Jumat, 26 Februari 2021

Babi Panggang

Usai mengucapkan salam, dan bahwa setiap unggas yang berdiri di mimbar, wajib bersuara, sang burung-biru memulai dengan ungkapan,
Pernahkah engkau melihat para babi-kecil
Merangkak di tempat yang dekil?
Dan bagi seluruh babi-alit
Hidup semakin pahit
Selalu ada sampah
Bermain didalamnya

Pernahkah engkau melihat babi yang lebih gala
Dengan kemeja-putih klimisnya?
Engkau 'kan saksikan babi yang lebih gala
Mengarau tinja
Selalu pakai setelan-necisnya
Berlagak didalamnya

Dalam langgam mereka, beserta seluruh penyokongnya
Mereka tak hirau, yang terjadi di sekelilingnya
Di mata mereka, yang kurang, pastilah ada
Yang mereka perlukan, sebuah cemeti sialan yang tepat-guna

Dimana-mana, ada banyak para babi
Menjalani kehidupan babi
Engkau 'kan melihat mereka pesiar untuk makan-malamnya
Bersama para betinanya
Genggam pisau dan garpu, menyantap babi-panggangnya
Kemudian ia melanjutkan, "Sesungguhnya, segala-pujian itu, hanya untuk Allah. Kita memuja-Nya, memohon pertolongan dan ampunan-Nya, dan kita memohon perlindungan kepada-Nya, dari kejahatan diri kita dan kelalaian atas perbuatan kita. Sesiapa yang diberi petunjuk Allah, takkan dapat disesatkan siapapun, dan sesiapa yang disesatkan Allah, takkan ada yang dapat memberinya petunjuk, dan aku bersaksi, bahwa tiada ilah yang pantas disembah dengan benar, melainkan Allah semata, dan aku bersaksi, bahwa Nabi Muhammad (ﷺ) itu, hamba dan utusan-Nya."

Sang burung-biru diam sejenak, lalu bercerita, “Ada seekor babi muda, dikurung di halaman, bersama seekor kambing dan seekor domba. Pada suatu waktu, sang gembala menggendongnya, saat itu, ia mendengus, mencicit, dan meronta. Sang domba dan kambing mengeluhkan cicitannya yang menyedihkan, dan mereka berkata, "Sang gembala sering menyentuh kami, dan kami tak meronta seperti itu." Berdalih, sang babi menjawab, "Sentuhan yang kalian terima dan yang kuterima, sangat berbeda. Ia memegangmu hanya mengambil bulu atau susumu, namun, bagiku, ia telah merampas seluruh hidupku!"

Sang domba dan kambing terdiam, dalam benak mereka, terlintas bahwa terkadang, mengeluh itu, bolehlah dibenarkan. Namun sesungguhnya, apa yang telah dilontarkan sang babi itu, perlu diperjelas, karena tabayyun itu, memang perlu. Kemudian sang domba berkata, "Wahai saudaraku, apa maksud perkataanmu itu? Sampaikan pada kami!" Sang babi berkata, "Tak tahukah kalian, bahwa sang gembala akan menyembelihku, memanggangku dan menjadikanku santapan di Hari Lebaran?" Sang domba dan kambing, saling bertatapan, mereka tersenyum, lalu sang kambing berusaha menjelaskan, "Maafkan kami saudaraku, tapi apa yang ada dalam pikiranmu itu, sungguh tidaklah benar." Sang babi menjawab dengan sedih, "Tidakkah kalian bayangkan, betapa sakitnya ketika sang-gembala menyembelihku, mengulitiku, memotong-motongku dengan kasar?" Sang-domba berupaya meyakinkan, "Yang engkau sangkakan itu, keliru, saudaraku!" Sang babi bertanya, "Mengapa?" Sang kambing menjawab, "Karena, sang gembala, majikan kami, seorang Muslim. Ia takkan mau memakan segala yang berasal dari babi. Apa yang pernah kudengar, ada aturan, yang sangat ketat dalam Islam, dalam hal membunuh ataupun menyembelih hewan." Sang babi tertegun, lalu bertanya, "Benarkah? Mohon jelaskan padaku!"

Sang domba menyatakan, "Apa yang akan kusampaikan padamu, apa yang telah kudengar dari majikan kami. Dengarkan ini, pernah, majikan kami berkata kepada gembala lain, "Allah Subhanahu wa Ta'ala membolehkan umat Islam, memakan daging hewan yang bersih dan memanfaatkan bagian-bagian dari hewan itu. Namun, Dia telah menghalalkan aturan ini, bergantung pada kepatuhan pada perintah tegas yang termaktub di dalam Al-Qur'an dan Sunnah. Latarbelakang di balik perintah ini, bahwa pada dasarnya, hewan memiliki kemiripan dengan manusia, sebab mereka juga punya nyawa dan daya-pengenalan, serta dapat mengenyam rasa-nyaman dan rasa-sakit. Berdasarkan perspektif ini, bahwa seyogyanya, tak halal bagi manusia menyembelih hewan, memakan dagingnya, dan mengambil manfaat dari berbagai bagiannya. Namun, Allah telah menjadikan manusia sebagai ciptaan yang paling mulia dan telah menjadikan dunia ini baginya. Segala yang Dia ciptakan itu, diperuntukkan bagi kemaslahatan umat manusia. Dia, Subhanahu wa Ta'ala, berfirman, 'Dialah Yang menciptakan untukmu segala yang ada di bumi.'

Jelaslahlah, bahwa Allah telah menghalalkan memakan daging hewan yang bersih, karena Kemahamurahan-Nya. Namun dalam masalah ini, Dia telah membuat aturan yang harus ditatati dalam beberapa hukum "ritual" (taabbudi), yang secara ketat dan tepat ditentukan oleh Allah melalui Al-Qur'an dan Sunnah Rasul-Nya (ﷺ). Seorang hamba Allah yang menaati hukum ritual ini, dengan demikian, menunjukkan pengakuannya bahwa kehalalan daging hewan ini, wujud dari rahmat Allah, dan bahwa dirinya, sesugguhnya tak pantas memperoleh manfaat atau nikmat memakan daging hewan itu, hingga ia mengakui berkah ini, yang menunjukkan rasa-bersyukur, dan mengikuti tata-cara yang telah ditentukan Allah dalam hal penyembelihan hewan.

Dari semua sistem hukum, hukum Islam, Syariah, punya perlakuan khusus terhadap masalah penyembelihan hewan. Akan digambarkan dengan sangat rinci, tata-cara penyembelihan yang dapat diterima, didasarkan pada prinsip-prinsip yang masuk akal dari Al-Qur'an dan Sunnah. Mengingat perhatian menyeluruh hukum Islam terhadap masalah ini, menyembelih hewan "bukanlah" perbuatan "non-ritual" ('aadii). Artinya, penyembelian hewan ini tak boleh dianggap sebagai "bukan perbuatan ibadah", sehingga bila demikian, dianggap tak perlu mematuhi aturan hukum manapun. Dalam hal penyembelihan hewan, seseorang tak boleh melakukannya sesuka-hati, menurut kebutuhannya, kepentingan pribadi, atau hanya sekedar apa yang menurutnya paling mudah. Sebaliknya, penyembelihan hewan itu, merupakan ibadah, yang wajib mematuhi hukum yang digariskan dalam Al-Qur'an dan Sunnah.

Pendirian Islam tentang apa yang halal dan apa yang haram dimakan, sangatlah jelas. Ada aturan ketat tentang daging apa yang diperbolehkan dan apa yang tak diperbolehkan. Allah berfirman,
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيْرِ وَمَآ اُهِلَّ لِغَيْرِ اللّٰهِ بِهٖ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوْذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيْحَةُ وَمَآ اَكَلَ السَّبُعُ اِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْۗ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَاَنْ تَسْتَقْسِمُوْا بِالْاَزْلَامِۗ ذٰلِكُمْ فِسْقٌۗ اَلْيَوْمَ يَىِٕسَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ دِيْنِكُمْ فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِۗ اَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَاَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ الْاِسْلَامَ دِيْنًاۗ فَمَنِ اضْطُرَّ فِيْ مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِّاِثْمٍۙ فَاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
"Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih. Dan (diharamkan pula) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan pula) mengundi nasib dengan azlam (anak panah), (karena) itu suatu perbuatan fasik. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku. Pada hari ini, telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu. Tetapi barangsiapa terpaksa karena lapar, bukan karena ingin berbuat dosa, maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.." [QS. Al-Ma'idah (5):3]
Ada dua kategori hewan, pertama, makhluk air, dan dapat dibagi menjadi dua jenis, makhluk yang mirip ikan, yang tak hidup di luar air, dan, makhluk yang tak menyerupai ikan. Makhluk mirip ikan, halal berdasarkan kesepakatan para ulama Fiqh, kecuali bahwa Imam Hanafi berbeda dalam hal ikan yang mengapung, yang mereka anggap makruh. Sedangkan makhluk bukan-ikan, pendapat Imam Shāfi'ī, bahwa setiap makhluk air yang mati, halal, kecuali kodok, baik yang hidup maupun mati. Demikian pula pendapat Imam Malik dan Ahmad. Namun, Imam Mālik menganggap ikan lumba-lumba, makrūh. Adapun Imam asy-Syafi'i, dia berkata, “Dilarang memakan lumba-lumba dan berang-berang,” dan an-Imam An-Nawawi berkata, “Yang benar, bahwa hukum ikan berlaku untuk semua ini, dan tak diperlukan melakukan prosedur penyembelihan pada mereka."

Dan dari makhluk air, katak dilarang menurut Mazhab Syafi'i dan Hambali. Adapun Mazhab Hanafi, mereka melarang segala sesuatu di laut selain ikan. Demikian pula, buaya, tak boleh dimakan, karena dianggap binatang air yang kekuatannya terletak pada taringnya, dan dalam hadits shahih, "Setiap makhluk bertaring, tak boleh dimakan." Dan inilah pendapat terkuat dari Mazhab Syafi'i dan Hambali. Dan tak ada makhluk laut yang perlu disembelih dengan cara apapun, menurut pendapat yang terkuat.

Kategori hewan yang kedua, makhluk darat, dan juga terdiri dari dua jenis, yang darahnya tak mengalir, dan yang darahnya mengalir. Adapun yang darahnya tak mengalir, seluruhnya haram, kecuali belalang. Jadi, lalat, semut, lebah, kumbang, tawon, dan hama, seperti kalajengking, semuanya tak boleh dimakan, karena semuanya makhluk yang busuk dan najis. Juga termasuk kutu, kutu-rambut, dan cacing. Dan dalam hadits shaih, Rasulullah (ﷺ) melarang membunuh empat makhluk ini, semut, lebah, burung hud-hud, dan burung candet. Adapun cacing kecil yang ditemukan di dalam buah-buahan seperti ara, kurma, dan aprikot, serta keju tertentu, tak dilarang dimakan, dan keputusan untuk memakannya kembali kepada kecenderungan alami seseorang. Adapun belalang diperbolehkan. Adapun bagal atau keledai, haram. Adapun binatang buas, setiap binatang bertaring dilarang, sama seperti burung yang bercakar. Dan dilarang makan burung nasar, garuda, rajawali, dan elang, sama seperti dilarang makan anjing dan kucing. Adapun kelinci, halal. Adapun hyena dan rubah, diperbolehkan oleh Mazhab Shāfi'ī. Dan daging beruang, luwak, serigala, dan kera, terlarang. Juga, haram memakan apapun yang memakan bangkai, seperti elang, bangau, gagak, dan kumbang. Haram memakan ular, karena mereka memiliki taring. Adapun biawak, diperbolehkan.

Kesimpulannya, pertama, makhluk laut semuanya halal dan tak perlu menjalani prosedur penyembelihan. Kedua, hewan darat yang haram, tak boleh disembelih, dan daging serta kulitnya tak dapat disucikan dengan penyembelihan. Ketiga, hewan yang ditangkap harus disembelih dengan disayat di bagian tenggorokan. Keempat, hewan darat dan hewan peliharaan yang diperbolehkan, serta hewan liar, harus ditembak dengan anak-panah atau peluru, sehingga darahnya mengalir dari bagian manapun dari tubuhnya.

Penerapan penyembelihan hewan dalam Islam dengan cara menyayat memakai alat yang tajam, di bagian depan leher, sering diserang oleh beberapa aktivis hak-hak hewan sebagai bentuk kekejaman terhadap hewan, dengan klaim bahwa cara ini, metode pembunuhan hewan yang menyakitkan dan tak manusiawi. Di banyak tempat di Barat, diharuskan oleh undang-undang agar menyetrum hewan dengan tembakan ke kepala sebelum penyembelihan, dengan maksud agar membuat hewan tersebut tak sadarkan diri dan mencegahnya agar tak hidup kembali sebelum dibunuh, agar tak memperlambat proses penyembelihan. pergerakan garis pemrosesan. Ini juga digunakan untuk mencegah hewan merasakan sakit sebelum mati.

Kata Arab yang digunakan dalam hukum Islam untuk menunjukkan "penyembelihan yang halal,"disebut dzakaat. Dzakaat, secara leksikal زك و, berarti “mencapai kelengkapan atau kesempurnaan” (itmaam). Dari akar kata ini, juga muncul kata dzakaa', atau "kecerdasan", yang merupakan semacam kelengkapan dalam pengertian seseorang, yang secara bertahap berkembang seiring dengan usia dan pengalamannya. Demikian pula, metode penyembelihan yang ditentukan disebut dzakaat, karena melengkapi - dengan kata lain, memenuhi - persyaratan yang diperbolehkan untuk memakan hewan. Beberapa ulama mengatakan bahwa penyembelihan halal dinamai dzakaat karena arti lain dari kata tersebut, “menghasilkan aroma yang harum”. Istilah teknis yang mereka gunakan adalah raa'iha dzakiyya, yang berarti "aroma harum". Ketika darah hewan keluar selama penyembelihan, dagingnya akan beraroma segar dan harum.

