dengan kain sutra. Lalu ia berkata, “Ini semua dahulu ada pada Aisyah sampai ia wafat. Maka ketika ia wafat, akulah yang merawatnya. Kesemua pakaian tersebut dahulu Nabi (ﷺ) mengenakannya. Lalu kami mencelupkannya untuk orang yang sakit seraya berharap kesembuhan dengannya.”

Beliau memiliki dua kain penutup badan, burdah, yang keduanya berwarna hijau. Burdah adalah kain penutup badan yang bergaris-garis, terbelah bagian depannya, diletakkan diatas kedua pundak seperti mantel akan tetapi lebih kecil. Orang yang mengenakannya biasanya menyelimutkannya atau menggeraikannnya kebawah. Makna yang mendekati adalah semacam kain yang digunakan dengan berselimut. Dapat berbentuk kain hitam atau kain merah yang bermotif atau bercampur dengan warna lain, atau kain yang terbuat dari bulu binatang.

Dahulu gamis beliau terbuat dari kapas atau kain katun, yang ukurannya tak terlalu panjang dengan kedua lengan yang pendek. Adapun baju-baju yang berlengan panjang dan longgar ini yang menyerupai warna hitam putih binatang, maka beliau sama sekali tidak pernah memakainya demikian juga shabat-sahabatnya. Karena hal itu bertentangan dengan sunnahnya. Adapun pendapat yang membolehannya layak dikritisi, karena sesungguhnya hal itu termasuk jenis dari keangkuhan dan kesombongan.

Pakaian yang paling beliau sukai adalah gamis dan Al Hibarah, yaitu semacam kain yang diselimutkan dikedua pundak yang didalamnya terdapat warna merah. Dan warna-warna pakaian yang paling beliau sukai adalah warna putih sebagaimana sabda beliau,

هي مِنْ خَيْرِ ثِيَابكُمْ ، فَالبسوها ، وَكَفِّنُوا فِيهَا مَوْتَاكمْ
“Warna putih adalah sebaik-baik warna baju kalian, dan kafanilah orang-orang yang meninggal dengan warna tersebut.”
Samurah bun Jundub, radhiyallahu an'hu, berkata, "Rasulullah (ﷺ) bersabda,
الْبَسُوا الْبَيَاضَ، فَإِنَّهَا أَطْهَرُ وَأَطْيَبُ، وَكَفِّنُوا فِيهَا مَوْتَاكُمْ‏
"“Kenakanlah pakaian warna putih karena pakaian tersebut lebih bersih dan paling baik. Kafanilah pula orang yang mati di antara kalian dengan kain putih.”
Dan dalam kitab As-Shahih (Bukhari atau Muslim), dari Aisyah sesungguhnya dia mengeluarkan kain yang bertambal dan izar dan kain sarung yang kasar, seraya berkata:
قُبِضَ روح رَسولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم في هذين
‘Rasulullah (ﷺ) wafat dalam dua baju tersebut.”
Adapun At-thailasan atau syal, adalah semacam selimut atau kain penutup yang biasa ditutupkan di atas kepala dan kedua pundak, atau hanya di atas kedua pundak saja. Pada saat ini banyak dipakai oleh para pendeta atau uskup dan para rahib yahudi. Tak ada hadits serta tak pula ada salah seorang sahabat beliau yang menyebutkan bahwasannya beliau memakainya sebagai baju, bahkan terdapat riwayat dalam Shahih Muslim,
Dari hadits Anas bin Malik dari Nabi (ﷺ), sesungguhnya beliau menyebutkan tentang Dajjal, sabda beliau,

