Burung punai bertanya, "Wahai Wari, aku mendengar, sewaktu para Utusan Najran datang menemui Rasulullah (ﷺ), mereka memakai mantel dan jubah saat memasuki Masjid beliau. Lalu, apa gerangan pakaian-pakaian yang biasa dikenakan oleh Nabi kita tercinta (ﷺ) ?" Wari menjawab seraya membaca,
"Segala puja dan puji hanya bagi Allah.Para ulama berkata, cara berpakaian seseorang, dapat berupa waajib, mustahab, haram, makruh atau mubah (diperbolehkan). Seseorang hendaknya, saat berpakaian, dengan rajin mengikuti mode mandub (yang lebih disukai), dan menjauhkan diri dari mode berpakaian makruh. Wajib berpakaian dengan cara dimana aurat tertutup setiap saat. Mandub adalah apa yang disukai syari'ah, dan menyarankan kita agar mengikutinya, seperti mengenakan pakaian terbaik seseorang pada dua Hari Raya, dan mengenakan pakaian putih pada hari Jumat. Makruh adalah pakaian yang tak disarankan oleh syari'ah kita kenakan. Misalnya, orang kaya, hendaknya tak mengenakan pakaian yang compang-camping. Haram adalah pakaian yang kita kenakan, dilarang oleh syari'ah. Misalnya, haram bagi seorang lelaki mengenakan pakaian sutra tanpa alasan syar'i yang sah.أعوذُ بِٱللَّهِ مِنَ ٱلشَّيۡطَٰنِ ٱلرَّجِيمِ(Audzubillahi minasyaitan nirrajim)
"Aku berlindung kepada Allah dari godaan syaitan yang terkutuk"
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا(Innallaha wamalaa-ikatahu yushalluuna 'alannabii-yi yaa ai-yuhaal-ladziina aamanuu shalluu 'alaihi wasallimuu tasliiman)
"Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bersalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman! Bersalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya." - (QS.33:56)
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ(Allahumma shalli ‘alaMuhammad wa ‘ala azwajihi wa dzuriyatihi kamaa shallaita ‘ala aali Ibrahim, wa barik ‘ala Muhammad wa ‘ala azwajihi wa dzuriyatihi kamaa shallaita ‘ala aali Ibrahim,innaKa Hamidum Majid)
"Ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad, istri-istrinya dan anak keturunannya sebagaimana Engkau telah memberi shalawat kepada keluarga Ibrahim dan berilah barakah kepada Muhammad, istri-istrinya dan anak keturunannya sebagaimana Engkau telah memberi barakah kepada keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Mulia).”
[HR Al-Bukhari (3369) dan Muslim (407) dari Abu Humaid as-Saa‘idi, radhiyallahu 'anhu].
Al-Allamah, Ibnul Qayyim, rahimahullah, telah menghimpun intisari hadits-hadits yang membicarakan tentang sifat pakaian-pakaian Rasulullah (ﷺ). Menurutnya, Rasulullah (ﷺ) memakai imamah, yaitu, sesuatu yang melilit atau melingkar di atas kepala, sebagaimana pakaian tradisonal di sebagian negara saat ini seperti Yaman dan Sudan. Disebut As-Sahaab, beliau (ﷺ) pernah memakaikan Ali dengannya. Beliau (ﷺ) pun mengenakannya, dibawahnya beliau (ﷺ) memakai kopiah. Kadang beliau mengenakan imamah tanpa kopiah. Apabila mengenakan imamah, beliau menjulurkan ujung sorbannya di antara dua pundak beliau (ﷺ). Juga diriwayatkan dari Jaabir ibn ‘Abdullah bahwa Rasulullah (ﷺ) memasuki Mekah dengan mengenakan surban hitam. Hadits Jaabir tak menyebutkan ujung surban, yang menunjukkan bahwa beliau (ﷺ) tak selalu membiarkan ujungnya menggantung di antara tulang belikatnya. Dapat dikatakan bahwa beliau (ﷺ) memasuki Mekah dengan mengenakan pakaian perang dan zirah rantai di kepala beliau (ﷺ), karena dalam setiap situasi, beliau (ﷺ) mengenakan apa yang pantas."