Dalam konteks syari'ah, dzakaah bermakna melakukan cara penyembelihan dengan syarat-syaratnya yang benar, dan membutuhkan lima hal, pertama, penjagal, dan dua syarat yang harus diterapkan padanya, ia harus seorang Muslim atau Ahli Kitab, dan tak diperbolehkan memakan sesuatu yang disembelih oleh orang gila, mabuk, atau belum dewasa, yang tak dapat membedakan yang benar dan yang salah. Kedua, instrumen yang digunakan untuk menyembelih, dan dua syarat berlaku untuk ini, harus tajam, dan tak boleh memakai gigi atau cakar. Ketiga, tempat sayatan, harus di tenggorokan, khususnya di celah antara pangkal leher dan dada. Keempat, apa yang harus diucapkan pada saat penyembelihan, Tasmiyah - 'Atas Nama Allāh' dan 'Allāh Maha Besar'. Kelima, apa yang harus disayat, dan ini termasuk sebagian besar atau seluruh tenggorokan, esofagus, dan, dua vena jugularis di kedua sisi leher.

Metode penyembelihan yang menurut hukum Islam memenuhi syarat penyembelihan yang benar dan sah, berbeda terhadap berbagai jenis hewan. Dalam hal hewan yang tak dapat dikendalikan fisiknya, karena liar, cukup dengan melilitkannya dengan alat tajam yang menyebabkan darahnya mengalir keluar hingga mati. Jenis penyembelihan ini disebut “penyembelihan paksa” (dzaakat idtiraariyya): jika seseorang tak dapat menguasai hewan itu disembelih dengan tangan dan karena itu “dipaksa” agar dapat membunuhnya dari kejauhan. Hewan semacam ini, tak perlu disembelih dengan cara dzabh atau nahr. Pembantaian paksa ditentukan dalam hal perburuan. Aku takkan menjelaskan tentang hukum dari jenis penyembelihan ini, melainkan berfokus pada jenis yang disebut “penyembelihan sukarela” (dzakat ikhtiyaariyya).

Penyembelihan secara sukarela, mengacu pada saat hewan berada di bawah kendali fisik seseorang, baik itu hewan peliharaan maupun hewan liar yang ditangkap. Dalam hal ini, darah harus dikeluarkan dengan cara konvensional, memotong pembuluh darah jugularisnya. Para ahli fiqih telah menetapkan bahwa untuk penyembelihan yang sah, setidaknya beberapa urat leher (awdaaj) harus dipotong. Awdaaj merupakan bentuk jamak dari wadaj, yang untuk tujuan kita berarti "vena jugularis". Dari urat leher, ada dua yang utama, yang eksternal, yang disebut dalam bahasa Arab wadajaan, dua bentuk wadaj. Namun, para ahli fiqih telah memperluas penggunaan kata awdaaj dengan memasukkan trakea dan esofagus. Imam Syafi'i, rahimahullah, berkata bahwa wajib bagi seseorang memotong trakea dan esofagus, dan ini cukup memenuhi penyembelihan lengkap, bahkanpun jika seseorang tak memotong salah satu urat jugularis eksternal.

Terlepas dari berbagai pendapat para ahli hukum mengenai detail sekunder ini, mereka telah sepakat bahwa untuk penyembelihan sukarela, titik pemotongannya, dimana tenggorokan bertemu dengan bagian atas dada, dan perlu memotong lebih dari satu dari empat salurannya. Dari apa yang telah kita lihat sejauh ini, seharusnya jelas bahwa pendapat yang membutuhkan setidaknya satu dari dua vena jugularis eksternal yang dipotong, merupakan pendapat yang dominan. Ini karena membuat aliran darah keluar seluruhnya, yang diperlukan, hanya dapat terjadi dengan memotong salah satu atau kedua vena jugularis eksternal, yang merupakan pembuluh darah utama di leher.

Para ulama fiqih, sepakat bahwa penyembelihan yang lengkap dan tepat, menurut hukum Islam, alat yang digunakan harus diasah sedemikian rupa, sehingga mudah memotong dan menusuk hewan karena ketajamannya, bukan karena beratnya. Alat penyembelih tak harus pisau; menyembelih dengan menggunakan apapun yang ujungnya tajam, baik yang terbuat dari besi baja, batu, kayu, atau sejenisnya.

Jumhur ulama telah menyimpulkan bahwa agar perbuatan penyembelihan hewan dapat diterima oleh hukum Islam, maka penyembelih wajib pula melakukan tasmiya pada saat penyembelihan. Tasmiya adalah istilah teknis menyebut nama Allah, yang hendaknya dilaksanakan secara lisan, tak hanya di dalam hati, sebelum penyembelihan. Kata-kata yang biasa digunakan adalah Bismillaahi Allaahu Akbar yang artinya “Dengan nama Allah; Allah Maha Besar ”Namun, pernyataan lain dapat diterima, misalnya, Laa ilaaha illallaah, asalkan nama Allah, dan bukan yang lain, yang disebutkan.

Adapun penyembelih, ia harus seorang Muslim atau Ahli Kitab, yang berakal-sehat. Kondisi kewarasan ('aql) dimaksudkan agar memastikan bahwa orang itu berniat untuk menyembelih, karena menyembelih itu, merupakan perbuatan ibadah, dan oleh karenanya diperlukan niat.Hal ini merupakan pendapat mayoritas ulama Hanafi, Mālikī, dan Hambalī. Jadi, tak boleh makan daging yang disembelih oleh orang yang mabuk, anak kecil, atau orang gila. Berdasarkan hal ini, tak diperbolehkan makan daging yang disembelih oleh orang musyrik, orang kafir yang bukan dari Ahli Kitab, murtad, penyembah berhala, Komunis, Druze, Nusayrī, Qādiyānī, Bahā'ī, Magian, Hindu, atau Budha.

Sekarang, kita menghadapi masalah tentang menanyakan status daging jika ragu. Perlukah menanyakan tentang daging itu, atau asalnya? Jawabannya, wajib bertanya tentang daging itu saat kita tak tahu atau tak yakin, terutama di kala kita berada di saat orang membeli daging yang disembelih oleh non-Muslim, tak perlu ragu-ragu karena tiada daya dan upaya melainkan karena Allah. Dalam kasus seperti ini, kita hendaknya bertanya saat diundang makan ke rumah mereka, jika mereka membeli daging impor atau daging yang disembelih di negeri Muslim. Seorang Muslim hendaknya bertanya kepada toko daging tentang jenis daging yang mereka beli, agar ia dapat menjaga agama dan kehormatannya, dan agar ia tahu apa yang ia masukkan ke dalam mulutnya, halal atau haram. Setelah bertanya, jika ketidakpastian hilang dan dipastikan bahwa daging yang dibelinya halal, ia dapat membeli atau memakannya. Namun, jika masih ada ketidakpastian, apa yang harus ia lakukan? Dalam kasus seperti itu, ia tak boleh membeli atau memakan daging tersebut, karena daging tak diperbolehkan dimakan jika statusnya masih belum pasti."

Gembala lain bertanya, "Mengapa babi tak diperbolehkan dalam Islam?" Majikan kami berkata, "Seorang Muslim menghabiskan hidupnya berusaha menggapai ridha Allah dengan menyembah-Nya dan menaati hukum, atau aturan-Nya. Salah satu aturan itu, bahwa makan daging babi, atau produk daging babi, dilarang. Pada awalnya, orang mungkin bertanya-tanya tentang bahaya apa yang bisa ditimbulkan dari daging babi, produk yang dimakan di banyak bagian dunia ini, dan faktanya, bahwa daging babi, mengandung parasit dan penyakit yang berbahaya bagi manusia, dan perihal inilah, yang mungkin muncul di benak kita sebagai alasan yang dapat dibenarkan berpantang memakannya. Namun, dikala kita merenungkan lebih dalam mengapa umat Islam dilarang makan daging babi, pandangan ini akan menjadi alasan sekunder. Umat Islam tak makan daging babi atau produk babi, karena Allah melarangnya. Allah berfirman,
اِنَّمَا حَرَّمَ عَلَیۡکُمُ الۡمَیۡتَۃَ وَ الدَّمَ وَ لَحۡمَ الۡخِنۡزِیۡرِ وَ مَاۤ اُہِلَّ بِہٖ لِغَیۡرِ اللّٰہِ ۚ فَمَنِ اضۡطُرَّ غَیۡرَ بَاغٍ وَّ لَا عَادٍ فَلَاۤ اِثۡمَ عَلَیۡہِ ؕ اِنَّ اللّٰہَ غَفُوۡرٌ رَّحِیۡمٌ
"Sesungguhnya, Dia hanya mengharamkan atasmu bangkai, darah, daging babi, dan (daging) hewan yang disembelih dengan (menyebut nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa terpaksa (memakannya), bukan karena menginginkannya dan tak (pula) melampaui batas, maka tiada dosa baginya. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." [QS. Al-Baqarah (2):173].
Terkadang, kita takkan pernah perlu tahu atau memahami mengapa Allah membolehkan beberapa hal dan melarang yang lain. Dalam kasus daging babi, tak ada alasan khusus tentang larangan yang diberikan, kecuali dalam Al-Qur'an Surah Al-An'am (6) ayat ke-145, ketika Allah berfirman, saat menyebut daging babi,
فَاِنَّهٗ رِجْسٌ
"... karena semua itu, kotor ..."
Seorang Muslim, dengan sukarela tunduk pada perintah Allah, tanpa perlu mengetahui alasan di balik aturan Sang Ilahi. Selain itu, Allah dengan tegas telah menyatakan bahwa orang beriman mendengarkan firman-firman Rabb-nya, dan mematuhinya. Wallahu a'lam."

Berhenti sejenak, lalu sang domba berkata, "Nah, itulah yang kuketahui tentang jenis hewan apa yang boleh dan tak boleh dimakan seorang Muslim. Bagaimana tanggapanmu?" Sang babi merasa tenang, matanya berbinar, seraya menghela-nafas ia berkata, "Aah, ternyata, aku takkan disembelih." Namun, tiba-tiba, matanya membelalak, lalu berkata, "Bukankah kalian yang akan disembelih?" Sang kambing dan domba saling memandang, tertawa dan dengan tenang menanggapi, "Tak mengapa, itu berarti, kami telah melaksanakan apa yang diperintahkan Allah."
Rujukan :
- Mufti Muhammad Taqi Usmani, The Islamic Laws of Animal Slaughter, translated by Amir A. Toft, White Thread Press
- Abdullah Azzam, The Ruling on Meat Slaughtered In The West, Open Sources
- Aisha Stacey, Why Pork Forbidden In Islam?, Islamreligion.com
- Rev. Geo. Fyler Townsend, M.A., Aesop Fables, George Routledge and Sons

Senin, 22 Februari 2021

Para Tawanan

Tiba-tiba, terdengar suara mendesis, "Duhai saudaraku, adakah engkau menyebut namaku?" Burung gagak berpaling ke kiri, kanan, tak ada siapapun, ke atas dan sekeliling, tak seorangpun di sana. "Aku di sini, di bawah!" Mendengar itu, para unggas merunduk dan terbelalak, seekor reptil kecil menjulurkan lidahnya. Sontak mereka berseru, "Itu sang kadal!"
"Benar saudaraku, tapi, aku tak memanggilmu!" Sang gagak menjawab dengan tenang. "Sedari tadi, aku menyimak percakapanmu, dan aku tertarik. Perkenankan aku turut bersuara!" sang kadal meminta. "Silahkan saudaraku, ruang ini akan selalu ada untukmu. Tampillah ke mimbar!" undang sang gagak.

Beberapa saat kemudian, setelah mengucapkan salam, menyampaikan kalimat pembuka, dengan suara absurd, sang kadal bersenandung,

Hidup itu, sebuah misteri
Setiap orang harus bertahan-diri
Kudengar engkau memanggil namaku
Dan serasa bagai pulang ke rumah
Lalu ia berkata, "Ini bukanlah ceramah, bukan pula pelajaran filsafat, melainkan percakapan antara dua penunggang kuda. Penunggang kuda pertama, menunggangi kuda hitam, dan yang kedua, menunggangi kuda putih. Penunggang kuda pertama berkata, "Selanjutnya, bandingkan sifat kita dalam hal pendidikan dan ketimpangannya, dengan pengalaman berikut ini. Bayangkanlah, ada beberapa orang yang tinggal di sebuah gua bawah-tanah dengan pintu masuk panjang, terbuka bagi cahaya masuk di keseluruhan lebarnya. Bayangkan pula, kaki dan leher mereka terbelenggu sedari masa kanak-kanak, sehingga mereka tetap berada di tempat yang sama, hanya dapat melihat ke depan, dan tak dapat menoleh karena belenggu itu. Bayangkan lebih jauh lagi, cahaya api yang menyala lebih tinggi dan terletak jauh di belakang mereka, dan di antara api dan para tahanan itu, serta di atas mereka, ada sebuah jalan yang sepanjangnya telah dibangun tembok yang tak begitu tinggi, bagaikan para penonton pertunjukan wayang yang melihat sekat di hadapan sang dalang. Di atasnya, mereka menyaksikan wayang-wayang itu." Penunggang kuda kedua berkata, "Aku menyimak."

Penunggang kuda pertama berkata, "Lalu, perhatikan pula, tampak seperti ada orang-orang yang lalu-lalang membawa segala jenis peralatan yang terlihat bayangannya di tembok itu, dimana tampak citra manusia dan juga beragam bentuk hewan, yang terbuat dari tempaan batu dan ukiran kayu serta beragam material lainnya, ada yang tampak seperti berbicara, dan yang lainnya diam." Penunggang kuda kedua berkata, "Itu citra yang aneh, yang engkau paparkan padaku, dan para tawanan itu, juga sesuatu yang tak biasa."

Penunggang kuda pertama berkata, "Mereka sama seperti kita, manusia. Lalu, untuk memulainya, katakan padaku, menurutmu, akankah orang-orang ini melihat sesuatu tentang diri mereka sendiri, atau satu sama lain, melainkan bayangan yang dipantulkan akibat cahaya api di dinding gua yang menghadap mereka? " Penunggang kuda kedua berkata, "Bagaimana mungkin mereka melihat yang sebenarnya, mereka dipaksa agar tak menolehkan kepala sepanjang hidup mereka?" Penunggang kuda pertama berkata, "Dan dapatkah mereka melihat sesuatu yang terjadi di belakang mereka? Bukankah mereka melihat yang itu saja?" Penunggang kuda kedua berkata, "Tentu." Penunggang kuda pertama berkata, "Sekarang, jika mereka dapat mengungkapkan sesuatu tentang apa yang mereka lihat dan membicarakannya, tidakkah, menurutmu, mereka akan menganggap apa yang mereka lihat di dinding sebagai makhluk?" Penunggang kuda kedua berkata, "Tentu saja mereka menganggapnya seperti itu."

