Senin, 03 Juni 2019

Kurangnya Ilmu

Lalu, burung Nasar menyampaikan kisah Juraij, ia berkata, "Juraij al-Abid adalah seorang lelaki Bani Israil. Ia, seorang ahli ibadah dan seorang zuhud. Ia selalu beribadah sepanjang waktu. Namun ibadah seorang anak manusia takkan cukup bila ia tak mau belajar dan tak memiliki cukup ilmu. Jika anak manusia tak memiliki ilmu yang mumpuni, maka bahaya ketersesatan akan terus mengintainya. Dengan demikian, kurangnya ilmulah yang menjadi cobaan berat bagi Juraij." Gelatik bertanya, "Bagaimana bisa itu terjadi? Haruskah ia menjalani cobaan itu? Lalu, bagaimana ia keluar dari cobaan itu?" Nasar menjawab, "Dengarkan hadis berikut.
Dari Abu Hurairah, radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah (ﷺ) bersabda,
لَمْ يَتَكَلَّمْ فِي الْمَهْدِ إِلاَّ ثَلاَثَةٌ عِيسَى، وَكَانَ فِي بَنِي إِسْرَائِيلَ رَجُلٌ يُقَالُ لَهُ جُرَيْجٌ، كَانَ يُصَلِّي، فَجَاءَتْهُ أُمُّهُ فَدَعَتْهُ، فَقَالَ أُجِيبُهَا أَوْ أُصَلِّي‏.‏ فَقَالَتِ اللَّهُمَّ لاَ تُمِتْهُ حَتَّى تُرِيَهُ وُجُوهَ الْمُومِسَاتِ‏.‏ وَكَانَ جُرَيْجٌ فِي صَوْمَعَتِهِ، فَتَعَرَّضَتْ لَهُ امْرَأَةٌ وَكَلَّمَتْهُ فَأَبَى، فَأَتَتْ رَاعِيًا، فَأَمْكَنَتْهُ مِنْ نَفْسِهَا فَوَلَدَتْ غُلاَمًا، فَقَالَتْ مِنْ جُرَيْجٍ‏.‏ فَأَتَوْهُ فَكَسَرُوا صَوْمَعَتَهُ، وَأَنْزَلُوهُ وَسَبُّوهُ، فَتَوَضَّأَ وَصَلَّى ثُمَّ أَتَى الْغُلاَمَ فَقَالَ مَنْ أَبُوكَ يَا غُلاَمُ قَالَ الرَّاعِي‏.‏ قَالُوا نَبْنِي صَوْمَعَتَكَ مِنْ ذَهَبٍ‏.‏ قَالَ لاَ إِلاَّ مِنْ طِينٍ‏.‏
"Tak berbicara dalam buaian kecuali tiga orang, Isa. Dan di kalangan Bani Israil terdapat seorang lelaki yang bernama Juraij. Ia sedang shalat. Lalu ibunya mendatanginya dan memanggilnya. Juraij berkata, 'Aku menjawabnya atau meneruskan shalat.' Ibunya berkata, 'Ya Rabbi, jangan matikan Juraij sebelum Engkau memperlihatkan padanya wanita pezinah.'
Pada waktu itu Juraij sedang berada di dalam kuilnya, maka datanglah seorang wanita yang menawarkan diri kepadanya, tetapi Juraij menolak. Lalu wanita itu mendatangi seorang penggembala dan berzinah dengannya. Wanita itu melahirkan seorang bocah.
Sang wanita berkata, 'Anak ini dari Juraij.' Khalayak ramaipun mendatangi Juraij. Mereka menghancurkan kuilnya, mengeluarkannya dan mencacinya. Juraij lalu berwudhu dan menegakkan shalat, kemudian mendatangi anak wanita itu. Juraij bertanya, 'Wahai bocah, siapa bapakmu?' Anak itu menjawab, 'Fulan sang penggembala.' Khalayak berkata, 'Kami akan membangun kuilnya dari emas.' Juraij menjawab, 'Tidak. Cukup dengan tanah." [Shahih Al-Bukhari, 3436]
Hadits ini diriwayatkan pada kesempatan yang berbeda, dan Al-Bukhari dan Muslim telah meriwayatkannya di bawah bab-bab berbeda dalam Kitab Sahih mereka. Jika kita menaruh kisah ini di hadapan kita, ringkasannya akan seperti berikut ini,