Wari diam sejenak, kemudian berkata, "Rasulullah (ﷺ) juga mengenakan gamis (tsaut atau kurta), semacam jubah atau baju kurung yang dikenal saat ini dan di beberapa negara yang mereka disebut galabiyah. Inilah pakaian yang paling disukai Rasulullah (ﷺ). Lengan bajunya hingga ke pergelangan tangan.
Ummul Mukminin, Ummu Salamah, radiyallahu 'anha, menyampaikan,Para ulama memberikan alasan berbeda mengapa Rasulullah (ﷺ) lebih suka memakai gamis. Ada yang mengatakan, itu karena gamis menutupi tubuh dengan baik dan menutupinya lebih baik daripada sarung atau semacamnya. Ada yang mengatakan, karena membuat lebih leluasa dan tak membebani tubuh, sedangkan kain, harus sesekali diluruskan. Ada juga yang berpendapat bahwa gamis tak membuat seseorang bersikap sombong, seperti pakaian lainnya. Menurut hamba yang rendah hati ini, alasannya adalah karena ia menutupi aurat dengan baik, dan pada saat yang sama, rapih, sedangkan pada beberapa pakaian ada sedikit mengurangi keindahan, seperti sarung, tak menutupi bagian atas tubuh dengan baik.
كَانَ أَحَبَّ الثِّيَابِ إِلَى رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم الْقَمِيصُ"Dari semua pakaian, Rasulullah (ﷺ) paling suka mengenakan gamis."
Ada yang mengatakan bahwa gamis Rasulullah (ﷺ) terbuat dari katun dan tak terlalu panjang, juga lengan bajunya tak panjang. Baijuri melaporkan, Rasulullah (ﷺ) hanya memiliki satu gamis. Dari 'Aisyah, radhiyallahu' anha, bahwa, "Rasulullah (ﷺ) tak meninggalkan makanan pagi hingga malam hari, juga makanan malam hingga pagi hari. Beliau (ﷺ) hanya memiliki masing-masing satu, dari sebuah sarung atau izar, gamis, ihram, sepatu atau pakaian lainnya. Beliau (ﷺ) tak memiliki sepasang dari semua ini."
Munaawi mengutip perkataan Ibnu 'Abbaas, radhiyallahu 'anhu bahwa, 'Gamis Rasulullah (ﷺ) tak terlalu panjang, juga lengan bajunya tak panjang. Dalam hadits lain dari Ibnu Abbas, dinyatakan bahwa gamis Rasulullah (ﷺ) berada di atas mata kaki. 'Allaamah Saami berkata, 'Seyogyanya mencapai setengah betis.'
Asmaa binti Yazid, radhiyallahu 'anha, berkata,Riwayat ini tampaknya bertentangan dengan hadits yang menyatakan bahwa lengan gamis Rasulullah (ﷺ) sedikit lebih panjang daripada pergelangan tangan. Para ulama telah menyimpulkan perbedaan ini dalam beberapa cara. Pertama, bahwa pada waktu yang berbeda, memiliki panjang yang berbeda. Kedua, bahwa ketika lengan bajunya dilipat, sampai di atas pergelangan tangan, dan ketika dibiarkan, berada di atas pergelangan tangan. Ada yang berpendapat berpendapat bahwa keduanya diambil berdasarkan perkiraan. Dalam hal ini tidak ada masalah. Maulana Khalil Ahmad Saahib telah menulis dalam 'Badhlul Majhud' dimana disebutkan sampai pergelangan tangan, dianggap sebagai yang terbaik dan diinginkan. Jika lengan baju lebih panjang, tetap diperbolehkan. 'Allaamah Jazari menyatakan bahwa sunnah bahwa panjang lengan gamis mencapai pergelangan tangan, dan bahwa jubah menjadi sedikit lebih panjang, namun dalam keadaan apapun, tak boleh lebih panjang dari jari tangan.