Penunggang kuda pertama berkata, "Dan sekarang, bagaimana jika didalam penjara ini, suara dapat bergema, yang bergema di sepanjang dinding di hadapan mereka? Setiap kali ada orang yang berjalan di belakang mereka yang dibelenggu, dan membawa barang-barang, akan mengeluarkan suara, menurutmu, akankah para tawanan itu membayangkan bahwa yang berbicara itu, orang lain selain bayangan yang lewat di depan mereka? " Penunggang kuda kedua berkata, "Tak ada yang lain!" Penunggang kuda pertama berkata, "Secara keseluruhan, mereka yang terbelenggu takkan mengira apapun selain bayangan semu sebagai sesuatu yang nyata." Penunggang kuda kedua berkata, "Benar, memang demikian."

Penunggang kuda pertama berkata, "Sekarang, perhatikanlah proses dimana para tawanan itu terbebas dari belenggu mereka dan, bersamaan dengan itu, sembuh dari ketimpangan cakrawala-wawasan, dan pertimbangkan pula, seperti apa kekurang-wawasan itu jika yang berikut ini akan terjadi pada mereka yang terbelenggu itu.

Setiap-kali salah seorang yang terbelenggu itu, dilepas rantainya, dan dipaksa berdiri secara spontan, berbalik, berjalan, dan melihat ke arah cahaya, perlahan-lahan, orang tersebut akan dapat melakukannya disertai dengan merasakan sakit dan mata yang perih karena adanya cahaya, iapun takkan bisa melihat pada sesuatu yang bayangannya, ia lihat sebelumnya. Jika ini terjadi pada seluruh tawanan, menurutmu, apa yang akan ia ucapkan jika seseorang menyampaikan bahwa apa yang ia lihat sebelumnya, hanyalah hal-hal yang dhaif, namun sekarang, ia jauh lebih dekat dengan kesejatian-makhluk; dan bahwa, sebagai akibatnya, ia akan mengarah pada kesejatian, bukankah ia juga dapat melihat yang sebenarnya?

Dan jika kemudian ada seseorang, menunjukkan kepadanya sesuatu yang lalu-lalang dan memaksanya menjawab pertanyaan tentang apa itu, tidakkah engkau berpikir bahwa ia akan menjadi pemilik akal-sehat, dan sebagai tambahan, akan mempertimbangkan apa yang ia lihat sebelumnya, dengan mata-kepalanya sendiri, lebih semu dibanding apa yang sekarang ditunjukkan kepadanya oleh orang lain? "Penunggang kuda kedua berkata, "Ya, tentu saja."

Penunggang kuda pertama berkata, "Dan jika seseorang bahkan memaksanya melihat ke dalam kilauan api, akankah matanya terasa sakit, dan akankah ia tak berbalik dan melarikan-diri kembali ke apa yang mampu ia lihat? Dan akankah ia tak memutuskan bahwa apa yang dapat ia lihat sebelumnya tanpa bantuan siapapun,ternyata lebih jelas dari apa yang sekarang ditunjukkan kepadanya? " Penunggang kuda kedua berkata, "Pasti."

Penunggang kuda pertama berkata, "Namun, sekarang, jika seseorang, dengan menggunakan kekerasan, menariknya, yang telah dibebaskan dari belenggunya, menjauh dari sana dan menyeretnya ke atas pendakian gua yang kasar dan curam dan tak melepaskannya hingga ia menyeretnya keluar menuju cahaya matahari, bukankah orang yang telah diseret seperti ini akan merasakan, dalam prosesnya, rasa-sakit dan amarah? Dan saat ia telah berada di bawah sinar matahari, bukankah matanya akan terasa silau, dan bukankah ia takkan dapat melihat hal-hal yang sekarang diungkapkan kepadanya sebagai sesuatu yang nyata? "Penunggang kuda kedua berkata," Ia takkan bisa melakukan itu sama sekali, tidak dengan secepat itu."

Penunggang kuda pertama berkata, "Jelas, membutuhkan waktu untuk membiasakan diri, menurutku, jika itu masalah untuk melihat apa yang ada di atas sana, di luar gua, di bawah sinar matahari. Dan dalam proses penyesuaian-diri ini, pertama-tama, dan paling mudah, ia dapat melihat bayangan, dan setelah itu, citra manusia dan hal-hal lainnya seperti yang tercermin dalam air. Namun, seterusnya, ia akan bisa melihat semuanya sendiri. Tetapi dalam jangkauan hal-hal seperti itu, ia mungkin dengan baik merenungkan apa yang ada di kubah langit, dan kubah ini sendiri, lebih mudah pada malam hari dengan melihat cahaya bintang dan bulan, lebih mudah, daripada dengan melihat ke matahari dan silau di siang hari. "Penunggang kuda kedua berkata, "Tentu! "

Penunggang kuda pertama berkata, "Namun kurasa, akhirnya ia akan berada dalam keadaan melihat matahari itu sendiri, tak hanya pada pantulannya, baik dalam air atau dimanapun sang mentari mungkin muncul, melainkan terhadap matahari itu sendiri, apa adanya dan di tempat yang tepat, dan direnungkan seperti apa adanya." Penunggang kuda kedua berkata, "Itu pasti akan terjadi."

Penunggang kuda pertama berkata," Dan setelah melewati semuanya, pada saat itu, ia juga akan dapat mengumpulkan hal-hal berikut tentang matahari: bahwa matahari menghadirkan musim dan tahun ; yang mengatur apapun yang ada di wilayah sinar matahari yang sekarang terlihat; dan bahwa matahari juga mengakibatkan semua hal yang dirasakan orang-orang yang tinggal di dalam gua di depan mata mereka. "Penunggang kuda kedua berkata," Jelas bahwa ia akan sampai pada hal-hal ini - matahari dan apapun yang berada di bawah cahayanya - setelah ia melampaui hal-hal sebelumnya, yang semata pantulan dan bayangan."

Penunggang kuda pertama berkata, "Lalu apa? Jika ia mengingat kembali tempat tinggal pertamanya, dan "pengetahuan" yang berlaku sebagai norma di sana, dan orang-orang yang pernah dirantai dengannya, tidakkah menurutmu, ia akan menganggap dirinya beruntung, karena transformasi yang telah terjadi dan, sebaliknya, merasa kasihan pada mereka?" Penunggang kuda kedua berkata, "Seperti itu, tentunya."

Penunggang kuda pertama berkata, "Namun, bagaimana jika di antara orang-orang di tempat tinggal sebelumnya, yang didalam gua, penghargaan dan pujian tertentu ditetapkan bagi siapa saja yang paling jelas melihat apa yang lewat dan juga paling ingat siapa di antara mereka yang dibawa pertama kali, lalu yang sesudahnya, dan yang kemudian pada saat yang sama? Dan bagaimana jika ada penghargaan bagi siapapun yang paling mudah meramalkan mana yang akan datang berikutnya? Menurutmu, akan tetap irikah orang yang keluar dari gua terhadap orang-orang yang ada di dalam gua dan ingin bersaing dengan mereka itu, karena dihargai dan memiliki kekuasaan? Atau tidakkah ia lebih suka mengharapkan kondisi yang dibicarakan Homer, yaitu "hidup di negeri di atas lahan sebagai upah kasar dari petani miskin lainnya"? Bukankah ia lebih suka bertahan dengan hal lain daripada mengikatkan-diri dengan pendapat yang ada di dalam gua dan menjadi manusia seperti itu?" Penunggang kuda kedua berkata, "Aku rasa, ia lebih suka menanggung segalanya daripada daripada menjadi manusia seperti itu."

Penunggang kuda pertama berkata, "Dan sekarang, tanggapanku, pertimbangkan ini: Jika orang yang telah keluar dari gua tadi, masuk lagi dan duduk di tempat yang sama seperti sebelumnya, akankah ia akan merasakan, dalam masalah ini, dengan seketika menjauh dari sinar matahari, bahwa matanya melihat kegelapan? " Penunggang kuda kedua berkata, "Ya, sangat mungkin."

Penunggang kuda pertama berkata, "Sekarang jika sekali lagi, bersama dengan mereka yang tetap terbelenggu di sana, orang yang dibebaskan itu, harus berurusan dengan mereka dalam hal menegaskan dan mempertahankan pendapat tentang bayang-bayang - saat matanya masih lemah dan sebelum mereka menyesuaikan diri, dimana penyesuaian itu akan membutuhkan sedikit waktu - bukankah ia akan dicemooh orang-orang di dalam sana? Dan akankah mereka tak membiarkan ia tahu bahwa ia telah keluar namun hanya kembali ke dalam gua dengan mata yang rusak - dan dengan demikian, tentu mereka tentu tak membayar agar dapat keluar.
Dan jika mereka dapat menangkap orang yang meraih tangannya dan membebaskan mereka dari belenggu dan menuntun mereka, dan jika mereka bisa membunuhnya, bukankah mereka sungguh akan memberantasnya? " Penunggang kuda kedua berkata, "Mereka pasti akan melakukannya."

Berhenti sejenak, sang kadal lalu berkata, "Wahai saudara-saudariku, Socrates, sebagaimana dijelaskan dalam Republik Plato, mengungkap kiasan panjang tentang sebuah gua kepada orang-orang Athena untuk menjelaskan proses indoktrinasi yang sedang berlangsung di era Yunani Kuno. Ia menjelaskan perumpamaan tentang orang-orang yang terbelenggu di dalam gua, dipaksa melihat bayangan yang terhampar akibat adanya cahaya yang berasal dari nyala api. Ia menyampaikan bahwa jika seseorang melepaskan diri mereka dari belenggu itu, mereka akan tahu bahwa itu hanyalah api yang menyala dan menyadari bahwa apa yang mereka sangka selama ini nyata, hanyalah bayangan benda-benda buatan. Kemudian mereka dapat meninggalkan gua guna menemukan cahaya yang sebenarnya. Sama seperti kita di masa kini, yang percaya bahwa kekuasaan tertentu itu, kekuasaan yang nyata. Kekuasaan tertentu yang ada dalam pikiran kita itu, sebenarnya hanyalah bayangan, dan benda semu ini, kekuasaan yang impoten, yang tak berdaya sama-sekali. Jika mereka tak terbelenggu, mereka dapat melihat bahwa kekuasaan itu, semu, yang direka oleh segelintir orang. Karena Socrates menentang rencana mereka, ia diadili karena menyebarkan ide-ide revolusioner dan dijatuhi hukuman mati. Dengan cara yang sama, orang-orang modern tertentu, dibungkam."
Kemudian, setelah menyapa dengan salam, sang kadal segera menghilang di balik semak-belukar. Sang gagak, yang sedari tadi menyimak, bergumam, “Hmmm, sebagian dari apa yang ia katakan, tak dapat disangkal, dan sebagian lainnya, tak dapat dibilang keliru. Namun terlepas dari semua itu, aku teringat sabda Rasulullah (ﷺ),
مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلاَّ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ، كَمَا تُنْتَجُ الْبَهِيمَةُ بَهِيمَةً جَمْعَاءَ، هَلْ تُحِسُّونَ فِيهَا مِنْ جَدْعَاءَ ‏"‏ ثُمَّ يَقُولُ ‏{‏فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لاَ تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ‏}‏
'Seorang bayi, tak dilahirkan (ke dunia ini) melainkan ia berada dalam fitrahnya. Kemudian, kedua orangtuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, ataupun Majusi - sebagaimana hewan yang dilahirkan dalam keadaan selamat tanpa cacat. Maka, adakah kalian melihat adanya kecacatan?'
Lalu beliau mengucapkan [QS. Ar-Ruum (30): 30], '... (sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tak ada perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) jalan hidup yang benar, tetapi kebanyakan manusia tak mengetahui.' [Sahih Muslim]

Wallahu a'lam."

Rujukan :
- Plato, The Republic, translated by H. Spens DD, Glasgow
- Abu Esa Al Kanadi, The Secret World, Maktabah Al Ansaar Publications

English

Jumat, 19 Februari 2021

Sparta dan Athena

Suara yang parau, sang gagak mencoba bernyanyi,
'Kan tetapkah berjejak disitu dan melihatku terpanggang?
Tak mengapa karena kusuka rasa-perihnya
'Kan tetapkah berjejak disitu dan melihatku meratap?
Tak mengapa karena kusuka langgammu berdusta
Setelah menyapa dengan salam, menyampaikan kalimat pembuka, ia berkata, "Dua ribu lima ratus tahun yang lalu, tersebutlah dua negeri, yang amat bersenjang, mendominasi Yunani. Athena, masyarakatnya terbuka, dan Sparta, masyarakatnya tertutup. Athena demokratis, dan Sparta diperintah oleh segelintir orang pilihan. Sangat banyak perbedaannya.

Sparta bermula sebagai negeri pertanian. Seiring pertumbuhan penduduk, para Spartan membutuhkan lebih banyak lahan pertanian. Untuk mendapatkan lebih banyak lahan, mereka menyerbu negeri tetangga, Messenia. Setelah perang yang panjang, akhirnya mereka menaklukkan negeri yang kaya itu, Messenia, pada tahun 715 SM dan menjadikan orang-orang Messenia sebagai budak. Para Messenian melebihi jumlah Spartan, 10–1. Karena diperlakukan sangat keji, para Messenian bangkit memberontak pada tahun 650 SM. Membutuhkan waktu hampir 30 tahun bagi para Spartan meredam pemberontakan. Pemberontakan mengubah negeri Sparta selamanya. Para Spartan merasa bahwa mereka harus mengendalikan para Messenian. Mereka hanya melihat satu cara untuk melakukan ini: membangun pasukan yang kuat, yang wajib diikuti setiap lelaki Sparta.

Pelatihannya sendiri, memakan waktu hampir seumur hidup. Saat lahir, bayi yang tak sehat dibiarkan mati. Pada usia 7 tahun, anak lelaki wajib meninggalkan rumah dan menetap di barak. Mereka menjalani pelatihan agar kuat dan tak kenal takut. Mereka menjahit pakaian dan menyiapkan makanan sendiri. Mereka belajar bagaimana mempertahankan diri. Pada usia 20 tahun, mereka menjadi ksatria. Selama 10 tahun berikutnya, mereka tetap berada di barak sebagai anggota pasukan. Mereka wajib menikah pada usia 20 tahun, tetapi tak tinggal bersama istri hingga mereka berusia 30 tahun. Mereka tetap menjadi ksatria sampai usia 60 tahun. Lelaki yang lebih tua membimbing yang lebih muda. Jika ada tugas memanggil, mereka segera menjawabnya. Para ksatria Spartan ini, yang terkuat di Yunani.