Rasulullah (ﷺ) mengatakan bahwa hanya tiga bayi yang baru lahir yang berbicara dalam buaian. Salah satunya, Nabi Isa, alaihissalam, yang berbicara untuk menyelamatkan ibundanya, Maryam. Allah berfirman,

فَأَشَارَتْ إِلَيْهِ قَالُوا كَيْفَ نُكَلِّمُ مَنْ كَانَ فِي الْمَهْدِ صَبِيًّا
"Maka ia (Maryam) menunjuk kepada (anak)nya. Mereka berkata, 'Bagaimana kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih dalam ayunan?'” - (QS.19:29)
قَالَ إِنِّي عَبْدُ اللَّهِ آتَانِيَ الْكِتَابَ وَجَعَلَنِي نَبِيًّا
"Ia (Isa) berkata, 'Sesungguhnya aku hamba Allah, Dia memberiku Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang Nabi.'" - (QS.19:30)
Yang kedua, bayi yang berbicara untuk membantu Juraij Al-Abid. Juraij adalah seorang petapa dari Bani Israil. Awal mulanya, ia seorang pedagang, kemudian meninggalkan perdagangannya dan cenderung kepada ibadah. Ia membangun kuil pertapaannya di luar kota. Kuil pertapaanya itu, tempat eksklusif di masa-masa dulu yang didirikan untuk beribadah. Kuil ini dibangun di atas tanah yang ditinggikan dan bagian atasnya lebih sempit dari bagian bawah.
Juraij Al-Abid beruzlah, mengasingkan diri, dari manusia dalam pertapaan ini dan sibuk beribadah sepanjang waktu. Allah dan Rasul-Nya (ﷺ) melarang kita menjadikannya sebagai cara hidup.

Ibu Juraij, adalah seorang ibu yang shalihah. Di sebagian hari, sang ibu datang berkunjung dan ingin berbincang dengannya. Saat tiba, sang ibu memanggilnya. Pada saat itu, ia sedang shalat, namun ia lebih mementingkan shalatnya daripada menjawab panggilan sang ibu. Saat menyampaikan hadits ini, Rasulullah (ﷺ) mempraktekkan kepada kita perbuatan sang ibu ketika memanggil Juraij. Rasulullah (ﷺ) meletakkan telapak tangannya di atas alis matanya, menirukan perbuatan ibu Juraij yang mendongakkan kepalanya ketika memanggil putranya. Orang-orang akan melakukan seperti halnya ibu Juraij jika orang yang dipanggil berada di tempat yang tinggi. Mereka ingin agar bisa melihat orang yang dipanggil dengan melongok kepada mereka. Mungkin sinar matahari yang menyilaukan menimpa kedua matanya ketika ia mengangkat pandangannya kepada anaknya. Ia meletakkan telapak tangannya di alis matanya untuk menahan sinar matahari dari kedua matanya.

Sang Ibu berkata. "Juraij. Aku ibumu. Bicaralah padaku!" Juraij menimbang-nimbang apa yang harus dilakukannya. Ia tetap asyik dengan shalatnya, "Ya Rabbi! Ini ibuku dan di sini aku sedang Shalat (yang mana yang harus kupilih?)" Pada akhirnya, ia memilih meneruskan Shalat dan sang Ibu berbalik pulang. Semestinya Juraij meninggalkan shalatnya dan menjawab panggilan sang ibu, karena menjawab ibu lebih baik daripada shalat sunnah. Ia bisa meringankan shalatnya dan bersegera menemui ibunya. Akan tetapi, Juraij lebih mementingkan shalat daripada ibunya, dan sepertinya ia meneruskan kenikmatan di dalam shalatnya hingga tak meninggalkan shalat karena satu dan lain hal.

