Jumat, 26 Juli 2019

Kemunafikan (1)

Pingai bertanya, "Wahai Bunglon, saudaraku, mohon maaf, sewaktu di sekolah dulu, aku diajarkan bahwa bunglon berubah warna sesuai dengan warna lingkungan di sekitarnya untuk berkamuflase. Benarkah itu?" Bunglon berkata, "Subhanallah! Kami, para Bunglon, adalah hewan yang dapat berlari dengan kecepatan 33 kilometer per jam. Ketika ada musuh menyerang, kami akan dapat dengan mudah melarikan diri, takkan bersembunyi. Lalu, mengapa kami berubah warna? Pada keanyataannya, kami tak bisa memilih perubahan warna sesuai apa yang kami inginkan, melainkani tergantung pada suasana-hati, suhu udara, dan cahaya. Jika kami sedang marah, maka warna kulit kami akan berubah menjadi gelap. Namun di masa musim kawin, warna kami akan berubah menjadi cerah untuk menarik perhatian lawan jenis kami. Dan jika kami sedang kedinginan, warna tubuh kami akan menjadi gelap karena warna gelap akan menyerap panas lebih mudah. Warna tubuh kami dapat berubah jadi beragam warna, seperti pink, biru, jingga, merah, kuning, dan hijau.
Yang pasti kami berbeda dengan orang-orang munafik, orang-orang yang memihak ke sana dan ke sini, asalkan menguntungkan dirinya. Kamilah hamba-hamba Allah yang tak menyekutukan Dia, kami selalu bertasbih memuliakan-Nya dalam setiap tarikan dan hembusan nafas kami."
Pingai berkata, "Jika demikian saudaraku, sampaikan kepada kami tentang orang-orang munafik!" Bunglon berkata, "Wahai saudara-saudariku, aku hanya seorang hamba Allah, yang faqir ilmu, apa yang akan kusampaikan, hanyalah apa yang pernah kudengar dari guruku dan dari buku rujukan guruku. Ikutilah dengan seksama!

Ketika Allah mengutus Rasul-Nya (ﷺ) dan beliau (ﷺ) menyampaikan risalahnya, ada orang-orang yang menolaknya dan ada yang beriman padanya. Dari orang yang beriman padanya, ada yang hanya mengenakan pakaian iman tanpa sungguh-sungguh mengimaninya, sehingga mereka menyebabkan kerusakan. Mereka disebut kaum Munafiq. Seorang munafik berwajah dua dan orang-orang seperti itulah, manusia yang paling buruk. Diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Rasulullah (ﷺ) bersabda,

‏ تَجِدُ مِنْ شَرِّ النَّاسِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عِنْدَ اللَّهِ ذَا الْوَجْهَيْنِ، الَّذِي يَأْتِي هَؤُلاَءِ بِوَجْهٍ وَهَؤُلاَءِ بِوَجْهٍ
"Sesungguhnya termasuk orang terburuk di sisi Allah pada Hari Kiamat, adalah orang yang bermuka dua yang mendatangi mereka dengan satu muka dan mendatangi yang lain dengan mukanya yang lain." (HR Al-Bukhari, 6058]
Orang munafik akan bersandar pada apa yang tampak menguntungkan baginya dan merekalah yang paling berbahaya bagi manusia. Sejarah Islam bersaksi bahwa umat ini selalu menderita di tangan orang-orang munafik, dan telah terjadi pula kisah yang sama pada hari ini. Jika seorang penguasa munafik maka umat Islam akan mengalami kemunduran dan kemerosotan. Rasulullah (ﷺ) sering memperingatkan umat Islam tentang orang munafik. Beliau (ﷺ) bersabda, sebagaimana diriwayatkan oleh Umar bin al-Khattab,
إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَى أُمَّتِي كُلُّ مُنَافِقٍ عَلِيمِ اللِّسَانِ
"Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan dari umat ini, adalah setiap orang munafik dengan lisan yang berilmu." [Musnad Aḥmad 140; Shahih oleh Ahmad Syakir]
Hari ini, penyakit kemunafikan telah berjangkit di kalangan umat Islam. Karenanya, wahai saudara-saudariku, tujuan diskusi kita, dimaksudkan mengajak kita agar menghindari perbuatan munafik dan membantu kita mengenali orang munafik. Orang beriman yang tulus kemudian dapat melindungi dirinya dari kemunafikan. Kebutuhan saat ini, mematuhi Syariat Islam dan berjihad melawan orang-orang kafir, namun orang-orang munafik telah memunculkan banyak keraguan tentang jihad sedemikian rupa sehingga para Mujahid yang berpartisipasi dalam Jihad, goyah dan tak yakin lagi. Selain itu, orang-orang munafik berpihak pada orang-orang kafir, sehingga kemenangan tampak seperti mimpi yang jauh dan sumir. Bersama dengan musuh-musuh Islam, para pemimpin negara-negara Islam memasang tali-kekang mereka untuk merusak Islam.

Kata Arab, Nifaq, bermakna kemunafikan. Kata Munafiq berasal dari kata Nafiqa. Kata ini bernakna lubang tikus liar yang memunculkan dirinya karena banyak lumpur yang menutup kepalanya. Satu sisi dari tubuhnya, tersembunyi dan yang lainnya, terlihat. Munafiq, atau orang munafik, disebut demikian karena ia menyembunyikan kekafiran dan mengungkapkan sisi lain keyakinannya. Hasan, rahmatullah alaih, mendefinisikan kemunafikan, "Disebutkan bahwa kemunafikan, perbedaan antara yang tertutupi dan yang terbuka, antara kata dan perbuatan, dan antara yang masuk dan yang keluar. Dan dikatakan bahwa dasar kemunafikan dimana ia tumbuh adalah dusta."
Kemunafikan adalah penyakit spiritual yang berakar sangat dalam dan menyeluruh. Qalbu seseorang dapat meluap-luap dengannya namun tak menyadarinya, karena sifatnya yang tersembunyi dan halus; Seringkali, hal itu membuat seseorang berpikir bahwa ia melakukan yang benar namun pada kenyataannya, ia menyebarkan kerusakan.