يخْرُجُ مَعَهُ سَبْعُونَ أَلْفاً مِنْ يَهُودِ أَصْبِهَانَ عَلَيْهِمُ الطَّيالِسَةُ
“Akan keluar bersamanya tujuhpuluh ribu orang yahudi Isfahan, di atas kepala mereka terdapat thayalisah (kain yang diselendangkan sampai menutupi kedua pundak/thailasan).”
Sahabat Anas melihat sekelompok orang yang di atas kepala mereka ada kain penutup, lalu ia berkata, ‘Apa yang mereka lakukan menyerupai orang Yahudi Khaibar.” Berdasarkan hadits ini, sejumlah kalangan salaf dan khalaf berpendapat makruh mengenakannya.
Kebanyakan yang beliau dan para sahabat kenakan adalah pakaian atau baju dari tenunan kapas, dan bisa jadi mereka memakai baju yang ditenun dari bahan dasar wol dan nilon,
Diriwayatkan bahwa Syekh Abu Ishaq Al Ashbahani menyebutkan dengan sanad yang shahih dari Jabir bin Ayyub ia berkata: AsShalt bin Rasyid masuk menemui Muhammad bin Sirin sedang beliau mengenakan jubah dan sarung yang terbuat dari wol, sorban juga dari wol. Lalu Muhammad bin Sirin berdecak kagum, seraya berkata,
“Aku mengetahui satu kaum, mereka mengenakan kain wol, lalu mereka mengatakan, ‘Kain wol adalah jenis kain yang dipakai oleh Isa bin Maryam.’ Telah menyampaikan kepadaku perawi yang tidak aku tuduh (lemah), bahwa Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam memakai baju yang berbahan dasar bulu onta, wol dan kapas. Sunah Nabi kita lebih berhak untuk diikuti.”
Maksud dari Ibnu Sirin adalah, banyak orang menganggap bahwa selalu mengenakan wol lebih utama dari pakaian lainnya. Mereka memilih wol dan menjauhkan diri mereka dari mengenakan yang selainnya. Mereka lebih memilih hanya mengenakan satu jenis pakaian saja dan memilih bentuk atau ciri-ciri serta berpendapat bahwa selain dari itu adalah sebuah kemungkaran. Padahal justeru kemungkaran adalah apabila dengannya dan selalu mengenakannya serta tidak ingin berlepas darinya.
Yang benar dan jalan yang paling utama untuk diikuti adalah jalan Rasulullah (ﷺ) yang telah beliau sunahkan, perintahkan dan motifasi untuk dilaksanakan dan senantiasa kontinyu dalam menjalankannya. Petunjuk beliau dalam hal berpakaian adalah agar mengenakan pakaian yang mudah untuk dipakai, kadang terbuat dari wol, kapas, katun dan mengenakan selendang dari Yaman, selendang atau kain yang berwarna hijau, mengenakan jubbah, gamis, mantel, celana, kain sarung, khuf atau sepatu yang menutupi dua mata kaki, sandal dan terkadang menjulurkan ujung sorban beliau kebelakang di antara dua pundak, terkadang meninggalkannya, kadang beliau melilitkan sorban dibawah leher.

Dan beliau mengenakan kain dari bahan bulu hitam, sebagaimana riwayat Muslim dalam kitab Shahihnya, dari A’isyah, berkata,
خرج رسول اللّه صلى الله عليه وسلم وَعَلَيْهِ مِرْطٌ مُرَحَّل مِنْ شَعَر أَسْوَدَ .
“Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam keluar dengan mengenakan kain untuk bepergian terbuat dari bahan berbulu hitam.”
Dalam shahih Bukhari dan Muslim dari Qatadah, bertanya kepada Anas, ‘Pakaian apakah yang paling disukai oleh Rasulullah (ﷺ)?’ Ia menjawab, ‘Al Hibaroh.’
Al Hibaroh adalah semacam selendang atau kain buatan negri Yaman. Kebanyakan pakaian mereka berasal dari Yaman., karena negeri Yaman lebih dekat dengan mereka. Kadang mereka memakai yang didatangkan dari negeri Syam dan Mesir, seperti al Qobathi yang ditenun dari bahan dasar katun yang ditenun oleh orang Qibthi.
Dalam Shahih An Nasai, dari Aisyah, radhiyallahu 'anha, sesungguhnya ia membuatkan untuk Nabi (ﷺ) kain burdah dari wol, lalau beliau (ﷺ) mengenakannya maka tatkala beliau (ﷺ) berkeringat, beliau (ﷺ) mencium bau wol, kemudian beliau menanggalkannya, karena beliau menyukai bau wangi.
Dalam Sunan Abu Daud dari Abdillah bin Abbas berkata, “Sungguh aku telah melihat Rasulullah (ﷺ) mengenakan pakaian hullah terbaik.”
Dalam Sunan Nasai dari Abu Rimtsah berkata, “Aku melihat Rasulullah (ﷺ) sedang berkhuthbah dan beliau mengenakan dua selendang yang keduanya berwarna hijau.”
Dan maksud dari selendang hijau adalah kain yang didalamnya terdapat garis-garis hijau, seperti halnya hulah mera. Maka siapa yang memahami bahwa hullah ini hanya berwarna murni merah saja, maka pasti ia akan mengatakan bahwa selendang hijau ini warnanya murni hijau. Hal ini tak seorang pun mengatakan demikian.

