Selasa, 30 Juli 2019

Kemunafikan (2)

Pingai bertanya, "Wahai saudaraku Bunglon, siapakah Abdullah bin Ubayy?" Bunglon berkata, "Abdullah bin Ubayy, juga disebut Ibnu Abi Salul bila merujuk pada neneknya, seorang kepala suku Arab Banu Khazraj dan salah seorang pemimpin Yathrib (sekarang dikenal sebagai Madinah). Abdullah ibnu Ubayy disukai oleh khalayak untuk menjadi penguasa berikutnya, akan tetapi, karena ia berasal dari suku Khazraj, kaum suku Aus, ragu menerimanya.
Ketika Rasulullah (ﷺ) sampai ke Yathrib, Ibnu Ubayy memandang bahwa kedatangan Rasulullah (ﷺ) telah merampas kekuatan utamanya sebagai kepala suku di Yathrib, dan yang menambah kekecewaannya, melihat putranya sendiri Hubab, yang kemudian dikenal sebagai Abdullah, dan putrinya, Jamilah, telah kembali memeluk Islam. Maka, ia memutuskan menunggu, mengira bahwa cepat atau lambat, pengaruh sang pendatang baru akan berkurang. Namun ternyata, itu tak terjadi, bahkan pengaruh Rasulullah (ﷺ) semakin berkembang. Berikut ini, muslihat dan upayanya untuk mempermalukan Rasulullah (ﷺ) dan untuk meruntuhkan negeri Islam saat itu.

Pada satu kesempatan, Rasulullah (ﷺ) pernah melewati rumah Ibnu Ubayy, tak ada niatan buruk terhadap Ibnu Ubayy. Pada saat itu, Ibnu Ubayy masih seorang non-muslim. Di sana, Rasulullah (ﷺ) melihatnya duduk bersama beberapa orang, demi kesantunan, Rasulullah (ﷺ) turun dari keledainya dan kemudian duduk bersama mereka. Dan seiring berkembangnya percakapan, Rasulullah (ﷺ) melantunkan beberapa bagian Al-Qur'an kepada mereka. Ibnu Ubayy tiba-tiba menegur dengan kasar kepada Rasulullah (ﷺ), "Tak yang lebih baik dari khotbahmu itu jika itu benar, duduklah di rumahmu dan khotbahkan kepada mereka yang datang kepadamu, namun yang tak datang kepadamu, janganlah bebani dengan pembicaraanmu itu, atau masuk mejelis dengan yang tak disukainya itu (Al-Quran'an)!" Rasulullah (ﷺ) dihinakan dan terkejut oleh perbuatan keji itu, dan pergi. Beliau (ﷺ) tak memerintahkan siapapun agar mencederai Ibnu Ubayy, atau tak pernah mengeluhkan kepada siapapun tentang kejadian itu, tak pernah terdengar dari mulut beliau (ﷺ).
Pengaruh Rasulullah (ﷺ) semakin berkembang, meskipun Ibnu Ubayy terus menerus berupaya memboikotnya, Rasulullah (ﷺ) tak pernah membalas. Segera, dan ternyata, Ibnu Ubayy mulai merasakan bahwa upayanya berbalik melawan dirinya sendiri karena pengaruhnya mulai berkurang, ia menyadari bahwa untuk mempertahankan pengaruhnya terhadap khalayak, ia harus masuk Islam sebagaimana orang lain masuk.
Meskipun ia bersumpah setia kepada Rasulullah (ﷺ) dan mengerjakan shalat secara teratur di masjid, namun para Sahabat, radhiyallahu 'anhum, tak pernah yakin akan keimanannya, dan itulah masalah yang memprihatinkan, karena ia telah memperoleh pengaruh yang banyak, yang membuatnya lebih berbahaya dan bagaimana berbahayanya orang seperti ini, akan kita lihat nanti. Dan pada akhirnya, ia dikenal sebagai Pemimpin para orang Munafik.

Ibnu Ubayy berunding dengan Bani Qainuqa, yang memata-matai orang-orang Mekah, mereka pernah mengancam Rasulullah (ﷺ), “Wahai Muhammad, apakah engkau mengira kami ini seperti kaummu? Janganlah engkau membanggakan kemenangan terhadap suatu kaum yang tak mengerti ilmu peperangan. Demi Allah, seandainya kami yang engkau dapati dalam peperangan, niscaya engkau akan mengetahui siapa sebenarnya kami ini!” Setelah ancaman ini, mereka bahkan membunuh seorang muslim, lalu bersiap-siap melakukan perlawan, serta mengirim utusan untuk memanggil sekutu mereka untuk berperang mengakhiri Islam. Namun, sebelum sekutu mereka bisa datang atau mereka dapat sepenuhnya mempersiapkan diri, benteng mereka telah dikepung oleh kaum Muslimin dan akhirnya mereka harus menyerah tanpa syarat.
Banyak kaum Ansar berunding dengan Bani Qainuqa, namun wahyu turun dari Allah,