Ada dua jenis kemunafikan, yang menyangkut iman, kemunafikan besar atau nifaq akbar atau nifaq i'tiqadi, dan yang menyangkut perbuatan, atau nifaq ‘amali, atau kemunafikan kecil atau nifaq ashghar. Pertama, nifaq i'tiqadi, kemunafikan iman, yaitu orang yang lebih menghargai keyakinan orang-orang kafir, menyekutukan Allah, tak menyukai Rasulullah (ﷺ), namun menyembunyikannya dengan berpura-pura beriman dan mencintai beliau (ﷺ), perbuatannya berlawanan dengan syahadatnya, memilih selain hukum Allah dan memilih perintah lain selain perintah Rasulullah (ﷺ). Orang-orang seperti ini, pastilah ternasuk orang-orang kafir. Mereka menyembunyikan ketidakpercayaan mereka atas motif pribadi untuk menyebarkan tujuan mereka yang tercela. Alih-alih membela agama, mereka berusaha meredam keyakinan umat Islam dan menjadikannya ragu tentang Rasulullah (ﷺ). Kadang-kadang mereka berperang melawan umat Islam karena dengki dan iri-hati, namun jika mereka membutuhkan sesuatu, mereka menunjukkan cinta yang sangat besar kepada umat Islam.
Kedua, nifaq ‘amali, kemunafikan dalam perbuatan, tak mengeluarkan seseorang dari Islam tetapi menjadikannya menyerupai orang munafik. Ia memiliki salah satu tanda kemunafikan, misalnya suka berdusta. Menghianati amanah, melanggar janji, melecehkan dan mencaci-maki, dan sebagainya. Ijma' para ulama, orang seperti ini tak keluar dari Islam, namun jelas berbuat dosa besar dan selalu ada kemungkinan ia menjadi seorang munafik i'tiqadi.
Hafiz Abdus Salaam Ibnu Muhammad mengatakan, 'Jika seorang mukmin sesekali melakukan dosa-dosa ini, maka ia tak digolongkan sebagai orang munafik karena orang beriman juga tak terhindar dari berbuat dosa. Namun, jika telah terbiasa berbuat dosa ini, maka orang tersebut, seorang munafik. Jika semua tanda-tanda ini ditemukan pada seseorang, maka tak mungkin ia beriman kepada Allah dan Rasul-Nya (ﷺ) dengan ikhlas. Maka, jika ia jelas-jals pendusta, ia tak pernah memenuhi janjinya, ia sering khianat, maka ia tak hanya seorang munafik 'amali, melainkan juga i'tiqadi, karena iman termasuk dalam ucapan dan janji. Dusta adalah hal yang asing bagi orang-orang beriman. Allah berfirman,

اِنَّمَا یَفۡتَرِی الۡکَذِبَ الَّذِیۡنَ لَا یُؤۡمِنُوۡنَ بِاٰیٰتِ اللّٰہِ ۚ وَ اُولٰٓئِکَ ہُمُ الۡکٰذِبُوۡنَ
"Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang yang tak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah pembohong." - (QS.16:105)
Pingai bertanya, "Apa penyebab tumbuhnya kemunafikan?" Bunglon berkata, "Sejarah mengungkapkan bahwa salah satu dari tiga hal berikut ini, penyebab tumbuhnya kemunafikan. Pertama, keserakahan. Ketika Islam tumbuh dan menyebar, dan umat Islam menjadi penentu, ada orang yang jiwanya sakit, muncul dan menyusup ke dalam kalangan umat Islam, ingin mewujudkan rencana jahat mereka; kedua, iri-hati. Ada orang yang menyusup ke barisan umat Islam, membenci Islam dan kaum Muslimin, mereka berusaha merusak Islam melalui tipu-daya. Mereka berpura-pura memeluk Islam untuk menyelamatkan diri mereka, namun menyimpan kekafiran di dalam diri mereka, sangat dengki dan keji. Secara lahiriah, mereka menyatakan cinta kepada kaum Muslimin dan menunjukkan bahwa mereka bersemangat untuk berdakwah; ketiga, cobaan. Ketika orang-orang beriman menghadapi cobaan melalui penganiayaan di tangan para tiran dan gugur karena keimanan mereka, hanya yang ikhlas yang bertahan dalam Dien mereka. Orang-orang munafik, meminta perlindungan kepada orang-orang kafir."
Rasulullah (ﷺ) bersabda tentang empat hal yang dimiliki orang munafik. Keempat hal ini bukanlah tanda-tanda nifaq i'tiqadi dan pelakunya tak keluar dari Islam, melainkan tanda-tanda nifaq 'amali dan pelakunya, berdosa dan tak taat. Namun, orang yang terus-menerus berperilaku seperti ini, akan berakhir sebagai seorang munafik i'tiqadi. Rasulullah (ﷺ) menyebutkan hal ini karena sangat penting, dan umumnya ditemukan pada orang-orang munafik, sebaliknya, ada banyak tanda-tanda lain yang mereka lakukan pada zaman Rasulullah (ﷺ). Al-Qur'an menyebutkannya di tempat yang berbeda. Dalam salah satu riwayat, Rasulullah (ﷺ) hanya menyebutkan tiga tanda, dusta, khianat dan curang. Sebenarnya, berdusta ada tiga macam, dalam ucapan, perbuatan dan niat, yaitu berbohong, mengkhianati amanah dan melanggar janji. Bila kepercayaan itu hilang, imanpun lenyap."

Pingai berkata, "Sampaikan pada kami tentang tanda-tanda dan perilaku orang-orang munafik menurut Al-Qur'an dan Hadits!" Bunglon berkata, "Pertama-pertama, dusta. Berbohong, akar dari segala kejahatan. Kebohongan itu, mengarah ke neraka. Kebohongan membawa aib. Kebohongan memungkiri kesaksian dan merupakan dasar kemunafikan dan ketidakpercayaan. Diriwayatkan Abdullah, Rasulullah (ﷺ) bersabda,

عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِى إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِى إِلَى النَّارِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا
“Kalian wajib berlaku jujur. Sesungguhnya kejujuran akan mengantarkan kepada kebajikan (ketakwaan) dan sesungguhnya ketakwaan akan mengantarkan kepada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan selalu berusaha jujur, maka akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang shiddiiq (yang sangat jujur). Seyogyanya, kalian menjauhi dusta. Sesungguhnya, dusta itu akan mengantarkan kepada perbuatan dosa, dan sesungguhnya, dosa itu akan mengantarkan kepada neraka. Jika seseorang senantiasa berdusta dan selalu berusaha berdusta, maka akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang kadzdzaab (suka berdusta).” [HR Al-Bukhari, 6094]
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah (ﷺ) bersabda,
أَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ كَانَ مُنَافِقًا خَالِصًا ، وَمَنْ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنْهُنَّ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنَ النِّفَاقِ حَتَّى يَدَعَهَا إِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ وَإِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ ، وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ
“Ada empat tanda, jika seseorang memiliki empat tanda ini, maka ia disebut munafik sejati. Jika ia memiliki salah satu tandanya, maka dalam dirinya ada tanda kemunafikan sampai ia meninggalkan perilaku tersebut, yaitu: (1) jika diberi amanat, khianat; (2) jika berbicara, dusta; (3) jika membuat perjanjian, diingkari; (4) jika berselisih, ia akan berbuat zhalim.” (HR. Muslim no. 58)
Ia tampak mengerjakan shalat secara teratur, dan bepuasa tanpa istirahat, serta menyebut dirinya seorang Muslim, namun jika ia melakukan hal-hal tersebut, maka ia, seorang munafik dalam arti sebenarnya. Menurut sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, ketika Rasulullah (ﷺ) menguraikan tiga karakteristik tersebut, seseorang bertanya, "Wahai Rasulullah, bahkan jika hanya ada satu?" Beliau (ﷺ) bersabda, "Itu takkan berhenti berada di dalam qalbunya selama masih ada sifat itu di dalam dirinya."

Dan Allah menggambarkan perilaku orang-orang munafik,

وَ مِنَ النَّاسِ مَنۡ یَّقُوۡلُ اٰمَنَّا بِاللّٰہِ وَ بِالۡیَوۡمِ الۡاٰخِرِ وَ مَا ہُمۡ بِمُؤۡمِنِیۡنَ ۘ
"Dan di antara manusia ada yang berkata, “Kami beriman kepada Allah dan hari akhir,” padahal sesungguhnya mereka itu bukanlah orang-orang yang beriman." - (QS.2:8)
یُخٰدِعُوۡنَ اللّٰہَ وَ الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا ۚ وَ مَا یَخۡدَعُوۡنَ اِلَّاۤ اَنۡفُسَہُمۡ وَ مَا یَشۡعُرُوۡنَ ؕ
"Mereka menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanyalah menipu diri sendiri tanpa mereka sadari." - (QS.2:9)
فِیۡ قُلُوۡبِہِمۡ مَّرَضٌ ۙ فَزَادَہُمُ اللّٰہُ مَرَضًا ۚ وَ لَہُمۡ عَذَابٌ اَلِیۡمٌۢ ۬ۙ بِمَا کَانُوۡا یَکۡذِبُوۡنَ
"Dalam qalbu mereka ada penyakit, lalu Allah menambah penyakitnya itu; dan mereka mendapat azab yang pedih, karena mereka berdusta." - (QS.2:10)
Orang-orang munafik berbohong dengan lidah mereka, tetapi Allah mengungkapkan apa yang ada didalam qalbu mereka. Berbohong adalah suatu penyakit, sehingga jika tak diperiksa, ia akan terus memburuk. Beberapa kali berbohong hanya untuk menutupi sesuatu, dan sebaliknya, terkadang mempertahankan kebenaran, dapat menyeret seseorang ke pengadilan, hasil akhirnya selalu baik seperti yang terjadi pada Ka'b bin Malik. Pada masa sekarang, ada orang yang berpendapat bahwa berbohong itu, bermanfaat. Keraguan yang tersisa setelah itu, adalah kemunafikan mereka. Berbicara dusta itu, dosa dan munafik, Allah berfirman,
اِذَا جَآءَکَ الۡمُنٰفِقُوۡنَ قَالُوۡا نَشۡہَدُ اِنَّکَ لَرَسُوۡلُ اللّٰہِ ۘ وَ اللّٰہُ یَعۡلَمُ اِنَّکَ لَرَسُوۡلُہٗ ؕ وَ اللّٰہُ یَشۡہَدُ اِنَّ الۡمُنٰفِقِیۡنَ لَکٰذِبُوۡنَ
"Apabila orang-orang munafik datang kepadamu (Muhammad), mereka berkata, “Kami mengakui, bahwa engkaulah Rasul Allah.” Dan Allah mengetahui bahwa engkau benar-benar Rasul-Nya; dan Allah menyaksikan bahwa orang-orang munafik itu benar-benar pendusta." - (63:1)
Lelucon, lawakan, dan candaan yang dipenuhi dengan dusta, juga ada dalam klasifikasi yang sama. Rasulullah (ﷺ) bersabda, "Celakalah para pendusta, yang berbohong ketika ia berbicara agar orang-orang tertawa. Celakalah ia! Celakalah ia!"
Namun, ada suatu yang tampak seperti berbohong, disebut sebagai Tawriyah, menampakkan pada yang diajak bicara tak sesuai kenyataan, namun dari satu sisi, pernyataan yang diucapkan itu, benar. Yakni, tawriyah untuk mendamaikan seorang Muslim dengan saudara Muslimnya yang lain, berbohong dalam perang, dan tawriyah suami-istri, agar membawa kebaikan dalam rumah-tangga mereka. Rasulullah (ﷺ) bersabda, "Aku tak menganggapnya sebagai kebohongan," dan beliau (ﷺ) menyebut masing-masing dari ketiga hal tersebut.
Seseorang dapat mendamaikan dua dua orang saudara Muslimnya dengan mengatakan kepada yang satu bahwa, yang lain memujinya, dan mengatakan hal yang sama kepada yang lain. Dalam perang, seseorang mungkin mengeluarkan pernyataan yang membujuk seperti 'Telah banyak orang kafir yang terbunuh,' 'bala-bantuan sedang dalam perjalanan'." Dan sepasang suami-istri dapat saling berbohong-ringan untuk meningkatkan rasa saling cinta dan kasih diantara mereka.
Kebohongan apapun selain ketiga hal tersebut, kemunafikan. Bercanda atau serius, namun karena kebutuhan atau untuk membodohi orang lain, menghasut para penguasa terhadap seseorang, mengubah aturan agama, memalsukan hadis, mengaitkan pahala terhadap keshalihan dirinya-sendiri, menyampaikan khabar bohong tentang perang yang terjadi di tempat lain, Hadis yang membicarakan tentang 'berbohong dalam perang' hanya di negeri tempat ia berperang, seperti Afghanistan atau Kashmir. Untuk mendorong para Mujahidin dan meningkatkan moral mereka, atau untuk melemahkan semangat musuh. Akar penyebab kemunafikan adalah dusta. Tanda kemunafikan lainnya juga muncul karena dusta. Karena itu, kita hendaknya berusaha sekuat tenaga agar menghindarinya, sehingga tak ada bagian kemunafikan dalam catatan amal kita.