Karena satu-satunya tugas kaum lelaki, bertempur, maka sebagian besar pekerjaan lainnya hanya dikerjakan oleh para-budak dan kaum-wanita. Para-budak, dan orang-orang bukan-Sparta yang merdeka, memelihara ladang dan mengurus pekerjaan rumah. Karena para Spartan takut akan ada lagi pemberontakan para-budak, mereka tak membolehkan budak-budak itu keluar pada malam hari. Dengan kepergian kaum lelakinya yang sangat lama, kaum wanitanya pun mengambil-alih pekerjaan. Seperti di kota-kota Yunani lainnya, mereka tak berhak bersuara atau memegang jabatan. Namun mereka diperbolehkan memiliki tanah dan bahkan mengadu ke pengadilan. Kaum wanita menguasai sekitar sepertiga dari tanah-negeri Sparta. Mereka menikah lebih tua dari orang Yunani lainnya. Mereka sangat dikenal membela suami mereka. Seorang penulis Yunani terkemuka, berkata bahwa "orang-orang Sparta, selalu mematuhi istri mereka."

Orang Yunani lainnya, menganggap wanita Spartan tak mengenal rasa-malu. Mereka keluar di depan umum, berbicara dengan orang lain, dan tak menutupi tungkai mereka. Mereka berlatih-keras dan bersaing dalam bidang olahraga. Seperti suaminya, mereka mengabdikan-diri bagi Sparta semata. Mereka tak mengenakan perhiasan atau pakaian mewah. Mereka menikah agar memiliki anak yang akan memperjuangkan Sparta. Disebutkan bahwa kaum-ibu Spartan, akan memberi pesan bersahaja dikala putra mereka berangkat berjuang, "Pulanglah bersama perisaimu atau terbaring di atasnya." Dengan kata lain, kembalilah bersama pasukanmu hidup-hidup atau terbunuh dalam peperangan.

Hidup di Sparta, keras dan membosankan. Bahkan makanannya, setiap hari cenderung sama. Seorang asing yang pernah mencicipi makanan para Spartan berkata, "Sekarang, aku baru tahu mengapa para Spartan tak takut mati." Pemerintah negeri Sparta, terdiri dari Dewan yang beranggotakan 30 orang. Dewan ini memiliki 28 anggota pengurus, yang mengabdi seumur hidup, dan dua orang raja. Kedua raja ini, memimpin para pasukan. Majelis-warga, setiap tahun memilih lima pemimpin, yang disebut "ephors." Para ephor berkuasa mutlak selama mereka menjabat. Mereka bahkan bisa menangkap raja atau anggota-pengurus dewan.

Athena, berbeda hampir dalam segala hal. Para Spartan melakukan apa yang diperintahkan. Orang Athena, menyukai kebebasan. Sparta diperintah oleh orang-orang pilihan. Athena, membuat aturan mereka sendiri. Mereka berdebat dan memberikan suara pada hukum di Majelis. Dalam demokrasi mereka, orang Athena memiliki tugas. Mereka harus mematuhi hukum, bertugas di militer, membantu menjalankan kota, membayar pajak, dan menjadi anggota dewan-peradilan. Dewan-peradilan terdiri dari 500 atau lebih warga negara. Jika seorang Athena melanggar hukum atau tak dapat menjalankan tugasnya sebagai warga negara, ia bisa dikucilkan. Ini berarti ia harus meninggalkan Athena selama 10 tahun.

Lahan di sekitar Athena sulit ditanami. Orang Athena menanam pohon zaitun dan anggur, namun harus mengimpor makanan dari tempat lain. Mereka membangun masyarakat perdagangan, menjual buah zaitun, buah anggur, hasil perasan anggur, tembikar, dan barang lainnya. Orang Athena dikenal sebagai pengukir dan pengrajin yang handal. Kota Athena memberi kesan bagi semua orang. Bentuk bangunan dan patungnya masih dikagumi hingga saat ini.

Seperti kebanyakan masyarakat kuno, Athenapun memelihara budak, yang ditangkap semasa perang. Sekitar 100.000 budak pria dan wanita merupakan sepertiga dari populasi penduduk. Hampir setiap rumah memiliki, setidaknya, seorang budak. Orang kaya mungkin punya 50 budak. Meski demikian, seperti yang dikeluhkan orang Yunani lainnya, orang Athena memperlakukan budak mereka, setara. Namun sebenarnya tidak, mereka hanya memperlakukannya lebih baik dibanding para Spartan memperlakukan budak mereka.

Setiap tahun, orang Athena mengadakan banyak perayaan dan kontes. Orang-orang kayalah yang mendanainya. Suatu perayaan memuja Dionysus, dewa anggur dan minuman. Di antara suka-cita dalam perayaan ini, orang Athena menonton drama dan menilai mana yang merupakan tragedi dan komedi terbaik. Teater Dionysus menampung 17.000 orang. Para pemainnya mengenakan topeng besar dan paduan suara para aktor berbaris dalam alunan syair-syair.

Sebagai kota perdagangan, Athena membangun pasukan pertahanan laut. Untuk melindungi kapal-kapalnya, mereka membentuk angkatan laut. Pada waktunya, pasukan ini berkembang menjadi kekuatan angkatan laut terbesar di Yunani. Perlahan-lahan menguasai kota-kota lain. Orang Athena mengalami kemunduran besar saat wabah menebar pada 430 SM. Sekitar sepertiga dan dua pertiga penduduk Athena meninggal, termasuk jenderal Pericles yang terkenal.

Pada tahun 431 SM6, pecah perang antara Athena dan Sparta. Perang ini disebut Perang Peloponnesia. Disebut demikian karena Sparta terletak di Semenanjung Peloponnesia. Jika engkau memperhatikan peta Yunani, engkau akan melihat bahwa Yunani bagian Selatan dibatasi oleh sebilah batasan kecil. Bagian Selatan inilah yang disebut Semenanjung Peloponnesia.

Pembentukan Liga Delian, atau Liga Athena, pada 478 SM. menyatukan beberapa negara kota Yunani dalam aliansi militer di bawah Athena, tampak untuk berjaga-jaga terhadap serangan balas dendam Kekaisaran Persia. Pada puncaknya, liga tersebut juga memberikan peningkatan kekuatan dan prestise kepada Athena. Sementara itu, Sparta, masuk bagian dari Liga Peloponnesia (550 SM - 366 SM). Hanya masalah waktu saja sebelum dua liga yang bagas ini berbenturan.

Perang Peloponnesia Besar, juga disebut Perang Peloponnesia Pertama, sengketa besar pertama di antara mereka. Ini menjadi konflik 15 tahun antara Athena dan Sparta dan sekutu mereka. Perdamaian diputuskan dengan penandatanganan Perjanjian Tiga Puluh Tahun pada 445 SM, efektif sampai 437 SM, ketika Perang Peloponnesia dimulai.

Perang saudara, di negeri tak dikenal, Epidamnus, menyebabkan keterlibatan sekutu Sparta, Korintus. Ketika Sparta terbawa menjadi bagian negosiasi konflik, musuh lama Korintus, Corcyra, menarget Epidamnus dan merebutnya dalam pertempuran laut. Korintus mundur guna membangun kembali armadanya dan merencanakan serangan-balik.

Pada tahun 433 SM, ketegangan terus berlanjut dan Corcyra secara resmi meminta dukungan Athena dengan dalih bahwa konflik dengan Sparta tak dapat dihindari, dan Athena membutuhkan aliansi dengan Corcyra untuk mempertahankan diri. Pemerintah Athena memperdebatkan saran tersebut, tetapi pemimpinnya, Pericles, menyarankan aliansi defensif dengan Corcya, mengirimkan sejumlah kecil kapal sebagai pelindung dari pasukan Korintus.

Seluruh pasukan bersua di Pertempuran Sybota, dimana Korintus, tanpa dukungan Sparta, menyerang dan kemudian mundur saat melihat kapal-kapal Athena. Athena, yakin akan berperang lawan Korintus, memperkuat cengkeraman militernya di berbagai wilayah di kawasan tersebut untuk bersiap-siap.

Sparta ragu terjun langsung ke medan-laga, tetapi akhirnya diyakinkan oleh Korintus melakukannya, meskipun ini bukanlah keputusan yang diamini sekutu Sparta yang lain. Setahun berlalu, sebelum Sparta melakukan aksi agresif. Semasa itu, Sparta mengirim tiga delegasi ke Athena agar menghindari perang, menawarkan usulan yang dapat dipandang sebagai pengkhianatan terhadap Korintus. Upaya ini bertentangan dengan agenda Pericles, dan orang Athenapun menolak perdamaian.

Sepuluh tahun pertama konflik ini dikenal sebagai "Perang Archidamian", diambil dari nama Raja Spartan, Archidamus. Slogan Spartan untuk periode itu, “Kebebasan Yunani,” dan tujuan yang dinyatakannya, bertujuan membebaskan negara-negara di bawah pemerintahan Athena dengan menghancurkan pertahanannya dan membongkar strukturnya.

Saat pasukan Spartan mengelilingi Athena dalam sebuah pengepungan, menghancurkan pedesaan dan lahan pertanian, Pericles menolak melawan mereka di dekat tembok kota, malah memimpin operasi angkatan laut di tempat lain. Ia kembali ke Athena pada tahun 430 SM. karena wabah melanda kota, menewaskan hampir dua pertiga dari populasi. Pericles, setelah pemberontakan politik yang tak disetujuinya, menyerah tenggelam dalam lautan wabah pada tahun 429 SM, runtuhlah kepemimpinan Athena. Terlepas dari kemunduran besar ini bagi orang Athena, orang Sparta hanya melihat keberhasilan yang beragam dalam upaya perang mereka, dan beberapa kerugian besar di Yunani Barat dan di laut.

Pada tahun 423 SM, kedua belah pihak menandatangani perjanjian yang dikenal sebagai Perdamaian Nicias, dinamai sesuai nama seorang jenderal Athena yang merekayasanya. Dengan tujuan akan berakhir hingga 50 tahun, perjanjian ini bertahan hanya selama delapan tahun, dirusak oleh konflik dan pemberontakan yang dimunculkan oleh berbagai sekutu.

Perang berkecamuk lagi sekitar tahun 415 SM, ketika Athena menerima panggilan membantu sekutunya di Sisilia melawan penjajah dari Syracuse, dimana seorang pejabat Athena membelot ke Sparta, meyakinkan mereka bahwa Athena berencana menaklukkan Italia. Sparta memihak Syracuse dan mengalahkan Athena dalam sebuah pertempuran laut besar.

Athena tak runtuh seperti yang diharapkan, memenangkan serangkaian kemenangan angkatan laut melawan Sparta, yang meminta dukungan moneter dan senjata dari Kekaisaran Persia. Di bawah jenderal Spartan, Lysander, perang berkecamuk selama satu dekade lagi. Pada tahun 405 SM. Lysander menghancurkan armada Athena dalam pertempuran dan kemudian mengepung Athena, memaksanya takluk kepada Sparta pada tahun 404 SM.

Perang Peloponnesia menandai berakhirnya Zaman Keemasan Yunani, perubahan gaya perang, dan jatuhnya Athena, yang pernah menjadi negeri terkuat di Yunani. Keseimbangan kekuasaan di Yunani bergeser ketika Athena diserap ke dalam Kekaisaran Sparta. Ini terus ada di bawah serangkaian tiran dan kemudian demokrasi. Athena menyerahkan kekuasaannya di wilayah tersebut ke Sparta, sampai keduanya ditaklukkan kurang dari satu abad kemudian, dan dijadikan bagian dari kerajaan Makedonia.

Saat dimulainya pertikaian hingga meledaknya perang antara Sparta dan Athena, tampak hanya ada dua kekuatan besar ini, namun sesungguhnya, di balik perang ini, ada pihak ketiga yang bersembunyi. Pada awal sejarahnya, para pedagang Fenisia dari kota-kota pesisir di Accent Palestine, datang mengeksploitasi pasar Yunani Kuno. Sparta menghalau orang-orang asing ini sehingga mereka terpaksa menetap di Athena. Melalui praktik peminjaman uang, mereka membangun basis ekonomi, menjadikan diri mereka sebagai kelas pedagang terkemuka yang menyaingi bangsawan Yunani. Agar mengarahkan masyarakat ke tujuan yang diinginkan, mereka memanipulasi teater Yunani, aktivitas budaya terpenting Yunani Kuno, yang telah dirayakan di Barat sejak saat itu. Seperti penggunaan televisi modern, teater dipergunakan sebagai ladang amoral.

Sparta sadar akan pengaruh merusak orang-orang asing ini, dan untuk melindungi standar moneternya, sangat menolak penyusupan mereka. Mengatakan sesuatu itu, Spartan, bermakna konservatif atau radikal, karena orang Spartan dikenal akan kedisiplinannya, berusaha menjaga diri-mereka dari kerusakan moral yang telah menimpa Athena. Para pedagang asing ini, sekarang berhasrat menerapkan di Sparta seperti apa yang telah mereka miliki di Athena, tindakan ini menyebabkan perang antar dua-negeri, yang kini dikenal sebagai Perang Peloponnesia."

Sang gagak diam, lalu berkata, "Wahai saudara-saudariku, tentu masih ada perang seperti Sparta dan Athena ini. Bagi kita, perang itu bukanlah perang terbuka, angkat-senjata dan pertumpahan-darah, melainkan perang ilmu dan pemikiran, dengan menjaga akal-sehat dan memberi-makan hati-nurani kita.
Dan sebagai penutup, ingatlah selalu bahwa lima belas abad yang lalu, Nabi kita tercinta (ﷺ), telah menyampaikan pesan yang mengejutkan,
لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِي جُحْرِ ضَبٍّ لاَتَّبَعْتُمُوهُمْ
"Sungguh, kalian benar-benar akan mengikuti kebiasaan orang-orang sebelum kalian, jengkal demi jengkal, hasta demi hasta, hingga tatkala mereka masuk ke dalam lubang kadalpun, kalian pasti akan mengikutinya ....."  [Sahih Muslim]
Rujukan :
- Professor Kenneth W. Harl, The Peloponnesian War, The Teaching Company
- Abu Esa Al Kanadi, The Secret World, Maktabah Al Ansaar Publications
- Two Very Different City-States: Sparta and Athens, Constitutional Rights Foundation

Senin, 15 Februari 2021

Bercanda tentang Cinta

Burung-dara menyapa dengan salam, lalu bersenandung,
Duhai cinta-pertama dalam hidupku,
kedua-mataku tersibak-lebar.
Duhai cinta pertama dalam hidupku,
kedua-mataku kuasa melihat.
Kulihat sang-bayu, duhai kulihat pepohonan.
Segenap membahana dalam qalbuku.
Kulihat gegana, duhai kulihat bumantara.
Segenap membahana dalam buana kita.