قُلۡ لِّلَّذِیۡنَ کَفَرُوۡا سَتُغۡلَبُوۡنَ وَ تُحۡشَرُوۡنَ اِلٰی جَہَنَّمَ ؕ وَ بِئۡسَ الۡمِہَادُ
"Katakanlah (Muhammad) kepada orang-orang yang kafir, 'Kamu (pasti) akan dikalahkan dan digiring ke dalam neraka Jahanam. Dan itulah seburuk-buruk tempat tinggal.'" ― (QS. 3:12)
قَدۡ کَانَ لَکُمۡ اٰیَۃٌ فِیۡ فِئَتَیۡنِ الۡتَقَتَا ؕ فِئَۃٌ تُقَاتِلُ فِیۡ سَبِیۡلِ اللّٰہِ وَ اُخۡرٰی کَافِرَۃٌ یَّرَوۡنَہُمۡ مِّثۡلَیۡہِمۡ رَاۡیَ الۡعَیۡنِ ؕ وَ اللّٰہُ یُؤَیِّدُ بِنَصۡرِہٖ مَنۡ یَّشَآءُ ؕ اِنَّ فِیۡ ذٰلِکَ لَعِبۡرَۃً لِّاُولِی الۡاَبۡصَارِ
"Sungguh, telah ada tanda bagi kamu pada dua golongan yang berhadap-hadapan. Satu golongan berperang di jalan Allah dan yang lain (golongan) kafir yang melihat dengan mata kepala, bahwa mereka (golongan Muslim) dua kali lipat mereka. Allah menguatkan dengan pertolongan-Nya bagi siapa yang Dia kehendaki. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai penglihatan (mata hati)." ― (QS. 3:13)
Ibnu Ubayy menemui Ubadah bin Samit untuk membantu Bani Qainuqa, namun ia menolak karena umat Islam yang berunding dengan mereka telah membatalkan perundingan dengan mereka mengutip perintah Allah dalam Al-Qur'an. Tapi, lihatlah orang munafik ini, tak berbuat apa-apa, ia secara terbuka membantu Bani Qainuqa (melawan umat Islam, negeri Islam, Nabi, Quran dan Allah). Ia tak mau ikut dalam pengepungan dan bergabung dengan tentara Muslim, melainkan pergi ke kemah tentara muslim dan secara terbuka mengumumkan bahwa ia telah berunding dengan mereka!! Dengan nada memerintah, ia berkata kepada Rasulullah (ﷺ), "Wahai Muhammad! Perlakukanlah para sahabatku itu dengan baik!" Lihatlah, ia menyebut musuh-musuh Islam, sahabat-sahabatnya! Apa yang akan engkau lakukan terhadap orang seperti ini, wahai para pengikut Sunnah dan pemegang syariah?
Rasulullah (ﷺ) mengabaikan perintah Ibnu Ubayy itu. Ibnu Ubayy mengulangi lagi permintaannya, namun beliau (ﷺ) berpaling sambil memasukkan tangannya ke dalam baju besinya. Wajah beliau (ﷺ) tampak marah, hingga raut wajahnya tampak merah padam. Beliau (ﷺ) mengulangi kembali ucapannya sambil memperlihatkan kemarahannya, “Celaka engkau, tinggalkan aku!” Ibnu Ubay menyahut, “Tidak, demi Allah, aku takkan melepaskanmu sebelum engkau mau memperlakukan para sahabatku itu dengan baik. Empat ratus orang tanpa perisai dan tiga ratus orang bersenjata lengkap telah membelaku terhadap semua musuhku itu. Hendakkah engkau menghabisi nyawanya dalam waktu sehari? Demi Allah, aku betul-betul mengkhawatirkan terjadinya bencana itu!”.
Sekarang, berpikirkah engkau bahwa Rasulullah (ﷺ) takut? Tentu saja tidak. Menurutmu, apa yang dilakukan Rasulullah (ﷺ) dan para sahabat? Membunuhnya, menyalibnya, memotong tangan dan kakinya bersilangan karena ia musuh Islam secara terang-terangan dan sedang membantu mereka yang memusuhi Islam, seorang munafik sejati? Rasulullah (ﷺ) bahkan tak mencaci, bahkan membiarkan saja, dan sebaliknya, beliau (ﷺ) besabda, “Aku serahkan mereka padamu dengan syarat mereka harus keluar meninggalkan Madinah dan tak boleh hidup berdekatan dengan kota ini.” Inilah jawaban seorang manusia yang menjadi rahmat seluruh semesta, manusia terbaik dari umat manusia. Orang-orang Yahudi Banu Qainuqa‘ itu, kemudian pergi meninggalkan Madinah menuju sebuah pedusunan bernama Adzara‘at di daerah Syam. Belum berapa lama tinggal di sana, sebagian besar dari mereka mati ditimpa bencana.