Akhirnya, Wari berkata, "Wahai saudara-saudariku, di dalam Sunnah, terdapat riwayat dan atsar yang teramat banyak tentang baju atau pakaian yang dahulu Rasulullah (ﷺ) kenakan. Di antara hadits-hadits tersebut, sesungguhnya Rasulullah (ﷺ) mengenakan pakaian yang sederhana dan lumrah dipakai oleh kaumnya, beliau tak pernah menolak apa yang sudah ada dan mempersulit diri mencari-cari yang tiada, tak mengenakan pakaian yang berbeda dengan manusia pada umumnya serta tak terbatas dengan satu macam jenis kain saja. Bahkan beliau mengenakan segala jenis atau beragam kain kecuali kain yang terbuat dari sutra. Bahkan di antara beragam pakiannya, ada yang bersifat menutup aurat, namun sekaligus indah. Wallahu a'lam."

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
(Allahumma shalli `ala muhammadin wa`ala ali muhammad, kama shallaita `ala ibrahima wa’ali ibrahim, innaka hamidun majid, wabarik `ala muhammadin wa`ala ali muhammad, kama barakta `ala ibrahima wa’ali ibrahim, innaka hamidun majid)
"Ya Allah, bershalawatlah kepada Muhammad dan keluarganya sebagaimana Engkau telah bershalawat kepada Ibrahim dan keluarganya, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Luas, Ya Allah, berkahilah Muhammad dan keluarganya sebagaimana Engkau telah memberkahi Ibrahim dan keluarganya, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Luas."
[HR Al-Bukhari (3700) dan Muslim (406) dari Ka‘b bin ‘Ajrah, radhiyallahu 'anhu].
Rujukan :
- Imaam Abi 'Eesaa Muhammad bin 'Eesaa bin Sorah At-Tirmiai, Shamaa-il Tirmidhi, Translated by Muhammad bin 'Abdurrahmaan Ebrahim, Darul Ishaat.
- Ibn Qayyim Al-Jawziyya, Zaad Al Ma'aad, translated by Ismail Abdus Salaam, Dar-Al-Kotob Al-Ilmiyah 

Selasa, 18 Juni 2019

Rantai Emas Para Nabi

Gelatik bertanya, "Lalu, apa yang terjadi dengan Maryam?" Wari berkata, "Muhammad Ibnu Ishaq bin Yasar berkata, dalam kitab Sirahnya yang masyhur, dan juga ulama lainnya, 'Utusan orang-orang Nasrani dari Najran yang berjumlah 60 (enam puluh) orang datang kepada Rasulullah (ﷺ) dengan berkendara. Di antara mereka terdapat 14 (empat belas) orang pemuka mereka dan sebagai tumpuan segala urusan mereka. Mereka itulah al-‘Aqib yang bernama 'Abdul Masih, as-Sayyid yang bernama al-Aiham, Abu Haritsah bin 'Alqamah saudara Bakar bin Wa'il, Uwais bin al-Harist, Zaid, Qais, Yazid dan kedua puteranya, Khuwailid , 'Amr, Khahd, 'Abdullah, Muhsin. Sedang penanggung jawab mereka ada tiga orang yaitu Al-‘Aqib, ia pemimpin rombongan, pencetus ide, dan penentu perundingan, yang mereka tak bisa putuskan kecuali atas pendapatnya. Kedua, as-Sayyid, sebagai orang alim, pengatur perjalanan dan tempat singgah mereka. Dan ketiga, Abu Haritsah bin 'Alqamah, sebagai uskup dan pemimpin kajian mereka, yang aslinya berkebangsaan Arab, berasal dari Bani Bakar bin Wa'il, tetapi ia masuk Nasrani sehingga ia sangat diagungkan dan dimuliakan oleh orang-orang Romawi dan raja-raja mereka. Mereka membangunkan gereja-gereja untuknya serta mengabdikan diri mereka kepadanya, karena mereka mengetahui keteguhannya dalam memeluk agama Nasrani.”
Abu Haritsah bin ‘Alqamah ini sebenamya telah mengetahui ihwal, sifat, keadaan Rasulullah (ﷺ) yang diketahuinya dari kitab-kitab terdahulu, namun ia tetap terus memeluk agama Nasrani, karena ia merasa mendapat penghormatan dan kedudukan dari para pengikutnya.