Sang ibu kembali lagi keesokan harinya. (Seperti biasa, Juraij sedang shalat) Sang ibu berkata berkata, "Juraij, aku ibumu. Bicaralah padaku!" Sekali lagi, Juraij berpikir, "Ya Rabbi! Ini antara ibuku dan shalatku (apa yang harus kulakukan?)" Dan ia terus saja shalat. Sang Ibupun pulang dengan tangan hampa.
Sang Ibu datang lagi pada hari ketiga dan Juraij sedang shalat. Sang Ibu berseru, "Hai Juraij!" Juraij berkata pada dirinya sendiri, "Ya Rabbi! Di satu sisi, ibuku dan di sisi lain, shalatku, apa yang harus kulakukan?" Dan, ia memilih melanjutkan salat.
Sang ibu, yang tak berhasil menemui dan berbicara dengan putranya, sangat kecewa dan kesal. Ia mendoakan Juraij, seraya berkata, "Ya Allah! Juraj ini, yang ada di sini, putraku, dan aku ingin berbicara dengannya, namun ia menolak berbicara dengan kelakuannya. Ya Allah! Jangan matikan ia sebelum ia melihat wanita pezinah."

Rasululllah (ﷺ) mengatakan bahwa sang ibu mendoakan Juraij agar ia akan melihat wajah para wanita pezinah, andai ia mendoakan agar Juraij terfitnah, maka ia akan jatuh dalam jeratan fitnah mereka. Do'a seorang Ibu adalah anak-panah yang tepat mengenai sasaran.
Doa seorang ibu terhadap putranya terbentuk melalui penyebab berikut ini : Bani Israil berbicara tentang Juraij dan sangat memujinya. Mereka memuji ketaqwaan dan ibadahnya. Seorang pelacur hidup di antara mereka. Ia sangat cantik dan menggoda kaum lelaki dengan pesona dan kecantikannya. Ia menantang orang-orang yang mengelu-elukan Juraij. Sang pelacur berkata, 'Jika kalian mau, aku akan merayunya.' Sang pelacur mengklaim bahwa jika ia yang merayunya, maka Juraij akan bertekuk lutut dan jatuh seperti yang lain. Wanita ini begitu percaya diri dengan alasan kecantikannya. Hadis di atas menyebutkan bahwa khalayak menjadikan wanita ini sebagai ikon kecantikan dan kemolekan. Orang-orang yang terjerumus ke dalam lumpur kenistaan mengira bahwa semua manusia adalah seperti yang mereka kenal. Mereka tak menyangka bahwa di antara manusia terdapat hamba Allah yang menjauhi kenikmatan dunia, yang hanya sementara dan tak abadi, juga bahwa terdapat di kalangan mereka orang-orang dengan iman dan taqwa serta agama yang menjaga mereka, sehingga tak terjerumus ke dalam kenistaan dan perbuatan keji.

Lalu sang pelacur menggoda Juraij, namun Juraij tak tergoda olehnya. Sang pelacur kemudian mendatangi seorang penggembala yang berteduh di kuil Juraij. Sang pelacur berbuat mesum dengannya dan hamil. Ketika sang pelacur melahirkan, ia berkata, 'Anak ini dari Juraij.'
Betapa sedih dan marahnya orang-orang manakala mereka meletakkan kepercayaan kepada orang-orang yang menampakkan kebaikan, ketaqwaan dan keteguhan beragama, kemudian ternyata mereka berkelakuan buruk. Orang-orang yang mereka percayai hanyalah serigala berbulu domba atau musang berbulu ayam, yang menipu orang-orang bodoh. Maka, merekapun berbalik melawan ketika kesempatan tersebut tersedia.
Para khalayak mendatangi Juraij dengan kemarahan yang memuncak didalam qalbu dan pembuluh-nadi mereka. Mereka menyuruhnya turun dari kuil, menghancurkan kuil itu, dan mulai memukulinya. Kapak-kapak dan sekop-sekop mereka bekerja menghancurkan kuil Juraij. Juraij bertanya, 'Ada apa dengan kalian?' Mereka menjawab, 'Kamu telah berzina dengan pelacur ini dan ia melahirkan anak darimu.' Juraij bertanya, 'Mana bayi itu?' Lalu mereka membawanya kepada Juraij. Juraij berkata, 'Biarkan aku shalat!' Lalu Juraij shalat.
Selesai shalat, Juraij menghampiri sang bayi. Ia menatapnya dan dengan sedikit senyum membelai kepalanya. Lalu menepuk-nepuk dengan lembut perut sang bayi dengan jari seraya bertanya, 'Wahai bocah, siapa bapakmu?' Sang bayi menjawab, 'Fulan sang penggembala.' sambil menggambarkan bahwa sang penggembala itu orang yang membawa kambing-kambingnya merumput.