Dalam Perang Uhud, pasukan muslim berjumlah 1000 pasukan, sedang berkemah untuk peperangan hari berikutnya melawan 3.000 pasukan. Saat subuh, Rasulullah (ﷺ) memerintahkan para pasukan bergerak. Namun, Ibnu Ubayy membujuk orang-orang munafik lainnya, pulang ke Madinah, ia tak sendirian, bersama 300 orang! Inilah pembelotan terbuka dan tak taat atas perintah langsung Allah dan Rasul-Nya (ﷺ). Ia bahkan tak membicarakan dengan Rasulullah (ﷺ) mengenai hal ini, dan ketika seorang sahabi berusaha menghentikannya, ia berkata, "Rasulullah (ﷺ) tak menghiraukanku dan mematuhi perintah orang-orang yang tak bisa membuat keputusan, aku tak paham mengapa kita harus mengorbankan nyawa kita." Sahabi lain berseru, "Aku memerintahkanmu, demi Allah, tak meninggalkan kaummu dan Nabimu (ﷺ) di hadapan musuh!" Ia balas berkata," Jika kami tahu kamu akan berperang, kami lebih baik tak ikut, kami tak mengira jika ada pertemuran ini!" Kata-katanya saat meninggalkan pasukan, sungguh mematahkan semangat.
Perang Uhud bukanlah pembantaian seperti yang dibayangkan dan diucapkan Ibnu Ubayy, hanya karena ada sahabat yang tak menaati perintah Rasulullah (ﷺ) selama pertempuran, mengakibatkan kekalahan bagi umat Islam, juga merupakan kerugian besar karena banyak yang terluka, yang terluka kecil hanya sedikit, dan banyak yang terluka parah, banyak juga yang gugur, termasuk Paman Rasulullah (ﷺ), Hamzah, yang tubuhnya dipenggal-penggal dengan sangat kejam. Dan juga, Abu Hanzalah ibnu Ar-Rabie, kerabat Rasulullah (ﷺ) dan seorang sahabi, yang bersama Islam sejak awal. Rasulullah (ﷺ) bersabda, "Aku tak pernah merasa lebih marah saat melihat tubuh Hamzah." Rasulullah (ﷺ) sendiri juga terluka parah di bahu kanannya dan tak bisa digerakkan.
Pasukan Muslim pulang dengan membawa mereka yang terluka, dan kaum Muslimin, termasuk Rasulullah (ﷺ), berkabung atas mereka yang gugur, dan mereka melihat Ibnu Ubayy bersukaria! Ia berkata setengah mencemooh, bahwa ia telah mengambil keputusan yang bijak, ia juga berkata, "Demi Allah! Aku seakan-akan telah melihat semuanya, andai mereka yang gugur pulang bersama kami, mereka takkan terbunuh!" Dengan mengatakan itu, ia tak hanya mengolok-ngolok iman orang-orang yang selamat, tetapi juga, mengolok-ngolok iman orang-orang yang telah gugur, iman orang-orang seperti Hamzah dan Hanzalah.
Para Sahabat merasa sangat terhina dengan ejekannya, dan Umar bin Khattab, memutuskan bahwa Ibnu Ubayy bersama dengan orang-orang yang bertanggung jawab lainnya, yaitu 300 orang yang disersi, harus dibunuh. Umar menemui Rasulullah (ﷺ) untuk menyampaikan bahwa ia akan melakukannya. Namun, Rasulullah (ﷺ) menolak permohonan itu dan melarang melakukannya! Umar langsung menaati perintah Rasulullah (ﷺ), akan tetapi, kita, bilakah kita taat seperti Umar?? Tidak, orang-orang munafik hari ini akan merasa sulit menelannya, tapi mereka menyanyikan lagu Sunnah, bahwa merekalah yang paling Sunnah. Celakalah kita karena apa yang kita anggap Syari'ah dari Nabi Terakhir (ﷺ). Celakalah kita, Rasulullah (ﷺ) tak ada di sekitar kita menjelaskan tentang Syari'ah, yang ada di sekeliling kita hanyalah Ulama Suu' yang melantunkan lagu Sunnah, Sunnah, Sunnah, tetapi hanya menerapkan sunnahnya Azar dan Namrud, Hamann dan Firaun, dan bukan Sunnah Baginda (ﷺ) tercinta.

Ibnu Ubayy, pada Jumat berikutnya, seperti biasa berlenggang menuju masjid, yang perlu kita catat, bahwa tak ada satupun Sahabat yang menghentikannya, memukulnya atau memintanyaagar tak memperluhatkan wajahnya di sekitar masjid atau, bahkan membunuhnya! Juga, tak ada yang melarangnya duduk di tempat terhormat yang biasa ia lakukan di setiap waktunya, tepat di sisi Rasulullah (ﷺ)! Di masa sebelumnya, setiap kali Rasulullah (ﷺ) naik menuju mimbar untuk menyampaikan khutbah, ia dengan sigap bangkit, dan sebelum Rasulullah (ﷺ) mulai berkata-kata, dengan sarkasme kemunafikannya, ia berkata, "Wahai manusia, inilah Utusan Allah, semoga dengannya Allah memberkahimu dan memberimu kekuatan, membantumu, oleh karena itu, hormati dan patuhilah." Tetapi kali ini, tidak, saat ia hendak berdiri, dua orang di sebelahnya tak dapat mengendalikan-diri, dan mencengkeramnya, dan dengan sikap santun, walau masih penuh dengan amarah, berkata, "Duduklah, wahai musuh Allah, engkau sepatutnya tetap di situ, setelah melakukan apa yang telah engkau lakukan. " Mereka hanya meminta agar ia tetap diam di tempat dan tak menyuruhnya pergi atau memukulnya, atau bahkan membunuh musuh Allah dan Rasul-Nya (ﷺ) itu! Terpujilah mereka, karena mereka mengikuti Syari'ah sejati, tak seperti para 'Ulama Suu' yang ada sekarang ini, dan juga, mungkin di beberapa tempat, seperti beberapa Muslim yang ada saat ini. Kita akan melakukan yang sebaliknya, dan bahkan tak pernah merasa malu melakukannya. Kenyataannya, para dealer kebencian dan orang-orang yang haus darah, sekarang ini dianggap oleh banyak orang sebagai orang-orang yang shalih!