Duhai cinta-pertama dalam hidupku,
benakku tersingkap-lebar.
Duhai cinta pertama dalam hidupku,
benakku kuasa mengenyam.
Kukenyam pilu, duhai kukenyam rindu.
Segenap membahana dalam qalbuku.
Kukenyam hayat, duhai kukenyam cinta.
Segenap membahana dalam buana kita.
Usai mengucapkan kalimat pembuka, ia berkata, "Wahai saudara-saudariku, wajar jika ada orang jatuh-bangun karena cinta dan romansa. Itu terjadi di sekitar kita. Cinta, sebuah topik yang paling banyak dibicarakan di media. Di luar sana, banyak peristiwa cinta segitiga yang berujung pada pembunuhan. Keluarlah berjalan-jalan, dan engkau kan temukan banyak mereka yang mengakhiri hidupnya hanya karena kehilangan cinta. Ada juga, di belahan dunia lain, yang rela menipu, bermuslihat, dan bahkan berdusta, karena cinta, terutama yang cinta harta dan kekuasaan.
Pandangan tentang cinta dalam masyarakat Muslim, membentang dari yang sangat liberal, hingga yang sangat konservatif. Pandangan yang sangat liberal melihat bahwa cinta itu baik dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya, boleh-boleh saja hingga masa-pranikah. Pandangan yang sangat konservatif mengutarakan bahwa cinta itu buruk, atau pengantin pria hanya boleh melihat pengantin wanita pada malam pernikahan.

Cinta itu, denominator umum bagi umat manusia, namun, suatu pokok-bahasan yang tak sungguh-sungguh dibicarakan dalam masjid dan sangat disalahpahami. Cinta itu, hakikatnyanya, salah satu hal utama yang tersedia dalam Islam. Rasulullah (ﷺ) memberikan banyak jalan-keluar bagi masalah jalinan-cinta. Sayyida 'Aisyah, radhiyallahu 'anha, wanita yang paling beliau cintai. Beliau jatuh cinta padanya ketika berusia lima puluhan. Dikisahkan oleh Abu `Utsman,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم بَعَثَ عَمْرَو بْنَ الْعَاصِ عَلَى جَيْشِ ذَاتِ السَّلاَسِلِ قَالَ فَأَتَيْتُهُ فَقُلْتُ أَىُّ النَّاسِ أَحَبُّ إِلَيْكَ قَالَ ‏"‏ عَائِشَةُ ‏"‏‏.‏ قُلْتُ مِنَ الرِّجَالِ قَالَ ‏"‏ أَبُوهَا ‏"‏‏.‏ قُلْتُ ثُمَّ مَنْ قَالَ ‏"‏ عُمَرُ ‏"‏‏.‏ فَعَدَّ رِجَالاً فَسَكَتُّ مَخَافَةَ أَنْ يَجْعَلَنِي فِي آخِرِهِمْ‏.‏

"Rasulullah (ﷺ) mengutus `Amr bin Al-As sebagai komandan pasukan Dzatus Salasil. `Amr bin Al-` As berkata, "(Saat aku kembali) aku menemui Rasulullah (ﷺ) dan berkata , 'Siapakah yang paling engkau cintai?' Beliau menjawab, 'Aisyah.' Aku berkata, 'Di antara kaum lelaki?' Beliau menjawab, 'Ayahnya (Abu Bakar)'. Aku berkata, 'Setelah itu, siapa?' Beliau menjawab, 'Umar.' Kemudian beliau menyebutkan satu-persatu nama banyak orang, dan aku terdiam karena risau beliau akan menyebutku yang terakhir dari sekian banyak dari mereka." [Shahih Al-Bukhari]
Kesaksian Rasulullah (ﷺ) ini terjadi ketika beliau berusia 50-an! Rasulullah (ﷺ) itu, manusia seperti kita. Istri-istri beliau bahkan sering bercanda tentang beliau!

Setiap ulama tradisional, lebih dari sekedar pemberi fatwa yang kritis, karena mungkin bertentangan dengan pendapat umum. Bahkan, beberapa ulama pernah berkata, "Jika engkau tak mengalami cinta, engkau bukan manusia normal." Ibnu Hazm, rahimahullah, sebagai contohnya. Namanya, Ali bin Ahmad ibnu Hazm Al-Andalusi. Ia seorang faqih dan ulama hebat, namun yang pertama dan terutama, seorang manusia. Ia menulis buku tentang Aqidah, Fiqih, Tafsir, dan beragam Madzab. Ia terlahir sebagai pengikut madzab Syafi'i dan dikenal karena menghidupkan kembali madzab Zhahiri. Ia salah seorang ulama besar dalam agama kita, dan bukan hanya seorang ulama besar di generasinya. Salah seorang sezamannya mengatakan bahwa lidah Ibnu Hazm dan pedang Al-Hajjaj, ibarat saudara kembar. Ia akan berbicara sangat tegas dalam tulisannya pada saat-saat tertentu. Namun jika menyangkut topik cinta, tulisannya akan sangat sensitif dan emosional. Ia menulis otobiografi berjudul, "Penyembuhan Jiwa." Di dalamnya, ia berbicara tentang jalinan dirinya dengan seorang wanita Andalusia pada masanya, selain kisah cintanya sendiri. Engkau akan merasakan nestapa dalam tulisannya, karena sungguh ia jatuh cinta pada Qahramana, kemudian kehilangan kontak dengannya. Ia bertemu lagi dengannya bertahun-tahun kemudian setelah kehilangan wanita itu. Setelah bertahun-tahun, mereka bertemu kembali, namun penampilannya telah berubah karena mengalami berbagai persoalan dan kesedihan.
Ibnu Hazm akan bersikap lembut bilamana bicara tentang cinta; ia tak tampak seperti seorang faqih yang tegas sebagaimana bayangan orang. Ia percaya bahwa sukma itu, materi yang bertebaran di awang-awang, yang bertemu dan turun ke bumi, lalu bergabung sebagai belahan-jiwa. Teorinya tentang cinta didasarkan pada asimilasi dan kesamaan karakteristik antara para pecinta; bagian pertamanya, bercanda, dan bagian terakhirnya, ketetapan-hati.

Ia juga berbicara tentang cinta yang suci - nafsu qalbu dengan keshalihan dan ketaqwaan. Karena ia seorang Zhahiri, ia memaknai cinta dalam arti literal sebagai cinta yang suci, bukan cinta yang penuh nafsu. Ia menganggap cinta sebagai penyakit atau kepedihan; obatnya tergantung pada derajat atau beratnya cinta masing-masing sisi. Ibnu Hazm berkata, "Cinta itu wajar, akan tetapi, dapatkah Allah menguji kita dengannya? Ya, Allah selalu menguji kita, untuk melihat ketaatan kita kepada-Nya."

Ia juga pernah berkata, “Cinta - semoga Allah memuliakanmu! - Hakikatnya penyakit yang membingungkan, dan obatnya sangat sesuai dengan sejauh mana pengobatannya; inilah penyakit yang menyenangkan, penyakit yang sangat didambakan. Siapapun yang bebas darinya, lebih suka tak imun darinya, dan siapapun yang terserang olehnya, takkan mau pulih darinya. Cinta melambangkan sesuatu yang glamor, yang sebelumnya diremehkan manusia, dan menjadikan mudah apa yang sampai sekarang ia anggap sulit; sehingga cinta itu bahkan bisa mengubah perangai dan watak bawaan."

Betapa banyak dari kita yang suka bercanda tentang cinta, dan juga, jatuh cinta. Mungkin bahkan terjadi di antara dua calon pasangan sampai mereka sungguh-sungguh jatuh cinta! Ketahuilah bahwa Cinta bukanlah sesuatu yang dijadikan lelucon atau dianggap remeh. Ia merupakan salah-satu dari tanda-tanda Allah yang paling menakjubkan.
وَ مِنۡ اٰیٰتِہٖۤ اَنۡ خَلَقَ لَکُمۡ مِّنۡ اَنۡفُسِکُمۡ اَزۡوَاجًا لِّتَسۡکُنُوۡۤا اِلَیۡہَا وَ جَعَلَ بَیۡنَکُمۡ مَّوَدَّۃً وَّ رَحۡمَۃً ؕ اِنَّ فِیۡ ذٰلِکَ لَاٰیٰتٍ لِّقَوۡمٍ یَّتَفَکَّرُوۡنَ
"Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah, Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu mawaddah-warahmah. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir." [Qs. Ar-Rum (30):21]
Allah Subhanahu wa Ta'aala menyatakan bahwa penciptaan-Nya atas lelaki dan perempuan, saling-berpasangan, yang merupakan tanda-tanda dan nikmat atas ciptaan-Nya. Penciptaan langit dan bumi dan bagaimana mereka tegak dengan perintah-Nya, juga sebagai tanda-tanda penciptaan-Nya. Allah telah menarik kesejajaran antara tanda-tanda menakjubkan di alam semesta ini, dan penciptaan-Nya atas lelaki dan perempuan, saling-berpasangan. Cinta juga merupakan tanda Keilahian-Nya, sama pentingnya dengan penciptaan seluruh alam semesta.

Cinta punya sejumlah tahapan dimana ia bertransformasi sendiri. Dimulai dengan cinta yang penuh gairah, kemudian berganti dengan sendirinya ketika sang-istri hamil, lalu beralih sekali lagi saat ada anak. Tatkala cinta yang menggebu-gebu itu lenyap, orang berpikir bahwa cinta tak lagi ada di antara pasangan. Namun sesungguhnya, cinta itu tak pernah mati. Yang terjadi sebenarnya, cinta itu, membentuk dirinya sendiri. Pengertian cinta yang paling umum, cinta yang penuh gairah, tetapi ada bentuk cinta yang lain. Rasulullah (ﷺ), berbicara tentang istrinya Khadijah, berkata, "Sesungguhnya, aku dirahmati dengan cinta untuknya" [Shahih Muslim].


Bentuk cinta yang dibicarakan Rasulullah (ﷺ) itu, cinta yang penuh gairah. Kata 'cinta' dalam bahasa Arab, حب. Akar katanya, huruf ب dan ح. ح berasal dari dalam tenggorokan, seperti cinta yang bisa sangat dalam dan terkadang cinta begitu dalamnya, sehingga membuat kita tercekik; desahan cinta. ب berasal dari bibir dan huruf yang sangat lembut; salah satu huruf termudah diucapkan dalam bahasa Arab. Ketika kita mengucapkan ب , seperti berciuman, dan ciuman itu, wujud dari cinta.

Dongeng, seperti Cinderella, telah memainkan peran penting dalam membentuk pandangan orang tentang apa itu cinta. Dalam dongeng ini, cinta itu, tentang keindahan dan ketertarikan fisik: sang pangeran melihat sang gadis dan jatuh cinta tanpa mengenalnya; mereka menikah dan "hidup bahagia selamanya". Ceritanya selalu berakhir dengan pasangan menikah dan saat itulah cinta berakhir. Jika dongeng-dongeng ini, dalam segala hal, didasarkan pada deskripsi seperti ini, konsepnya terasa kurang tepat.

Dari waktu ke waktu, ada berbagai pandangan tentang apa sebenarnya cinta itu. Antara lain, cinta itu, interaksi fisik antara lelaki dan perempuan. Yang lain mengatakan bahwa cinta itu, ide filosofis. Cinta itu, psikologis, seseorang meyakinkan diri sendiri bahwa mereka sedang jatuh cinta. Cinta itu spiritual; tentang menemukan belahan-jiwa. Cinta itu intelek; cinta itu, proses intelektual. Kebanyakan, yang mendefinisikan cinta itu sebagai sentimen dan perasaan terhadap orang lain. Beberapa filsuf Muslim sepakat bahwa cinta bisa menjadi penyakit. Ada juga cinta moral atau religius seperti cinta kepada Allah dan Rasulullah (ﷺ). Juga cinta seseorang terhadap sesama Muslim ketika engkau mencintai mereka karena Allah. Namun jika engkau ingin agar pernikhanmu langgeng, harap jangan katakan pada pasanganmu bahwa engkau mencintainya karena Allah, sebab wajar jika orang yang telah menikah, menginginkan cinta yang penuh gairah.
Rumi pernah menulis, "Seseorang berdiri di depan pintu sang kekasih dan mengetuk. Terdengar suara bertanya, "Siapa? " Ia menjawab, "Aku!" Suara itu berkata, "Tak ada ruang bagi "hanya aku" dan "cuma engkau." Pintunyapun ditutup rapat-rapat. Setelah setahun dalam kesendirian dan kerinduan, ia kembali dan mengetuk. Terdengar suara dari dalam bertanya, "Siapa?" Orang itu berkata, “Engkau!” Pintupun terbuka untuknya.

Banyak teori tentang cinta dari para ulama. Imam Muhammad al-Ghazali. rahimahullah, menulis tentang cinta dalam bukunya Ihya' Ulumuddin, "Kebangkitan Ilmu Agama" dalam sebuah bab yang disebut "Adaab an-Nikaah"atau "Tatakrama Perkawinan." Ia berbicara tentang hubungan antara pria dan wanita, lebih banyak tentang cinta moral. Selama eranya, masyarakat melebih-lebihkan cinta moral mereka kepada Sang-Ilahi. Imam al-Ghazali membatasi konsep ini dan ia juga menulis tentang fitnah yang besar saat engkau membawa cinta ke dalam ruang-gairah yang ekstrim.