Orang-orang munafik sangat-mudah bersumpah-palsu untuk melindungi diri mereka. Allah berfirman,

اِتَّخَذُوۡۤا اَیۡمَانَہُمۡ جُنَّۃً فَصَدُّوۡا عَنۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ فَلَہُمۡ عَذَابٌ مُّہِیۡنٌ
"Mereka menjadikan sumpah-sumpah mereka sebagai perisai, lalu mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah; maka bagi mereka adzab yang menghinakan." - (58:16)
اِتَّخَذُوۡۤا اَیۡمَانَہُمۡ جُنَّۃً فَصَدُّوۡا عَنۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ ؕ اِنَّہُمۡ سَآءَ مَا کَانُوۡا یَعۡمَلُوۡنَ
"Mereka menjadikan sumpah-sumpah mereka sebagai perisai, lalu mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Sungguh, betapa buruknya apa yang telah mereka kerjakan." - (QS.63:2)
Zaid bin Arqam meriwayatkan, "Ketika aku ikut bagian dalam sebuah ekspedisi. Aku mendengar `Abdullah bin Ubai (bin Abi Salul) berkata. "Jangan membelanjakan untuk mereka yang bersama Rasulullah (ﷺ), agar mereka dapat membubarkan diri dan pergi darinya. Jika kita kembali (ke Madinah), tentu saja, yang lebih terhormat akan mengusir orang jahat di antara mereka." Aku melaporkan hal itu kepada pamanku atau kepada 'Umar yang, pada gilirannya, menyampaikan kepada Rasulullah (ﷺ) tentang hal itu. Rasulullah (ﷺ) memanggilku dan aku menceritakan kepada beliau seluruh kisahnya. Kemudian Rasulullah (ﷺ) memanggil `Abdullah bin Ubai dan teman-temannya, dan mereka bersumpah bahwa mereka tak mengatakan hal itu. Maka, Rasulullah (ﷺ) tak mempercayai perkataanku dan mempercayai mereka. Aku merasakan tekanan yang belum pernah kurasakan sebelumnya. Akupun tinggal di rumah dan pamanku berkata kepadaku. "Kamu hanya ingin Rasulullah (ﷺ) tak mempercayai perkataanmu dan tak menyukaimu." Lalu, Allah mewahyukan (Surah yang dimulai dengan) 'Ketika orang-orang munafik datang kepadamu.' (63.1) Rasulullah (ﷺ) kemudian memanggilku dan membacakannnya, kemudian berkata, "Wahai Zaid! Allah menegaskan ucapanmu." [HR Al-Bukhari. 4900]
Sumpah palsu itu, tanda kemunafikan dan juga dosa besar. Rasulullah (ﷺ) bersabda, "Dosa besar adalah, menyekutukan Allah, membunuh, dan sumpah palsu."
Jika ada orang yang berbohong agar jualannya laku, maka juga berada di bawah lingkup hadits ini. Rasulullah (ﷺ) bersabda, "Ada tiga orang, kepada siapa Allah takkan berbicara pada Hari Kiamat, tidak melihat mereka, seorang yang bersumpah atas harga barangnya agar ia mendapatkan lebih dari apa yang ia dapatkan (untuk barang dagangannya) dan ia berbohong. Dan orang yang bersumpah palsu setelah Ashar agar ia melarikan harta milik seorang Muslim pada saat itu. " Versi dalam hadits Muslim, juga terdapat kata-kata, "dan Allah takkan menyucikan mereka dan bagi mereka adalah adzab yang menyakitkan, dan orang yang menjual barang dagangannya setelah bersumpah palsu dan mengakhiri transaksinya."
Kesaksian palsu itu, dosa besar dan kemunafikan, karenanya, merupakan kebathilan. Rasulullah (ﷺ) bersabda, "Dosa-dosa yang paling berat adalah menyekutukan Allah, tak mematuhi orang tua, membunuh seseorang dan kesaksian palsu. Kesaksian palsu! Kesaksian palsu!

Orang-orang munafik, juga suka berdalih. Rasulullah (ﷺ), saat sedang sibuk persiapan Perang Tabuk. Beliau bersabda (ﷺ) kepada kepala suku Bani Salama, Jadd bin Qais, "Sudahkah mempersiapkan Bani Al-Asfar?" Ia berkata, "Berilah aku izin agar tak ikut dalam jihad. Jangan jerumuskan aku ke dalam fitnah. Demi Allah, kaumku tahu bahwa tiada yang lebih menyukai wanita seperti aku, dan aku khawatir takkan dapat menahan diri bila melihat wanita-wanita dari Bani Asfar." Rasulullah (ﷺ) berpaling darinya dan berkata, "Boleh." Setelah itu, ayat ini diwahyukan tentang orang ini, Jadd bin Qais,

وَ مِنۡہُمۡ مَّنۡ یَّقُوۡلُ ائۡذَنۡ لِّیۡ وَ لَا تَفۡتِنِّیۡ ؕ اَلَا فِی الۡفِتۡنَۃِ سَقَطُوۡا ؕ وَ اِنَّ جَہَنَّمَ لَمُحِیۡطَۃٌۢ بِالۡکٰفِرِیۡنَ
"Dan di antara mereka ada orang yang berkata, “Berilah aku izin (tak pergi berperang) dan janganlah engkau (Muhammad) menjadikan aku terjerumus ke dalam fitnah.” Ketahuilah, bahwa mereka telah terjerumus ke dalam fitnah. Dan sungguh, Jahanam meliputi orang-orang yang kafir." - (QS.9:49)  
Setiap kata atau perbuatan yang ada kebohongan di dalamnya, dosa besar. Itulah sebabnya mengapa Allah berfirman bahwa adzab pedih menunggu orang-orang munafik, mereka yang berjualan dengan kebohongan dan pembohong lainnya. Orang-orang munafik suka mencaci orang lain. Rasulullah (ﷺ) bersabda, "Orang beriman bukanlah orang yang suka mengejek, atau orang yang suka mencaci, bukan juga orang yang tak bermoral, atau orang yang tak tahu malu." Kita telah melihat juga sabda Rasulullah (ﷺ) bahwa jika ada yang memiliki empat sifat yang telah disebutkan, maka ia, seorang yang munafik, dan salah satunya, ia mencaci-maki saat sedang berselisih. Meskipun diperbolehkan membalas cacian itu dan tak masuk sebagai kemunafikan, tak boleh berlebihan atau meniru-niru kebohongan. Rasulullah (ﷺ) berkata, "Saat dua orang saling mencaci, apapun yang mereka ucapkan, bertentangan dengan yang lain, asalkan orang yang di zhalimi tak berlebih-lebihan (dalam membalas." Jika orang yang di zhalimi itu berdusta terhadap pelecehnya, maka keduanya munafik. Rasulullah (ﷺ) bersabda, "Dua orang yang saling mencaci itu, iblis, pelaku kekerasan dan pendusta." Namun, jika ia bersabar, maka itu baik baginya.
Seseorang boleh memarahi orang yang tak beriman dan itu bukanlah tanda kemunafikan bila melakukannya. Selama perdamaian Hudaibiyah, seorang kafir, Urwah berkata (kepada Rasulullah (ﷺ)), "Demi Allah, aku melihat wajah-wajah milik suku yang berbeda. Mereka akan meninggalkanmu dan membiarkanmu sendirian." Pada saat itu, Abu Bakar mendampratnya, "(Pergi!) Jilat klitoris Laat. Akankah kita tinggalkan ia dan biarkan ia sendiri? ..."

