Jumat, 07 Juni 2019

Mereka Membunuh Para Nabi (1)

Gelatik berkata, "Wahai Nasar, saudaraku, sampaikan pada kami tentang bayi yang baru lahir lainnya, yang dapat berbicara dalam buaian!" Nasar diam sejenak, melihat sekeliling, lalu menjawab, "Sebenarnya aku dengan suka-cita menyampaikannya kepada kalian, namun, akan lebih baik jika yang lain menyampaikannya." Gelatik bertanya, "Jadi, siapa yang akan menyampaiknannya?" Nasar berseru, "Wahai saudariku Wari, silahkan tampil ke depan!" Burung Kaswari melangkah maju, tersenyum, lalu menyapa, "Assalaamualaikum, saudara-saudariku!" Para unggas menjawab, "Wa 'alaikumussalaam warahmatullaahi wabarakaatuh!" Nasar lalu berkata, "Wari, sampaikanlah kisah Nabi Isa, alaihissalam!"
Kaswari berfikir sebentar, lalu melanjutkan, "Aku tak tahu mengapa mereka membunuh para nabi. Sejauh yang kutahu, pembunuhan para ulama terus berlangsung hingga saat ini, baik pembunuhan karakter atau pemenjaraan, dan pembunuhan yang sesugguhnya. Segala yang telah mereka lakukan, hanya bertujuan agar tak ada yang menghalangi hasrat mereka." Allah Ta'ala berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ يَكْفُرُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ وَيَقْتُلُونَ النَّبِيِّينَ بِغَيْرِ حَقٍّ وَيَقْتُلُونَ الَّذِينَ يَأْمُرُونَ بِالْقِسْطِ مِنَ النَّاسِ فَبَشِّرْهُمْ بِعَذَابٍ أَلِيمٍ
"Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa hak (alasan yang benar) dan membunuh orang-orang yang menyuruh manusia berbuat adil, sampaikanlah kepada mereka, kabar gembira, yaitu azab yang pedih." - (QS.3:21)
Para nabi menyampaikan kepada mereka apa yang Allah syariatkan bagi mereka, namun mereka membunuh para nabi itu, tanpa sebab atau kejahatan yang dilakukan oleh para nabi ini, mereka hanya menyerukan kebenaran. Dan mereka juga membunuh orang-orang yang menyuruh berbuat adil, dengan demikian, pembunuhan terhadap mereka merupakan seburuk-buruknya kesombongan."

"Wahai saudara-saudariku, Allah telah memilih Nabi Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga Imran melebihi para penduduk di bumi. Sebagai misal, Allah memilih Nabi Adam, alaihissalam, menciptakannya dengan Tangan-Nya dan meniupkan ruh kehidupan ke dalam dirinya. Allah memerintahkan para malaikat bersujud di hadapan Adam, mengajarinya nama-nama segala sesuatu dan mengizinkannya tinggal di Firdaus, namun kemudian mengutusnya turun ke bumi sesuai hikmah-Nya.
Nabi Nuh dan Ibrahim, alaihimassalam, masing-masing dari kedua nabi ini memiliki kualitas istimewa. Saat Allah menetapkan para penduduk bumi tenggelam, kecuali mereka yang beriman kepada Nabi Nuh dan ikut naik ke atas bahtera, Allah menjadikan anak-keturunan Nabi Nuh penghuni bumi. Semenjak peristiwa itu, para penduduk bumi masih merupakan keturunan Nabi Nuh, alaihissalam. Allah memilih Nabi Nuh, alaihissalam, dan menjadikannya Rasul pertama bagi penduduk bumi, ketika kaumnya menyembah berhala dan menyekutukan Allah dalam beribadah. Allah membalas bagaimana Nabi Nuh diperlakukan, karena ia terus menyeru kaumnya, siang dan malam, baik secara terbuka maupun secara sembunyi-sembunyi, dalam waktu yang sangat lama. Namun, seruannya tak ditanggapi, bahkan mereka menjauh, dan inilah saat-saat Nabi Nuh memohon kehancuran mereka. Maka Allah menjadikan mereka tenggelam, dan tak ada di antara mereka yang selamat, kecuali mereka yang mengikuti agama yang diwahyukan Allah melalui Nabi Nuh, alaihissalam.