Ibnu Hazm menyatakan bahwa Allah menciptakan manusia dalam replika yang terbaik: kesempurnaan. Ketika kita menyebut kata "indah," yang kita maksud, sempurna. Jadi, keindahan dalam benak manusia itu, tanda kesempurnaan, dan setiap orang dalam hidup ini, mencari kesempurnaan. Kecantikan itu relatif, "Kecantikan ada di mata yang melihatnya". Apa yang mungkin tampak jelek bagi seseorang, bisa cantik bagi orang lain, dan sebaliknya. Terkadang, hal yang berlawanan itu, menarik. Ia benar-benar dapat mempengaruhi apa yang menurutmu indah. Misalnya, api dan es: jika engkau memegang es di tangan dan meremasnya dengan kuat, akan memberikan sensasi terbakar, seperti api. Jadi, yang berlawanan bisa menjadi kebalikannya, sehingga memberikan efek yang sama.

Ia juga menyebutkan dalam Tawqul Hamamah, "Sukma itu, indah, dipengaruhi oleh segala hal yang indah, dan rindu akan gambar-gambar simetris yang sempurna, setiap kali ia melihat gambar seperti itu, ia akan melekat padanya; kemudian, jika ia melihat di balik gambar itu, sesuatu dari jenisnya sendiri, ia menjadi satu dan berdirilah cinta sejati. Namun jika sukma tak menemukan apapun dari jenisnya sendiri di balik gambar itu, kasih-sayangnya tak lebih dari bentuknya, dan tetap menjadi hasrat duniawi belaka."

Sekarang, pertanyaan mungkin timbul, "Halal atau haramkah, jatuh cinta itu? Terjadikah cinta karena pilihan atau dengan paksaan; dan akankah engkau dimintai pertanggungjawaban?" Jatuh cinta itu, salah satu hal teraneh dan terindah yang bisa dialami manusia. Dan meskipun berbeda bagi setiap orang, ada beberapa pemikiran dan perasaan umum yang dapat membantu seseorang mengidentifikasi kapan hal itu terjadi.

Faktanya, cinta itu, sebuah tanda Allah yang paling menakjubkan. Allah menyatakan cinta sebagai "aayaah," tanda yang menakjubkan, berarti itu penting. Apapun yang dinyatakan sebagai Ayat-ayat Allah, bermakna sesuatu yang sangat penting. Itu bukanlah sesuatu yang sepele atau dianggap enteng. Allah berfirman,

وَ مِنۡ اٰیٰتِہٖۤ اَنۡ خَلَقَ لَکُمۡ مِّنۡ اَنۡفُسِکُمۡ اَزۡوَاجًا لِّتَسۡکُنُوۡۤا اِلَیۡہَا وَ جَعَلَ بَیۡنَکُمۡ مَّوَدَّۃً وَّ رَحۡمَۃً ؕ اِنَّ فِیۡ ذٰلِکَ لَاٰیٰتٍ لِّقَوۡمٍ یَّتَفَکَّرُوۡنَ
"Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah, Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu mawaddah-warahmah. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir." [Qs. Ar-Rum (30):21]
Allah menciptakan kita dari satu sukma, dan menciptakan pasangan kita dari jiwa yang sama agar kita dapat menemukan kedamaian dan ketenteraman. Dia berfirman,
ہُوَ الَّذِیۡ خَلَقَکُمۡ مِّنۡ نَّفۡسٍ وَّاحِدَۃٍ وَّ جَعَلَ مِنۡہَا زَوۡجَہَا لِیَسۡکُنَ اِلَیۡہَا ۚ فَلَمَّا تَغَشّٰہَا حَمَلَتۡ حَمۡلًا خَفِیۡفًا فَمَرَّتۡ بِہٖ ۚ فَلَمَّاۤ اَثۡقَلَتۡ دَّعَوَا اللّٰہَ رَبَّہُمَا لَئِنۡ اٰتَیۡتَنَا صَالِحًا لَّنَکُوۡنَنَّ مِنَ الشّٰکِرِیۡنَ
"Dialah Yang menciptakanmu dari jiwa yang satu (Adam) dan daripadanya, Dia menciptakan pasangannya, agar ia merasa senang kepadanya. Maka setelah dicampurinya, (istrinya) mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah ia merasa ringan (beberapa waktu). Kemudian ketika ia merasa berat, keduanya (suami istri) bermohon kepada Allah, Rabb mereka (seraya berkata), “Jika Engkau memberi kami anak yang shalih, tentulah kami akan selalu bersyukur.”" [QS. Al-A'Raf (7):189]
Dijadikan indah bagi pria, mencintai wanita. Allah berfirman,
زُیِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّہَوٰتِ مِنَ النِّسَآءِ وَ الۡبَنِیۡنَ وَ الۡقَنَاطِیۡرِ الۡمُقَنۡطَرَۃِ مِنَ الذَّہَبِ وَ الۡفِضَّۃِ وَ الۡخَیۡلِ الۡمُسَوَّمَۃِ وَ الۡاَنۡعَامِ وَ الۡحَرۡثِ ؕ ذٰلِکَ مَتَاعُ الۡحَیٰوۃِ الدُّنۡیَا ۚ وَ اللّٰہُ عِنۡدَہٗ حُسۡنُ الۡمَاٰبِ
"Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia, cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta-benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik." [QS. Ali 'Imran (3):14]
Cinta alami, diperbolehkan. Jika engkau tak mengalami cinta, maka bangun dan makanlah jerami, karena engkau keledai! Namun, bila masuk ke ranah sesembahan, ia dipertanyakan. Jadi, orang yang jatuh cinta, tak dapat disalahkan. Itulah tanda kesempurnaan dan nikmat Allah atas mereka. Setiap qalbu ada dalam Genggaman Allah, kita tak bisa mengatakannya halal atau haram, karena cinta itu terjadi, dan kita tak mampu mengendalikannya. Ibnu Hazm berkata, "Cinta itu, tak ditolak oleh Agama atau terlarang oleh hukum, karena setiap qalbu itu, ada dalam Genggaman Allah."

Setidaknya, ada sepuluh tanda cinta. Pertama, tatapan sayu. Mata itu, pintu gerbang sukma, sehingga pada dasarnya, mata dapat mengungkapkan jiwamu; Kedua, pecinta akan mengarahkan pembicaraannya kepada sang kekasih; Ketiga, pecinta akan mendengarkan perkataan sang kekasih, dan terpesona akan segala ucapannya - bahkanpun itu tak masuk akal; Keempat, pecinta akan bergegas ke tempat sang kekasih menunggu; Kelima, pecinta akan tiba-tiba kebingungan ketika sang kekasih mendadak menemuinya; Keenam, pecinta akan sangat ceria karena dekat dengan sang kekasih, contoh, awalnya, mereka menggunakan "kursi cinta" agar mereka dapat saling berdekatan; Ketujuh, mereka terlibat dalam perang tarik-menarik. Misal, suami terlebih dulu menawarkan mencuci piring, dan istri berkata, "Tidak, ini tugasku!" Dan mereka tarik-menarik, saling-tarik, hingga terjathlha piring dan pecah. Kemudian mereka berdua tersenyum, dan sang suami menawarkan membersihkannya, dan sang istri berkata tidak, dan mereka mulai lagi. Namun, belakangan, sang suami malah tak bertanya, ia hanya menunggu sang istri melakukannya, dan jika piringnya pecah, mereka mulai saling berteriak. Kedelapan, saling merindukan. Kesembilan, bersentuhan. 'Aisyah meriwayatkan bahwa Rasulullah (ﷺ) akan memegang tangan istrinya ketika berbicara dengan mereka. Kesepuluh, minum dari cangkir yang sama, dan menyentuh bibir tepat di tempat bibir sang kekasih menyentuhnya. Rasulullah (ﷺ) akan mengambil sepotong daging yang telah dimakan 'Aisya dan kemudian makan di tempat yang sama dengannya. Beliau juga akan mengambil cangkirnya, setelah 'Aisyah selesai minum dari cangkir itu, membalikkan cangkirnya, kemudian meletakkan bibirnya tepat di tempat yang telah disentuh bibir 'Aisyah.

Akhirnya, tahap-tahap utama cinta itu, biasanya karena pilihan; engkau memilih mengambil jalan ini, misalnya dengan melihat, engkau bisa jatuh cinta dengan sebuah gambar. Saat dirimu jatuh cinta pada seseorang, yang kemudian terjadi, karena engkau tak mampu menahannya. Allah mengendalikan qalbumu. Pada titik ini, cinta itu, sesuatu yang tak dapat engkau kendalikan. Engkau hanya akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang mampu engkau kendalikan. Jika kita memilih melakukan sesuatu yang haram karena "cinta", maka pastilah kita akan dimintai pertanggungjawaban. Jika cinta terjadi sepenuhnya dengan paksa, semisal engkau jatuh cinta dengan seseorang yang akan engkau nikahi, namun tak berhasil; maka itulah ujian kesabaran. Telitilah ketakwaan dan keshalihan, dan semoga Allah menolongmu!
Cinta! Cinta jualah yang mampu membunuh apa yang tampak telah binasa
Ular nafsu yang membeku, hanyalah cinta
Dengan doa yang penuh linangan air-mata dan kerinduan yang membara
Mengungkap yang tak pernah sains kenali.
Wallahu a'lam."

Rujukan:
- Sheikh Yasser Birjas, Love Notes, Almaghrib Institute
- Idries Shah, The Sufis, Anchor Books

English

Jumat, 12 Februari 2021

Tiga Lelaki didalam Sampan (4)

Lelaki berhoodie melanjutkan, "Cukuplah ini menunjukkan bahwa Islam dan komunisme, saling bertentangan. Lalu, bagaimana bisa keduanya dikatakan sama? Islam bermakna, segala yang baik, sehat, dan apa yang diinginkan dalam kehidupan. Ia juga agama sepanjang masa, generasi dan masyarakat, namun karena dunia Islam selama empat abad terakhir terus-menerus mengalami tekanan, porsi hukum Islam yang menangani masalah ekonomi, tetap statis.

Umat Islam, yang beriman kepada Kemurahan Allah serta Rahmat-Nya yang sangat luas, merangkul seluruh makhluk-Nya dan percaya bahwa Allah-lah yang mengirimkan utusan-utusan-Nya guna membimbing mereka dengan benar, dan yang percaya bahwa Islam tak tunduk pada kepentingan ekonomi, melainkan jauh melampaui itu semua; bagaimana bisa Muslim-muslim seperti itu, dengan bebasnya menganut komunisme, yang menyatakan bahwa seluruh tahapan kemajuan manusia hanya ditentukan oleh interaksi kekuatan lawan, sehingga tak menyisakan tempat bagi kehendak Allah, ataupun faktor maupun inisiatif lain selain dari keberadaan ekonomi, yaitu, tuntutan kebutuhan.

Kaum komunis mengambil sikap agresif terhadap Islam di Timur dan melemparkan berbagai keraguan terhadap Islam. Namun saat mereka menemukan bahwa hal ini malah menambah keterikatan Muslim pada Islam, mereka mengubah strategi dan menggunakan kecurangan dan penipuan. Karena itu, mereka beralasan bahwa, “Komunisme sama sekali tak mencampuri Islam, karena pada dasarnya komunisme hanyalah nama lain dari keadilan sosial dan merupakan tanggungjawab negara terhadap warganya, untuk menyediakan kebutuhan dasar hidup bagi mereka. Berarti, itukah maksudnya bahwa Islam menentang keadilan sosial karena menyatakan bahwa Islam bertentangan dengan komunisme? Sesungguhnnya, Islam tak dapat dipertentangkan dengan sistem seperti itu, walau dengan alasan keadilan sosial."

Penalaran keji ini, mirip dengan yang sebelumnya digunakan oleh kaum imperialis. Mereka juga menyerang Islam secara terbuka, namun ketika mereka tahu bahwa hal itu hanya membuat kaum Muslimin berjaga-jaga dan waspada, mereka mengambil jalan lain. Mereka berkata, “Barat hanya tertarik pada penyebaran peradaban di Timur; bagaimana bisa Islam melawan peradaban padahal ia sendiri, bapak peradaban? " Mereka berhasil meyakinkan umat Islam, bahwa mereka dapat memakai peradaban Barat, tanpa meninggalkan puasa, shalat, dan amalan lainnya, dan mereka juga yakin bahwa sekali umat Islam menyerah pada peradaban Barat, mereka takkan lagi dapat mempertahankan karakter Islamnya. Akibatnya, dalam beberapa generasi, peradaban Barat ini menguasai umat Islam dalam jangka waktu yang panjang. Mereka terbukti benar. Akibatnya, muncullah generasi di antara umat Islam, setelah beberapa waktu, yang sama sekali tak tahu tentang Islam, yang menjauh dari keberpihakan kepada Islam, tanpa ilmu atau alasan apapun.

Permainan jebakan dan muslihat seperti inilah, yang sekarang sedang dimainkan oleh komunis. Mereka mengatakan bahwa umat Islam dapat, pada saat yang sama, tetap menjadi Muslim, masih bisa melaksanakan shalat, puasa, ritual esoterik, dan pada saat bersamaan, menganut paham komunis sebagai sistem ekonomi, karena paham ini sama sekali tak mencampuri urusan agama mereka. Lalu, mengapa mereka kemudian ragu-ragu menerimanya? Sementara berdebat, mereka tahu betul bahwa umat Islam takkan lagi menjadi Muslim sejati jika mereka menyerah pada godaan komunis. Dalam kasus seperti ini, mereka harus membentuk kembali umat Islam yang mau menganut paham komunisme itu masuk ke dalam filosofi hidup mereka dan mengakhiri Islam, serta semua yang diperjuangkannya, karena zaman yang kita jalani ini, salah satu gerakan cepat dan dinamis, yang berarti bahwa perubahan besar dapat dengan mudah dilakukan dalam waktu yang relatif sangat singkat. Namun terlepas dari semua fakta ini, ada sangat banyak Muslim yang rela membiarkan dirinya ditipu oleh nalar yang sedemikian semu ini, itu sebabnya mereka beralasan untuk menghindari perjuangan keras dalam menjalankan tugas-tugas mereka yang tak menyenangkan sebagai Muslim, dan berjanji membebaskan mereka dari. tugas yang berat untuk menemukan jalan mereka sendiri, menggunakan alasan mereka sendiri, dan menggunakan diri mereka sendiri dalam aktivitas-aktivitas yang membatasi. Mereka lebih suka duduk dan menikmati mimpi yang hampa dan membiarkan diri mereka dituntun orang lain.