Salah satu tanda kemunafikan itu, mengkhianati amanah. Setia pada amanah itu, salah satu ciri dari seorang Muslim. Bahkan sebelum beliau diangkat sebagai Nabi (ﷺ), Rasulullah (ﷺ) dikenal sebagai al-Amin dan as-Shadiq (orang yang sangat dipercaya dan sangat jujur). Allah memerintahkan orang-orang beriman agar setia pada amanah mereka.

اِنَّ اللّٰہَ یَاۡمُرُکُمۡ اَنۡ تُؤَدُّوا الۡاَمٰنٰتِ اِلٰۤی اَہۡلِہَا ۙ وَ اِذَا حَکَمۡتُمۡ بَیۡنَ النَّاسِ اَنۡ تَحۡکُمُوۡا بِالۡعَدۡلِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ نِعِمَّا یَعِظُکُمۡ بِہٖ ؕ اِنَّ اللّٰہَ کَانَ سَمِیۡعًۢا بَصِیۡرًا
"Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat." - (QS.4:58)
Allah telah sering menyebutkan dalam Al Qur'an bahwa orang beriman setia memegang amanahnya. Ketika Dia menyebutkan ahli surga yang sukses, Dia berfirman,
وَالَّذِينَ هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ
"Dan orang-orang yang memelihara amanah dan janjinya," - (QS.70:32)
Dan mengkhianati amanah itu, tanda utama kemunafikan. Diriwayatkan Abu Hurairah bahwa Rasulullah (ﷺ) bersabda,
آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ
"Tanda kemunafikan itu, bahwa setiap kali ia berkata, ia berbohong, dan setiap kali ia berjanji, ia mengingkarinya, dan jika ia diberi amanah, ia khianati." [Sunan at-Tirmidzi, 2631; Shahih]
Rasulullah (ﷺ) juga mengatakan bahwa orang yang mengkhianati amanahnya, tak punya imana dan orang yang ingkar janji, tak beragama. Arti amanah (kepercayaan) sangat luas, tak hanya menjaga benda-benda yang dipercayakan. "

Bentuk-bentuk berikut ini, bagian dari amanah, pertama, mempercayakan uang atau harta-benda. Allah berfirman,

وَ مِنۡ اَہۡلِ الۡکِتٰبِ مَنۡ اِنۡ تَاۡمَنۡہُ بِقِنۡطَارٍ یُّؤَدِّہٖۤ اِلَیۡکَ ۚ وَ مِنۡہُمۡ مَّنۡ اِنۡ تَاۡمَنۡہُ بِدِیۡنَارٍ لَّا یُؤَدِّہٖۤ اِلَیۡکَ اِلَّا مَادُمۡتَ عَلَیۡہِ قَآئِمًا ؕ ذٰلِکَ بِاَنَّہُمۡ قَالُوۡا لَیۡسَ عَلَیۡنَا فِی الۡاُمِّیّٖنَ سَبِیۡلٌ ۚ وَ یَقُوۡلُوۡنَ عَلَی اللّٰہِ الۡکَذِبَ وَ ہُمۡ یَعۡلَمُوۡنَ
"Dan di antara Ahli Kitab, ada yang, jika engkau percayakan kepadanya harta yang banyak, niscaya ia mengembalikannya kepadamu. Akan tetapi, ada (pula) di antara mereka, yang jika engkau percayakan kepadanya satu dinar, ia tak mengembalikannya kepadamu, kecuali jika engkau selalu menagihnya. Yang demikian itu disebabkan mereka berkata, “Tak ada dosa bagi kami terhadap orang-orang buta huruf.” Mereka mengatakan hal yang dusta terhadap Allah, padahal mereka mengetahui." ― (QS. 3:75)
Kedua, agama. Allah telah menyatakan bahwa Syari'ah itu, amanah kita, kita seyogyanya, menjaganya dan tak mengkhianatinya, jika tidak, kita takkan menjadi Muslim sejati, melainkan jadi musyrik atau munafik. Allah berfirman,
إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنْسَانُ ۖ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا
"Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanah kepada langit, bumi dan gunung-gunung; tetapi semuanya enggan memikul amanah itu dan mereka khawatir, takkan melaksanakannya (berat), lalu dipikullah amanah itu oleh manusia. Sungguh, manusia itu sangat zhalim dan sangat bodoh," - (QS.33:72)
Di sini, amanah itu mencakup perintah-perintah Syari'ah, yang fardhlu dan wajib, bila dikerjakan akan memperoleh pahala, dan bila mengabaikannya, akan membuat seseorang harus dihukum. Allah telah memutuskan bahwa orang-orang munafik, orang-orang musyrik, dan orang-orang beriman, sangat jelas perbedaannya. Dan Dia akan memberi pahala atau mengadzab mereka. Allah berfirman,
لِيُعَذِّبَ اللَّهُ الْمُنَافِقِينَ وَالْمُنَافِقَاتِ وَالْمُشْرِكِينَ وَالْمُشْرِكَاتِ وَيَتُوبَ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
"sehingga Allah akan mengazab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan, orang-orang musyrik, laki-laki dan perempuan; dan Allah akan menerima tobat orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." - (QS.33:73)
Ketiga, rahasia atau percakapan. Jika seseorang mempercayai orang lain maka itulah amanah padanya dan ia tak diperbolehkan mengungkapkannya kepada orang lain. Saat Rasulullah (ﷺ) mengutus Lubabah bin Abdul Mundzir ke Bani Quraizah untuk memerintahkan mereka keluar dari benteng mereka, mereka meminta nasehatnya dan ia menunjuk ke tenggorokannya, mengindikasikan bahwa mereka akan di hukum mati. Maka, Allah mewahyukan,
یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡا لَا تَخُوۡنُوا اللّٰہَ وَ الرَّسُوۡلَ وَ تَخُوۡنُوۡۤا اَمٰنٰتِکُمۡ وَ اَنۡتُمۡ تَعۡلَمُوۡنَ
"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanah yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui." - (QS.8:27)
Ketika ayat ini diturunkan, Lubabah mengikatkan dirinya pada sebuah tiang di Masjid Nabawi, bersumpah tak makan apapun atau melepaskan dirinya sampai Allah menerima tobatnya. Setelah sembilan hari, ia tak sadarkan diri dan Allah menerima tobatnya. Bahwa leher mereka akan dipenggal, merupakan sesuatu yang diamanahkan untuknya, namun ia tak berhasil menjaganya. Jika seseorang melihat ke sana-sini sebelum ia berbicara dengan yang lain, maka kata-katanya adalah amanah baginya. Rasulullah (ﷺ) bersabda, "Jika seseorang berbicara dan menoleh (ke sana-sini), maka itulah amanah."
Dengan cara yang sama, sebuah pertemuan atau majelis, adalah amanah, sepanjang tak diberikan izin terbuka untuk umum, namun jika persekongkolan ditetaskan, katakanlah, untuk membunuh seseorang, maka pertemuan semacam itu bukanlah amanah. Rasulullah (ﷺ) bersabda, "Majelis adalah amanah, kecuali tiga jenis, pertemuan (yang memutuskan) untuk menumpahkan darah, untuk melakukan ketidaksenonohan dan untuk menyalahgunakan harta-benda seseorang."
Bahkan, diwajibkan mengungkapkan proses pertemuan dimana hal-hal yang buruk diputuskan untuk dilakukan sehingga orang tak perlu ada yang menderita. Selain itu, tak diperbolehkan bagi siapapun, memaksa anggota menjelis agar mengungkapkan prosesnya. Kehidupan pribadi pasangan juga merupakan amanah. Rasulullah (ﷺ) bersabda, "(Pelanggaran) amanah terbesar di mata Allah pada Hari Kebangkitan adalah seorang lelaki mendekati istrinya dan wanita itu mendatanginya. Kemudian ia menyiarkan rahasia isterinya itu."