كَانَ كُمُّ قَمِيصِ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم إِلَى الرُّسْغِ"Lengan baju gamis Rasulullah (ﷺ) sampai ke pergelangan tangan."
Qurrah bin Ilyas, radiyallahu 'anhu meriwayatkan, "Aku datang dengan sekelompok suku Muzinah untuk berbaiat kepada Rasulullah (ﷺ). Stempel Kenabian Rasulullah (ﷺ) tersingkap. Aku meletakkan tanganku di kerah gamis Rasulullah (ﷺ) agar dapat menyentuh setmpel kenabian itu (untuk mendapatkan berkah) ".
Ketika ia mengunjungi Rasulullah (ﷺ), ia menemukan kerah gamis Rasulullah (ﷺ) terbuka. Inilah karakteristik orang yang mencintai, bahwa setiap tindakan orang yang dicintainya meresap ke dalam qalbunya. 'Urwah, radiyallahu' anhu, periwayat hadit ini, mengatakan, "Aku belum pernah melihat Mu'aawiyah (bin Qurrah - radiyallahu 'anhu) dan putranya mengancingkan kerah mereka. Baik itu musim panas atau musim dingin, kerah mereka selalu terbuka,: Cinta mereka kepada Rasulullah (ﷺ) telah memberi kita sekilas setiap tindakan dan perbuatan Rasul Allah yang terkasih, (ﷺ).
Anas bin Maalik, radhiyallahu 'anhu, meriwayatkan, "Rasulullah (ﷺ) keluar dari rumahnya dengan bantuan Usamah bin Zaid. Pada saat itu, beliau (ﷺ) dibalut dengan selembar kain Yamani. Rasulullah (ﷺ) datang dan memimpin shalat."
Imam Daraqutni menyatakan bahwa peristiwa ini terjadi saat Rasulullah (ﷺ) sakit. Karena alasan ini, beliau (ﷺ) dibantu oleh Usamah bin Zaid, radhiyallahu 'anhu. Mungkin, itulah masa sakit Rasulullah (ﷺ) sebelum beliau (ﷺ) wafat.
Abu Sa'id Al-Khudri, radhiyallahu 'anhu, mengatakan, "Ketika Rasulullah (ﷺ) mengenakan pakaian baru, beliau akan dengan senang hati menyebutkan nama pakaian itu. Misalnya, 'Allah Ta'aala memberiku gamis ini, kain imamah, dll. " Lalu dibacakan doa ini,
Apabila mengenakan pakaian gamis, beliau memulainya dengan mendahulukan anggota tubuh bagian kanan. Kebaikan dan keburukan pakaian adalah bukti dan 'kebaikannya dn kebaikan apa yang diciptakan untuknya' berarti untuk musim panas dan musim dingin, keanggunan, dll. Untuk alasan apa pun itu dipakai, kebaikan yang ada di dalamnya adalah bahwa ia dapat digunakan untuk memperoleh Keridhoan Allah, seperti beribadah dengannya. Menggunakannya untuk tujuan yang buruk akan berarti tak mematuhi perintah Allah atau kesombongan, keangkuhan dll.اللَّهمَّ أَنتَ كَسَوتَنِي هذا القَمِيصَ أَو الرِّدَاءِ أَوِ العِمَامَةَ ، أَسْألُكَ خَيرَهُ وَخَيرَ مَا صنعَ لَهُ ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّهِ وَشَرِّ ما صنعَ لَهُ('Allahumma lakal hamdu kama kasauw-tanihi, as-aluka khairahu wa-khaira ma-suni'a lahu wa-a'u- dzu bika min syarrihi wa-syarri ma-suni'a lahu')
“Ya Allah Engkaulah yang telah memberikan kepadaku pakaianku, baju atau sarung atau sorban ini, aku memohon kepada Engkau kebaikannya dn kebaikan apa yang diciptakan untuknya, dan aku berlindung kepada Engkau dari keburukannya dan keburukan apa yang diciptakan untuknya.”