Pada prinsipnya, Islam tak menentang sistem apapun jika tak bertentangan dengan prinsip-prinsipnya dan membantu umat Islam dalam menyelesaikan masalah-masalah yang timbul akibat perubahan kondisi kehidupan. Faktanya, komunisme sama sekali bukan empat-mata, sama sekali tak serupa dengan ideologi Islam, meskipun, mungkin dalam beberapa hal, secara dangkal, mirip-mirip Islam. Masyarakat Islam yang telah memiliki sistem terbaik, takkan mau begitu saja melepaskan Islam dan kemudian menganut paham komunis, kapitalis atau sosialis materialistis, meskipun mungkin semua paham ini, dalam beberapa hal, terlihat seperti Islam."

Lelaki bercardigan bertanya, "Dalam kenyataan, bisakah kita menganut komunisme, namun tetap hidup sebagai masyarakat Muslim?" Lelaki berhoodie menjawab, "Jawabannya, gelengan kepala dan telapak tangan, disertai ucapan, "Jangan!" yang panjang, karena, saat kita menerapkan komunisme, yang dengan keliru atau tak jujur digambarkan sebagai sistem ekonomi murni, kita akan menemukan bahwa komunisme itu, bertentangan dengan Islam, baik dalam teori maupun praktik. Bentrokan diantara keduanya, tak terelakkan, karena alasan sederhana, bahwa berbenturannya tak dapat dihalangi atau dicegah."

Hening sejenak, lelaki bercardigan menghela nafas, lalu berkata, "Baiklah, untuk menutup bincang-kecil kita hari ini, aku ingin menyampaikan beberapa fakta. Pertama, hendaknya dipahami dengan baik bahwa Islam bukan sekedar visi-ideologis. Sebaliknya, Islam itu, sistem kehidupan praktis yang sepenuhnya menghargai segala keperluan umat manusia dan menawarkan sarana untuk mewujudkannya.

Kedua, dalam usaha memenuhi persyaratan sejati manusia, Islam memberikan keseimbangan yang sempurna sejauh fitrah manusia memungkinkannya. Dimulai dengan setiap insan menjaga keseimbangan antara kebutuhan jiwa dan raga, akal dan hati, dan dalam hal apapun, tak membiarkan satu sisi mendominasi sisi yang lain. Islam tak menekan naluri hewani agar menjadikan sukma naik ke alam yang lebih tinggi, dan sebaliknya, juga tak mendambakan syahwat ragawi, yang menjadikan manusia tersungkur ke tingkat serendah binatang. Islam memenuhi kebutuhan fisik dan spiritual, baik di satu tingkat yang lebih tinggi, menghilangkan semua konflik psikologis internal yang mengancam entitas jiwa manusia, atau menempatkan sebagian darinya terhadap bagian lain. Dari situlah tercapainya keseimbangan antara kebutuhan individu dan kebutuhan masyarakat. Islam memungkinkan tak seorang individupun boleh melanggar individu atau masyarakat lain. Juga tak membolehkan sebuah komunitas melakukan pelanggaran terhadap individu. Islam juga tak menyetujui satu golongan orang memperbudak golongan lain. Islam menerapkan batasan kebaikan pada semua kekuatan yang saling bertentangan ini, mencegahnya saling bertabrakan, mengajak semuanya saling bergandengan tangan dan bekerja sama guna kebaikan umat manusia secara keseluruhan.

Dengan demikian, Islam menyeimbangkan berbagai faktor masyarakat, antara faktor spiritual dan temporal, ekonomi dan manusia. Berbeda dengan komunisme, yang tak yakin bahwa faktor-faktor ekonomi, aspek material saja, mendominasi keberadaan manusia. Juga tak berkontribusi pada apa yang dikatakan oleh para spiritualis atau idealis murni yang mengklaim bahwa faktor-faktor spiritual dari cita-cita yang mulia saja, sudah cukup mengatur kehidupan manusia. Islam lebih berpendapat bahwa tak hanya satu atau dua, melainkan semua elemen yang beragam ini bersatu membentuk apa yang disebut masyarakat manusia; dan bahwa asas kehidupan terbaik itu, yang memperhatikan semuanya, memberi keleluasaan bagi jiwa, raga, dan akal, serta mengatur semuanya dalam kerangka suatu kesatuan yang harmonis.

Ketiga, hendaknya dicamkan bahwa Islam, memiliki eksistensi yang sama sekali independen sebagai filosofi sosial dan juga sistem ekonomi. Beberapa manifestasi lahiriahnya, mungkin di permukaan tampak mirip dengan kapitalisme atau komunisme, namun pada kenyataannya, ia sama sekali jauh berbeda. Islam mempertahankan seluruh sifat baik dari sistem-sistem ini, namun bebas dari kekurangan dan penyimpangan. Islam tak memuja individualisme sampai ke tingkat yang inferior, yang menganggap individu sebagai dasar tatanan sosial dan mengatakan bahwa kebebasan individu dalam segala keadaan, harus dipertahankan dan tak boleh diganggu. Kapitalisme modern didasarkan pada konsep kebebasan individu untuk mengeksploitasi orang lain, termasuk masyarakat yang mendidik dan memeliharanya.

Islam, disamping menekankan pentingnya masyarakat, tak sampai pada titik ekstrim. Islam berada pada titik keseimbangan antara dua ekstrim - komunisme dan kapitalisme. Mengingat arti pentingnya, maka tercipta keharmonisan antara individu dan negara, sehingga individu punya kebebasan yang diperlukan untuk mengembangkan potensi dirinya, tetapi tak menindas sesamanya, sebagaimana juga hal itu diberikan kepada masyarakat atau negara yang mewakili masyarakat yang terorganisir, kekuasaan yang sangat besar untuk mengatur dan mengontrol hubungan sosial-ekonomi, agar senantiasa menjaga dan memelihara keharmonisan ini dalam kehidupan manusia. Dasar dari keseluruhan struktur seperti yang dibayangkan oleh Islam itu, cinta timbal-balik antara individu dan kelompok. Ia tak didirikan atas dasar kejahatan dan konflik kelas sebagaimana dalam masyarakat komunis.

Dapat juga ditunjukkan di sini bahwa sistem kehidupan yang unik ini, seperti yang dibayangkan oleh Islam, tak berasal dari tekanan ekonomi manapun, bukan juga hasil dari kepentingan kelompok antagonis yang saling bertentangan. Tidak, tak hanya ini, melainkan ia diungkapkan kepada dunia sebagai sistem kehidupan yang ditahbiskan pada saat manusia tak mementingkan faktor-faktor ekonomi secara khusus, juga tak tahu apa-apa tentang keadilan sosial dalam pengertian yang kita kenal di zaman modern. Baik komunisme dan kapitalisme itu, pertumbuhan yang jauh lebih lambat. Sejauh menyangkut reformasi di bidang sosial dan ekonomi kehidupan manusia, kebutuhan dasar manusia — makanan, perumahan, dan kepuasan seksual — yang dengannya nama Karl Marx selalu dikaitkan sebagai yang pertama berpendapat bahwa tugas pemerintahlah yang harus menyediakan kebutuhan dasar manusia ini. Ini diklaim sebagai revolusi besar dalam sejarah pemikiran manusia. Akan tetapi jauh sebelum Karl Marx — seribu lima ratus tahun yang lalu — Islam telah memproklamasikan hak-hak individu ini di hadapan dunia.
Pemakluman historis tentang hak asasi manusia fundamental ini, tak hanya mencakup apa yang disuarakan Karl Marx, namun juga menambahkan beberapa lagi, tanpa perlu adanya sentimen antar golongan, revolusi berdarah, dan tanpa, tentu saja, menolak semua elemen manusia dalam kehidupan. yang tak termasuk dalam tiga hal di atas: makanan, perumahan dan kebutuhan seksual.

Inilah beberapa ciri yang menonjol dari asas kehidupan Islam. Semuanya itu, cukuplah untuk membuktikan bahwa sebuah agama dengan hukum dan prinsip seperti ini, begitu komprehensifnya sehingga mencakup seluruh keberadaan manusia, emosi, pikiran, tindakan, ibadah, urusan ekonomi, hubungan sosial, dorongan naluriah dan aspirasi spiritual - semua diatur dalam kerangka satu sistem kehidupan yang harmonis namun unik, takkan pernah kehilangan kegunaannya bagi umat manusia. Agama seperti ini juga takkan pernah menjadi usang, karena tujuannya sama dengan tujuan kehidupan itu sendiri dan, oleh karenanya, ditakdirkan untuk terus hidup selama masih ada kehidupan di planet ini."

Setelah terdiam sejenak, sang camar berkata, "Wahai saudara-saudariku! Aku takkan merangkum apapun dari percakapan ketiga lelaki itu, semuanya kuserahkan padamu. Semoga apa yang kusampaikan, bermanfaat bagi kita semua. Sungguh, tak ada salahnya menikmati apa yang telah dianugerahkan Allah, namun jangan sampai membuat kita lengah akan bahaya yang sedang mengintai. Wallahu a'lam."

Rujukan :
- Muhammad Qutb, Islam the Misunderstood Religion, IIFSO

[Bagian 1]
[Bagian 3]

English

Selasa, 09 Februari 2021

Tiga Lelaki didalam Sampan (3)

Lelaki berjaket, diam sejenak, menarik lengannya keluar dari saku jaketnya, melipat tangan, lalu menoleh ke arah lelaki berhoodie, menatapnya dan berkata, "Sampaikanlah kepada kami!" Lelaki berhoodie mendongak, menatap kedua rekan di hadapannya. Ia berpikir sejenak, lalu berkata, "Pertama, komunisme bertumpu pada basis materialistik murni. Ia tak mengenali apapun kecuali yang dirasakan oleh organ indera. Apa yang tak dapat dilihat oleh organ indera ini, dianggap tak nyata, omong-kosong dan tak ada keberadaan apapun atau jika memang ada, tak begitu penting, sehingga seseorang sama sekali tak perlu mempedulikannya. Engels berkata, 'Materilah satu-satunya hal yang nyata di dunia.' Dan kaum materialis berpendapat, 'Akal manusia hanyalah wujud materi yang mencerminkan lingkungan materi eksternal yang mengelilinginya.'"

Mereka lebih lanjut mengatakan bahwa apa yang disebut jiwa, sama sekali tak ada, namun lebih merupakan produk materi. Dengan demikian, kita melihat bahwa, komunisme itu, ideologi materialistik murni yang mengejek semua bentuk spiritualisme, menjulukinya sebagai sesuatu yang tak ilmiah. Ideologi Islam, di sisi lain, menolak mengakui penyempitan lingkup kegiatan manusia atau menurunkan manusia ke harkat kehidupan yang rendah. Ia memandang manusia sebagai makhluk yang bercita-cita melayang tinggi di alam roh dan pikiran, meskipun ia berjalan di bumi dan memiliki tubuh fisik. Kebutuhan manusia bukanlah makanan, tempat tinggal dan kepuasan seksual semata, seperti yang diklaim Karl Marx.

Sebuah pertanyaan, pada tahap ini, mungkin muncul di benak kita, 'Bagaimana filosofi materialistik ini dapat mempengaruhi kita, bila kita tak ada hubungan dengannya? Haruskah kita menganut saja program ekonomi komunisme dan mempertahankan semua akidah dasar kita, Rabb kita, Nabi kita (ﷺ), dan sistem spiritual kita?' Semua ini, tak dapat dipengaruhi oleh program ekonomi yang mungkin kita anut, karena sangat berbeda dari hal-hal yang telah kita gambarkan dan memiliki entitas independen. Semoga, janganlah ada yang bercita-cita seperti ini, karena, sebagaimana yang dianut kaum komunis, ada pertalian yang kuat antara sistem ekonomi dan keyakinan dasar, ideologi dan pandangan tentang kehidupan suatu bangsa. Semuanya tak dapat dilihat secara terpisah; semuanya saling terkait erat, karena semua didasarkan pada sistem ekonomi yang sama, yang diangkat pada filosofi kehidupan materialis murni seperti yang telah dijelaskan oleh pionir komunis, Engels dan Marx, dalam tulisan mereka.

Kaum komunis, misalnya, juga percaya pada materialisme dialektik. Mereka berpendapat bahwa, adalah suatu konflik yang berlawanan, yang 'punya' dan 'yang tak punya' atau pekerja dan kapitalis, itulah satu-satunya faktor nyata, meskipun berbahaya, di balik semua kemajuan ekonomi dan manusia, yang telah dicapai umat manusia sejauh ini, yang di mulai dari zaman komunis pertama dan beralih ke perbudakan, lalu feodalisme, kapitalisme, dan kemudian zaman komunis terakhir. Dengan materialisme yang sangat dialektis inilah, mereka membenarkan pendirian mereka dan membuktikan kemunculan terakhir komunisme sebagai pemenang dari peperangan ideologis saat ini. Mereka mengklaim bahwa ada hubungan ilmiah yang erat antara komunisme dan teori materialisme dialektis ini, dimana tak ada tempat sama sekali untuk konsep Ketuhanan, utusan-Nya, atau risalah-risalah-Nya. Dalam kesombongan, mereka berpikir bahwa semua ini hanyalah hasil dari interaksi kekuatan ekonomi. Semua itu, tak memiliki arti atau signifikansi selain dari keadaan ekonomi yang menyebabkannya. Jadi, hal-hal tersebut kehilangan segala kepentingannya dalam kehidupan manusia dan sama sekali tak berharga dalam menafsirkan atau mendefinisikan kehidupan atau menentukan tujuan sebenarnya. Satu-satunya faktor penting, ialah alat produksi yang, jika diubah, mempengaruhi seluruh keberadaan manusia dan merevolusionerkannya. Kekeliruan dan kelemahan pandangan komunis tentang sejarah manusia dibuktikan dengan fakta bahwa komunisme tak dapat memberikan penjelasan yang memadai tentang revolusi besar yang dibawa oleh Islam di Arab, karena ia tak dapat menunjukkan perubahan apapun dalam alat-alat produksi ekonomi di Arab Saudi, jazirah Arab atau bahkan di seluruh dunia Islam kontemporer, yang dapat disebut sebagai penyebab munculnya Nabi Muhammad (ﷺ) di belahan dunia itu, dengan membawa sistem kehidupan yang sama sekali baru.