Masih ada lagi kelakuan buruk Ibnu Ubayy sebagai tindakan pembangkangannya, saat berdesak-desakan menerobos kaum Muslim yang duduk di masjid, ia mendorong salah seorang Ansar, yang berdiri di pintu gerbang berkata, "Pulanglah dan biarkan Rasulullah (ﷺ) memohonkan ampunan untukmu!" Ibnu Ubayy menjawab, "Demi Allah! Aku juga tak memintanya memohonkan ampunan untukku!" Orang-orang munafik hanya mengikuti angan-angan mereka. Itulah hasrat, yang kita tahu, azam para 'Ulama yang lapar kekuasaan, yang berkata, "Mari kita lawan sistem Firaun!" Tetapi ia mengabaikan bahwa nabi Musa memohon ampunan karena membunuh seorang lelaki dari kaum Firaun!
Tak berhenti sampai di situ, Ibnu Ubayy dalam kemunafikannya dan upayanya melawan Allah dan Rasul-Nya (ﷺ), akan kita saksikan dalam kasus Kasus Bani Nadir.
Bani Nadir adalah suku Yahudi, yang mengundang Rasulullah (ﷺ) ke benteng mereka dan berencana membunuhnya di sana, tetapi Rasulullah (ﷺ) tak menyerang mereka atau membunuh mereka dengan alasan makar dan akan membunuh Rasul, Khalifa, dan Kepala Negara Islam! Namun beliau (ﷺ) memberi mereka tangguh 10 hari dan meminta mereka agar meninggalkan Madinah dengan terhormat, atau, jika tidak, diperangi.
Mereka mulai bersiap pergi, akan tetapi, Ibnu Ubayy menjanjikan dukungan bagi Bani Nadir dan meminta mereka agar tetap tinggal, dan dengan demikian mereka tetap tinggal dan tak jadi pergi. Setelah 10 hari, Rasulullah (ﷺ) mengepung benteng mereka dan setelah beberapa hari, merekapun menyerah. Rasulullah (ﷺ) memaafkan setiap orang dari mereka dan meminta agar mereka segera pergi. Beliau (ﷺ) bersabda, "Pergilah dan aku tak meminta apapun dari kalian, bawalah semua barang milik kalian kecuali senjata!"
Merekapun berendeng keluar dari Madinah dengan musik dan nyanyian. Para Sahabat meriwayatkan bahwa mereka belum pernah melihat begitu banyak harta-benda dalam hidup mereka seperti apa yang diangkut unta mereka dan wanita mereka mengenakan emas dari ujung-rambut sampai ujung kaki, mereka bahkan membawa pintu rumah-rumah mereka!"
Adapun Ibnu Ubayy, apa yang Rasulullah (ﷺ) lakukan terhadapnya? Al-Quran takkan pernah merubah cara-cara Allah dan dengan demikian tak ada perubahan dalam cara-cara Nabi kita tercinta (ﷺ). Beliau (ﷺ) memperlakukannya seperti yang pernah beliau (ﷺ) lakukan padanya pada kesempatan sebelumnya, "Memaafkan!"
Inilah keputusan hakim dari hakim yang terbaik. Nabi Armia mengatakan tentang para ulama, hakim, dan para tabib agama palsu di kalangan Yahudi, "Pena kebathilan dari penulis yang bathil, tentu saja menghasilkan kebathilan," Sungguh, pernyataannya ini berlaku untuk para ulama, hakim, dan tabib agama palsu.
Engkau takkan percaya bahwa, Ibnu Ubayy, bahkan setelah apa yang dilakukannya pada peristiwa Uhud, belum diperkenankan menyertai umat Islam dalam setiap ekspedisi! Pernah itu terjadi, pada sebuah ekspedisi dimana dua orang muslim berselisih, salah seorang dari suku Ghifar (sekutu kaum Quraisy) dan yang lain dari suku Juhaima (sekutu Bani Khazraj yakni suku Yathrib, darimana Ibnu Ubayy berasal) dan keduanya berusaha melibatkan sekutu dan pedang mereka turut campur di antara para Sahabat! Namun Sahabat lain, yang memiliki pemahaman yang lebih baik, campur tangan dan menghentikan agar tak terjadi pertumpahan darah.