Beliau juga mengenakan jubah, yaitu pakaian longgar, yang kedua lengannya pun longgar, bagian depannya terbelah, biasa dipakai diatas baju atau gamis. Di zaman kita saat ini sebagaimana jubah kehormatan yang biasa dipakai oleh ulama Al Azhar. Juga faruj, yaitu menyerupai pakaian luar, yang merupakan pakaian yang biasa dipakai diatas pakaian, yang menjadikannya sebagai ikat pinggang.Juga farjiyah,yaitu, pakaian longgar yang kedua lengannya panjang, yang biasa dikenakan oleh para ulama islam.
Saat sedang bepergian atau safar beliau biasa mengenakan baju atau jubah yang sempit di pergelangan tangannya. Beliau mengenakan izaar (sarung bagian bawah) dan ridaa (kain untuk menutup bagian atas). Yaitu, sejenis pakaian yang saat ini biasa dipakai oleh orang-orang yang sedang beribadah ihram. Al Waqidi berkata, dahulu, sarung dan burdah –kain bergaris yang diselimutkan pada badan – pakaian Rasulullah (ﷺ), panjangnya enam hasta dengan lebar tiga jengkal. Hasta adalah, dari ujung jari tengah sampai ujung siku. Satu jengkal adalah, dari ujung ibu jari sampai ke ujung jari kelingking. Selimutnya terbuat dari tenunan negeri Oman, panjangnya empat hasta dan sejengkal, lebarnya dua hasta sejengkal.
Beliau mengenakan Hullah yang berwarna merah. Hullah adalah kain penutup badan dan selimut atau pakaian sejenis jubah. Tiadalah disebut Hullah melainkan nama untuk dua jenis baju sekaligus. Keliru orang yang beranggapan bahwa warna baju beliau hanya merah semata tanpa bercampur dengan warna yang lain, sesungguhnya itulah hullah merah yang merupakan kain penutup badan dan selimut atau pakaian sejenis jubah yang keduanya berasal dari negri Yaman, ditenun dengan benang merah bercampur hitam sebagaimana pakaian orang Yaman pada umumnya, biasa disebut al-Burud al-Yamaniyyah. Sebutan ini sudah lazim diberikan karena dalam kain tersebut terdapat benang-benang merah. Jika tidak demikian, maka kalau hanya warna merah saja maka warna tersebut sangatlah dilarang.
Beliau mengenakan baju bermotif lagi sederhana. Beliau juga mengenakan baju yang berwarna hitam. Juga beliau mengenakan pakaian sejenis jubah dari bulu unta yang pinggirnya di jahit dengan kain sutra tipis. Diriwayatkan oleh imam Ahmad dan Abu Daud dengan sanad dari keduanya dari Anas bin Malik:
Al Ashma’i berkata, "Al Masatiq adalah jubah yang terbuat dari bulu unta yang memiliki lengan yang panjang." Al Khaththabi menambahkan, "Jubah yang terbuat dari bulu unta ini menyerupai jubah yang pinggiran kainnya berjahitkan kain sutra tipis, karena tenunan dari bulu binatang bukanlah berupa sutra tipis."أن ملك الروم أهدى للنبي صلى الله عليه وسلم مُسْتَقَةً مِنْ سُنْدُسٍ ، فلبسها ، فَكأَنِّي أنظرُ إلى يَدَيْه تَذَبْذَبانِ“Sesungguhnya Raja Romawi memberikan hadiah kepada Nabi (ﷺ) sebuah jubah yang dari bulu onta yang dipinggirnya berjahitkan sutra tipis, lalu beliau mengenakannya, maka seakan-akan aku melihat kepada kedua tangan beliau berayun-ayun.”
Beliau membeli celana. Yang tampak secara zahir, beliau membelinya untuk dikenakan. Terdapat riwayat selain hadits ini, bahwa beliau memakai celana, dan para Sahabat, radhiyallahu 'anhum, memakai celana-celana panjang dengan seizin beliau.