Mereka tiba di Madinah dan menemui Rasulullah (ﷺ) di masjid Nabawi ketika beliau (ﷺ) sedang shalat ‘Ashar. Mereka mengenakan pakaian pendeta, yaitu jubah dan mantel dengan menunggang unta-unta milik para pemuka Bani al-Harits Ibnu Ka'ab. Sahabat Rasulullah (ﷺ) yang melihat mereka mengatakan, "Kami tak pemah melihat sesudah mereka utusan seperti mereka." Ketika itu, telah masuk waktu shalat mereka, maka mereka pun berdiri shalat di masjid Nabawi, lalu Rasulullah (ﷺ) bersabda, "Biarkan mereka." Mereka mengerjakan shalat dengan menghadap ke Timur. Setelah itu beberapa orang dari mereka, berbicara kepada Rasulullah (ﷺ), antara lain Abu Haritsah bin 'Alqamah, al-‘Aqib 'Abdul Masih, dan as-Sayyid al-Aiham. Mereka semua ini adalah beragama Nasrani yang sefaham (sealiran) dengan faham Raja, meski ada perbedaan di antara mereka. Ada yang berpendapat bahwa ‘Isa adalah Allah, pendapat yang lain menyatakan bahwa ia adalah anak Allah, dan pendapat ketiga menyatakan bahwa ia adalah salah satu dari trinitas. Mahasuci Allah dari apa yang mereka katakan itu.
Demikianlah keyakinan orang-orang Nasrani, mereka yang mengatakan Nabi ‘Isa adalah Allah, berhujjah bahwa ia dapat menghidupkan orang yang sudah mati, menyembuhkan orang yang buta dan penderita sakit kusta, serta dapat memberitahukan hal-hal yang ghaib, membuat bentuk burung dari tanah liat lalu meniupnya sehingga menjadi burung. Padahal semua itu berdasarkan perintah Allah. Dan agar Allah menjadikannya sebagai tanda kekuasaan-Nya bagi umat manusia.

Sedang yang menyatakan bahwa ‘Isa adalah anak Allah, mereka berhujjah bahwa ia tak berayah, dan dapat berbicara pada saat masih bayi, suatu hal yang tak dapat dilakukan oleh orang lain. Adapun yang berkeyakinan bahwa ‘Isa itu salah satu dari trinitas, mereka berhujjah pada firman Allah, "Kami melakukan, Kami memerintahkan, Kami menciptakan, dan Kami telah putuskan. Menurut mereka, "Jika Allah itu satu, niscaya Dia akan berkata, 'Aku berbuat, Aku memerintah, Aku memutuskan, dan Aku menciptakan.' Tetapi kata 'Kami' itu kembali kepada Allah, ‘Isa, dan Maryam." Mahatinggi dan Mahasuci Allah dari perkataan orang-orang yang zhalim dan ingkar dengan ketinggian yang setinggi-tingginya, karena semua yang mereka katakan itu telah disebutkan dalam al-Qur’an.