Saat menyaksikan sang bayi dapat berbicara dan membebaskan Juraij dari tuduhan, mereka bertobat karena telah bertindak main hakim sendiri. Inilah yang dilakukan orang jahil. Inilah histeria massal. Mereka tak menyelisik dulu persoalan yang ada, namun langsung menerima apapun yang mereka dengar. Inilah kedunguan dan ketololan.
Singkatnya, mereka menyadari bahwa mereka tak berlaku adil bagi Juraij dan sekarang mereka mengelus-ngelus, mencium dan memeluknya. Orang-orang yang bertindak terburu-buru itu mencoba menghapus kesalahan mereka pada Juraij. Mereka menawarkan agar membangun kembali kuil Juraij dengan emas dan perak, namun ia berkata, "Tak perlu. Cukup kembalikan ke kondisi semula, buat ulang dengan lumpur." Maka, dibangunlah kembali kuil itu seperti sediakala. Demikianlah saudara-saudariku, Allah telah menjawab doa ibu Juraij. Allah mewujudkan doa sang Ibu, namun Allah jua yang menyelamatkan Juraij karena keshalihan dan ketaqwaannya."

Gelatik berkomentar, "Ada yang kurang!" Nasar termangu, mengangkat alisnya, lalu berkata, "Apa... ada yang hilang?" Gelatik berkata, "Engkau belum menyertakan ibrah dan tazkirahnya!" Nasar tertawa seraya berkata, "Wahai saudara-saudariku, orang cerdas dapat menemukan pelajaran yang banyak dalam kisah ini. Pelajaran mendasar, kisah ini mengajarkan kita bahwa seorang ibu hendaknya dihormati dan hak-haknya, seyogyanya diberikan. Bahkan sedikit pertanda kekecewaan darinya, dapat mendatangkan masalah yang sulit dipercaya. Kita ingat apa yang diucapkan Rasulullah (ﷺ), "Andai sang Ibu berdoa bahwa Juraij terfitnah, maka Juraij akan masuk dalam jeratan fitnah mereka.'' Ini mengingatkan kita bahwa betapa beratnya jika tak mematuhi seorang ibu.
Ibu, satu-satunya makhluk yang ditempatkan oleh Dia, Rabbul Alamin, pada derajat eksklusif, sehingga seorang yang beribadah, boleh menangguhkan ibadahnya untuk menjawab panggilan ibunya. Kita diperintahkan agar menangguhkan shalat kita jika ibu memanggil kita dan tak mengetahui bahwa kita sedang shalat, dan kita hendaknya memperhatikan panggilannya. Kita dapat mengulang shalat kita nanti. Beberapa ulama berpendapat bahwa perintah ini berlaku untuk shalat sunnah, bukan shalat wajib, yang dapat ditunda jika ada keadaan darurat.

Pelajaran berikutnya, jika ada orang yang tak mematuhi ibunya, maka orang tersebut dapat mengalami kekhawatiran dan kesulitan, terlepas dari pengabdian dan ibadah serta keshalihannya. Ketidaktaatan pada seorang ibu, penyebab banyak kecemasan bagi siapapun.

Ketiga, Hadis ini juga mengungkapkan bahwa Allah membantu para hamba-Nya yang shalih dari tuduhan dan kesalahan. Hal ini terjadi dalam kasus Juraij Al-Abid, bahwa Allah memperlihatkan kuasa-Nya dan membuat seorang bayi dapat berbicara, sehingga kata-katanya membebaskan Juraij atas tuduhan yang tidak benar.

Keempat, tipu daya seorang wanita sangat sulit dilawan dan tak mungkin aman darinya tanpa pertolongan Allah. Rasulullah (ﷺ) telah menyebut wanita sebagai tali-temali yang dipasang oleh setan, yang dengannya ia menjebak kaum lelaki. Rasulullah (ﷺ) memohon perlindungan Allah dari cobaan di tangan wanita sebagaimana beliau memohon perlindungan dari cobaan lain. Umumnya, orang-orang yang cukup terpelajar dan shalih, mengalami ujian dan cobaan di tangan kaum wanita.