Beliau memakai khuf (sepatu terbuat dari kulit). Beliau mengenakan sandal yang dinamakan At-Taasumah.
Beliau memakai cincin. Beberapa hadits berbeda-beda apakah beliau mengenakannya ditangan kanan atau tangan kiri beliau. Kesemua hadit tersebut sanadnya shahih.
Beliau memakai pelindung kepada, disebut Khaudzah. Beliau memakai baju besi yang dinamakan Az- Zardiyyah. Hal ini tampak pada saat perang Uhud beliau mengenakan dua baju besi. Dalam Shahih Muslim, dari Asma binti Abu Bakar, radhiyallahu a'na, berkata, “Ini merupakan jubah Rasulullah (ﷺ). Lalu dia mengeluarkan jubah bersorban dari negeri Kisra. Padanya terdapat anyaman kain sutra. Keduanya dipisahkan dengan renda atau berjahitkan pinggir dengan kain sutra. Lalu ia berkata, “Ini semua dahulu ada pada Aisyah sampai ia wafat. Maka ketika ia wafat, akulah yang merawatnya. Kesemua pakaian tersebut dahulu Nabi (ﷺ) mengenakannya. Lalu kami mencelupkannya untuk orang yang sakit seraya berharap kesembuhan dengannya.”
Beliau memiliki dua kain penutup badan, burdah, yang keduanya berwarna hijau. Burdah adalah kain penutup badan yang bergaris-garis, terbelah bagian depannya, diletakkan diatas kedua pundak seperti mantel akan tetapi lebih kecil. Orang yang mengenakannya biasanya menyelimutkannya atau menggeraikannnya kebawah. Makna yang mendekati adalah semacam kain yang digunakan dengan berselimut. Dapat berbentuk kain hitam atau kain merah yang bermotif atau bercampur dengan warna lain, atau kain yang terbuat dari bulu binatang.
Dahulu gamis beliau terbuat dari kapas atau kain katun, yang ukurannya tak terlalu panjang dengan kedua lengan yang pendek. Adapun baju-baju yang berlengan panjang dan longgar ini yang menyerupai warna hitam putih binatang, maka beliau sama sekali tidak pernah memakainya demikian juga shabat-sahabatnya. Karena hal itu bertentangan dengan sunnahnya. Adapun pendapat yang membolehannya layak dikritisi, karena sesungguhnya hal itu termasuk jenis dari keangkuhan dan kesombongan.
Pakaian yang paling beliau sukai adalah gamis dan Al Hibarah, yaitu semacam kain yang diselimutkan dikedua pundak yang didalamnya terdapat warna merah. Dan warna-warna pakaian yang paling beliau sukai adalah warna putih sebagaimana sabda beliau,
Samurah bun Jundub, radhiyallahu an'hu, berkata, "Rasulullah (ﷺ) bersabda,هي مِنْ خَيْرِ ثِيَابكُمْ ، فَالبسوها ، وَكَفِّنُوا فِيهَا مَوْتَاكمْ“Warna putih adalah sebaik-baik warna baju kalian, dan kafanilah orang-orang yang meninggal dengan warna tersebut.”
Dan dalam kitab As-Shahih (Bukhari atau Muslim), dari Aisyah sesungguhnya dia mengeluarkan kain yang bertambal dan izar dan kain sarung yang kasar, seraya berkata:الْبَسُوا الْبَيَاضَ، فَإِنَّهَا أَطْهَرُ وَأَطْيَبُ، وَكَفِّنُوا فِيهَا مَوْتَاكُمْ"“Kenakanlah pakaian warna putih karena pakaian tersebut lebih bersih dan paling baik. Kafanilah pula orang yang mati di antara kalian dengan kain putih.”