Ibnu Ubayy tak ikut bertanggungjawab atas pertengkaran ini, namun ia tak mau melepas kesempatan untuk melawan para Muhajirin dan mulai berencana menggulingkan pemerintahan dari orang-orang Mekah, yang dipimpin oleh Rasulullah (ﷺ). Ibnu Ubayy berkata kepada para Sahabat yang termasuk dalam sukunya, "Mereka (Muhajirin, orang-orang Quraisy) telah bertindak sejauh ini! Mereka berusaha memndapatkan perlakuan yang lebih di atas kita! Mereka berkerumun di negeri kita dan membuat kita tak nyaman. Tapi para tetua berkata, "Jika engkau memberi makan anjingmu yang gemuk, maka ia akan menggigitmu! Demi Allah, saat kita pulang kembali ke Madinah, yang lebih tinggi dan lebih kuat akan mengusir yang lebih rendah dan lebih lemah! " Mereka yang mendengarkannya, tak melaporkan hal ini kepada Rasulullah (ﷺ), hanya seorang anak lelaki, Zaid bin Arqam, dan kemudian, Allah!
Pertama, anak lelaki itu datang dan melaporkan kepada Rasulullah (ﷺ), dan demi mendengarkan ini, Rasulullah (ﷺ) sangat marah, Umar mengatakan bahwa ia akan pergi dan memenggalnya, Rasulullah (ﷺ) tak memperkenankan, beliau menolak Umar melakukannya dan Umar taat! Seorang wali akan mengikuti apa kata nabi, namun tidak bagi Ulama Suu'.
Ketika Ibnu Ubayy mengetahui bahwa Rasulullah (ﷺ) telah mengetahui apa yang ia ucapkan, ia bergegas menemui Rasulullah (ﷺ) dan bersumpah bahwa ia tak pernah mengatakan sesuatupun seperti itu. Tetapi masih ada saksi, Allah, Yang mengungkap pengkhianatan orang munafik, musuh Islam ini.

Kemudian datang lagi babak lain, memfitnah orang yang disebut Allah sebagai "Ummul Mukminin" Aisyah, radhiyallahu 'anha. Katakan, apa yang harus dilakukan pada orang yang memfitnah istri nabi? Dan fitnah keji bahwa ia melakukan perzinahan? Fitnah itu mengguncang jiwa kita dan membuat darah kita mendidih, marah, bahkan membaca kalimat-kalimatnya, jiwa kita sangat lemah dalam iman. Bagaimana keadaan di zaman Nabi (ﷺ) dan para Sahabat atas kejadian itu, tak dapat kita bayangkan! Tapi, bayangkanlah, agar engkau paham.
Fitnah ini dimulai oleh Ibnu Ubayy dan orang-orang munafik lain, namun tak mengherankan jika engkau tahu bahwa, Rasulullah (ﷺ), tak melakukan apapun terhadap mereka, bahkan tak memarahi mereka. Mereka yang dihukum, yang benar-benar beriman dan terlibat dalam penyebaran fitnah itu, itu juga, Rasulullah (ﷺ) tak memerintahkan menangkap mereka, tetapi merekalah yang datang dan mengakui kejahatan mereka dan meminta dihukum!
Sampai sekarang, Qadhi manapun, setidaknya akan menilai bahwa orang seperti ini harus diusir, tetapi Rasulullah (ﷺ) tak melarang ia menyertainya dalam sebuah ekspedisi, ia menemani Rasulullah (ﷺ) ke Hudaibiyah!
Saat itu, kaum Muslimin merasa kehausan dalam perjalanan dan membutuhkan air, yang tak dapat ditemukan, Rasulullah (ﷺ) berdoa dan Allah meperlihatkan mukjizat dimana air keluar dari dalam tanah, dan Muslim sejati akan bertambahnya imannya, namun tiadalah hujjah Allah itu mengurangi kemunafikan kaum munafik sejati. Seolah tiada lagi yang bisa membuat seorang munafik memperbaiki dirinya, bahkan peristiwa inipun, tidak. Ibnu Ubayy sedang minum air dan seorang lelaki bertanya kepadanya, "Dari dalam dirimu, wahai Abu Hubab, belumkah tiba waktunya bagimu melihat bagaimana engkau ditempatkan? Apa lagi yang bisa terjadi?" Mereka tahu bahwa Ibnu Ubayy, seorang munafik, itu sebabnya pertanyaan semacam itu diajukan kepadanya. Ibnu Ubbay menjawab dengan angkuh, "Aku sudah pernah melihat yang seperti ini sebelumnya!" Merasa ia terancam oleh orang itu, maka Ibnu Ubayy menemui Rasulullah (ﷺ), mengeluh tentang orang yang membuatnya merasa terancam! Ajib, Rasulullah (ﷺ) tahu apa yang telah terjadi dan sebelum Ibnu Ubayy dapat menyampaikan apapun, Rasulullah (ﷺ) mengajukan kepadanya pertanyaan yang sama dengan yang ditanyakan oleh lelaki itu. Ibnu Ubayy menjawab, "Aku belum pernah melihat yang seperti ini sebelumnya." Rasulullah (ﷺ) bersabda, "Lalu mengapa engkau ucapkan ucapan seperti yang telah engkau ucapkan?" Tentu saja Rasulullah (ﷺ) tahu mengapa ia mengucapkannya, Rasulullah (ﷺ) tak mencari jawaban, beliau (ﷺ) tahu, ia mengatakan itu untuk membuat orang lain lemah imannya. Tersudut dan tak ada lagi jalan keluar, Ibnu Ubayy berkata, "Aku mohon maaf," dimana putranya meminta Rasulullah (ﷺ) memohonkan ampunan untuknya, dan beliau (ﷺ) melakukannya!