Adapun Nabi Ibrahim, alaihissalam, Allah tak mengutus seorang nabipun melainkan dari keturunannya. Allah juga memilih dari keluarga Nabi Ibrahim, alaihissalam, yang juga termasuk penghulu seluruh umat manusia dan Nabi Terakhir, Nabi Muhammad (ﷺ). Allah juga memilih keluarga Imran, ayah Maryam binti Imran, ibu Nabi 'Isa, alaihimassalam. Nabi Isa berasal dari keturunan Nabi Ibrahim. Nabi 'Isa termasuk di antara keturunan Nabi Ibrahim melalui ibunya, meskipun Nabi 'Isa tak memiliki ayah. Cucu-cucu laki-laki dari pihak perempuan, termasuk di antara keturunannya. Ketika seorang lelaki meninggalkan warisan, amanah, atau hadiah kepada “keturunannya”, maka anak-anak dari anak perempuannya. disertakan. Namun jika seseorang memberikan sesuatu kepada "anak-anak lelakinya", atau ia meninggalkan amanah untuk mereka, maka akan menjadi kekhususan bagi anak-anak lelakinya dan keturunan lelaki mereka. Allah berfirman,

وَمِنْ آبَائِهِمْ وَذُرِّيَّاتِهِمْ وَإِخْوَانِهِمْ وَاجْتَبَيْنَاهُمْ وَهَدَيْنَاهُمْ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
"(dan Kami lebihkan pula derajat) sebagian dari nenek moyang mereka, keturunan mereka dan saudara-saudara mereka. Kami telah memilih mereka (menjadi nabi dan rasul) dan mereka Kami beri petunjuk ke jalan yang lurus." - (QS.6:87)
Menurut At-Tabari, orang-orang Persia menyatakan bahwa enam puluh lima tahun setelah Alexander orang Yunani atau Sikandar Al-Maqduni, merebut Babilonia, dan lima puluh satu tahun setelah dimulainya pemerintahan Dinasti Arsakid di Armenia, Maryam, putri 'Imran, melahirkan Nabi 'Isa, alaihissalam. Namun kaum Nasrani menyatakan bahwa Nabi 'Isa, alaihissalam, lahir 303 tahun setelah Alexander Al-Maqduni menaklukkan Babilonia, dan Nabi Yahya, alaihissalam, kaum Nasrani menyebutnya Yohanes Pembaptis, dilahirkan enam bulan sebelum lahirnya Nabi 'Isa, alaihissalam. Mereka meriwayatkan bahwa Maryam mengandung Nabi 'Isa saat ia berusia tiga belas tahun. Mereka juga meriwayatkan bahwa Nabi 'Isa hidup tiga puluh dua tahun dan beberapa hari sebelum kenaikannya, dan bahwa Maryam hidup enam tahun lagi setelah kenaikannya, secara keseluruhan lebih dari lima puluh tahun. Mereka menyatakan bahwa Nabi Yahya dan Nabi 'Isa, alaihimassalam, bertemu di Sungai Yordan ketika Nabi Isa berusia tiga puluh tahun, dan bahwa Nabi Yahya dibunuh sebelum kenaikan Nabi 'Isa, alaihimassalam.