Adapun At-thailasan atau syal, adalah semacam selimut atau kain penutup yang biasa ditutupkan di atas kepala dan kedua pundak, atau hanya di atas kedua pundak saja. Pada saat ini banyak dipakai oleh para pendeta atau uskup dan para rahib yahudi. Tak ada hadits serta tak pula ada salah seorang sahabat beliau yang menyebutkan bahwasannya beliau memakainya sebagai baju, bahkan terdapat riwayat dalam Shahih Muslim,قُبِضَ روح رَسولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم في هذين‘Rasulullah (ﷺ) wafat dalam dua baju tersebut.”
Dari hadits Anas bin Malik dari Nabi (ﷺ), sesungguhnya beliau menyebutkan tentang Dajjal, sabda beliau,
Sahabat Anas melihat sekelompok orang yang di atas kepala mereka ada kain penutup, lalu ia berkata, ‘Apa yang mereka lakukan menyerupai orang Yahudi Khaibar.” Berdasarkan hadits ini, sejumlah kalangan salaf dan khalaf berpendapat makruh mengenakannya.يخْرُجُ مَعَهُ سَبْعُونَ أَلْفاً مِنْ يَهُودِ أَصْبِهَانَ عَلَيْهِمُ الطَّيالِسَةُ“Akan keluar bersamanya tujuhpuluh ribu orang yahudi Isfahan, di atas kepala mereka terdapat thayalisah (kain yang diselendangkan sampai menutupi kedua pundak/thailasan).”
Kebanyakan yang beliau dan para sahabat kenakan adalah pakaian atau baju dari tenunan kapas, dan bisa jadi mereka memakai baju yang ditenun dari bahan dasar wol dan nilon,
Diriwayatkan bahwa Syekh Abu Ishaq Al Ashbahani menyebutkan dengan sanad yang shahih dari Jabir bin Ayyub ia berkata: AsShalt bin Rasyid masuk menemui Muhammad bin Sirin sedang beliau mengenakan jubah dan sarung yang terbuat dari wol, sorban juga dari wol. Lalu Muhammad bin Sirin berdecak kagum, seraya berkata,
“Aku mengetahui satu kaum, mereka mengenakan kain wol, lalu mereka mengatakan, ‘Kain wol adalah jenis kain yang dipakai oleh Isa bin Maryam.’ Telah menyampaikan kepadaku perawi yang tidak aku tuduh (lemah), bahwa Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam memakai baju yang berbahan dasar bulu onta, wol dan kapas. Sunah Nabi kita lebih berhak untuk diikuti.”
Maksud dari Ibnu Sirin adalah, banyak orang menganggap bahwa selalu mengenakan wol lebih utama dari pakaian lainnya. Mereka memilih wol dan menjauhkan diri mereka dari mengenakan yang selainnya. Mereka lebih memilih hanya mengenakan satu jenis pakaian saja dan memilih bentuk atau ciri-ciri serta berpendapat bahwa selain dari itu adalah sebuah kemungkaran. Padahal justeru kemungkaran adalah apabila dengannya dan selalu mengenakannya serta tidak ingin berlepas darinya.
Yang benar dan jalan yang paling utama untuk diikuti adalah jalan Rasulullah (ﷺ) yang telah beliau sunahkan, perintahkan dan motifasi untuk dilaksanakan dan senantiasa kontinyu dalam menjalankannya. Petunjuk beliau dalam hal berpakaian adalah agar mengenakan pakaian yang mudah untuk dipakai, kadang terbuat dari wol, kapas, katun dan mengenakan selendang dari Yaman, selendang atau kain yang berwarna hijau, mengenakan jubbah, gamis, mantel, celana, kain sarung, khuf atau sepatu yang menutupi dua mata kaki, sandal dan terkadang menjulurkan ujung sorban beliau kebelakang di antara dua pundak, terkadang meninggalkannya, kadang beliau melilitkan sorban dibawah leher.
Dan beliau mengenakan kain dari bahan bulu hitam, sebagaimana riwayat Muslim dalam kitab Shahihnya, dari A’isyah, berkata,
خرج رسول اللّه صلى الله عليه وسلم وَعَلَيْهِ مِرْطٌ مُرَحَّل مِنْ شَعَر أَسْوَدَ .
“Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam keluar dengan mengenakan kain untuk bepergian terbuat dari bahan berbulu hitam.”
Dalam shahih Bukhari dan Muslim dari Qatadah, bertanya kepada Anas, ‘Pakaian apakah yang paling disukai oleh Rasulullah (ﷺ)?’ Ia menjawab, ‘Al Hibaroh.’
Al Hibaroh adalah semacam selendang atau kain buatan negri Yaman. Kebanyakan pakaian mereka berasal dari Yaman., karena negeri Yaman lebih dekat dengan mereka. Kadang mereka memakai yang didatangkan dari negeri Syam dan Mesir, seperti al Qobathi yang ditenun dari bahan dasar katun yang ditenun oleh orang Qibthi.
Dalam Shahih An Nasai, dari Aisyah, radhiyallahu 'anha, sesungguhnya ia membuatkan untuk Nabi (ﷺ) kain burdah dari wol, lalau beliau (ﷺ) mengenakannya maka tatkala beliau (ﷺ) berkeringat, beliau (ﷺ) mencium bau wol, kemudian beliau menanggalkannya, karena beliau menyukai bau wangi.
Dalam Sunan Abu Daud dari Abdillah bin Abbas berkata, “Sungguh aku telah melihat Rasulullah (ﷺ) mengenakan pakaian hullah terbaik.”
Dalam Sunan Nasai dari Abu Rimtsah berkata, “Aku melihat Rasulullah (ﷺ) sedang berkhuthbah dan beliau mengenakan dua selendang yang keduanya berwarna hijau.”
Dan maksud dari selendang hijau adalah kain yang didalamnya terdapat garis-garis hijau, seperti halnya hulah mera. Maka siapa yang memahami bahwa hullah ini hanya berwarna murni merah saja, maka pasti ia akan mengatakan bahwa selendang hijau ini warnanya murni hijau. Hal ini tak seorang pun mengatakan demikian.
Akhirnya, Wari berkata, "Wahai saudara-saudariku, di dalam Sunnah, terdapat riwayat dan atsar yang teramat banyak tentang baju atau pakaian yang dahulu Rasulullah (ﷺ) kenakan. Di antara hadits-hadits tersebut, sesungguhnya Rasulullah (ﷺ) mengenakan pakaian yang sederhana dan lumrah dipakai oleh kaumnya, beliau tak pernah menolak apa yang sudah ada dan mempersulit diri mencari-cari yang tiada, tak mengenakan pakaian yang berbeda dengan manusia pada umumnya serta tak terbatas dengan satu macam jenis kain saja. Bahkan beliau mengenakan segala jenis atau beragam kain kecuali kain yang terbuat dari sutra. Bahkan di antara beragam pakiannya, ada yang bersifat menutup aurat, namun sekaligus indah. Wallahu a'lam."
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ(Allahumma shalli `ala muhammadin wa`ala ali muhammad, kama shallaita `ala ibrahima wa’ali ibrahim, innaka hamidun majid, wabarik `ala muhammadin wa`ala ali muhammad, kama barakta `ala ibrahima wa’ali ibrahim, innaka hamidun majid)
"Ya Allah, bershalawatlah kepada Muhammad dan keluarganya sebagaimana Engkau telah bershalawat kepada Ibrahim dan keluarganya, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Luas, Ya Allah, berkahilah Muhammad dan keluarganya sebagaimana Engkau telah memberkahi Ibrahim dan keluarganya, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Luas."
[HR Al-Bukhari (3700) dan Muslim (406) dari Ka‘b bin ‘Ajrah, radhiyallahu 'anhu].
- Imaam Abi 'Eesaa Muhammad bin 'Eesaa bin Sorah At-Tirmiai, Shamaa-il Tirmidhi, Translated by Muhammad bin 'Abdurrahmaan Ebrahim, Darul Ishaat.
- Ibn Qayyim Al-Jawziyya, Zaad Al Ma'aad, translated by Ismail Abdus Salaam, Dar-Al-Kotob Al-Ilmiyah