Tatkala dua pendeta berbicara kepada Rasulullah (ﷺ), beliaupun bersabda kepada keduanya, "Masuklah Islam." Jawab mereka berdua, "Kami telah memeluk Islam." Beliau (ﷺ) bersabda lagi, "Sesungguhnya kalian berdua belum masuk Islam, maka masuklah Islam." Merekapun menjawab, "Sungguh kami telah memeluk Islam sebelum dirimu." Beliau (ﷺ) pun bersabda, "Kalian berdua berdusta. Pengakuan kalian berdua bahwa Allah mempunyai anak dan penyembahan kalian terhadap salib, serta tindakan kalian memakan daging babi menghalangi kalian masuk Islam." Mereka berdua pun bertanya, "Lalu siapa ayahnya (‘Isa) itu, wahai Muhammad?" Rasulullah (ﷺ) diam dan tak memberikan jawaban kepada keduanya. Lalu dikarenakan ucapan mereka dan perbedaan pendapat di antara mereka, Allah menurunkan permulaan surat Ali-'Imran sampai 80 ayat lebih.
Selanjutnya Allah memerintahkan Rasulullah (ﷺ) agar bermubahalah dengan siapa yang menentang kebenaran mengenai diri Nabi ‘Isa setelah datangnya penjelasan dengan firman-Nya,
فَمَنْ حَاجَّكَ فِيهِ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ فَقُلْ تَعَالَوْا نَدْعُ أَبْنَاءَنَا وَأَبْنَاءَكُمْ وَنِسَاءَنَا وَنِسَاءَكُمْ وَأَنْفُسَنَا وَأَنْفُسَكُمْ ثُمَّ نَبْتَهِلْ فَنَجْعَلْ لَعْنَةَ اللَّهِ عَلَى الْكَاذِبِينَ
"Siapa yang membantahmu dalam hal ini setelah engkau memperoleh ilmu, katakanlah (Muhammad), “Marilah kita panggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, istri-istri kami dan istri-istrimu, kami sendiri dan kamu juga, kemudian marilah kita ber-mubahalah agar laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta.” – (QS.3:61)

"Apa itu Mubahalah?" tanya Gelatik. Kaswari menjawab, "Mubahalah adalah berdoa dan memohon dengan tulus agar Allah melaknat orang yang berdusta. Banyak sahabat yang meminta Mubahalah, di antara mereka adalah Abdullah bin Mas'ud, radhiyallahu 'anhu, yang meminta mubahalah untuk membuktikan bahwa masa penantian (Iddah) ) seorang wanita hamil berakhir ketika ia melahirkan bayi, bukan tiga bulan seperti umumnya. Di antara mereka, juga Ibnu Abbas, radhiyallahu 'anhu, yang meminta Mubahalah dalam masalah yang berkaitan dengan pengurangan bagian warisan (jika tak memungkinkna bagi setiap ahli waris memperoleh haknya yang sebenarnya)." Gelatik bertanya, "Haruskah Mubahalah dilakukan hanya antara orang-orang yang bertauhid dan Muslim? Atau dapat dilakukan antara dua orang Muslim?" Wari menjawab, "Mengenai diperbolehkankah hal ini dilakukan antara umat Islam, jawabannya boleh; sebagai buktinya, bahwa para sahabat melakukannya, seperti yang telah kusebutkan tadi. Bagi seorang Muslim, tentunya takkan mau memohonkan dan menginginkan saudaranya terkena laknat Allah, namun terkecuali jika ingin memberikan bukti terhadapnya, berusaha menghilangkan kesalahpahaman, menasihati dan memperingatkannya. Allahu a'lam."