Abu Yahya, atau Nabi Zakariya (ada juga yang menyebutnya, Zakaria) bin Barkhiya bin Daan-ada yang mengatakan bahwa ia adalah Zakariya bin Ladun bin Muslim bin Shaduq bin Hasyban bin Dawud bin Sulaiman bin Muslim bin Shadiqah bin Barkhiya bin Bal’athah bin Nahur bin Syalum bin Bahfasyath bin Inaman bin Rahba’am bin Sulaiman bin Daud- dan ' Imran bin Matsam bin Al-Azir bin Ilyud bin Akhnaz bin Shaduq bin ‘Iyazuz bin Al-Yaqim bin Aibud bin Zaryabil bin Syaltal bin Yuhaina bin Barsya bin Amun bin Misya bin Hizqiya bin Ahaz bin Mutsam bin Azria bin Yuram bin Yusyafath bin Isya bin Iba bin Rahba’an bin Sulaiman bin Daud, alaihimassalam (menurut Ibnu Asakir)-sedangkan menurut Ibnu Ishaq, bahwa ia adalah Imran bin Basyim bin Amun bin Misya bin Hazqiya bin Ahriq bin Mutsim bin Azaziya bin Amshiya bin Yawisy bin Akhrihu bin Yazim bin Bahfasyath bin Isya bin iyan bin Rahba’am bin Sulaiman bin Daud, alaihimassalam-ayah Maryam, menikah dengan dua saudara perempuan. Salah seorang dari dua saudara perempuan tersebut, Asyya binti Faqudza bin Qabil (ada yang yang menyebut ia bernama Elisabet binti Faqudza), menikah dengan Nabi Zakariya-ia adalah ibu Nabi Yahya; yang lainnya, Hanna binti Faqudza bin Qabil, menikah dengan 'Imran, dan ia adalah ibu Maryam. 'Imran wafat ketika Hanna sedang mengandung Maryam. Imran dan Zakariya, keduanya keturunan Nabi Daud, alaihissalam.
Semua nabi, baik raja maupun penguasa, umumnya mencari nafkah dengan tangan mereka sendiri dan tak ada dari mereka yang menjadi beban orang lain. Karena itu, ketika ada seorang nabi yang menyeru umatnya mengikuti petunjuk Allah, ia akan berkata kepada mereka, "Aku tak meminta imbalan apapun dari kalian menyampaikan risalah ini. Imbalanku hanyalah dari Allah." Nabi Zakariya, alaihissalam, mencari nafkah dalam bidang pertukangan.

Imran dan istrinya, Hanna, adalah dua orang yang sangat shalih, namun tak punya anak. Muhammad bin Ishaq menyebutkan bahwa Hanna tak dapat memiliki anak dan bahwa suatu hari, ia melihat seekor burung memberi makan anak-anaknya. Ia berharap bisa memiliki anak dan memohon kepada Allah agar memberikan keturunan baginya. Allah menerima permohonannya, dan ketika suaminya menggaulinya, ia hamil. Ia bersumpah menjadikan anaknya seorang yang ahli ibadah dan membhaktikan-diri untuk Baitul Maqdis (Masjid di Yerusalem), ketika ia tahu bahwa ia hamil. Ia tak tahu apa yang akan ia lahirkan, lelaki atau perempuankah.
Allah berfirman,