Kedua, manusia, menurut pandangan komunis, hanyalah makhluk pasif yang kemauannya tak memiliki kepentingan apapun di hadapan kekuatan material dan ekonomi. Karl Marx berkata, 'Cara produksi mengkondisikan seluruh proses kehidupan sosial, politik dan intelektual. Bukan kesadaran manusia yang menentukan keberadaan mereka, melainkan sebaliknya, keberadaan sosial merekalah yang menentukan kesadaran mereka.'

Sebaliknya, dalam Islam, kita menemukan bahwa manusia dipandang sebagai makhluk aktif dengan kehendak bebasnya sendiri, yang tunduk pada kehendak Allah Subhanahu wa Ta'ala. Jadi, Islam menjelaskan bahwa manusialah yang menikmati kekuasaan dan kedudukan tertinggi di bumi ini, dengan segala kekuatan material dan ekonomi, yang ada di luar sana untuk melaksanakan pemerintahannya. Islam sendiri, sebagai contoh kasus dalam hal ini. Kemajuannya tak terbatas pada, atau, diarahkan oleh proses materialisme dialektik apapun. Umat ​​Islam awal, tak pernah, walau sesaatpun, merasa bahwa eksistensi ekonomi manusia itu memainkan peran yang menentukan dalam membentuk takdirnya atau bahwa itu sesuatu yang berada di luar kendali kesadarannya seperti yang dikatakan Marx. Sebaliknya, mereka secara sadar membentuk perekonomian sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya (ﷺ), yang mendasarkan semua hubungan sosial pada ajaran Islam. Mereka membebaskan budak tanpa pertimbangan keuntungan ekonomi atau inisiatif yang mendorong mereka melakukannya; dan sebenarnya, mereka tak pernah menyaksikan pembentukan feodalisme di negeri mereka meskipun itu telah menjadi sistem yang paling lazim selama berabad-abad di Eropa dan di dunia pada umumnya. Penerapan ekonomi komunis niscaya mengarah pada pengadopsian filosofi komunis, filosofi yang menjadikan manusia hanya sebagai alat kekuatan ekonomi, yang tak memperdulikan kehendak bebas manusia, karena dianggap tak dapat mengubah arah mereka, juga tak dapat mempengaruhi pekerjaan mereka, dengan cara apapun, menjadi sesuatu yang mustahil, dan, sebab itulah, tak terbayangkan.

Ketiga, Komunis dan sejenisnya bersikeras, bahwa kepemilikan pribadi bukanlah kecenderungan alami. Mereka mengklaim bahwa tak ada kepemilikan pribadi dalam masyarakat dimana "komunisme pertama" menang. Segalanya, kata mereka, milik publik yang dimiliki oleh semua orang yang dibimbing oleh semangat kasih sayang, kerja sama, dan persaudaraan. Penyesalan yang menyedihkan bahwa “era malaikat” seperti itu, tak berlangsung lama, karena penemuan agrikultur melibatkan perselisihan mengenai lahan pertanian dan alat produksi. Ini pasti menyebabkan perang berkobar. Kaum komunis menyatakan bahwa umat manusia dapat mengakhiri kejahatan yang mengerikan ini hanya dengan kembali sekali lagi kepada "komunisme awal" dimana tak ada yang memiliki properti pribadi dan semua hasil produksi dibagikan secara merata. Mereka meyakini bahwa inilah satu-satunya cara memulihkan perdamaian, cinta-kasih, dan keharmonisan dunia. Di sisi lain, para psikolog dan sosiolog, tak menyetujui perbedaan yang jelas antara emosi, konsep, dan perilaku manusia, baik yang alami maupun yang diperoleh. Begitu pula, mereka berbeda pandang tentang kepemilikan pribadi. Ada psikolog dan sosiolog yang berpendapat bahwa kepemilikan pribadi itu, kecenderungan alami yang lahir bersama manusia, terlepas dari keadaan lingkungannya. Yang lain meyakini bahwa kepemilikan pribadi itu, diperoleh melalui lingkungan manusia. Seorang anak, kata mereka, tak mau berpisah dengan mainannya, karena jumlahnya terlalu sedikit atau karena ia khawatir anak lain akan mengambilnya. Ketika hanya ada satu mainan bagi sepuluh anak, pertengkaran pasti akan terjadi, akan tetapi, kata mereka, bila ada sepuluh mainan untuk sepuluh anak, setiap orang akan memiliki mainannya sendiri dan takkan ada konflik.

Kaum komunis menyatakan bahwa kepemilikan pribadi, telah disandingkan selama berabad-abad dengan ketidakadilan dan, oleh karenanya, jika umat manusia ingin menjaga perdamaian dan melepaskan diri dari konflik pahit ini, harus menghapus kepemilikan pribadi. Namun, komunis tampaknya melupakan dua fakta penting, bahwa upaya individu berkontribusi pada kemajuan umat manusia, dan, bahwa tak ada kemajuan yang dicapai selama apa yang disebut "era malaikat" dari "komunisme pertama". Dapat dikatakan bahwa umat manusia mulai membuat kemajuan hanya setelah adanya konflik kepemilikan. Ini berarti bahwa konflik semacam itu sama sekali bukan kejahatan mutlak. Sebaliknya keberadaannya, dalam batas yang wajar, merupakan kebutuhan psikologis, sosial dan ekonomi. Selain itu, harus diingat bahwa Islam tak menerima begitu saja bahwa kepemilikan pribadi mendasari semua ketidakadilan yang menimpa umat manusia. Ketidakadilan yang akut, yang menyertai kepemilikan pribadi di Eropa dan negara-negara non-Islam lainnya, umumnya disebabkan oleh fakta bahwa kelas-kelas yang memiliki properti di negara-negara tersebut, para pembuat undang-undang dan juga para penguasa. Wajar jika kelas seperti itu, membuat peraturan yang melindungi kepentingannya dengan mengorbankan kelas lain.

Islam tak mengakui keberadaan kelas penguasa. Dalam Islam, hukum tak dibuat oleh golongan yang memiliki hak khusus. Akan tak terbayangkan bila Allah memilih beberapa individu atau golongan dengan mengorbankan yang lain. Apa alasan-Nya pilih kasih seperti itu? Menurut Islam, penguasa dipilih secara bebas oleh semua umat. Ia tak dinominasikan bagi jabatan berdasarkan pertimbangan golongan apapun. Saat mengemban tugasnya, penguasa harus mengikuti hukum yang tak dibuatnya, hukum yang diketahui semua orang dan diturunkan langsung oleh Allah. Dalam hubungan ini, kita dapat mengutip ucapan Abu Bakar, Khalifah pertama, 'Taati aku selama aku taat kepada Allah dalam pemerintahanku atasmu, namun bila aku tak menaati Allah, janganlah menaati aku.' Seorang penguasa dalam Islam, tak memiliki kekuatan hukum yang memberinya wewenang untuk memberikan hak istimewa legislatif apapun kepada dirinya sendiri atau orang lain. Ia tak punya kekuatan hanya memilih satu golongan dari yang lain atau bertindak dalam menanggapi pengaruh politik dari kelas yang berkepemilikan, dengan memberlakukan peraturan perundang-undangan yang melindungi kepentingannya seraya menindas golongan lain. Perlu ditekankan bahwa ketika kita berbicara tentang pemerintahan Islam, kita mengacu pada periode dalam sejarah Islam dimana prinsip-prinsip dan perintah Islam, diterapkan sepenuhnya dalam arti yang sebenarnya. Kita tak mengacu pada periode ketika korupsi mengubah sistem pemerintahan menjadi monarki. Islam tak mengakui pemerintahan seperti itu dan tak dapat dimintai pertanggungjawaban atas aturan itu.

Aturan Islam, dengan segala keadilan dan idealismenya, tetap berlaku hanya untuk era yang singkat, tak boleh berarti bahwa itulah sistem imajiner yang tak sesuai untuk aplikasi praktis. Toh apa yang berhasil diterapkan, sekali bisa diterapkan lagi, dan sudah menjadi kewajiban semua orang agar bekerja lebih keras demi pemulihan era seperti itu. Akan tetapi, saat ini lebih menguntungkan dari sebelumnya untuk penegakan kembali aturan Islam. Di bawah pemerintahan Islam, kelas-kelas yang memiliki properti, takkan diberi kesempatan membuat hukum yang hanya untuk kepentingan mereka. Islam mengatur bahwa semua orang harus diperlakukan menurut hukum yang sama tanpa diskriminasi apapun mengenai hak asasi atau martabat manusia. Dalam hal terjadi perbedaan interpretasi terhadap beberapa ketentuan hukum - yang terjadi pada setiap hukum di bumi - para ahli hukum akan memegang kendali. Patut dicatat dengan bangga bahwa para ahli hukum Muslim yang hebat, tak pernah menafsirkan hukum apapun dengan cara yang dapat melayani kepentingan kaum berkelas, dengan mengorbankan yang lebih miskin. Sebaliknya, mereka selalu cenderung memenuhi tuntutan dasar kelas pekerja dan memberikan hak mereka sepenuhnya. Faktanya, ada ahli hukum Islam bahkan menganggap pekerja atau petani itu bermitra, sejauh menyangkut keuntungan, dengan majikannya.

Di sisi lain, Islam tak menilai sifat manusia sangat rendah sehingga disia-siakan, bahwa kepemilikan akan selalu mengarah pada ketidakadilan dan penindasan. Dalam bidang pemberdayaan-jiwa dan pendidikan sifat manusia, Islam mencapai kesuksesan yang tak tertandingi. Ada Muslim yang memiliki harta benda, mereka rela berbagi dengan orang lain tanpa mengharapkan imbalan apapun kecuali ampunan dan pahala dari Allah. Harus dipahami bahwa Islam tak pernah ingin kita hidup di dunia impian, juga tak membuat kepentingan publik sepenuhnya bergantung pada "niat baik" yang tak pasti. Meskipun sangat memperhatikan pemberdayaan dan penyucian jiwa, Islam tak pernah melupakan pertimbangan praktis. Legislasi Islam memastikan distribusi kekayaan yang adil. Dengan tak hanya berkonsentrasi pada penyucian-diri semata, melainkan juga memberlakukan aturan yang berimbang, Islam meletakkan dasar yang tepat bagi dunia yang sehat. Islam mengizinkan kepemilikan tanah, tetapi tak pernah membiarkannya mengarah pada feodalisme. Islam mengambil tindakan pencegahan yang diperlukan dengan memberlakukan undang-undang ekonomi dan sosial yang melarang feodalisme dan memastikan standar hidup yang terhormat, bahkan bagi mereka yang tak memiliki tanah. Jaminan semacam ini, yang melindungi kelas yang lebih miskin dari eksploitasi oleh yang memiliki properti.

Jika kita menerima komunisme sebagai program ekonomi, maka mau tak mau, kita juga harus merangkul filosofi sosialnya, yang menyatakan bahwa masyarakatlah satu-satunya hal yang nyata, individu tak memiliki kepentingan apapun kecuali sebagai anggota suatu komunitas. Inilah posisi yang sangat bertentangan dengan yang diambil oleh Islam, karena posisi Islam sangat mementingkan individu dan lebih bergantung padanya dibanding pada masyarakat untuk merealisasikan tujuannya. Islam membudayakan manusia dari dalam, sehingga ia rela menjalankan semua tanggung jawabnya sebagai anggota masyarakat. Dengan demikian, akan mengangkat manusia ke posisi anggota masyarakat yang sadar dengan kemauannya sendiri, dengan bebas memilih pekerjaannya sendiri, serta tempat dimana ia ingin bekerja. Ia punya pilihan mematuhi perintah penguasa atau menolak mematuhinya jika penguasa itu melanggar batas yang ditetapkan oleh ketaatan kepada Allah dan mempraktikkan Islam. Dengan demikian, Islam menjadikan setiap individu sebagai penjaga akhlak masyarakat disamping menuntut pertanggungjawabannya atas pemberantasan segala bentuk kejahatan. Namun, hal seperti ini, tak dapat jelas terjadi dalam masyarakat, hanya karena alasan psikologis dan praktis, dimana individu direduksi menjadi status cebol yang tak penting atau boneka tak berharga yang nasibnya hanya dibentuk dan dikendalikan oleh pemerintah, karena ia sendiri mengendalikan seluruh alat produksi ekonomi.

Terakhir, kita juga hendaknya mencamkan, bahwa filosofi komunis didasarkan pada asumsi, bahwa faktor ekonomi sendirilah yang paling tinggi sejauh menyangkut penentuan atau pembentukan hubungan sosial yang beragam dalam suatu kelompok sosial. Islam tak mengingkari atau meremehkan pentingnya faktor ekonomi dalam kehidupan manusia, juga tak mengabaikan pentingnya landasan ekonomi yang sehat bagi kehidupan sosial masyarakat, sehingga moral dan keutamaan sosial tumbuh subur. Namun, itu sama sekali tak berkontribusi terhadap gagasan bahwa hidup hanyalah ekonomi. Ia juga tak percaya bahwa jika masalah ekonomi diselesaikan, semua masalah masyarakat lainnya juga akan terselesaikan.
Ekonomi komunis bertumpu pada kediktatoran penuh dari proletariat, yang berarti bahwa hanya negara yang memutuskan fungsi-fungsi yang dijalankan oleh warga negara yang berbeda tanpa memperhatikan sedikitpun bakat atau kesukaan mereka masing-masing. Hanya negaralah yang mengendalikan segala pikiran, tindakan, persepsi, serta tujuan yang harus mereka wujudkan. Pada titik ini, kita juga harus membedakan antara kediktatoran seorang penguasa dan kediktatoran sebuah negara, yang disebut proletariat. Karena, dalam kasus seorang penguasa, mungkin saja ia punya sifat yang menyenangkan dan sederhana, dengan mensejahterakan negara yang sangat disayanginya, dan bahkan kadang-kadang rela berkonsultasi dengan perwakilan rakyat - baik yang nyata maupun bohong-bohongan — sebelum merumuskan suatu masalah atau membuat undang-undang. Tetapi, semua kemungkinan ini, tak dapat dipertanyakan lagi dalam kasus kediktatoran proletariat atau negara, yang hanya mempriorotaskan segala hal yang berkaitan dengan ekonomi semata, serta merealisasikan tujuan ekonomi, dan akan melaksanakannya dengan tangan-besi. Inilah yang ditandai dengan namanya sendiri — kediktatoran proletariat."