"Jadi, Rasulullah (ﷺ) mengajak mereka bermubahalah. Mereka berkata, 'Wahai Abul Qasim! Perkenankan kami memikirkan masalah ini dan kembali kepadamu setelah kami putuskan apa yang akan kami lakukan.' Mereka meninggalkan Rasulullah (ﷺ) dan berunding dengan Al-'Aqib, kepada siapa mereka meminta nasihat. Mereka berkata kepadanya, "Wahai Abdul-Masih! Apa saranmu?" Ia berkata, "Demi Allah, wahai saudaraku seiman! Kalian telah tahu bahwa Muhammad (ﷺ) itu seorang Rasul dan bahwa ia membawakanmu kata terakhir tentang sesamamu (Nabi 'Isa). Kalian juga tahu bahwa tak ada Nabi yang melakukan Mubahalah dengan orang lain, dan orang-orang tua di antara mereka tetap aman dan orang-orang muda tumbuh dewasa. Sesungguhnya, akan menjadi akhir hidupmu jika kalian melakukannya. Jika kalian telah memutuskan bahwa kalian tetap dalam agama kalian dan keyakinanmu tentang sesamamu (Isa), maka lakukan perjanjian dengan lelaki itu (Nabi Muhammad (ﷺ)) dan pulanglah ke negerimu." Mereka datang menemui Rasulullah (ﷺ) dan berkata," Wahai Abul Qasim! Kami memutuskan bahwa kami tak dapat melakukan Mubahalah denganmu dan bahwa engkau tetap dalam agamamu, dan kami juga tetap dalam agama kami. Namun, utuslah bersama kami seorang utusan dari Sahabatmu yang engkau sukai untuk menilai di antara kami mengenai perselisihan keuangan kami, karena engkau dapat diterima oleh kami dalam hal ini. '"Kemudian Rasulullah (ﷺ) menunjuk Abu' Ubaidah bin Al-Jarrah sebagai wali amanat.
Al-Bukhari meriwayatkan dari Hudzaifah, ia berkata, "Al-‘Aqib dan as-Sayyid, keduanya pemuka Najran datang kepada Rasulullah (ﷺ). Mereka berdua bermaksud mengajak mubahalah dengan Rasulullah (ﷺ), lalu salah seorang dari keduanya berkata kepada yang lainnya, "Jangan kau lakukan hal itu. Demi Allah, jika ia itu seorang Nabi, lalu kita saling melaknat dengannya, maka kita dan keturunan kita takkan beruntung." Setelah itu keduanya berkata, "Kami akan memberikan apa yang kamu minta. Utuslah bersama kami seseorang yang dapat dipercaya, dan jangan engkau utus kecuali orang yang benar-benar jujur." Beliau (ﷺ) pun bersabda, "Aku pasti akan mengutus seseorang yang benar-benar dapat dipercaya untuk ikut bersama kalian." Para Sahabat pun berharap mendapat kehormatan sebagai utusan beliau (ﷺ). Lalu beliau bersabda, "Berdirilah, wahai Abu ‘Ubaidah bin al-Jarrah." Ketika Abu ‘Ubaidah berdiri, Rasulullah (ﷺ) bersabda, "Inilah orang yang dapat dipercaya dari umat ini." Al-Bukhari meriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah (ﷺ) bersabda,
إِنَّ لِكُلِّ أُمَّةٍ أَمِينًا، وَإِنَّ أَمِينَنَا أَيَّتُهَا الأُمَّةُ أَبُو عُبَيْدَةَ بْنُ الْجَرَّاحِ
"Setiap umat memiliki orang kepercayaan, dan orang kepercayaan dari umat ini adalah Abu ‘Ubaidah bin al-Jarrah."
 