إِذْ قَالَتِ امْرَأَةُ عِمْرَانَ رَبِّ إِنِّي نَذَرْتُ لَكَ مَا فِي بَطْنِي مُحَرَّرًا فَتَقَبَّلْ مِنِّي إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
"(Ingatlah), ketika istri Imran berkata, “Wahai Rabb-ku, sesungguhnya aku bernazar kepada-Mu, apa (janin) yang dalam kandunganku (kelak) menjadi hamba yang mengabdi (kepada-Mu), maka terimalah (nazar itu) dariku. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui.”" - (QS.3:35)
فَلَمَّا وَضَعَتْهَا قَالَتْ رَبِّ إِنِّي وَضَعْتُهَا أُنْثَى وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا وَضَعَتْ وَلَيْسَ الذَّكَرُ كَالأنْثَى وَإِنِّي سَمَّيْتُهَا مَرْيَمَ وَإِنِّي أُعِيذُهَا بِكَ وَذُرِّيَّتَهَا مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ
"Maka ketika melahirkannya, ia berkata, 'Wahai Rabb-ku, aku telah melahirkan anak perempuan.' Padahal Allah lebih tahu apa yang ia lahirkan, dan laki-laki tak sama dengan perempuan. 'Dan aku memberinya nama Maryam, dan aku mohon perlindungan-Mu untuknya dan anak cucunya dari (gangguan) setan yang terkutuk.''" - (QS.3:36)
فَتَقَبَّلَهَا رَبُّهَا بِقَبُولٍ حَسَنٍ وَأَنْبَتَهَا نَبَاتًا حَسَنًا وَكَفَّلَهَا زَكَرِيَّا كُلَّمَا دَخَلَ عَلَيْهَا زَكَرِيَّا الْمِحْرَابَ وَجَدَ عِنْدَهَا رِزْقًا قَالَ يَا مَرْيَمُ أَنَّى لَكِ هَذَا قَالَتْ هُوَ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ
"Maka Rabb-nya menerimanya dengan penerimaan yang baik, membesarkannya dengan pertumbuhan yang baik dan menyerahkan pemeliharaannya kepada Zakariya. Setiap kali Zakariya masuk menemuinya di mihrab (kamar khusus ibadah), ia mendapati makanan di sisinya. Ia berkata, 'Wahai Maryam! Darimanakah ini engkau peroleh?' Ia (Maryam) menjawab, 'Itu dari Allah.' Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki tanpa perhitungan.'" - (QS.3:37)
Sebagai jawaban atas doa Hanna, seorang gadis dilahirkan untuknya, yang diberi nama Maryam, dan menurut sumpah yang diambilnya. Diperbolehkan memberi nama kepada bayi yang baru lahir pada hari kelahirannya, yang ini juga merupakan bagian dari hukum kaum terdahulu.
Qatadah meriwayatkan bahwa Al-Hasan Al-Basri mengatakan, bahwa Samurah bin Jundub mengatakan bahwa Rasulullah (ﷺ) bersabda, "Setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya, disembelihkan untuknya pada hari ketujuh, di cukur rambutnya dan diberi nama.” " [HR Ahmad, dinilai shahih oleh at-Tirmidzi]
Allah telah menerima Maryam sebagai hasil dari janji ibunya dan bahwa Dia menjadikan akhlaqnya, akhlaq yang mulia dan Dia membuatnya disukai banyak orang. Dia juga menjadikannya bersahabat dengan orang-orang yang shalih, sehingga ia belajar keshalihan, ilmu dan agama. Iapun ditawari untuk melayani tempat ibadah. Ada perbedaan pendapat diantara mereka tentang siapa yang seyogyanya merawat Maryam. Akhirnya, banyak yang memilih Nabi Zakariya, alaihissalam.

Allah menjadikan Nabi Zakariya sebagai wali Maryam untuk kebaikannya, sehingga ia dapat belajar dari ilmunya yang luar biasa dan akhlaqnya yang mulia. Ia adalah suami dari bibi dari pihak ibu, seperti yang dikatakan Ibnu Ishaq dan Ibnu Jarir, sebagaimana disebutkan dalam Shahihain, "Saat aku sampai ke langit kedua, di sana aku melihat Yahya dan `Isa yang merupakan saudara sepupu. Jibril berkata kepadaku, 'Inilah Yahya dan' Isa; berilah salam kepada mereka.' Maka akupun memberi salam untuk mereka dan mereka berdua membalas salamku dan berkata, 'Selamat datang, wahai saudara yang shalih dan nabi yang shalih.'
Secara umum, dalam kasus ini, Maryam berada di bawah perawatan bibi dari pihak ibunya.Shahihain mencatat bahwa Rasulullah (ﷺ) memutuskan ‘Amara, putri Hamzah, dibesarkan oleh bibinya yang dari pihak ibu, istri Jafar bin Abi Talib, beliau (ﷺ) bersabda, "Bibi dari pihak ibu itu, sama seperti ibu."