Keempat, tanggung jawab dan jabatan. Pada peristiwa penaklukan Mekah, Rasulullah (ﷺ) meminta kunci Ka'bah dan membuka pintunya. Ketika beliau (ﷺ) keluar, ayat ini diwahyukan,

اِنَّ اللّٰہَ یَاۡمُرُکُمۡ اَنۡ تُؤَدُّوا الۡاَمٰنٰتِ اِلٰۤی اَہۡلِہَا
"Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, ..." - (QS.4:58)
Sayyidina Abbas, radhiyallahu 'anhu, menyatakan bahwa ia seharusnya termasuk yag diamanahkan atas kunci itu, karena ia secara resmi menyediakan air yang selama ini menjadi tanggungjawabnya. Tetapi, Rasulullah (ﷺ) mengembalikan kunci itu ke Utsman bin Talha, radhiyallahu 'anhu. Amanah dikembalikan padanya. Tanggungjawab itu hendaknya diberikan kepada orang yang memenuhi syarat. Sebelum mempercayakan seseorang dengan tanggung jawab atau jabatan, ia seyogyanya diteliti, layak atau tidakkah ia, jika orang yang menyerahkannya tak menelitinya, maka orang itu sendiri yang mengkhianati amanahnya. Dan seseorang yang diberi tanggung jawab, hendaknya melaksanakan dengan sebaik-baiknya, dengan jujur, jika tidak, ia berbahaya. Contohnya, seorang Amir, guru, bendahara atau jabatan lainnya. Mereka hendaknya jujur ​​dan ikhlas dalam kepemimpinan, pengajaran, penanganan uang negara, dan tanggung jawab lainnya, jika tidak, mereka melanggar amanah. Rasulullah (ﷺ) bersabda kepada Abu Dzarr, “Wahai Abu Dzarr, engkau lemah, sedangkan ini adalah amanah. Pada Hari Kiamat, amanah itu dapat menyebabkan aib dan penyesalan kecuali orang yang memperlakukannya dengan adil dan memberikan haknya."

Tanda lain dari kemunafikan itu, berbuat-curang. Tak ada agama yang menyetujui kecurangan. Islam mempertahankan setiap hal yang baik dan menghapus segala hal yang buruk. Rasulullah (ﷺ) menetapkan prinsip umum ketika beliau (ﷺ) bersabda,

مَنْ غَشَّ فَلَيْسَ مِنَّا
"Ia yang curang bukan dari kami." [Jami` at-Tirmidzi; 1315; Shahih]
Dan setiap kali beliau (ﷺ) mengirim pasukan, beliau (ﷺ) memerintahkan Amir (atau komandan) agar tak memperdaya siapapun. Beliau (ﷺ) memperingatkan, khususnya, agar takut kepada Allah dan menjadi seorang penyelamat bagi Muslim yang menyertainya. Beliau (ﷺ) bersabda, "Berjuanglah atas nama Allah, di jalan-Nya. Perangi orang yang mengingkari Allah. Dan jangan khianat, jangan main curang, jangan mencincang dan jangan membunuh anak-anak."
Beliau (ﷺ) memerintahkan agar tak mencurangi setiap pasukan lawan, baik yang kecil atau karavan. Jika ada orang yang main curang setelah membuat perjanjian, baik dengan kaum Muslimin atau orang-orang kafir, dengan Amir atau dengan bawahannya, maka ia punya tanda kemunafikan besar dalam dirinya. Rasulullah (ﷺ) bersabda, "Pada Hari Kiamat, setiap penipu akan membawa spanduk di punggungnya dimana ia akan dikenali. Dikatakan bahwa ia telah mencurangi Fulan bin Fulan."