Wari diam sejenak, lalu melanjutkan, "Wahai saudara-saudariku, delapan puluh tiga ayat pertama Surah Ali Imran, terkait dengan delegasi dari Najran yang tiba di Madinah pada tahun kesembilan Hijrah (632 M). Ayat-ayat ini diwahyukan untuk membantah kaum Nasrani - 'alaihim la'aainullah - yang berpendapat bahwa Allah memiliki anak. Maha Suci Dia dan jauh dari apa yang mereka persekutukan dengan-Nya.
Lima ayat pertama dari Surat Ali Imran menjelaskan tentang Tauhid, Keesaan Allah, yang merupakan titik perbedaan mendasar antara Islam dan agama-agama lain serta antara orang kafir dan seorang Muslim sejati. Mereka yang beriman pada Keesaan Allah (dan semua nabi-Nya, alaihimassalam) adalah Muslim dan mereka yang tak beriman, disebut sebagai orang-orang kafir atau non-Muslim. Allah berfirman,
الم
"Alif Lam Mim." – (QS.3:1)
اللَّهُ لا إِلَهَ إِلا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ
"Allah, tiada ilah selain Dia. Yang Mahahidup, Yang terus-menerus mengurus (makhluk-Nya)." – (QS.3:2)
نَزَّلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ وَأَنْزَلَ التَّوْرَاةَ وَالإنْجِيلَ
"Dia menurunkan Kitab (Al-Qur'an) kepadamu (Muhammad) yang mengandung kebenaran, menegaskan (kitab-kitab) sebelumnya, dan menurunkan Taurat dan Injil," – (QS.3:3)
مِنْ قَبْلُ هُدًى لِلنَّاسِ وَأَنْزَلَ الْفُرْقَانَ إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بِآيَاتِ اللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَاللَّهُ عَزِيزٌ ذُو انْتِقَامٍ
"sebelumnya, sebagai petunjuk bagi manusia, dan Dia menurunkan Al-Furqan. Sungguh, orang-orang yang ingkar terhadap ayat-ayat Allah akan memperoleh azab yang berat. Allah Mahaperkasa lagi mempunyai hukuman." – (QS.3:4)
إِنَّ اللَّهَ لا يَخْفَى عَلَيْهِ شَيْءٌ فِي الأرْضِ وَلا فِي السَّمَاءِ
"Bagi Allah, tiada sesuatupun yang tersembunyi di bumi dan di langit." – (QS.3:5)
هُوَ الَّذِي يُصَوِّرُكُمْ فِي الأرْحَامِ كَيْفَ يَشَاءُ لا إِلَهَ إِلا هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
"Dialah yang membentukmu dalam rahim menurut yang Dia kehendaki. Tiada ilah selain Dia. Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana." – (QS.3:6)


Tauhid adalah keyakinan yang konsisten, yang diberitakan oleh semua nabi. Nabi Adam, alaihissalam, adalah nabi pertama yang menyajikan risalah Tauhid di hadapan manusia. Bahwa pesan atau risalah itu akan tetap berlaku setelahnya melalui keturunannya, tak sulit dipahami. Akan tetapi, setelah berlalunya waktu, saat cara hidup Bani Adam bergeser dari risalah aslinya, muncullah Nabi Nuh, alaihissalam, yang menyeru manusia menuju prinsip yang sama. Setelah perjalanan waktu yang lama, Nabi Ibrahim, Ismail, Ishaq dan Yaqub, alaihimassalam, yang lahir di Irak dan Suriah tegak berdiri dengan seruan yang sama. Kemudian diikuti Nabi Musa, Harun dan para nabi lainnya dalam urutan, yang semuanya menganut prinsip Tauhid yang sama dan mengundang manusia untuk hal yang sama. Kemudian, setelah perjalanan waktu yang panjang, Nabi Isa, alaihisalam, mencul dengan seruan yang sama. Selain itu, Nabi Isa-lah yang terdepan dalam memberitakan tentang kedatangan Nabi Muhammad (ﷺ). Al-Qur'an dalam berbagai ayat, menggambarkan sejarah Nabi Isa cukup terperinci dan dengan cara mengenalkan kisah hidupnya, menyentuh kisah ibunya, Maryam. Nabi 'Isa dalam Al Qur'an, terkadang disebut' Isa '. Di beberapa tempat ia disebut Al-Masih dan di beberapa tempat lain disebut sebagai 'Ibnu Maryam' atau 'Putra Maryam.'
Pada puncakya, Nabi Muhammad al-Mustapha (ﷺ) yang memberkahi dunia dengan seruan bersama semua nabi. Allah membentuk semua lelaki dan perempuan di dalam rahim ibu mereka sesuai dengan hikmah-Nya, Yang telah menciptakan miliaran lelaki dan perempuan dengan ciri-ciri yang dapat dibedakan, membentuk identitas masing-masing individu yang berbeda dari yang lain. Karena itu, hanya Dia-lah Yang harus disembah.