Ada kisah lain yang menunjukkan hati Rasulullah (ﷺ) dengan apa yang akhirnya terjadi pada Ibnu Ubayy, saat Ibnu Ubayy merasa bahwa tak lama lagi ia akan mati, ada riwayat bahwa ia bertobat saat kematian sudah dekat, walaupun Allah menjelaskannya dalam Al-Qur'an bahwa orang yang terus-menerus melakukan kejahatan dan bertobat setelah melihat kematian, tobatnya tak dapat diterima dan ia takkan menerima ampunan, karena melakukan hal yang seperti itu, tanda kemunafikan itu sendiri. Allah berfirman,

اِنَّمَا التَّوۡبَۃُ عَلَی اللّٰہِ لِلَّذِیۡنَ یَعۡمَلُوۡنَ السُّوۡٓءَ بِجَہَالَۃٍ ثُمَّ یَتُوۡبُوۡنَ مِنۡ قَرِیۡبٍ فَاُولٰٓئِکَ یَتُوۡبُ اللّٰہُ عَلَیۡہِمۡ ؕ وَ کَانَ اللّٰہُ عَلِیۡمًا حَکِیۡمً
"Sesungguhnya bertobat kepada Allah itu hanya (pantas) bagi mereka yang melakukan kejahatan karena tak mengerti, kemudian segera bertobat. Tobat mereka itulah yang diterima Allah. Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana." ― (QS. 4:17)
وَ لَیۡسَتِ التَّوۡبَۃُ لِلَّذِیۡنَ یَعۡمَلُوۡنَ السَّیِّاٰتِ ۚ حَتّٰۤی اِذَا حَضَرَ اَحَدَہُمُ الۡمَوۡتُ قَالَ اِنِّیۡ تُبۡتُ الۡـٰٔنَ وَ لَا الَّذِیۡنَ یَمُوۡتُوۡنَ وَ ہُمۡ کُفَّارٌ ؕ اُولٰٓئِکَ اَعۡتَدۡنَا لَہُمۡ عَذَابًا اَلِیۡمً
"Dan tobat itu tidaklah (diterima Allah) dari mereka yang melakukan kejahatan hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan, “Aku benar-benar bertobat sekarang.” Dan tak (pula diterima tobat) dari orang-orang yang meninggal sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah Kami sediakan adzab yang pedih." ― (QS. 4:18)
Abdullah, putra Ibnu Ubayy, meminta agar Rasulullah (ﷺ) berkenan datang menshalatkannya. Rasulullah (ﷺ) yang tak pernah menunjukkan tanda-tanda dendam terhadap Ibnu Ubayy, menghadiri pemakamannya. Saat Rasulullah (ﷺ) berdiri untuk shalat, Umar menarik baju beliau (ﷺ) dari belakang dan berkata, "Wahai Rasulullah, akankah engkau melakukannya? Bukankah Allah melarang menshalatkannya?" Islam mengajarkan umatnya agar memperlakukan manusia sesuai dengan keadaan zhahir mereka, urusan qalbu dan pikiran mereka, wewenang Allah. Umar berkata, "Sesungguhnya, ia seorang munafik." Setelah Rasulullah (ﷺ) melaksanakan shalat, maka Allah mewahyukan,
وَلَا تُصَلِّ عَلَىٰ أَحَدٍ مِنْهُمْ مَاتَ أَبَدًا وَلَا تَقُمْ عَلَىٰ قَبْرِهِ ۖ إِنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَاتُوا وَهُمْ فَاسِقُونَ
"Dan janganlah engkau (Muhammad) melaksanakan shalat untuk seseorang yang mati di antara mereka (orang-orang munafik), selama-lamanya dan janganlah engkau berdiri (mendoakan) di atas kuburnya. Sesungguhnya mereka ingkar kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik." - (QS.9:84)
Ibnu Ubayy menikah tiga kali dan meninggalkan sembilan anak, yang semuanya menjadi Muslim yang taat. Dari istri pertamanya, Khaula binti Mundzir bin Haram dari Bani Malik bin an-Najjar, ia memperoleh, Hubab, yang kemudian dikenal sebagai Abdullah; Jamila binti Abdullah bin Ubayy; dan Qais bin Abdullah bin Ubayy. Dari istri keduanya, Raita binti Amir bin Qais dari Bani Sa'id, ia memperoleh, Malika binti Abdullah bin Ubayy; Ubada bin Abdullah bin Ubayy; Muhammad bin Abdullah bin Ubayy. Dari istri ketiganya, Lubna binti Ubada binti Nadl dari Bani Qauqal, ia memperoleh, Ramlah binti Abdullah bin Ubayy; Sa'ida binti Abdullah bin Ubayy; Ma'mar bin Abdullah bin Ubayy.