Ketika Maryam mencapai usia baligh, Nabi Zakariya membuatkan untuknya sebuah kamar pribadi, sebuah mihrab, di dekat tempat ibadah dimana ia dapat tetap sibuk dengan ibadah tanpa terganggu, dan dari sana, ia bisa pergi menghabiskan malam bersama bibinya, istri Nabi Zakariya. Allah kemudian menekankan kehormatan dan kebajikan bagi Maryam di tempat ibadahnya. Setiap kali Nabi Zakariya memasuki Mihrab mengunjunginya, ia mendapati makanan telah tersedia. Ia mendapati buah-buahan musim panas selama musim dingin, dan buah-buahan musim dingin selama musim panas. Ketika Nabi Zakariya melihat ini, ia bertanya, "Wahai Maryam! Darimanakah engkau mendapatkan ini?" Maryam menjawab, "Ini dari Allah!"
Saat Nabi Zakharia melihat bahwa Allah menyediakan rezeki bagi Maryam dengan memberinya buah-buah musim dingin di musim panas dan buah-buahan musim panas di musim dingin, ia sangat ingin memiliki anak. Pada saat itu, Nabi Zakharia telah tua, tulang-belulangnya lemah dan kepalanya penuh uban. Istrinya, seorang wanita tua yang mandul. Namun, ia masih memohon kepada Allah dan menyerunya secara rahasia. Allah berfirman,

هُنَالِكَ دَعَا زَكَرِيَّا رَبَّهُ قَالَ رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ
"Di sanalah Zakaria berdoa kepada Rabb-nya. Ia berkata, “Wahai Rabb-ku, berilah aku keturunan yang baik dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar doa.'" - (QS.3:38)
ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً (keturunan yang baik) yang berarti anak yang shalih.
Allah memberitahukan kita tentang berita baik yang disampaikan malaikat kepada Nabi Zakharia,

فَنَادَتْهُ الْمَلائِكَةُ وَهُوَ قَائِمٌ يُصَلِّي فِي الْمِحْرَابِ أَنَّ اللَّهَ يُبَشِّرُكَ بِيَحْيَى مُصَدِّقًا بِكَلِمَةٍ مِنَ اللَّهِ وَسَيِّدًا وَحَصُورًا وَنَبِيًّا مِنَ الصَّالِحِينَ
"Kemudian para malaikat memanggilnya, ketika ia berdiri melaksanakan shalat di mihrab, “Allah menyampaikan berita gembira kepadamu dengan (kelahiran) Yahya, yang membenarkan sebuah kalimat (firman) dari Allah, Sayyidan, Hasuuran, dan seorang nabi di antara orang-orang shalih." - (QS.3:39)
Qatadah dan ulama lain mengatakan bahwa ia disebut Yahya (secara harfiah bermakna 'ia hidup') karena Allah mengisi hidupnya dengan iman. "Membenarkan Firman dari Allah" berarti percaya pada Isa, putra Maryam. Kata سَيِّدًا "Sayyidan" berarti, orang yang bijak. Ibnu 'Abbas, Ats-Tsauri dan Ad-Dahhak mengatakan bahwa Sayyidan berarti, "Orang yang mulia, bijak dan shalih." Said bin Al-Musayyib mengatakan bahwa Sayyid adalah ulama dan Faqih. ‘Atiyah mengatakan bahwa Sayyid adalah manusia yang mulia dalam perilaku dan keshalihan. Ikrimah mengatakan bahwa kata tersebut merujuk pada seseorang yang tak diliputi oleh amarah, sedangkan Ibnu Zaid mengatakan bahwa kata tersebut merujuk pada orang yang mulia. Mujahid mengatakan bahwa Sayyidan berarti, dimuliakan oleh Allah.
Hasuuran, bukan berarti ia menahan diri dari hubungan intim dengan wanita, namun bahwa ia kebal terhadap hubungan intim yang illegal. Ini bukan berarti bahwa ia tak menikahi wanita dan memiliki hubungan intim yang sah dengan mereka.
Ketika Nabi Zakariya mendengar berita baik tersebut, ia mulai merenungkan tentang memiliki anak di usianya yang telah lanjut. Ada yang mengatakan bahwa kala itu, Nabi Zakariya telah berusia tujuh puluh tujuh tahun.