Petunjuk dan ketersesatan berasal dari Allah. Ketika Allah memberi petunjuk seseorang, Dia menjadikan qalbunya cenderung ke arah yang baik dan benar; dan saat Dia menetapkan membiarkan seseorang tersesat, Dia memalingkan qalbunya dari jalan yang lurus. Ini seperti yang disebutkan dalam hadis Nabi (ﷺ). Syahr bin Hausyab berkata: “Aku berkata kepada Ummu Salamah, “Wahai Ummul Mukminin, apa do’a yang sering dipanjatkan oleh Rasulullah (ﷺ) jika berada di sisimu?”
Ummu Salamah menjawab,
كَانَ أَكْثَرُ دُعَائِهِ « يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِينِكَ ».
“Yang sering dibaca oleh Nabi (ﷺ) adalah, ’Ya muqallibal quluub tsabbit qalbii ‘ala diinik (Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan qalbu, teguhkanlah qalbuku di atas agama-Mu)’.”
Ummu Salamah pernah bertanya pada Rasulullah (ﷺ),
يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا لأَكْثَرِ دُعَائِكَ يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِينِكَ
“Wahai Rasulullah, mengapa engkau lebih sering berdo’a dengan do’a, ’Ya muqallibal quluub tsabbit qalbii ‘ala diinik?"
Rasulullah (ﷺ) menjawab,
يَا أُمَّ سَلَمَةَ إِنَّهُ لَيْسَ آدَمِىٌّ إِلاَّ وَقَلْبُهُ بَيْنَ أُصْبُعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ اللَّهِ فَمَنْ شَاءَ أَقَامَ وَمَنْ شَاءَ أَزَاغَ
“Wahai Ummu Salamah, yang namanya qalbu manusia, selalu berada di antara jari-jemari Allah. Siapa saja yang Allah kehendaki, maka Allah akan berikan keteguhan dalam iman. Namun siapa saja yang dikehendaki, Allah pun bisa menyesatkannya.” [HR At-Tirmidhi, 3522, Hasan]
Dia-lah Allah, berkuasa mutlak. Dia melakukan apa yang Dia kehendaki. Oleh karena itu, mereka yang peduli tentang bagaimana agar tetap istiqamah dalam iman mereka, mereka pergi ke sumbernya - memohon dan berdoa kepada Allah agar dapat tetap istiqamah.

Inilah rantai emas para nabi, mulai dari Nabi Adam hingga zaman Penghulu Para Nabi (ﷺ), sekitar seratus dua puluh empat ribu nabi yang diberkahi, dilahirkan dalam zaman yang berbeda, berbicara dalam berbagai bahasa, hidup di berbagai negara. Mereka semua menyampaikan dan mengajarkan kebenaran yang sama. Sebagian besar dari mereka bahkan tak memiliki kesempatan saling bertemu. Mereka berada di zaman ketika, komunikasi melalui tulisan belum sepopuler sekarang ini, yang bila pada waktu itu memungkinkan bagi seorang nabi, ia dapat saja mengakses beragam buku dan tulisan orang lain serta mungkin mengutip seruan para para nabi sebelumnya sebagai miliknya. Sebaliknya, yang terjadi, bahwa setiap nabi di antara mereka, muncul berabad-abad, terpisah satu sama lain, dan tak punya sumber informasi tentang nabi-nabi lain, kecuali wahyu yang diterima olehnya dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Kesepakatan bersama sekelompok besar nabi yang terdiri dari, tidak kurang seratus dua puluh empat ribu orang, dari waktu dan tempat yang berbeda, mungkin cukup menetapkan prinsip, bahkan terlepas dari keyakinan mereka yang intrinsik. Namun saat seseorang melihat sifat-sifat pribadi para nabi yang mulia, dan pada standar kebenaran dan keadilan setinggi mungkin yang ditetapkan oleh mereka, orang seyogyanya yakin bahwa risalah atau pesan mereka itu, benar, dan seruan mereka, otentik. Wallahu a'lam.
Rujukan :
- Shaikh Shafiurrahman Al-Mubarakpury, Tafsir Ibn Katheer, Abridged Volume 2, Darussalam
- Maulana Mufti Muhammad Shafi, Ma'ariful Qura'an Volume 2, Maktaba-e-Darul-'Uloom