Orang-orang munafik, seperti orang-orang kafir, hanya berfokus pada dunia ini, keluarganya, seni dan keterampilannya. Ini karena keyakinannya akan akhirat tak berfondasi. Orang-orang munafik melupakan Allah, dan jika ia mengingat-Nya, sangatlah sedikit. Allah berfirman,

اَلۡمُنٰفِقُوۡنَ وَ الۡمُنٰفِقٰتُ بَعۡضُہُمۡ مِّنۡۢ بَعۡضٍ ۘ یَاۡمُرُوۡنَ بِالۡمُنۡکَرِ وَ یَنۡہَوۡنَ عَنِ الۡمَعۡرُوۡفِ وَ یَقۡبِضُوۡنَ اَیۡدِیَہُمۡ ؕ نَسُوا اللّٰہَ فَنَسِیَہُمۡ ؕ اِنَّ الۡمُنٰفِقِیۡنَ ہُمُ الۡفٰسِقُوۡنَ
"Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan, satu dengan yang lain adalah (sama), mereka menyuruh (berbuat) yang mungkar dan mencegah (perbuatan) yang makruf dan mereka menggenggamkan tangannya (kikir). Mereka telah melupakan kepada Allah, maka Allah melupakan mereka (pula). Sesungguhnya orang-orang munafik itulah orang-orang yang fasik." ― (QS. 9:67)
اسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمُ الشَّيْطَانُ فَأَنْسَاهُمْ ذِكْرَ اللَّهِ ۚ أُولَٰئِكَ حِزْبُ الشَّيْطَانِ ۚ أَلَا إِنَّ حِزْبَ الشَّيْطَانِ هُمُ الْخَاسِرُونَ
"Setan telah menguasai mereka, lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah; mereka itulah golongan setan. Ketahuilah, bahwa golongan setan itulah golongan yang rugi." ― (58:19)
Orang beriman selalu mengingat Allah. Rasulullah (ﷺ) bersabda,
 يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي، وَأَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِي، فَإِنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِي، وَإِنْ ذَكَرَنِي فِي مَلأٍ ذَكَرْتُهُ فِي مَلأٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ، وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَىَّ بِشِبْرٍ تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا، وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَىَّ ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ بَاعًا، وَإِنْ أَتَانِي يَمْشِي أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً ‏
"Allah berfirman, 'Aku sesuai prasangka hamba-Ku (Aku kuasa melakukan untuknya apa yang ia pikirkan Aku lakukan untuknya), dan Aku akan bersamanya selama ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku dalam dirinya maka Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku, jika ia mengingat-Ku dalam sebuah majelis maka Aku akan mengingatnya dalam majelis yang lebih baik dan lebih bagus darinya. Jika ia mendekat kepada-Ku sejengkal maka Aku akan mendekat kepadanya sehasta, jika ia mendekat kepada-Ku sehasta, maka Aku akan mendekat kepadanya sedepa, dan jika ia mendatangi-Ku dengan berjalan, maka Aku akan mendatanginya dengan berlari." [HR Al-Bukhari, 7405]
Seorang munafik, ingin orang tahu bahwa ia sedang mengerjakan shalat, membaca Al-Qur'an, bersedekah dengan terhormat, turut-serta dalam jihad, berpuasa, namun ketika ia sendirian, ia lupa sama sekali dengan agama. Ia melakukan yang diharamkan saat tiada yang melihatnya. Tsauban, radhiyallahu 'anhu, meriwayatkan bahwa Rasulullah (ﷺ) bersabda,
لأَعْلَمَنَّ أَقْوَامًا مِنْ أُمَّتِي يَأْتُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِحَسَنَاتٍ أَمْثَالِ جِبَالِ تِهَامَةَ بِيضًا فَيَجْعَلُهَا اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ هَبَاءً مَنْثُورًا ‏"‏ ‏.‏ قَالَ ثَوْبَانُ ‏:‏ يَا رَسُولَ اللَّهِ صِفْهُمْ لَنَا جَلِّهِمْ لَنَا أَنْ لاَ نَكُونَ مِنْهُمْ وَنَحْنُ لاَ نَعْلَمُ ‏.‏ قَالَ ‏:‏ ‏"‏ أَمَا إِنَّهُمْ إِخْوَانُكُمْ وَمِنْ جِلْدَتِكُمْ وَيَأْخُذُونَ مِنَ اللَّيْلِ كَمَا تَأْخُذُونَ وَلَكِنَّهُمْ أَقْوَامٌ إِذَا خَلَوْا بِمَحَارِمِ اللَّهِ انْتَهَكُوهَا ‏
“Sungguh aku mengetahui suatu kaum dari umatku datang pada Hari Kiamat dengan banyak kebaikan laksana Gunung Tihamah. Namun Allah menjadikan kebaikan tersebut menjadi debu yang beterbangan.” Tsauban berkata, “Wahai Rasulullah, sebutkanlah sifat-sifat mereka pada kami agar kami tak menjadi seperti mereka, sedang kami tak mengetahui.” Beliau bersabda, “Adapun mereka, saudara kalian. Kulit mereka sama dengan kulit kalian. Mereka menghidupkan malam (dengan ibadah) seperti kalian. Akan tetapi, merekalah kaum yang jika bersendiri, mereka merobek tirai untuk bisa bermaksiat pada Allah.” [HR. Ibnu Majah no. 4245. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan].
Neraka akan dipenuhi oleh orang-orang yang telah melakukan riya' dari tiga jenis berikut ini, syuhada, hafidz Al-Qur'an, dan dermawan. Meskipun mereka adalah pelaku hal-hal yang sangat bermanfaat, namun niatnya syogyanya ikhlas dan tak boleh ada kesombongan. Riya' adalah salah satu sifat kebathilan dan semacam syirik kecil. Ia merusak amal bila dilakukan dengan riya' dan alih-alih mendapat pahala, perbuatan seperti itu membuat pintu yang rentan terhadap adzab. Inilah tanda lain dari orang munafik.
Seorang mujahid mungkin berharap mendapatkan nama untuk dirinya dengan turut-serta dalam jihad. Seorang hafidz Qur'an atau seorang 'Ulama mengangankan agar mendapat pujian dari khalayak dan sedemikian rupa sehingga mereka ingin nama mereka tercetak besar dalam iklan majelis dan jamiah. Seorang dermawan membayangkan bahwa orang lain akan berbicara tentang dirinya sebagai orang yang baik-hati dan murah-hati. Jika semua ini dilakukan untuk mendapatkan ridha Allah dan tak ada keinginan sama sekali untuk dipuja dan dielu-elukan, maka walau jika ia mendapatkan ketenaran, tak ada masalah.
Rasulullah (ﷺ) bersabda, "Barangsiapa yang melakukan perbuatannya didengar, Allah akan membuat (niat jahatnya) terdengar, dan orang yang riya', Allah akan membuatnya terlihat (dengan niatnya)." Riya' semacam syirik kecil. Rasulullah (ﷺ) bersabda, "Yang paling kutakutkan untukmu adalah syirik kecil." Mereka bertanya, "Ya Rasulullah! Apa syirik kecil itu? " Beliau bersabda, "Riya'." Allah akan berfirman pada Hari Kiamat ketika Dia memberi ganjaran kepada manusia atas perbuatan mereka, 'Pergilah kepada mereka yang kamu perlihatkan (perbuatanmu) di dunia, dan lihatlah, adakah kamu memperoleh pahala dari mereka.'"Allah meninggalkan orang itu dengan perbuatan riya' dan syirik. Rasulullah (ﷺ) bersabda, "Pada hari Kiamat, Allah Ta’ala berfirman, ’Aku tidaklah butuh adanya tandingan-tandingan. Barangsiapa yang mengerjakan suatu amal dalam keadaan menyekutukan Aku dengan selain Aku, maka Aku akan meninggalkannya dengan perbuatan syiriknya itu.’”
Kita hendaknya melakukan apa saja agar dapat menghindari riya'. Di saat seseorang ingin dikenal oleh orang lain, ia mulai melakukan amalan agar mereka melihatnya, meskipun sebenarnya ia itu orang jahat. Jika ia menunjukkan kerendahan-hati karena Allah, Allah akan meninggikan derajatnya. Rasulullah (ﷺ) bersabda, "Tak ada orang yang rendah hati melainkan Allah meninggikan derajatnya."