Allah berfirman,

قَالَ رَبِّ أَنَّى يَكُونُ لِي غُلامٌ وَقَدْ بَلَغَنِيَ الْكِبَرُ وَامْرَأَتِي عَاقِرٌ قَالَ كَذَلِكَ اللَّهُ يَفْعَلُ مَا يَشَاءُ
"Ia (Zakariya) berkata, “Wahai Rabb-ku, bagaimana aku bisa mendapat anak sedang aku sudah sangat tua dan istrikupun mandul?” Dia (Allah) berfirman, “Demikianlah, Allah berbuat apa yang Dia kehendaki.”'" - (QS.3:40)
Dalam ayat lain, Allah berfirman,
قَالَ رَبِّ أَنَّىٰ يَكُونُ لِي غُلَامٌ وَكَانَتِ امْرَأَتِي عَاقِرًا وَقَدْ بَلَغْتُ مِنَ الْكِبَرِ عِتِيًّا
"Ia (Zakariya) berkata, “Wahai Rabb-ku, bagaimana aku akan mempunyai anak, padahal istriku seorang yang mandul dan aku (sendiri) sesungguhnya sudah mencapai usia yang sangat tua?” - (QS.19:8)
Kemudian Allah berfirman,
فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَوَهَبْنَا لَهُ يَحْيَىٰ وَأَصْلَحْنَا لَهُ زَوْجَهُ ۚ إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا ۖ وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ
"Maka Kami kabulkan (doa)nya, dan Kami anugerahkan kepadanya Yahya, dan Kami jadikan istrinya (dapat mengandung). Sungguh, mereka selalu bersegera dalam (mengerjakan) kebaikan, dan mereka berdoa kepada Kami dengan penuh harap dan cemas. Dan mereka orang-orang yang khusyuk kepada Kami." - (QS:21:90)
Selanjutnya, Allah berfirman,
قَالَ رَبِّ اجْعَلْ لِي آيَةً قَالَ آيَتُكَ أَلا تُكَلِّمَ النَّاسَ ثَلاثَةَ أَيَّامٍ إِلا رَمْزًا وَاذْكُرْ رَبَّكَ كَثِيرًا وَسَبِّحْ بِالْعَشِيِّ وَالإبْكَارِ
"Ia (Zakariya) berkata, “Wahai Rabb-ku, berilah aku suatu tanda.” Allah berfirman, “Tanda bagimu, adalah bahwa engkau tak berbicara dengan manusia selama tiga hari, kecuali dengan isyarat. Dan sebutlah (nama) Rabb-mu banyak-banyak, dan bertasbihlah (memuji-Nya) pada waktu petang dan pagi hari.” - (QS.3:41)
Mengenai peristiwa kehidupan Nabi Zakariya, titik yang paling penting dalam ayat diatas adalah bahwa ia diberitahu agar tak berkata-kata kepada orang lain selama tiga hari. Ini sebagai tanda dari Allah bahwa ia hanya boleh berkomunikasi dengan mereka melalui isyarat. Selama tiga hari, lidahnya akan kelu. Para salaf sepakat bahwa ia tak puasa bicara selama waktu itu. Dan tak ada yang mengatakan bahwa ia menjadi bisu selama masa itu.