Tanda kemunafikan lainnya, mengabaikan shalat. Setelah mengucapkan Kalimat Syahadat, shalat adalah dasar Islam dan jika ada yang tak mengerjakannya dengan sengaja, maka ia keluar dari Islam dan boleh dibunuh. Rasulullah (ﷺ) bersabda, “Aku telah diperintahkan agar berperang melawan manusia sampai mereka bersaksi bahwa tiada illah selain Allah dan bahwa aku adalah Utusan Allah, dan mereka mendirikan Shalat, serta membayar zakat. Ketika mereka melakukan itu, mereka telah melindungiku dari darah dan harta benda mereka, kecuali bahwa (mereka akan memberikan) hak-hak Islam, dan perhitungan mereka akan berada di tangan Allah."
Beliau (ﷺ) juga bersabda, "Perbedaan seseorang, dengan kemusyrikan dan kekafiran adalah mengabaikan Shalat." Orang-orang munafik juga mengerjakan shalat agar mereka tak dianggap sebagai orang-orang kafir, namun mereka malas dan ada kekurangan dalam Shalat mereka dari orang-orang tertentu yang ia tuduh munafik. Orang-orang munafik dibedakan dari kurangnya shalat mereka. Pertama, malas dan suka terlambat datang shalat. Sifat orang beriman itu, bahwa ia memelihara shalatnya, mengerjakannya tepat waktu, datang dengan sukarela dan melakukan bentuk-bentuk ibadah lainnya dengan semangat.
Rasulullah (ﷺ) bangun shalat dengan bersemangat. Seseorang bertanya kepada Ummul Mukminin, Aisyah, radhiyallahu 'anha, "Kapan beliau (ﷺ) bangun Shalat?" Ia berkata, "Saat beliau (ﷺ) mendengar ayam jantan berkokok, beliau (ﷺ) akan bangun dan menegakkan shalat."

Allah berfirman tentang orang-orang munafik,

اِنَّ الۡمُنٰفِقِیۡنَ یُخٰدِعُوۡنَ اللّٰہَ وَ ہُوَ خَادِعُہُمۡ ۚ وَ اِذَا قَامُوۡۤا اِلَی الصَّلٰوۃِ قَامُوۡا کُسَالٰی ۙ یُرَآءُوۡنَ النَّاسَ وَ لَا یَذۡکُرُوۡنَ اللّٰہَ اِلَّا قَلِیۡلًا
"Sesungguhnya orang munafik itu hendak menipu Allah, tetapi Allah-lah yang menipu mereka. Apabila mereka berdiri untuk shalat, mereka lakukan dengan malas. Mereka bermaksud riya' (ingin dipuji) di hadapan manusia. Dan mereka tak mengingat Allah kecuali sedikit sekali." - (4:142)
Anas bin Maalik meriwayatkan bahwa ia mendengar Rasulullah (ﷺ) bersabda, "Beginilah Shalat orang munafik: ia duduk menunggu matahari (terbenam) sampai saat berada di antara dua tanduk setan (dan berubah menjadi kuning), ia berdiri dan mengerjakan empat raka'at, tak menyebut (Allah) melainkan sangat sedikit."
Kedua, mengerjakan shalat secara sekaligus. Orang-orang beriman rendah hati dan penuh perhatian dalam Shalat mereka. Orang seperti itu akan berhasil. Tanpa kerendahan hati dan perhatian, Shalat tak beroleh pahala. Jika ada yang terburu-buru mengerjakan shalat, maka itu bukanlah Shalat. Rifa'ah bin Rafi meriwayatkan bahwa ketika Rasulullah (ﷺ) suatu hari duduk di masjid dan mereka juga duduk di sekelilingnya (ﷺ), seorang lelaki masuk. Ia tampaknya seperti penduduk desa. Ia menghadap Kiblat dan mengerjakan dua raka'at shalat di dekat Rasulullah (ﷺ) dan menjadikan Shalatnya sangat singkat. Ia tak menyempurnakan ruku dan sujudnya. Saat ia selesai, ia datang dan memberi salam kepada Rasulullah (ﷺ) dan orang-orang di sekitarnya. Beliau (ﷺ) menjawab, "Dan untukmu" dan berkata, "Ulangilah shalatmu, karena engkau belum mengerjakannya." Maka iapun mengulangi apa yang telah ia kerjakan. Rasulullah (ﷺ) mengamati Shalatnya dengan seksama dan lelaki itu tak dapat memahami cacat apa yang ada di dalam shalatnya. Ketika ia mengucapkan salam, ia datang lagi dan memberi salam kepada Rasulullah (ﷺ) dan orang-orang di sekitarnya. Beliau (ﷺ) bersabda, "dan untukmu! Tapi, kerjakan lagi shalatmu, karena, engkau belum mengerjakannya." Maka ia mengulanginya lagi... Tiga kali ...
Beginilah cara orang munafik mengerjakan salam. Ia tak berdiri, ruku' dan sujud dengan tenang, melainkan shalatnya bagai seekor ayam yang mematuk benih yang tersebar di tanah. Pada masa-masa ini, ada orang ruku' dan sujud dalam Sholat hanya sebagai simbolis. Kita hendaknya berhati-hati agar Shalat kita tak ditolak dan menyerupai orang-orang munafik, yang hanya ingin dilihat oleh orang lain sehingga mereka tak dikumpulkan bersama orang-orang kafir.
Mereka tampak beribadah, namun porak-poranda. Shalat mereka hanya sebatas nama, hanya sedikit menyebut nama Allah, tak punya kerendahan-hati, dikerjakan tidak tepat waktu dan tak ada ketenangan mengerjakannya. Atau, mereka jarang mengerjakannya, atau bahkan telah berhenti melaksanakannya.