Orang munafik hendaknya menyadari bahwa perbuatannya akan sia-sia jika ia melakukannya dengan pamer dan akan menjadi perbuatan syirik. Hanya Allah yang bisa membalas atau menghukum. Tak ada orang yang bisa melakukannya. Seseorang hendaknya sekuat tenaga agar tak melakukan perbuatan syirik, namun mungkin ia tak berhasil. Rasulullah (ﷺ) mengajarkan doa ini dan hanya Allah-lah Yang Maha Pengampun,

اللَّهُمَّ إنِّي أَعُوذُ بِك أَنْ أُشْرِكَ بِك وَأَنَا أَعْلَمُ وَأَسْتَغْفِرُك لِمَا لَا أَعْلَمُ
(Allaahumma Innii A'udzu bika an Usyrika bika wa Anaa A'lamuhuu wa Astaghfiruka Limaa Laa A'lamuhu)
"Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari perbuatan syirik (menyekutukan-Mu) sedangkan aku mengetahuinya. Dan aku memohon ampun kepada-Mu terhadap kesyirikan yang tak aku ketahui."
[HR Ahmad 4/403. Lihat juga Al-Albani, Sahih al-Jami 'As-Saghir 3/233 dan Sahih at-Targhib wat-Tarhib 1/19]
[Bagian 3]
[Bagian 1]