Kelima, jika seseorang mengalami kecemasan dan kesulitan, dan menahannya dengan sabar, segera kembali kepada Allah dan memohon pada-Nya agar menghilangkan masalahnya, maka kecemasan dan kesulitan menjadi mudah baginya, dan ia dirahmati dengan kebaikan. Ini terjadi dengan Juraij juga, ia kembali kepada Allah ketika ia menghadapi kecemasan dan tetap bersabar. Kemudian Allah mengubah kesulitannya menjadi sarana yang menaikkan derajatnya dan ia menerima penghormatan dan penghargaan.

Ketujuh, saat seseorang dihadapkan dengan kegalauan dan dipaksa oleh keadaan, cara terbaik untuk kembali kepada Allah dan memohon pertolongan-Nya adalah dengan mendirikan shalat. Inilah praktik para nabi, alaihimassalam, dan para hamba Allah. Juraij Al-Aabid, saat ia menghadapi tuduhan, pertama kali yang dilakukannya, berwudhu kemudian shalat. Al-Qur'an juga memerintahkan kita, mengerjakannya.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلاةِ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
"Wahai orang-orang yang beriman! Mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Sungguh, Allah beserta orang-orang yang sabar." - (QS.2:153)
Orang-orang beriman, seyogyanya menerapkan kebiasaan ini. Di akhir zaman ini, banyak manusia bergantung pada sarana materi saat mereka menghadapi keresahan dan kesulitan, dan tak menggunakan shalat dan disiplin keagamaan.
Tak diragukan lagi, sarana dan prasarana ini hendaknya dimanfaatkan, dan Allah telah memerintahkan kita agar melaksanakannya, namun kita tak boleh mengandalkan dan bergantung padanya. Harapan kita hendaknya selalu ada pada Allah dan kita seyogyanya mendirikan shalat dan mengerjakan amal shalih, yang dengan keberkahannya, mendatangkan rahmat dan ridha Allah.

Kedelapan, para pendosa dan orang-orang yang tak beragama, akan selalu ingin melenyapkan orang-orang yang beragama dan shalih, dan mereka berusaha menyiksa dan mempermalukan mereka. Sebaliknya, orang-orang shalih, tak perlu khawatir tentang itu, namun mereka hendaknya memohon perlindungan dan pertolongan kepada Allah, karena hanya Dialah Yang mengalahkan makar orang-orang yang tak bermoral.

Kesembilan, kita seyogyanya tak boleh sembarang menuduh dan tanpa memeriksa kebenaran tuduhan itu. Menuduh dengan tuduhan palsu, dosa yang paling berat, dan salah satu dari beberapa kejahatan dimana Allah telah menetapkan hadd (hukuman yang batasannya ditentukan dalam Al-Qur'an atau hadis). Terhadap kejahatan ini, penguasa atau hakim, tak dapat mengambil keputusan sendiri melainkan terikat oleh apa yang telah digariskan Allah. Oleh karena itu, hukuman bagi pemfitnah dengan tuduhan palsu adalah delapan puluh deraan. Hukuman ini dikenal sebagai hadd al-qazf (hukuman bagi pemfitnah) dan Allah juga menghukum para penuduh ini, dengan adzab di dunia ini maupun di akhirat kelak. Allah juga menunjukkan kekuasaan-Nya dengan membuktikan bahwa yang tertuduh, tak bersalah, melalui sesuatu yang tak lazim dan luar biasa. Kita telah mengetahuinya dari kisah ini dan kisah sebelumnya. Ada juga sebuah ayat dalam Al-Qur'an yang diwahyukan untuk Ibunda kita, Aisyah, radhiyallahu 'anha, ketika beliau dituduh bersalah.

Akhirnya, adalah dosa yang paling berat jika selalu berprasangka buruk terhadap para hamba Allah. Siapapun yang mendengar tuduhan terhadap mereka, hendaknya tak boleh langsung menaruh curiga tanpa terlebih dahulu memeriksa fakta yang ada, mengapa? Karena, tuduhan-tuduhan seperti itulah senjata utama setan, yang berusaha menciptakan kesan buruk tentang para hamba Allah. Wallahu a'lam."
Rujukan :
- Maulana Muhammad Zakaria Iqbal, Stories from the Hadith, Darul Isha'at.