Ketiga, menganggap shalat itu, sebagai beban. Shalat berjamaah itu berlaku bagi setiap Muslim, lelaki yang bebas, waras, dewasa, sehat. Jika ia tak ikut tanpa alasan yang sah dalam syari'ah, maka Shalatnya tak diterima. Ada banyak ucapan Rasulullah (ﷺ) dan para sahabat yang menegaskan pernyataan ini. Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah (ﷺ) bersabda, "Ia yang mendengar adzan namun tak datang ke sana, tak ada shalat baginya kecuali ia punya alasan." Ali berkata, "Tak ada Shalat bagi tetangga masjid, kecuali didalam masjid." Seseorang bertanya, "Siapa tetangga masjid itu?" Ia berkata, "Orang yang mendengar adzan."
Menjauhi shalat, adalah perilaku orang munafik. Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah (ﷺ) bersabda, "Demi Dia Yang jiwaku adas di Tangan-Nya, aku bertekad memrintahkan agar kayu-bakar dikumpulkan, kemudian untuk shalat dengan panggilan adzan. Lalu 'kan kuperintahkan seseorang agar memimpin Shalat dan aku akan mengejar orang-orang (yang menjauhi shalat) dan membakar rumah mereka. Demi Dia Yang jiwaku ada di Tangan-Nya, adakah di antara mereka yang tahu bahwa ia akan menemukan tulang gemuk atau sepasang kuku domba yang baik, ia pasti akan datang Shalat Isya!"
Beliau (ﷺ) juga bersabda, "Shalat yang paling berat bagi orang munafik adalah Shalat Isya dan Subuh. Jika mereka tahu apa yang diberikan (sebagai pahala) bagi mereka, maka mereka akan mendatanginya, meskipun mereka harus merangkak. Sungguh, aku putuskan untuk memerintahkan agar Shalat dimulai dan bagi seorang memimpin yang lain shalat. Kemudian aku akan pergi bersama berapa orang membawa kayu-bakar kepada orang-orang yang tak datang Shalat, dan aku akan membakar menyusuri rumah mereka dengan api."
Orang-orang munafik merasakan berat mengerjakan shalat Subuh dan lsya, karena mereka mengantuk pada jam-jam ini. Di sinilah letak perbedaan waktu. Di sinilah letak perbedaan antara orang beriman dan orang munafik. Orang beriman akan menunggu Sholat lsya walau sampai tengah malam. Para Sahabat, radhiyallahu 'anhum, terkadang shalat lsya hingga larut malam, dan Shalat Subuh saat matahari belumlah terbit dan masih gelap. Jika ada di antara mereka yang sakit, dua orang akan membopongnya ke Masjid. Ibnu Mas'ud meriwayatkan, "Sungguh, aku mengamati bahwa di antara kami, tak ada yang menjauhkan diri dari Shalat kecuali orang yang dikenal munafik atau orang yang sakit. Jika ia sakit, ia berjalan di bopong dua dua orang agar dapat menghadiri Shalat."

Keempat, sengaja tak shalat Jumat, tiga kali berturut-turut tanpa alasan syar'i. Allah telah menjadikan Shalat Jumat wajib bagi umat Islam, untuk melatih dan mensucikan mereka, untuk menyegarkan pikiran mereka tentang perintah agama Islam, dan ilmu tentang Syari'ah, dan untuk menerima nasihat dan teguran. Rasulullah (ﷺ) menyebutkan banyak manfaat shalat Jumat. Dan Allah berfirman,

یٰۤاَیُّہَا الَّذِیۡنَ اٰمَنُوۡۤا اِذَا نُوۡدِیَ لِلصَّلٰوۃِ مِنۡ یَّوۡمِ الۡجُمُعَۃِ فَاسۡعَوۡا اِلٰی ذِکۡرِ اللّٰہِ وَ ذَرُوا الۡبَیۡعَ ؕ ذٰلِکُمۡ خَیۡرٌ لَّکُمۡ اِنۡ کُنۡتُمۡ تَعۡلَمُوۡنَ
"Wahai orang-orang beriman! Apabila telah diseru melaksanakan Shalat pada hari Jum‘at, maka bersegeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah jual-beli. Yang demikian itu, lebih baik bagimu jika kamu mengetahui." - (QS.62:9)
Seorang Muslim hendaknya tekun menjalankan shalat Jumat dan menjauhi kemunafikan. Orang yang melewatkan tiga kali shalat Jumat berturutan, dicatat sebagai orang munafik dan Allah memasang segel di dalam qalbunya. Rasulullah (ﷺ) bersabda, "Manusia hendaknya jangan melewatkan shalat Jumat, jika tidak, Allah akan memasang segel di dalam qalbu mereka. Kemudian mereka akan menjadi orang-orang yang lalai." Rasulullah (ﷺ) juga bersabda, "Ia yang melalaikan tiga kali shalat Jumat tanpa alasan, akan dicatat sebagai orang munafik." Sekarang, coba bayangkan bagaimana dengan orang yang tak pernah shalat Jumat sama sekali. Segel seperti apa yang akan menutup qalbunya? Biarkan ia berpikir di antara orang-orang mana ia akan diperhitungkan.

Kelima, sangat sedikit menyebut nama Allah. Allah telah memerintahkan kita agar berdzikir yang banyak,

فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ
"Maka ingatlah kepada-Ku, Aku-pun akan ingat kepadamu. Bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu ingkar kepada-Ku." - (QS.2:152)
وَ الذّٰکِرِیۡنَ اللّٰہَ کَثِیۡرًا وَّ الذّٰکِرٰتِ ۙ اَعَدَّ اللّٰہُ لَہُمۡ مَّغۡفِرَۃً وَّ اَجۡرًا عَظِیۡمً
"... laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar." - (QS.33:35)
Adapun orang-orang munafik, mereka hanya sedikit menyebut nama Allah. Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah (ﷺ) bersabda, "Barangsiapa yang sering mengingat Allah, sesungguhnya bebas dari kemunafikan." Orang-orang yang mengingat dan banyak menyebut nama Allah, berdoa di akhir Sholat, membaca Al-Qur'an, berdzikir selama haji, memperhatikan dengan seksama waktu-waktu sholat, berwirid dan berdzikir pagi, petang dan waktu-waktu lain seperti saat berkendara, ketika ada badai, saat memasuki masjid, saat akan makan dan minum dan saat dimana setiap kali Rasulullah (ﷺ) mencontohkan berwirid atau berdzikir. Rasulullah (ﷺ) menyebutkan manfaat berdzikir ketika beliau (ﷺ) bersabda, "Maukah kusampaikan padamu tentang sebaik-baik amal, dan yang paling suci di hadapan Rabb-mu, bahwa matahari menaikkan derajatmu setinggi-tingginya, dan lebih baik bagimu daripada membelanjakan emas dan perak, dan lebih baik bagimu dari pada kamu harus menghalau musuh, dan engkau menebas leher mereka dan mereka menebas lehermu?" Sahabat berkata, "Tentu saja, mau" Beliau (ﷺ) bersabda, "Berdzikir kepada Allah Ta'ala."
Banyak hadis yang membicarakan tentang manfaat berdzikir. Lidah orang beriman seyogyanya selalu berdzikir. Salah seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah (ﷺ), "Wahai Rasulullah, sungguh hukum Islam melandaku, maka beri aku nasihat tentang sesuatu yang dapat kupertahankan." Beliau (ﷺ) bersabda, "Luweskan lidahmu dengan menyebut nama Allah."
[Bagian 2]